Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekpsor

terjadinya penurunan permintaan ekspor di Hongkong sebesar 5,608 persen walaupun pangsa ekspor di negara tersebut meningkat. Tabel 5.1 Hasil Estimasi EPD dan RCA Komoditi Mutiara Indonesia Negara RCA EPD Nilai RCA Daya Saing Pertumbuhan Pangsa Pasar Ekspor Pertumbuhan Pangsa Pasar Produk Posisi Pasar Australia 16.031 Kuat 145.642 1.094 Rising Star Hongkong 5.718 Kuat 2130.49 -5.608 Falling Star Jepang 2.990 Kuat 15.877 2.021 Rising Star Sumber: UN Comtrade, 2012 diolah

5.2 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekpsor

Mutiara Indonesia di Negara Tujuan Periode 1999-2011 Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi permintaan mutiara Indonesia di negara tujuan dijelaskan dengan menggunakan gravity model. Model ini digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel-variabel ekonomi dan non ekonomi lainnya terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia di pasar internasional. Variabel independen yang digunakan dalam analisis permintaan ekspor mutiara Indonesia adalah GDP per kapita negara importir GDP, nilai tukar negara importir NT, nilai ekspor negara tujuan tahun sebelumnya NX1, populasi negara importir POP, dan jarak ekonomi Indonesia dengan negara tujuan JE. Sedangkan variabel dependennya adalah nilai ekspor mutiara Indonesia ke negara tujuan NX. Data yang dianalisis adalah data panel yang merupakan gabungan dari time series dan cross section. 5.2.1 Hasil Estimasi Model Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia Periode 1999-2011 Hasil uji Chow menunjukkan model terbaik yang digunakan dalam estimasi komoditi mutiara Indonesia adalah model fixed effect dengan nilai probabilitas 0,0000 yang lebih kecil dari taraf nyata lima persen. Berdasarkan hasil evaluasi model dengan menggunakan kriteria ekonometrika dan kriteria statistika diperoeh bahwa model tersebut terbebas dari pelanggaran asumsi klasik. Setelah dilakukan regresi panel data, diperoleh estimasi persamaan yaitu: lnNXit = 225.16 + 3.22 lnGDPit + 0.02 NTit + 0.20 lnNX1it - 14.67 lnPOPit + 0.32 ln JEit + eit di mana: lnNX = Nilai ekpor mutiara Indonesia persen lnGDP = GDP per kapita riil negara importir persen NT = Nilai tukar riil negara importir mata uang negara tujuanUS lnNX1 = Nilai ekspor mutiara Indonesia persen lnPOP = Jumlah populasi penduduk di negara importir persen JE = Jarak Ekonomi persen ei = Random error i = Negara t = Periode waktu Dalam analisis regresi, terdapat empat asumsi yang dipenuhi, masing- masing diantaranya yaitu: 1. Uji Multikolinearitas Salah satu asumsi dari model regresi ganda adalah bahwa tidak ada hubungan linier sempurna antar peubah bebas dalam model tersebut. Jika hubungan tersebut ada, maka dikatakan bahwa peubah-peubah bebas tersebut berkolinearitas ganda sempurna Juanda, 2007. Adanya multikolinearitas dapat disebabkan oleh nilai R 2 yang tinggi, tetapi variabel independennya banyak yang tidak signifikan. Namun dari hasil pengolahan data yang terlihat pada Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa nilai R 2 yang diperoleh yaitu 0.727701. Nilai R 2 ini menunjukkan bahwa sebesar 72.77 persen keragaman yang terdapat pada model ekspor mutiara Indonesia ke negara tujuan ekspor dapat dijelaskan oleh variabel- variabel yang terdapat pada model tersebut sedangkan sisanya sebesar 27.23 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Selain itu, hanya terdapat satu dari lima variabel yang tidak signifikan. Secara umum, variabel yang digunakan dalam model regresi sudah memenuhi asumsi multikolinearitas, karena masalah multikolinearitas telah diatasi dengan memberikan perlakuan GLS sehingga parameter dugaan pada taraf uji tertentu menjadi signifikan. 2. Uji Heteroskedastisitas Dari hasil estimasi pada Tabel 5.2 terlihat bahwa Residual Sum Squared pada Weighted Statistic 35.97 lebih kecil dari Residual Sum Squared pada Unweighted Statistic 59.07 yang menyebabkan terjadinya heteroskedastisitas. Namun masalah ini telah dapat diatasi dengan menggunakan cross-section SUR pada model untuk mengantisipasi masalah heteroskedastisitas dan autokorelasi. 3. Uji Autokorelasi Pada hasil pengolahan data, masalah autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin Watson Statistic DW. Pada tabel nilai DW sebesar 2.38. Autokorelasi tidak terjadi jika nilai DW berkisar antara 1,03-2,97. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa tidak ada masalah autokorelasi dari hasil pengolahan data tersebut. Di lain pihak, karena model tersebut menggunakan cross-section SUR, maka masalah heteroskedastisitas dan autokorelasi dapat diatasi. 4. Uji Kenormalan Pada data panel, normal atau tidaknya error terms dapat dilihat dari nilai probabilitas yang terdapat pada histogram-normality test. Jika nilai probability Jarque Bera α, maka error terms menyebar normal. Hasil ini dapat dilihat pada Tabel 5.2. Pada tabel tersebut didapatkan hasil bahwa probability Jarque Bera 0.91 lebih besar daripada α 0.05. Dengan demikian, model dalam penelitian ini sudah memiliki error terms yang menyebar normal. Berdasarkan Tabel 5.2 diperoleh bahwa nilai probabilitas F-statistic 0,000000 lebih kecil dari taraf nyata lima persen dan sepuluh persen. Hal ini berarti bahwa secara bersama-sama variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata lima persen dan sepuluh persen. Nilai koefisien determinasi R-square yang diperoleh sebesar 0.727701. Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 72.77 persen peubah dependen dapat dijelaskan secara baik oleh variabel-variabel independennya, sedangkan sisanya sebesar 27.23 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lainnya yang tidak terdapat dalam model. Sementara itu, hasil dari Fixed Effect Cross yang menunjukkan perbedaan nilai intersep yang berbeda antar unit cross section menunjukkan bahwa negara Jepang memiliki rata-rata perubahan yang paling tinggi sebesar 21.99. Sedangkan, Hongkong merupakan negara yang memiliki efek paling kecil, yaitu -19.35. Dengan demikian, kesimpulan yang diperoleh dari hasil Fixed Effect Cross adalah Jepang merupakan salah satu negara importir utama sebagai tujuan ekspor mutiara Indonesia, sedangkan Australia dan Hongkong masih dapat dijadikan tujuan ekspor mutiara karena masih memiliki daya saing seperti perolehan hasil dari estimasi RCA. Meskipun dengan analisis EPD, negara Hongkong berada pada posisi pasar “Lost Opportunity”. Tabel 5.2 Hasil Estimasi Gravity Model Komoditi Mutiara Variabel Coefisien Prob. C 225.1637 0.0168 GDP 3.219599 0.0194 NT 0.023571 0.0775 NX1 0.199716 0.0857 POP -14.67132 0.0217 JE 0.315636 0.7254 Fixed Effect Cross Australia -2.645074 Hongkong -19.34752 Jepang 21.99259 Weighted Statistics R-Square 0.727701 Sum square residual 35.97017 Prob. F-Stat 0.000000 Durbin-Watson stat 2.380561 Unweighted Statistics R-Square 0.435966 Sum square residual 59.06686 Durbin-Watson stat 1.952017 Sumber: Lampiran 3 Catatan: signifikan pada taraf nyata 5 signifikan pada taraf nyata 10 5.2.2 Interpretasi Model Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia Periode 1999-2011 Berdasarkan uji-t pada komoditi mutiara, terdapat satu dari lima variabel yang tidak signifikan, yaitu variabel jarak ekonomi. Variabel GDP per kapita riil negara importir mutiara Indonesia dan populasi signifikan pada taraf nyata lima persen. Serta variabel nilai tukar dan nilai ekspor tahun sebelumnya signifikan pada taraf nyata sepuluh persen. 1. GDP per kapita riil negara importir GDP per kapita mempresentasikan ukuran daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa suatu negara. Dari hasil estimasi diketahui bahwa variabel GDP per kapita riil negara importir mutiara signifikan pada taraf nyata lima persen. Tanda koefisien pada variabel tersebut sesuai dengan hipotesis, yaitu 3.22. Nilai tersebut memberikan arti bahwa jika GDP per kapita negara importir mutiara Indonesia meningkat sebesar satu persen, maka permintaan ekspor komoditi mutiara meningkat sebesar 3.22 persen cateris paribus. Fenomena inipun terkait dengan tanda koefisien positif yang sesuai dengan hipotesis pada GDP per kapita yang memengaruhi permintaan ekspor komoditi tersebut. Dari hasil estimasi dapat diketahui juga bahwa variabel GDP per kapita berpengaruh nyata pada taraf nyata lima persen. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel GDP per kapita negara Austalia, Hongkong, dan Jepang memiliki pengaruh yang signifikan dalam memengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan daya beli yang tinggi di negara Australia, Hongkong, dan Jepang terhadap komoditi mutiara Indonesia dengan membeli mutiara sebagai barang investasi dan sebagai simbol status sosial. 