3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan yaitu pada bulan Juni sampai Agustus 2009. Berdasarkan tujuan pemanfaatan KKLD di Kabupaten dibagi
dalam tiga kawasan. Dari tiga kawasan tersebut, dipilih dua kawasan sebagai lokasi penelitian yakni kawasan 1 yang diprioritaskan untuk mendukung kegiatan
perikanan berkelanjutan dan kawasan 2 yang diprioritaskan untuk mendukung kegiatan suaka perikanan. DPL Setanau yang secara administratif terletak di
Desa Sabang Mawang, dipilih sebagai lokasi penelitian di kawasan 1 KKLD dan perairan Pulau Panjang yang terletak di Desa Teluk Buton dipilih sebagai stasiun
penelitian di kawasan 2 KKLD. Pemilihan kedua lokasi ini didasarkan pada pertimbangan ketersediaan data tahun sebelumnya tahun 2007 serta adanya
transek permanen yang bisa dipantau. Peta lokasi penelitian disajikan dalam Gambar 6 dan visualisasi lokasi
tampak dari permukaan disajikan dalam Gambar 7.
Gambar 6 Peta lokasi penelitian Sumber : basemap COREMAP II
Kabupaten N
Gambar 7 a Pulau b Hampar
c DPL S Mawang
3.2 Metode Pengump
Data yang dikumpul sekunder. Data primer
survei lapang. Sedangk seperti Dinas Kelautan
Daerah, BPS, dan lain -
3.2.1 Data primer
Data primer yang di 1
Data Ekologi. •
Persentasi tut •
Kelimpahan •
Keanekaraga •
Kemerataan i •
Kelimpahan Natuna.
au Panjang sebagai stasiun penelitian di Desa Tel paran pasir putih sepanjang pantai Desa Teluk B
L Setanau sebagai stasiun penelitian di Desa Sabang ang, dan d Bendera tanda DPL Setanau.
pulan Data
pulkan dalam penelitian ini berupa data prime r diperoleh secara langsung dari lapangan melal
edangkan data sekunder diperoleh dari berbagai instans an dan Perikanan, Badan Perencanaan Pem
- lain.
ang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi : i tutupan karang hidup.
pahan ikan karang. agaman ikan karang.
taan ikan karang. pahan megabenthos.
eluk Buton Buton,
abang
er dan data elalui metode
tansi terkait, mbangunan
Pengumpulan data persentasi tutupan karang hidup, keanekaragaman karang, dan kemerataan karang menggunakan metode Line Intercept Transect
LIT mengikuti English et al. 1997, dengan beberapa modifikasi. Panjang garis transek 10 meter dan diulang sebanyak 3 kali. Teknis pelaksanaan di lapangan
yakni meletakkan roll meter berukuran sepanjang 70 meter sejajar garis pantai, posisi pantai berada di sebelah kiri. Kemudian LIT ditentukan pada garis transek
0 - 10 meter, 30 - 40 meter dan 60 - 70 meter. Semua biota dan substrat yang berada tepat di garis tersebut dicatat dengan ketelitian hingga centimeter. Untuk
mengidentifikasi jenis karang batu digunakan buku identifikasi “Jenis-Jenis Karang Batu Di Indonesia” Suharsono 2004 dan “Corals of Australia and
Pasific” Veron 1986. Pengamatan ikan karang menggunakan metode Underwater Fish Visual
Census UVC. Pada setiap titik transek permanen, ikan - ikan yang dijumpai pada jarak 2,5 meter di sebelah kiri dan sebelah kanan garis transek sepanjang
70 meter dicatat jenis dan jumlahnya. Sehingga luas bidang yang teramati per transeknya yaitu 5 m x 70 m = 350 m
2
. Identifikasi jenis ikan karang mengacu kepada Matsuda, et al. 1984,
Kuiter 1992 dan Lieske dan Myers 1994. Spesies ikan yang diamati dikelompokkan ke dalam tiga kelompok utama English, et al. 1997 sebagai
berikut : 1
Ikan-ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan biasa ditangkap untuk konsumsi. Biasanya mereka menjadikan terumbu karang sebagai tempat
pemijahan dan sarangdaerah asuhan. Ikan - ikan target ini diwakili oleh famili Serranidae ikan Kerapu, Lutjanidae ikan Kakap, Lethrinidae ikan
Lencam, Nemipteridae ikan Kurisi, Caesionidae ikan Ekor Kuning, Siganidae ikan Baronang, Haemulidae ikan Bibir Tebal, Scaridae ikan
Kakak Tua dan Acanthuridae ikan Pakol. 2
Ikan-ikan indikator, yaitu jenis ikan karang yang khas mendiami daerah terumbu karang dan menjadi indikator kesuburan ekosistem daerah tersebut.
