Dampak KKLD dan Pengelolaan Perikanan

Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah DPL memegang peranan penting bagi pelestarian dan pengelolaan terumbu karang. DPL membantu menjaga sumber - sumber larva karang dari daerah yang telah rusak. Tindakan - tindakan pengelolaan berkaitan dengan DPL yang dapat membantu regenerasi terumbu karang adalah : a mengidentifikasi daerah - daerah karang yang tidak terlalu rusak dalam DPL dan meninjau ulang skema zonasi dan perbatasan untuk menjamin terumbu karang yang sehat dilindungi dengan ketat, b memastikan DPL yang ada dikelola secara efektif, dan c mengembangkan pendekatan yang lebih strategis untuk sistem DPL, rangkaian wilayah geografis yang tersebar luas dan variasi DPL Westmacott et al. 2000.

2.3 Dampak KKLD dan Pengelolaan Perikanan

Salah satu aspek penting dalam pengelolaan kawasan konservasi adalah upaya memantau komponen yang berpengaruh terhadap keanekaragaman hayati seperti jumlah individu spesies langka dan terancam punah Feinsinger 2001. Beragam metode digunakan untuk memantau komponen tersebut, misalnya memotret lokasi tertentu dari waktu ke waktu, maupun mengadakan wawancara dengan para pengguna kawasan Danielsen et al. 2000. Dapat juga dilakukan pemantauan dengan membandingkan struktur dan kondisi komunitas dari waktu ke waktu dengan bantuan plot maupun transek permanen. Jenis informasi yang dikumpulkan akan bergantung pada tujuan pengelolaan kawasan. Pemantauan tidak hanya berguna untuk mengetahui kesehatan kawasan, namun juga dapat mengevaluasi apakah pengelolaan yang dilakukan bekerja dengan baik atau tidak Hockings 2003. Pengelolaan kawasan yang dilindungi juga harus mampu mengenali dan menyiapkan rancangan penangggulangan ancaman terhadap keanekaragaman hayati dan keseimbangan dalam kawasan. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah metode Rapid Assessment and Prioritization of Protected Areas Management yang dikembangkan oleh World Wide Fund for Nature International. Evaluasi yang dilakukan terhadap ratusan kawasan yang dilindungi di Bhutan, Cina, Rusia dan Afrika Selatan telah berhasil mengidentifikasi beberapa ancaman utama yaitu : introduksi spesies asing invasive dan pelanggaran batas. Isu utama yang membatasi pengelolaan kawasan secara efektif tersebut adalah kurangnya pendanaan, terbatasnya kapasitas kepegawaian, keterbatasan kegiatan penelitian dan pemantauan Ervin 2003. Salah satu solusi untuk mengatasi beragam konflik kepentingan dalam kawasan yang dilindungi adalah dengan memberlakukan sistem zonasi. Sistem zonasi tersebut bertujuan mengelola kawasan secara keseluruhan, dengan merancang dan menentukan wilayah yang akan diberikan prioritas bagi kegiatan tertentu. Dengan sistem zonasi pada suatu kawasan yang dilindungi akan dimungkinkan berbagai macam kegiatan misalnya, menentukan lokasi pemancingan, kegiatan olahraga air, perlindungan spesies terancam, restorasi komunitas, maupun penelitian ilmiah. Tantangan dari system zonasi ini adalah berkompromi dengan masyarakat agar dapat menggunakan sumberdaya alam jangka panjang yang berkelanjutan. Contoh zonasi yang berupaya melibatkan masyarakat adalah yang sedang dikembangkan di Taman Nasional Laut Bunaken Indrawan et al. 2007. Lebih lanjut dikemukakan bahwa zonasi telah terbukti sebagai cara yang efektif untuk meningkatkan dan mempertahankan populasi ikan dan satwa lainnya, seperti yang telah dilakukan di Filipina melalui penetapan Marine Protected Area Gell dan Roberts 2003. Beberapa taman nasional laut di Kenya dan Tanzania memiliki jumlah ikan komersial serta tutupan karang yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan sekitarnya yang tidak dilindungi McClanahan dan Arthur 2001. Sebuah jejaring terdiri dari 5 KPL berukuran kecil di St. Lucia diketahui telah meningkatkan hasil tangkapan nelayan tradisional antara 