Aspek Pemerintahan dan Penanggulangan Kemiskinan

43 huyula , artinya melakukan pekerjaan secara bersama secara timbal-balik antar-anggota masyarakat, misalnya dalam membangun rumah; 3 himbunga , perhimpunan beberapa orang anggota masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha secara bersama-sama dan membagi hasilnya secara merata, misalnya membuka dan mengelola lahan pertanian; 4 palita, hampir sama dengan himbunga, tetapi setiap orang ditentukan pembagian hak milik sehingga hasil yang dinikmati masing-masing akan berbeda sesuai pembatasan hak milik tersebut, 5 tiayo, permintaan bantuan seorang penduduk kepada tetangga, kenalan, atau kaum kerabat untuk mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan sendiri, warga yang membantu tidak diberikan imbalan terkecuali sajian makan siang oleh pemilik pekerjaan; 6 dembulo, sumbangan berupa barang dalam kegiatan upacara pernikahan dan perkabungan dengan tidak mengharapkan imbalan, 7 depita, saling memberi antar tetangga, kenalan dan kawan kerabat pada saat seseorang baru melakukan panen atau memperoleh hasil pertanian yang berlebih; 8 timoa, sumbang-menyumbang berupa benda di kalangan pemuda yang akan menikah dengan ketentuan harus dibalas kembali ketika penyumbang tersebut akan menikah kelak; dan 9 heiya, sumbang menyumbang berupa uang dalam pelaksanaan hajatan seperti pesta pernikahan dan sebagainya. Nilai-nilai sosial tersebut mengikat masyarakat Gorontalo untuk maju secara bersama-sama, saling peduli dan menekan kesenjangan diantara mereka. Akan tetapi nilai-nilai demikian sudah mengalami proses erosi sosial, tradisi huyula, timoa, tiayo dan sebagainya tinggal menjadi strategi untuk bertahan hidup survival strategic pada masyarakat marginal, tidak lagi menjadi spirit sosial yang membentuk sistem nilai budaya. Masyarakat Gorontalo berada pada sebuah realitas dimana sistem makna sosial budaya sedang mengalami krisis.

4.3. Aspek Pemerintahan dan Penanggulangan Kemiskinan

Pembentukan Provinsi Gorontalo telah menjadi momentum penting bagi seluruh komponen masyarakat dan pemerintah untuk memberi perhatian lebih terhadap penyelenggaraan pembangunan. Dalam usianya 44 yang masih sangat muda pemerintah Provinsi Gorontalo mampu menunjukkan prestasi yang lebih baik daripada provinsi lainnya, misalnya sebagai satu-satunya penerima penghargaan tertib administrasi keuangan tahun 2007, penerima penghargaan ketahanan pangan selama tiga tahun berturut-turut 2003-2006, sebagai pelaksana Good Governance terbaik di Indonesia menurut penelitian UGM, dan sebagainya. Tingginya konsentrasi penyelenggaraan pembangunan di Provinsi Gorontalo didukung dengan peningkatan anggaran yang cukup tinggi. Pada tahun 2001 nilai APBD Provinsi Gorontalo sebesar Rp. 77.696.211.940 terus meningkat menjadi Rp. 442.229.890.710 pada tahun 2006, atau terjadi peningkatan nominal 469.18 dalam kurun waktu 5 tahun. Khusus untuk penanggulangan kemiskinan Pemerintah Provinsi Gorontalo secara rutin mengalokasikan anggaran yang cukup besar. Pada tahun 2005 alokasi APBD untuk penanggulangan kemiskinan sebesar Rp. 4.896.000.000 dan meningkat menjadi Rp. 8.034.337.500 pada tahun 2006. Sementara dana penanggulangan kemiskinan yang bersumber dari APBN berjumlah Rp. 68.834.997.000 pada tahun 2005 menjadi Rp. 278.531.268.000 pada tahun 2006. Anggaran penanggulangan kemiskinan tersebut dimanfaatkan antara lain melalui pembangunan rumah layak huni dan peningkatan aksesibilitas masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan dengan pembentukan Badan Pelaksana Kesehatan Mandiri Bapelkesman. Sebagai hasil dari kerja keras dan semangat kolektif antara masyarakat dan pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunan maka angka kemiskinan Provinsi Gorontalo turun drastis dalam kurun waktu yang relatif pendek. Tingkat kemiskinan Provinsi Gorontalo sebelum pemekaran mendekati level 73 turun menjadi 29,13 pada tahun 2008 setelah delapan tahun berdiri sebagai provinsi sendiri. Namun angka ini masih lebih tinggi dibanding nasional yang hanya 17,75.

4.4. Sosial Kemasyarakatan di Provinsi Gorontalo  Pendidikan