Ikan - ikan indikator diwakili oleh famili Chaetodontidae ikan Kepe-Kepe. 3
Ikan-ikan major, merupakan jenis ikan berukuran kecil, umumnya 5-25 cm, dengan karakteristik pewarnaan yang beragam sehingga dikenal sebagai
ikan hias. Kelompok ini umumnya ditemukan melimpah, baik dalam jumlah individu maupun jenisnya, serta cenderung bersifat teritorial. Ikan-ikan ini
sepanjang hidupnya berada di terumbu karang, diwakili oleh famili
Pomacentridae ikan Betok Laut, Apogonidae ikan Serinding, Labridae ikan Sapu - Sapu dan Blenniidae ikan Peniru.
Sementara itu untuk mengetahui kelimpahan beberapa megabenthos, dilakukan dengan menggunakan metode Reef Check Benthos pada stasiun
transek permanen. Semua biota tersebut yang berada 1 meter di sebelah kiri dan kanan roll meter berukuran 70 meter, dihitung jumlahnya, sehingga luas bidang
yang teramati per transeknya yaitu 2 m x 70 m = 140 m
2
. Identifikasi jenis megabenthos mengacu pada “Manual Monitoring Kesehatan Karang” Tim Riset
Monitoring CRITC - LIPI 2006. 2
Data Sosial. Data sosial yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
• Persepsi masyarakat terhadap KKLD.
• Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan KKLD.
•
Pola pemanfaatan sumberdaya terumbu karang. Metode pengumpulan data sosial dalam penelitian ini menggunakan
kombinasi prinsip triangulasi yakni penggabungan beberapa teknik antara lain observasi lapangan, wawancara terstruktur dan Focus Group Discussion FGD
atau diskusi kelompok terarah. Tujuan penggunaan beberapa teknik ini adalah untuk mendapatkan informasi yang lebih baik serta meminimalisir kesalahan
melalui cross cek informasi dari berbagai teknik yang digunakan. Bungin 2008 mengemukakan bahwa observasi adalah metode
pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan terhadap obyek penelitian. Sementara itu
menurut Basrowi dan Suwandi 2008, observasi dilakukan dengan melibatkan diri secara aktif dan berinteraksi langsung dengan masyarakat dilokasi penelitian.
Wawancara terstruktur adalah proses memperoleh data dan informasi melalui tanya jawab antara peneliti dan informan atau responden dengan
menggunakan pedoman pertanyaan atau quesioner yang telah disiapkan. Pedoman wawancara digunakan oleh peneliti sebagai pemandu agar proses
wawancara berjalan lancar dan responden dapat memberi jawaban sesuai keinginan peneliti Basrowi dan Suwandi 2008.
Menurut International Institute of Rural Reconstruction 1998 FGD merupakan diskusi kecil dengan peserta 4 sampai 8 orang yang dipilih dari
masyarakat karena pengetahuannya atau diundang dalam permasalahan spesifik.
Sedangkan menurut Bungin 2001 FGD adalah sebuah teknik pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif untuk memperoleh data
dari kelompok berdasarkan hasil diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan tertentu. Rudito dan Famiola 2008 mengemukakan bahwa FGD bertujuan
untuk memperoleh informasi yang lebih mendetail tentang topik - topik atau isu- isu tertentu. Dalam penelitian ini jumlah peserta FGD sebanyak 5 orang untuk
setiap lokasi penelitian, yang merupakan representasi dari kelompok nelayan. Sehingga jumlah peserta FGD keseluruhan adalah 10 orang.