2. Nilai tukar riil negara importir Dalam hipotesis, telah dikemukakan bahwa nilai tukar riil negara importir memiliki hubungan positif, artinya jika nilai tukar riil tinggi akan menyebabkan permintaan ekspor mutiara Indonesia meningkat. Nilai tukar riil yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar negara importir terhadap dollar Amerika Serikat, karena sebagian besar negara menggunakan dan menerima dollar AS sebagai alat pembayaran pada transaksi perdagangan internasional. Hal ini terjadi karena nilai mata uang Amerika Serikat yang relatif stabil dibandingkan mata uang negara lainnya. Tanda koefisien positif pada nilai tukar riil sesuai dengan hipotesis, yaitu 0.02 memberikan arti bahwa jika nilai tukar negara importir mutiara Indonesia terapresiasi sebesar satu persen, maka permintaan ekspor komoditi mutiara meningkat sebesar 0,02 satuan cateris paribus. Tanda positif pada variabel nilai tukar domestik terhadap dollar AS sesuai dengan parameter dugaan yang diharapkan. Jika nilai tukar riil di negara Australia, Hongkong, dan Jepang tinggi, barang-barang domestik relatif lebih mahal, sedangkan barang-barang luar negeri Indonesia relatif lebih murah, sehingga penduduk domestik berkeinginan membeli sedikit barang hasil produksi negara sendiri. Sehingga permintaan ekspor mutiara Indonesia di negara Australia, Hongkong, dan Jepang akan meningkat. Variabel nilai tukar ini juga signifikan berpengaruh terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia pada taraf sepuluh persen. 3. Nilai ekspor tahun sebelumnya Nilai koefisien sebesar 0.20 pada nilai ekspor tahun sebelumnya memberikan arti bahwa jika nilai ekspor komoditi tersebut pada tahun sebelumnya meningkat sebesar satu persen, maka permintaan ekspor komoditi tersebut akan meningkat sebesar 0.20 persen cateris paribus. Variabel ini juga signifian berpengaruh terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia pada taraf sepuluh persen. 4. Populasi negara importir Pertambahan populasi negara importir dari sisi permintaan akan memberikan pengaruh yang positif terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia. Pertambahan populasi ini akan menyebabkan permintaan domestik bertambah besar dan jika negara tersebut tidak mampu memenuhi seluruh permintaan domestik maka negara tersebut harus mengimpor dari negara lain. Dalam hipotesis, telah dikemukakan bahwa populasi negara Australia, Hongkong, dan Jepang memiliki hubungan positif, artinya semakin besar jumlah populasi ketiga negara importir tersebut akan menyebabkan semakin besar pula permintaan ekspor mutiara Indonesia. Berdasarkan hasil analisis regresi data panel, diperoleh nilai koefisiennya sebesar -14.67. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitan, namun variabel populasi berpengaruh nyata terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia belum dapat memenuhi seluruh permintaan domestik, sehingga negara tersebut harus mengimpor dari negara eksportir mutiara lain. Sehingga jika populasi negara importir meningkat sebesar satu persen, maka permintaan ekspor komoditi tersebut akan menurun sebesar 14.67 persen cateris paribus . Variabel ini signifikan pada taraf nyata lima persen. 5. Jarak ekonomi Sementara itu, tanda koefisien positif pada jarak ekonomi tidak sesuai dengan hipotesis, yaitu 0.32 memberikan arti bahwa jika terjadi penurunan jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara importir mutiara Indonesia sebesar satu persen, maka permintaan ekspor komoditi mutiara menurun sebesar 0.32 persen cateris paribus. Seharusnya, jarak ekonomi yang semakin kecil akan mengurangi biaya-biaya yang ada seperti biaya distribusi dan lain sebagainya, sehingga permintaan ekspor akan semakin meningkat. Namun hasil yang didapat dari penelitian ini adalah sebaliknya. Hal ini dikarenakan komoditi mutiara merupakan komoditi yang tidak membutuhkan tempat dalam kegiatan distribusinya karena menurunkan biaya per unit transportasi, komoditi kecil berharga dapat diangkut jauh lebih menguntungkan dari komoditi besar dengan nilai yang sama. Selain itu, variabel jarak ekonomi ini tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia. Nilai P value variabel jarak ekonomi bernilai 0.72 yang berarti tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia pada taraf nyata sepuluh persen. Dari hasil regresi tersebut maka jarak ekonomi bukan faktor penentu yang memengaruhi besar kecilnya permintaan ekspor mutiara Indonesia di Australia, Hongkong, dan Jepang.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN