Metode Penelitian Pola integrasi ternak babi dengan tanaman ubi jalar yang berwawasan lingkungan di Minahasa

Letak Kandang Gambar 16 Persentase letak kandang babi peternak. Hasil menunjukkan bahwa semua peternak yang diwawancarai 100 memelihara ternak babinya dalam kandang berlantai semen, dengan atap terbuat dari seng. Letak kandang babi dari sebagian besar peternak yang memelihara ternak babi berada di belakang rumah 87 dan hanya sebagian kecil yang memelihara ternak babi di samping rumah 13 Gambar 16. Pengolahan Limbah Ternak Gambar 17 Persentase pengolahan kotoran ternak babi. Hasil pengamatan menunjukkan Gambar 17 bahwa sebagian besar 81 peternak tidak mengolah limbah ternak babinya bahkan langsung mengalirkannya ke aliran sungai. Peternak yang mengolah limbah ternak babinya 19 dengan cara mengalirkan ke kolam ikan. 87 Belakang rumah 13 Samping rumah 19 Diolah 81 Tidak diolah 4.3 Produktivitas Ternak Babi 4.3.1 Pertambahan Bobot Badan Ternak Babi Salah satu kriteria dalam menentukan efisiensi tidaknya produksi suatu peternakan babi adalah dengan melihat pertambahan bobot badannya. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertambahan bobot badannya adalah makanan yang dikonsumsi oleh ternak. Pertambahan bobot badan diperoleh dari hasil penimbangan pada akhir percobaan dikurangi dengan penimbangan pada awal percobaan, sehingga diperoleh rataan pertambahan bobot badan per ekor per hari. Tabel 6 Rataan pertambahan bobot badan ternak babi berdasarkan ransum Perlakuan Periode Penimbangan Minggu Ternak Babi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 I 33.0 35.0 36.5 38.0 36.0 36.5 38.5 35.0 36.0 36.0 II 33.0 36.0 39.0 38.0 37.0 37.0 39.0 38.0 38.5 37.0 III 35.0 39.0 40.0 41.0 39.0 40.0 42.0 41.0 41.0 40.0 IV 36.0 42.0 43.0 46.5 42.5 44.0 46.0 44.0 45.5 43.0 V 38.0 44.0 45.5 49.0 45.0 46.5 50.0 46.0 47.0 46.0 VI 39.5 45.0 48.5 51.0 48.0 48.0 53.0 49.0 51.0 50.0 VII 42.5 47.5 51.0 54.0 50.0 51.5 57.0 50.0 54.0 52.0 VIII 44.0 49.5 53.5 57.5 54.0 53.5 59.0 53.0 57.0 55.0 Pertambahan bobot badan 11.0 14.5 17.0 19.5 18.0 17.0 20.5 18.0 21.0 19.0 Rataan per hari kg 0.23 0.30 0.35 0.40 0.37 0.35 0.42 0.37 0.43 0.39 Pertambahan bobot badan ternak babi Tabel 6 terlihat bahwa pertambahan bobot badan babi per ekor per hari untuk kesepuluh ternak babi yang diberikan perlakuan brangkasan ubi jalar dalam penelitian ini berkisar antara 0.23 – 0.43 kg. Pertambahan bobot badan ternak babi yang diberikan ransum peternak dalam penelitian ini Tabel 7, terlihat bahwa pertambahan bobot badan babi per ekor per hari untuk keenam ternak babi dalam penelitian ini berkisar antara 0.31 kg - 0.45 kgekor. Menurut NRC 1988 pada bobot badan babi 10 kg - 60 kg pertambahan bobot badan berkisar antara 0.50 kg - 0.75 kg atau rata-rata 0.62 kg. Angka rata-rata ini jika dibandingkan dengan hasil percobaan menggunakan ransum peternak atau ransum perlakuan ternyata sangat rendah. Tabel 7 Rataan pertambahan bobot badan ternak babi berdasarkan ransum Peternak Periode Penimbangan Minggu Babi Milik Peternak 1 2 3 4 5 6 I 32.00 35.00 36.00 36.00 38.00 38.00 II 32.00 35.00 37.00 38.00 39.00 38.00 III 35.00 38.00 40.00 42.00 45.00 43.00 IV 38.00 42.00 44.00 45.50 48.50 47.00 V 42.00 45.00 47.50 48.00 51.50 50.50 VI 43.00 46.00 48.00 49.00 53.00 52.00 VII 45.00 49.00 52.00 53.00 56.00 54.00 VIII 47.00 52.00 56.00 58.00 60.00 59.00 Pertambahan berat 15.00 17.00 20.00 22.00 22.00 21.00 Rataan per hari kg 0.31 0.35 0.41 0.45 0.45 0.43 Rendahnya rataan pertambahan bobot badan babi yang diberi ransum peternak, dapat disebabkan oleh manajemen pemeliharan yang kurang baik dan terbatasnya pengetahuan peternak akan tata cara penyusunan ransum yang tepat sesuai dengan bobot badan ternak. Pengamatan dalam penelitian ini, rendahnya pertambahan bobot badan ternak babi yang diberikan ransum peternak dapat disebabkan oleh 1 waktu pemberian ransum yang tidak teratur, 2 komposisi bahan makanan penyusun ransum yang berubah-ubah, 3 takaran ransum yang diberikan tidak tetap dan 4 kebersihan kandang tidak diperhatikan. Basuki 2002 mengemukakan besarnya pertambahan berat badan ternak sangat dipengaruhi oleh manajemen dan lingkungan fisiologis terutama pakan. Apabila pakan yang dikonsumsi ternak belum mencukupi kebutuhan ternak kandungan nutriennya maka tidak dapat mencapai pertumbuhan yang optimal. Hasil pengamatan untuk pertambahan bobot babi yang diberikan ransum perlakuan dalam penelitian ini rendah yaitu berkisar antara 0.22 kg sampai dengan 0.43 kg. Rendahnya pertambahan bobot badan babi ini dapat disebabkan oleh rendahnya komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam ransum ternak Tabel 8. Tabel 8 Komposisi zat-zat makanan ransum perlakuan dan perternak Zat-zat Makanan Ransum Perlakuan RansumPeternak Protein 14.33 18.04 Serat Kasar 6.97 5.52 Lemak Kasar 4.77 3.89 KalsiumCa 0.55 1.00 Fosfor P 0.51 0.43 Energi Bruto kkalkg 3 109.93 - Abu 5.61 7.81 Sumber: Analisis Laboratorium Puslit Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, IPB 2012 Hasil Perhitungan NRC 1988. Menurut NRC 1988 babi yang sedang tumbuh memerlukan makanan yang mengandung protein antara 14 - 18, dimana semakin bertambah umur dan bobot badan ternak maka semakin rendah kadar protein yang dibutuhkan. Sihombing 1997 menyatakan bahwa kebutuhan energi untuk babi sedang tumbuh dengan berat badan 35 kg - 60 kg adalah 3 390 kkal EDkg ransum. Hasil analisis statistik Lampiran 1 menunjukkan bahwa pertambahan bobot babi peternak dan bobot babi dengan ransum perlakuan tidak berbeda nyata, artinya pemberian pakan oleh peternak maupun pakan perlakuan menghasilkan pertambahan bobot badan yang hampir sama 0.40 dan 0.36 kgekorhr. Komposisi zat-zat makanan antara ransum peternak dengan ransum perlakuan Tabel 8, terlihat komposisi zat-zat makanan ransum peternak masih lebih tinggi 18.04 protein dari pada ransum perlakuan 14.00 protein, tapi pertambahan bobot badan babi peternak dengan babi perlakuan hampir sama. Hal ini dapat disebabkan ternak babi perlakuan pada siang hari ditambahkan brangkasan ubi jalar segar sebanyak 700 gram per ekor per hari, diluar ransum basal. Menurut Kuncoko dan Soebarinoto 1994 daun ketela rambat merupakan salah satu hijauan yang dapat diberikan kepada babi, baik babi muda maupun babi dewasa. Hal ini disebabkan karena kandungan serat kasar daun ketela rambat relatif rendah 15.63 sampai 17.30. Dalam penelitian ini kandungan serat kasar brangkasan ubi jalar masih lebih rendah yaitu 9.27. Hijauan dapat berfungsi sebagai sumber mineral dan vitamin yang bermanfaat bagi tubuh. Gambar 18 Laju Pertambahan bobot badan babiekorminggu berdasarkan ransum perlakuan dan peternak . Laju pertambahan bobot badan ternak babi per ekor per minggu Gambar 18 berdasarkan ransum perlakuan, menunjukkan peningkatan dari minggu pertama sampai minggu ketiga 1.2 –3.45 kgekorminggu, pada minggu keempat terjadi penurunan sampai 2.45 kg turun 1 kg, hal ini dapat disebabkan karena lingkungan, tetapi pada minggu kelima sampai minggu kedelapan terjadi kenaikan yang mulai stabil. Menurut Pond dan Houpt 1978 menyatakan bahwa laju pertumbuhan dari seekor ternak dipengaruhi oleh sifat-sifat genetis, makanan dan tatalaksana, akan tetapi faktor makanan adalah faktor yang paling besar peranannya dalam mengontrol pertumbuhan. Pada babi peternak kenaikan bobot badan terjadi pada hari kedua 0.7 – 4.0 kg, minggu ketiga sampai minggu kelima terjadi penurunan yang cukup drastis dari 4.0 kg menjadi 1.1 kg, dan meningkat lagi pada minggu ketujuh dan kedelapan. Hasil pengamatan, penurunan yang drastis ini dapat disebabkan karena jumlah pakan dan waktu pemberian pakan yang tidak konsisten. Tillman et al. 1984 menyatakan bahwa pertumbuhan hewan ditentukan oleh takaran makanannya, bila takaran makanannya tinggi, pertumbuhannya juga cepat dan hewan akan mencapai suatu berat spesifik pada umur muda. 1.2 2.55 3.45 2.45 2.6 2.65 2.65 0.67 4.00 3.67 3.25 1.08 3.00 3.83 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Laj u PB B Kg Minggu

4.3.2 Nilai Ekonomis Ransum Peternak dan Ransum Perlakuan

Pertambahan bobot badan babi yang menggunakan ransum peternak dengan ransum perlakuan memberikan hasil yang hampir sama 0.40 vs 0.36 kgekorhari, tapi ransum yang digunakan oleh peternak masih lebih tinggi harganya yaitu Rp3 562 kg ransum, dibandingkan dengan ransum perlakuan yaitu Rp2 260 kg ransum Tabel 9 dan 10. Biaya terbesar dari keseluruhan biaya produksi usaha peternakan babi adalah untuk biaya makanan, yakni sebesar 60 sampai 80 Sihombing, 1997. Dalam usaha menekan biaya makanan perlu dicari suatu bahan makanan yang secara ekonomis murah, mudah didapat serta nilai biologisnya dapat memberi hasil yang baik atau minimal sama dengan bahan makanan lain. Tabel 9 Susunan dan Harga Bahan Makanan Ransum Babi Peternak Bahan makanan Persentase a Per kg Rp b Harga Rp bx100 kg Total Rp a x b Konsentrat 30 7 000 700 000 210 000 Jagung 52 2 500 250 000 130 000 Dedak 18 900 90 000 16 200 Total 100 356 200 Harga ransum per kg 3 562 Tabel 10 Susunan dan Harga Bahan Makanan Ransum Babi Perlakuan Bahan makanan Persentase a Harga per kg b Harga Rp b x 100 kg Total Rp a x b Jagung 50 2 500 250 000 125 000 Dedak Halus 28 900 90 000 25 200 Bungkil Kelapa 10 2 250 225 000 22 500 Tepung Ikan 11 3 500 350 000 38 500 Pigmix 0.7 19 000 190 000 13 300 Garam Dapur 0.3 - - 1 500 Total 100 kg 226 000 Harga ransum per kg 2 260 Bahan-bahan makanan penyusun ransum perlakuan dalam penelitian ini sebagian besar menggunakan bahan-bahan makanan alami yang ada di Desa Sumarayar, seperti jagung, dedak halus sisa hasil gilingan padi, tepung ikan, dan brangkasan ubi jalar. Bungkil kelapa yang digunakan dalam penyusunan ransum perlakuan dibeli dari toko bahan makanan ternak yang ada di Desa Sumarayar. Bahan penyusun ransum sebagian besar diperoleh dari hasil pertanian setempat, sehingga memungkinkan harga ransum perlakuan lebih murah dari pada ransum peternak yang sebagian besar menggunakan ransum komersial. 4.4 Pemanfaatan Biogas dari Limbah Ternak Babi 4.4.1 Volume Gas Limbah Ternak Babi Volume gas yang dihasilkan dari limbah ternak babi, diukur setiap hari. Cara pengukuran dilakukan dengan cara mencatat langsung dari jumlah gas yang tertampung pada tabung penampung gas dengan menggunakan rumus silinder. Produksi gas pada penelitian ini Gambar 19 mulai terlihat pada hari kedua, hal ini ditandai dengan terangkatnya drum penampung gas setinggi 40 cm dengan volume gas 105 630 ml. Pada hari ketiga produksi biogas yang dihasilkan semakin meningkat, ditandai dengan terangkatnya drum penampung gas setinggi 50 cm dengan volume gas sebesar 132 037 ml. Untuk melihat apakah gas sudah dapat menyala, kran gas pada tabung penampung gas dibuka ternyata gas belum menyala dan tercium bau seperti bau belerang, hal ini mengindikasikan bahwa gas yang terbentuk masih didominasi oleh gas karbondioksida Simamora et al. 2006. Gambar 19 Produksi biogas setiap hari. Produksi gas pada hari kedelapan mencapai puncaknya yaitu pada ketinggian drum 69 cm dengan volume gas 182 211 ml, tetapi saat kran dibuka 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 180000 200000 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 Pr o d u ksi B io g as m l h ar i Hari ke- dan dicoba dinyalakan pada kompor apinya