Salah satu pertimbangan menggunakan FGD dalam pengumpulan data sosial adalah keterbatasan individu dalam memberikan informasi dan biasanya
sangat subjektif. Padahal intersubjektif selalu mendekati kebenaran yang terbaik. Melalui FGD informasi yang ditangkap peneliti adalah informasi
kelompok, sikap kelompok, pendapat kelompok, dan keputusan kelompok. Dengan demikian, kebenaran informasi bukan lagi kebenaran perorangan
subjektif namun menjadi kebenaran intersubjektif, karena selama diskusi berlangsung masing - masing orang tidak saja memperhatikan pendapatnya
sendiri namun juga mempertimbangkan pendapat peserta lainnya Basrowi dan Suwandi 2008.
Rudito dan Budimanta 2003 mengemukakan langkah - langkah dalam pelaksanaan FGD ialah a merencanakan dan menulis pertanyaan - pertanyaan
sebelum pertemuan dilaksanakan, b setiap partisipan memperkenalkan diri dan memulai untuk membuat pernyataan secara individu.
Sementara itu standar operasional dalam memfasilitasi FGD antara lain ialah a selalu memulai dengan memperkenalkan fasilitator dan partisipan, b
memulai setiap sesi dengan ritual budaya atau berdoa jika memungkinkan bagi kelompok, c memastikan bahasa yang digunakan dipahami oleh peserta atau
menggunakan penerjemah, d memulai sesi dengan menjelaskan tujuan, mendeskripsikan agenda atau kegiatan dan mengidentifikasi sasaran yang
diinginkan, e menjelaskan proses yang dilalui, peran peserta dan waktu yang diharapkan International Institute of Rural Reconstruction 1998.
3.2.2 Data sekunder
Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi : 1. Data ekologi berupa persentasi tutupan karang hidup, kelimpahan,
keanekaragaman dan kemerataan ikan karang serta kelimpahan megabenthos.
Data tersebut diperoleh dari laporan Studi Baseline Ekologi Natuna Tahun 2007 oleh Tim CRITC COREMAP II - Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia dan Laporan Akhir Baseline Studi Ekologi dan Sosek Tahun 2007 oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Natuna. Selain data
ekologi tersebut, beberapa data sekunder yang juga dikumpulkan adalah data biofisik perairan, data oseanografi dan kumpulan peta KKLD.
2. Data Sosial •
Laporan kondisi sosial ekonomi masyarakat di Lokasi COREMAP II Kabupaten Natuna hasil Benefit Monitoring Evaluation BME dan
laporan tahunan dinas-dinas terkait Kabupaten Natuna seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil,
Badan Pusat Statistik. •
Dokumen yang terkait dengan proses pembentukan KKLD yang terdiri dari 2 buku yakni buku 1 berisi Rencana Pengelolaan Kawasan
Konservasi Laut Daerah Kabupaten Natuna dan buku 2 berisi Data dan analisis.
3.3 Metode Analisis Data
Untuk mencapai tujuan penelitian ini, maka data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan beberapa metode analisis data. Secara garis
besar analisis data dibedakan atas dua kelompok yaitu analisis data ekologi dan analisis data sosial.
3.3.1 Analisis data ekologi
Beberapa analisis data ekologi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Persentase tutupan karang hidup. Persen penutupan karang berdasarkan pada kategori dan persentasi
karang hidup life form. Data persen penutupan karang hidup yang diperoleh berdasarkan metode LIT dihitung berdasarkan rumus berikut ini :
Dimana : Ni = Persen penutupan karang li = Panjang total life form jenis ke-i
L = Panjang transek 70 m
Data kondisi penutupan terumbu karang yang diperoleh dari persamaan di atas kemudian dikategorikan berdasarkan Gomez dan Yap 1988 yaitu :
a. 75 - 100
: Sangat baik b.
50 - 74.9 : Baik
c. 25 - 49.9
: Sedang d.
0 - 24.9 : Rusak
2. K elimpahan ikan karang Kelimpahan ikan karang individutransek dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
3. Keanekaragaman ikan karang Analisis keanekaragaman jenis karang batu dan ikan karang menggunakan
nilai indeks keanekaragaman Shannon Shannon diversity index = H’ Shannon, 1948 ; Zar, 1996. Rumus untuk nilai H’ adalah :
dimana pi = niN ni = frekuensi kehadiran jenis i
N = frekuensi kehadiran semua jenis 4. Kemerataan ikan karang
Analisis kemerataan jenis karang batu dan ikan karang menggunakan indeks kemerataan Pielou Pielou’s evenness index = J’ Pielou, 1966 ; Zar,
1996 dengan rumus sebagai berikut :
dimana Hmax = ln S S = jumlah jenis
5. K elimpahan megabenthos Kelimpahan
megabenthos individutransek
dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
+ , - .
