Latar Belakang Pola integrasi ternak babi dengan tanaman ubi jalar yang berwawasan lingkungan di Minahasa
Tabel 1 Perkembangan jumlah ternak di Indonesia ribuan ekor Jenis Ternak
Tahun 2005
2006 2007 Ternak besar
13 445.9 13 808.3
14 421.6 . Sapi perah
361.4 369.0
377.8 . Sapi
potong 10 569.3
10 875.1 11 385.9
. Kerbau 2 128.5
2 166.6 2 246.8
. Kuda 386.7
397.6 411.9
Ternak kecil 28 537.0
28 988.0 31 491.7
. Kambing 13 409.3
13 790.0 14 873.5
. Domba 8 327
8 979.8 9 859.7
. Babi 6 800.7
6 218.2 6 758.5
Sumber: Indikator pertanian dalam Booklet BPS edisi Maret 2009. Undang Undang Lingkungan Hidup No 23 Tahun 1997, pasal 1 ayat 12,
menyatakan pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh
kegiatan manusia, sehingga kualitasnya turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak berfungsi sesuai dengan peruntukkannya.
Mendirikan suatu usaha peternakan perlu perencanaan yang matang, tidak hanya terfokus pada aspek produksi, tetapi harus memperhatikan penanganan
hasil sampingan dari ternak yaitu limbah ternak. Limbah ternak ini harus diolah dengan inovasi teknologi, karena limbah ternak ini selain baunya yang tidak
sedap, keberadaannya juga mencemari lingkungan, mengganggu pemandangan dan merupakan sumber penyakit. Inovasi penggunaan instalasi biogas merupakan
salah satu alternatif dalam penanggulangan limbah ternak. Dengan instalasi biogas akan diperoleh gas sebagai bahan bakar dan pupuk organik dari sisa fermentasi
bahan organik dalam digester.
2.3 Pemanfaatan Limbah Ternak Sebagai Biogas dan Pupuk Organik 2.3.1 Limbah Ternak
Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi baik pada skala rumah tangga maupun
industri, pertambangan, dan lain sebagainya. Limbah dapat juga diartikan
merupakan bahan buangan terbuang atau dibuang dari suatu sumber aktivitas manusia maupun proses-proses alam dan tidak atau belum memiliki nilai
ekonomi, bahkan dapat memiliki nilai ekonomi yang negatif. Nilai ekonomi yang negatif ini karena pengolahan untuk pembuangan atau pembersihan limbah
memerlukan biaya yang cukup besar, disamping dapat mencemari lingkungan Murtadho dan Sa
’id 1988. Limbah peternakan adalah semua buangan dari usaha peternakan yang
berbentuk padatan maupun cairan. Limbah padat adalah semua limbah yang dibuang dalam fase padatan yang berupa kotoran, ternak mati ataupun isi perut
dari pemotongan hewan Soehaji 1992. Algamar 1986 berpendapat bahwa limbah industri pertanian kebanyakan
menghasilkan limbah yang bersifat cair ataupun padat, yang masih kaya dengan bahan organik dan mudah mengalami penguraian. Demikian juga halnya limbah
ternak mengandung bahan organik yang berpotensi sebagai bahan pencemar jika tidak dikelola dengan baik.
Sihombing 1997 menyatakan, pemanfaatan limbah peternakan kotoran ternak dapat juga digunakan sebagai pupuk. Secara sederhana pupuk dapat
dikatakan sebagai bahan-bahan yang diberikan pada lahan agar dapat menambah unsur-unsur hara atau zat-zat makanan yang diperlukan tumbuhan baik secara
langsung ataupun tidak langsung.