40 dan 90, sementara kawasan perlindungan laut di Merrit Island National Wildlife Refuge Florida telah meningkatkan persediaan jumlah dan ukuran ikan bagi pemancing rekreasional di perairan sekitarnya sejak tahun 1970an. Roberts dan Hawkins 2000 mengemukakan bahwa terdapat bukti yang kuat dan menyakinkan bahwa melindungi daerah dari penangkapan ikan membuat bertambahnya jumlah, besarnya ukuran, dan biomasa dari jenis organisme yang dieksploitasi. Wilayah penyimpanan dan perlindungan laut sering dikatakan hanya berlaku untuk lingkungan terumbu karang. Kenyataannya, metode ini sudah berhasil diterapkan pada berbagai habitat di dalam lingkungan dari kondisi tropis maupun sub-tropis. Penyimpanan dan perlindungan laut adalah suatu alat yang bersifat global. Untuk mengetahui lebih jauh dampak kawasan konservasi laut yang dikutip dari Roberts dan Hawkins 2000 dan merupakan ringkasan laporan penelitian beberapa ahli, disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Dampak terukur dari perikanan di kawasan konservasi laut Nama Daerah Perlindungan dan Lokasinya Jangka Waktu Perlindungan Tahun Tipe Habitat Dampak yang Dilaporkan Looe Key, Florida, USA 2 Terumbu Karang Setelah adanya pelarangan pola perikanan tangkap dengan tombak, 15 jenis ikan target densitasnya meningkat , Kakap densitasnya meningkat sebanyak 93 dan Grunts 439 Clark et al. 1989 Daerah Perlindungan Anse Chastanet 2 Terumbu Karang Biomasa total untuk spesies komersial penting lebih dari dua kali lipatnya dari daerah penangkapan ikan dan daerah perlindungan memiliki jenis-jenis spesies yang ditangkap tiga kali lebih mudah dibandingkan di daerah manapun Robert dan Hawkins 1997 Kepulauan Mayotte, Samudera Hindia 3 Terumbu Karang Jumlah total spesies tidak berbeda antara di dalam kawasan perlindungan dengan di luar kawasan, meskipun demikian jenis karnivora besar yang umum ditemukan lebih beragam dan berlimpah di dalam kawasan perlindungan. Nilai tengah biomassa dari spesies komersial di dalam kawasan sebesar 202 g m 2 dan 79 g m 2 di luar kawasan Babcock 1999. Taman Nasional Laut Laguna Selatan, New Caledonia 5 Terumbu Karang Di dalam kawasan perlindungan terdapat peningkatan populasi ikan sebanyak 67 , peningkatan densitas sebanyak 160 dan biomassa sebesar 246 tapi ukuran rata-rata ikan dari hampir semua spesies tidak menunjukkan peningkatan Wantiez et al. 1997 Taman Nasional Laut Kisite, Kenya 5 Terumbu Karang Kakap, Injil dan Kerapu lebih berlimpah di dalam Taman Nasional dan tampaknya sampai ke daerah penangkapan. Perlindungan tidak berdampak pada keragaman spesies Watson et al. 1996 Daerah Perlindungan Kepulauan Maria, Tasmania 6 Sub tropis Karang berbatu Densitas lobster karang Jasus rubra dan ikan Terompet Latridopsis forsteri meningkat satu atau dua ordo dari jumlah yang ada dikawasan perlindungan. Jumlah spesies ikan, avertebrata dan alga juga bertambah di dalam kawasan, serta densitas ikan juga meningkat lebih besar dari 33 cm Edgar dan Barret 1999 Daerah Perlindungan Kepulauan Apo, Filipina 6 Terumbu Karang Biomassa pemangsa besar meningkat 8 kali lipat dari dalam daerah perlindungan. Didalam kawasan penangkapan densitas rata - rata dan kekayaan jenis meningkat Russ dan Alcala 1996 Daerah Perlindungan Kepulauan Sumilon, Filipina 10 Terumbu Karang Delapan belas bulan setelah penangkapan dimulai lagi di dalam kawasan, tangkapan per unit upaya menurun sampai setengahnya dan total panen 54 lebih sedikit dibanding kawasan penangkapan lainnya Alcala dan Russ 1990 Taman Bawah Laut Edmond, Washington, USA 27 Subtropis Karang Berbatu Jumlah telur ikan Rock dan larva yang asli hidup di dalam kawasan jumlahnya lebih besar 55 kali dari yang di luar kawasan. Untuk Lingcod Ophiodon elongates jumlahnya lebih banyak sebesar 20 kali Pallson dan Pacunski 1995 Sumber : Roberts dan Hawkins 2000

2.4 Dimensi Sosial KKLD