+
3.3.2 Analisis data sosial
Analisis data sosial dilakukan dengan metode pendekatan deskriptif dan kontekstual yakni menjelaskan semua kejadian yang ditemukan dalam penelitian
untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif mengenai : a persepsi, masyarakat terhadap KKLD, b keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan
KKLD dan c pola pemanfaatan sumberdaya terumbu karang.
3.3.3 Penyusunan skenario pengelolaan KKLD
Penyusunan skenario pengelolaan KKLD merupakan bagian penting dari pengelolaan KKLD secara adaptif adaptive management. Tujuan
menggunakan skenario adalah untuk membantu mengubah pola pikir yang sudah mapan tentang bagaimana segala sesuatu berlangsung sehingga lebih
siap menghadapi ketidakpastian di masa depan dan mempertimbangkan akibat dari tindakan untuk jangka pendek dan jangka panjang. Ketika perubahan terjadi
sangat cepat atau pada saat keadaan kompleks, pola pikir yang sudah mapan sering didasarkan pada alasan yang sudah tidak berlaku lagi atau atas dasar
pengamatan terbatas yang menghambat kita untuk melihat hubungan - hubungan baru Wollenberg et al. 2001.
Wollenberg et al. 2001 mengemukakan bahwa skenario sangat berguna terutama untuk situasi dimana kompleksitas dan ketidakpastian tinggi.
Seandainya pengelolaan KKLD lebih sederhana dan dapat diprediksi maka dapat menggunakan proyeksi, yang didasarkan pada kecenderungan yang ada pada
saat ini. Namun demikian, kompleksitas dan ketidakpastian merupakan ciri kebanyakan situasi, sehingga proses - proses kreatif untuk mengantisipasi
perubahan seperti skenario menjadi sangat berguna. Skenario yang dikembangkan adalah skenario jalur. Skenario ini
digunakan untuk membandingkan kondisi sekarang dan kondisi yang diinginkan di masa depan sehingga dapat menyusun strategi untuk melakukan perubahan.
4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Natuna 4.1.1 Penetapan kawasan konservasi laut daerah
Kawasan Konservasi Laut Daerah di Kabupaten Natuna ditetapkan melalui Surat Keputusan SK Bupati Natuna Nomor 299 Tahun 2007. Selanjutnya SK
ini diperkuat dengan adanya Peraturan Daerah PERDA Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Terumbu Karang. Salah satu substansi yang diatur dalam
PERDA tersebut adalah penetapan dan pengelolaan KKLD. KKLD dengan luas total 142 977 Hektar Gambar 8, dibagi dalam 3
kawasan sesuai tujuan pemanfaatannya yaitu : a kawasan I meliputi : Pulau Tiga - Sedanau dan laut disekitarnya diprioritaskan untuk mendukung kegiatan
perikanan berkelanjutan, seluas 54 572 Hektar, b kawasan II meliputi : Bunguran Utara dan laut disekitarnya diprioritaskan untuk suaka perikanan, seluas 52 415
Hektar, dan c kawasan III meliputi : Pesisir Timur Bunguran dan laut disekitarnya diprioritaskan untuk mendukung kegiatan pariwisata bahari, seluas 35 990
Hektar. Berdasarkan posisi geografis KKLD ini memiliki batas wilayah sebagai
berikut : 1
Kawasan 1 terletak di dalam koordinat 3º 31’ 09” LU108º 01’ 10” BB sampai koordinat 3º 47’ 00”LU107º 54’ 00” BB, dan 3º 51’ 30” LU108º 03’ 00” BB -
3º 36’ 00” LU108º 10’ 00” BB, yang dihubungkan dengan garis maya; 2
Kawasan 2 terletak di dalam koordinat 4º 02’ 20” LU108º 01’ 00” BB - 4º 08’ 30” LU107º 55’ 40” BB - 4º 20’ 25” LU108º 10’ 15” BB - 4º 13’ 20” LU108º
16’ 25” BB dan 4º 10’ 50” LU108º 13’ 00” BB, yang dihubungkan dengan garis maya sepanjang garis air rendah di pesisir; dan
3 Kawasan 3 terletak di dalam koordinat 4º 06’ 00” LU108º 16’ 00” BB - 4º 06’
00” LU108º 26’ 30” BB, yang dihubungkan dengan garis maya sepanjang garis air rendah di pesisir dan 3º 44’ 15” LU108º 26’ 30” BB sampai 3º 44’
15” LU108º 18’ 50” BB yang dihubungkan dengan garis maya.
Gambar 8 Sebaran kawasan konservasi laut Kabupaten Natuna Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Natuna, 2007.
4.1.2 Kondisi perairan
Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Natuna, kondisi hidro-oseanografi di perairan Kabupaten Natuna dijelaskan sebagai
berikut : 1. Salinitas
Nilai rata-rata salinitas berkisar antara 32-33 permil. Hal ini menunjukan bahwa muara sungai di daerah ini relatif sedikit.
2. Temperatur air laut Kondisi suhu udara rata-rata berkisar antara 24
C -36 C sedangkan suhu air
laut berkisar antara 25.9 C-29
C. 3. Arus laut
Kecepatan arus laut berkisar pada 12 cmdt - 50 cmdt atau secara eksplisit dapat diketahui kecepatan arus permukaan 3 dari kecepatan angin
permukaan. 4. Arus pasang surut
Pasang surut adalah proses naik turunnya muka laut secara hampir periodik karena gaya tarik benda - benda angkasa luar, terutama bulan dan matahari.
Naik turun muka laut dapat terjadi sekali sehari pasut tunggal, atau dua kali sehari pasut ganda atau campuran antara keduanya. Arus pasang surut di
daerah ini termasuk pasut ganda. 5. Gelombang
Gelombang pada
periode bulan
Desember-Januari umumnya
memperlihatkan keadaan gelombang yang relatif tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Hal ini berkaitan erat dengan fenomena meteorologi
yang terjadi pada periode tersebut. Tinggi gelombang signifikan secara umum diatas 30 cm, dengan periode selama 5 detik. Gelombang puncak
dicapai oleh gelombang dengan periode 10 detik, berada pada bulan Desember.
6. Arah dan kecepatan angin Kepulauan Natuna beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata 3000
mmtahun, suhu udara 24 C -36
C, musim angin terdiri dari empat musim, yaitu musim utara November-Februari dengan kecepan angin maksimum
22 knot, musim timur Maret-Juni dengan kecepatan angin 23 knot, musim selatan Juli-Agustus dengan kecepatan angin maksimum 20 knot dan
musim barat September-Oktober dengan kecepatan angin bervariasi dan dapat mencapai 25 knot.
4.1.3 Kekayaan flora dan fauna
Berdasarkan laporan tim peneliti BPPL2P Universitas Riau Tahun 2006, yang mengkaji penyiapan lokasi Marine Management Area MMA Kabupaten
Natuna, diperoleh informasi bahwa daerah ini memiliki kekayaan flora dan fauna yang memadai sehingga perlu dijadikan sebagai KKLD. Diantaranya adalah
terdapat berbagai tipe ekosistem pesisir yang penting yakni ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karang.
Ekosistem mangrove di daerah ini memiliki kepadatan rata - rata 200 batang per Ha dengan ketinggian hingga 11 meter dan basal area 2 m
2
. Dan apabila dilihat dari kerapatan pohon, kondisi ekosistem mangrove masih dalam
keadaan relatif baik. Jenis bakau yang dominan ditemukan adalah jenis Rhizophora. Selanjutnya ditemukan 18 jenis vegetasi yang membentuk
ekosistem mangrove di daerah ini. Jenis tersebut diantaranya adalah Xylocarpus granatum, Bruguiera parvifora, Bruguiera gymnorhiza, Lumnitzera littorea,
Lumnitzera racemosa, Ceriops tagal, Sonneratia alba, Derris trifolata, Hibiscus tiliacus, Nypa fruticans, Pandanus tectorius.
Kemudian, ekosistem padang lamun di daerah ini memiliki persentasi tutupan dan keragaman sedang hingga rendah. Beberapa jenis yang ditemukan
adalah Enhalus sp, Cymodocea sp, Halodule sp dan Syringodium sp, Thalassia sp.