ternyata masih sangat lemah dan hanya bertahan selama tiga menit serta gasnya masih berbau. Pada hari kedelapanbelas produksi gas ditandai dengan terangkatnya drum penampung gas setinggi 69 cm dengan volume gas 182 211 ml. Kran gas dibuka dan dicoba dinyalakan pada kompor khusus biogas yang dipinjam dari Dinas Peternakan Provinsi Sulawesi Utara, ternyata gas yang dihasilkan dapat menyala dengan konstan dan berwarna biru terang. Produksi biogas selanjutnya baru terbentuk pada hari keduapuluh setelah dua hari kemudian, hal ini dapat disebabkan model rancangan drum yang digunakan sebagai reaktor pencerna pada pembuatan biogas, tidak menggunakan lubang pengontrolan Hamni 2008. Lubang pengontrolan berfungsi sebagai alat pengaduk atau pemecah buih. Terbentuknya buih pada permukaan dalam digester dapat menghambat terbentuknya gas atau gas yang dihasilkan kurang Sihombing et al. 1981. Menurut Haryati 2006 proses pengadukan akan sangat menguntungkan karena apabila tidak diaduk bahan solid akan mengendap pada dasar tangki dan akan terbentuk busa pada permukaan yang akan menyulitkan keluarnya gas. Lubang pengontrolan digunakan sebagai tempat pengambilan sampel dan kontrol temperatur Kota 2009. Hasil uji memasak telah dilakukan dalam satu urutan waktu Tabel 11, dengan volume biogas yang digunakan dan waktu yang dibutuhkan untuk memasak. Memasak selama 45 menit, volume gas yang terpakai 182 000 ml. Tabel 11 Volume biogas dan waktu memasak Jenis Kegiatan Banyak Bahan Biogas ml Waktu menit Memasak Air 2 liter air 45 000 20 Telur Goreng 1 butir 27 000 +79 000 10 Mie Kuah 1 bungkus 31 000 15 Total 103 000 182 000 45 Pengujian aplikasi biogas selanjutnya dilakukan dengan cara merebus air sampai mendidih menggunakan pembakaran biogas. Volume air yang sama dilakukan juga perebusan air menggunakan kayu bakar dan kompor minyak tanah. Besarnya volume kayu bakar dan minyak tanah yang digunakan untuk mendidihkan air akan menjadi nilai kesetaraan nilai biogas dengan kayu bakar dan minyak tanah Tabel 12. Tabel 12 Perbandingan aplikasi biogas, kayu bakar dan minyak tanah Sumber Kalor Vol. air L Waktu mnt Vol. Bahan Bakar Harga Rp Biogas 2 20 45 000 ml - Kayu bakar 2 12 1 300 gram 6 0005kg Minyak tanah 2 16 350 ml 10 000liter Tabel 12 memperlihatkan bahwa dengan penggunaan volume air yang sama, waktu yang diperlukan untuk mendidikan air berbeda-beda pada setiap sumber kalor yang digunakan. Waktu memasak yang dibutuhkan lebih lama menggunakan biogas 20 menit dibandingkan dengan menggunakan minyak tanah 16 menit dan dengan kayu bakar 12 menit. Waktu memasak yang lebih lama 16 menit dengan menggunakan biogas, dapat disebabkan oleh lubang kompor biogas yang digunakan lebih kecil. Kompor minyak tanah lebih cepat waktu memasaknya dari pada penggunaan biogas, hal ini dapat disebabkan juga lubang kompor lebih besar. Penggunaan kayu bakar adalah yang tercepat dari pada menggunakan biogas dan kompor minyak tanah. Hal ini dapat disebabkan sebaran panas lebih luas dan dibantu oleh penggunaan tungku yang terbuat dari batu bata. Hasil aplikasi penggunaan biogas untuk memasak yaitu waktu memasak biogas lebih lama di bandingkan dengan minyak tanah dan kayu bakar sama seperti yang dilakukan Kota 2009. Gas yang dihasilkan dari instalasi biogas ini dapat dimanfaatkan langsung oleh petani. Adapun efisiensi dari penggunaan gas ini dapat dihitung berdasarkan hasil konversi dengan minyak tanah dan kayu bakar Tabel 12. Gas yang dipakai untuk memasak 2 liter air adalah 45 000 ml 45 liter jika disetarakan dengan pemakaian minyak tanah untuk memasak 2 liter air adalah 350 ml, harga minyak tanah untuk 350 ml adalah Rp3 500. Pemakaian kayu bakar untuk memasak 2 liter air adalah 1 300 gram 1.3 kg, harga 1 300 gram kayu bakar adalah Rp1 560.