Sementara itu kondisi ekosistem terumbu karang berada dalam kategori sedang hingga baik. Ikan karang ditemukan dalam jumlah yang cukup banyak
yakni ditemukan 91 jenis dengan kisaran kepadatan antara 70-321 individu per 50 m
2
. Jenis ikan yang mendominasi berasal dari famili Pomacentridae, Labridae, Caesionidae dan Scaridae, Acanthuridae, Serranidae, Holocentridae,
Apogontidae, Chaetodontidae. Selain itu berbagai jenis biota laut yang bernilai ekonomis penting juga
ditemukan di daerah ini seperti Udang, Teripang, Kima, Lola, Kepiting, yang menyebar di berbagai habitat mangrove, lamun dan terumbu karang.
Sebagai tambahan, di daerah ini juga ditemukan beberapa jenis fauna langka yang dilindungi, seperti Lumba-Lumba, Biawak, Buaya, Elang Laut, Penyu
Sisik, Penyu Belimbing, Penyu Pipih, Burung Raja Udang, Kuda Laut.
4.1.4 Pengelolaan KKLD dan permasalahannya
Salah satu instrumen penting dalam pengelolaan suatu kawasan konservasi adalah adanya lembaga pengelola. Lembaga pengelola ini akan
memainkan peranan penting terutama dalam menyusun dan menjalankan program pengelolaan yang telah disepakati.
Namun sampai saat ini lembaga pengelola KKLD seperti yang diamanatkan dalam PERDA belum dibentuk. Berdasarkan hasil wawancara
dengan staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Natuna yang menangani hal ini, diperoleh informasi bahwa keterlambatan ini terjadi karena mekanisme
pembentukan lembaga baru dalam institusi pemerintahan daerah memerlukan persetujuan dari Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD, yang
membutuhkan waktu yang cukup panjang. Walaupun demikian, sejauh ini proses persiapan dan inisiasi pembentukan lembaga yang dilakukan oleh Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Natuna telah berjalan dengan baik. Permasalahan lain terkait dengan pengelolaan KKLD adalah belum
sinkronnya kegiatan lintas sektor di pulau-pulau atau desa yang masuk wilayah KKLD. Masalah ini sebenarnya merupakan derivasi masalah pertama, yang
harusnya dapat diminimalisir bahkan dihilangkan sama sekali, bila lembaga pengelola telah ada.
Sebenarnya dalam laporan akhir pengelolaan terumbu karang dan MMA DKP Natuna 2007 telah tertulis usulan bentuk kelembagaan KKLD beserta
tugas pokok dan fungsinya. Tetapi karena model kelembagaan ini belum dijalankan, sehingga sulit untuk menilai apakah cukup efektif dan berhasil
mencapai tujuan pengelolaan atau tidak. Beberapa kawasan konservasi laut yang sukses menjalankan misi konservasinya, menerapkan model kelembagaan
yang mengakomodir berbagai kepentingan masyarakat, swasta dan
pemertintah atau lebih dikenal dengan Collaborative Management. Contoh kawasan konservasi di Indonesia yang terkenal telah berhasil mengembangkan
konsep ini adalah Taman Nasional Laut Bunaken dan Taman Nasional Laut Bali Barat.
4.2 Desa Teluk Buton 4.2.1 Karakteristik umum desa
Desa Teluk Buton merupakan desa baru yang dimekarkan dari desa induk yakni Desa Kelarik Utara. Secara administratif desa yang memilik luas 45 Km
2
ini berbatasan dengan Laut China Selatan Sebelah Utara, Sebelah Selatan dengan Desa Kelarik Utara, Sebelah Barat dengan Laut China Selatan dan
Sebelah Timur dengan Desa Pengadah. Desa ini merupakan desa pantai dengan ketinggian 4 meter dari
permukaan laut dpl dan memiliki curah hujan rata-rata per tahun 3 000 mm. Untuk menjangkau desa ini dari ibu kota Kabupaten Natuna dapat ditempuh
dengan dua cara yaitu melalui darat dan laut. Jarak desa ke Ibukota Kabupaten 50 Km dengan waktu tempuh sekitar 2 jam. Sedangkan jarak ke Ibukota
Kecamatan 48 Km, dan juga dapat ditempuh dalam waktu 2 jam. Berdasarkan kondisi fisiknya, desa ini memiliki bentang wilayah tanah
berbukit dan bergunung batu, dataran rendah dan landai. Bagian daratan desa ditumbuhi berbagai jenis kayu, pohon cengkeh dan pohon kelapa. Sebagaimana
daerah pesisir lainnya, pemukiman penduduk membujur mengikuti bentuk pantai dan sungai, sangat sedikit bermukim di daerah pedalaman menjauhi pantai.
4.2.2 Kependudukan
Tahun 2009 tercatat jumlah Kepala Keluarga KK sebanyak 79 KK dengan jumlah penduduk keseluruhan mencapai 293 jiwa yang terdiri dari 163 jiwa laki-
laki dan 130 jiwa perempuan. Komposisi penduduk menurut golongan usia dan jenis kelamin secara lengkap disajikan dalam Tabel 5.
Berdasarkan data penduduk ini, terlihat bahwa jumlah penduduk di Desa Teluk Buton tidak begitu banyak. Kondisi ini antara lain disebabkan karena desa
ini merupakan desa pemekaran, yang sebelumnya hanya bagian dari salah satu dusun dari Desa Kelarik yang merupakan desa induk. Disamping itu Tabel 5
tersebut, juga memberikan informasi tentang komposisi penduduk, yang dapt dibagi dalam tiga kategori, yakni a kategori usia produktif 15-49 tahun sebesar
45.73 , b usia non produktif atau anak-anak 0-14 tahun sebesar 38.91 , dan c selebihnya masuk dalam kategori lanjut usia sebesar 15.36 .
Tabel 5 Komposisi penduduk Desa Teluk Buton menurut usia dan jenis kelamin
No Golongan Umur
Jenis Kelamin Jumlah
Jiwa Laki - Laki Jiwa
Perempuan Jiwa 1
0 - 4 tahun 23
12 35
2 5 - 6 tahun
18 12
30 3
7 - 12 tahun 21
17 38
4 13 - 15 tahun
13 10
23 5
16 - 18 tahun 18
18 36
6 19 - 25 tahun
17 13
30 7
26 - 35 tahun 11
7 18
8 36 - 45 tahun
7 10
17 9
46 - 50 tahun 12
9 21
10 51 - 60 tahun
4 4
8 11
Lebih dari 60 tahun 19
18 37
Jumlah 163
130 293
Sumber : Data Dasar Profil Desa Teluk Buton, tahun 2009
Sementara itu jumlah penduduk menurut jenis mata pencaharian ditampilkan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 6 Jumlah penduduk Desa Teluk Buton menurut jenis mata pencaharian
No Jenis Mata Pencaharian
Jumlah orang Persentasi
1 PetaniPekebun
11 11.34
2 Nelayan
66 68.04
3 PNS
6 6.19
4 Perdagangan
2 2.06
5 Karyawan honorer
2 2.06
6 Lain - lain
10 10.31
Jumlah 97
100 Sumber : Data Dasar Profil Desa Teluk Buton, tahun 2009
Berdasarkan tabel di atas, terlihat jelas bahwa jenis mata pencaharian yang dominan di desa ini adalah nelayan dan petani. Fakta ini dapat dipahami
karena potensi sumberdaya alam yang ada adalah perikanan dan pertanian. Mengacu pada data dasar profil desa tahun 2009, tercatat potensi perikanan laut
sekitar 5 ton per tahun. Selain data kependudukan dan mata pencaharian, hal yang juga penting
adalah komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan Tabel 7. Dilihat dari persentasi tingkat pendidikan yang ditamatkan di desa ini sangat rendah
umumnya hanya tamat SD 52.56 .
Sarana pendidikan yang tersedia di desa ini hanya 1 buah Sekolah Dasar SD. Belum ada sekolah setingkat SLTP dan SLTA di desa ini, karena itu untuk
melanjutkan SLTP dan SLTA bisa ke desa tetangga atau Ranai. Tabel 7 Jumlah penduduk Desa Teluk Buton menurut tingkat pendidikan
No Tingkat Pendidikan
Jumlah Jiwa Persentasi
1 TidakBelum sekolah
70 23.89
2 Tidak tamat SDsederajat
32 10.92
3 Tamat SDsederajat
154 52.56
3 Tamat SLTPsederajat
15 5.12
4 Tamat SLTA sederajat
16 5.46
5 Diploma III
6 2.05
Jumlah 293
100 Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, tahun 2009
Dalam kaitan dengan pelestarian sumberdaya terumbu karang, peran sarana komunikasi sangatlah vital sebagai media perantara untuk memperoleh
informasi yang baik dan benar. Untuk alat komunikasi, masyarakat telah banyak menggunakan HP, dan radio amatir, Selain sarana tersebut, ada beberapa
sarana elektronik yang dimiliki oleh masyarakat baik untuk mendapatkan informasi maupun sebagai sarana hiburan adalah TV, VCD dan radio. Data yang
ada, tercatat jumlah TV sebanyak 60 buah dan radio 75 buah.
4.2.3 Potensi Sumberdaya Perikanan
Sumberdaya perikanan merupakan potensi utama desa ini dan memegang peranan penting dalam memacu gerak perekonomian desa. Hal ini tergambar
dari tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya perikanan laut yang sangat tinggi.
Data statistik perikanan Kabupaten Natuna tahun 2007 yang diterbitkan tahun 2009 menunjukkan produksi perikanan tangkap lebih mendominasi
daripada sektor perikanan budidaya. Pada tahun 2007 tercatat produksi perikanan tangkap untuk Kecamatan Bunguran Utara sebesar 2 087.8 ton
meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 1 376.8 ton atau terjadi peningkatan sebesar 65.95 .
Sementara itu eksploitasi terhadap sumberdaya terumbu karang di desa ini tergolong tinggi. Diantaranya adalah pemanfaatan sumberdaya ikan karang
dengan menggunakan berbagai alat tangkap dan metode penangkapan, baik yang legal maupun ilegal.
Aktivitas penangkapan ikan ilegal yang masih berlangsung adalah penggunaan bius. Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui wawancara
dengan beberapa informan kunci, paling tidak terdapat sekitar 15 orang nelayan yang masih menggunakan bius. Kurangnya kesadaran masyarakat serta
lemahnya penegakan hukum memberi kontribusi yang sangat berarti bagi berlanjutnya aktivitas ilegal tersebut.
Hasil penelitian ini memperkuat temuan sebelumnya tahun 2006 yang juga masih menjumpai adanya kegiatan pembiusan disekitar wilayah ini tim
peneliti BPPL2P Universitas Riau, 2006.
4.3 Desa Sabang Mawang 4.3.1 Karakteristik umum desa
Desa Sabang Mawang merupakan salah satu desa di Kecamatan Pulau Tiga, yang berbatasan dengan Desa Pulau Tiga di sebelah Utara, sebelah
Selatan dengan Laut Natuna, sebelah Timur dengan Cemaga dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sededap. Tipologi desa dengan luas wilayah 120 km
2
adalah termasuk dalam kategori desa kepulauan dan desa pesisir. Seperti halnya desa lain di Kabupaten Natuna, wilayah desa ini dipengaruhi
oleh dua musim yaitu musim hujan yang biasanya berlangsung sekitar bulan September sampai Februari dengan suhu rata -rata harian 24
C dan musim kemarau sekitar bulan Maret sampai Agustus dengan suhu rata - rata 34
C. Berdasarkan pergerakan angin, masyarakat nelayan setempat mengenal
adanya empat musim angin yaitu musim utara yang berlangsung pada bulan Desember hingga Februari, musim selatan bulan September - Nopember, musim
barat pada bulan Juni - Agustus dan musim timur pada bulan Maret - Mei. Musim utara ditandai dengan kuatnya angin yang berhembus terus menerus dan
diikuti dengan besarnya gelombang. Untuk sampai ke desa ini tidak terlalu susah sebab bisa diakses dari desa -
desa tetangga yang berdekatan atau langsung dari pelabuhan utama Kabupaten Natuna yakni pelabuhan Selat Lampa. Alat transportasi utama untuk menuju
Desa adalah Pompong Kapal, baik yang digunakan secara resmi sebagai sarana angkutan umum atau dengan sistem carteran.
Jarak untuk menuju ibu kota Kecamatan sekitar 5 km menggunakan kendaraan roda dua. Sedangkan jarak menuju pusat kota Kabupaten adalah
110 km melalui pelabuhan Selat Lampa dan selanjutnya menggunakan mobil angkutan sepanjang 70 km atau 1 jam perjalanan.
4.3.2 Kependudukan
Berdasarkan data kependudukan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Natuna Tahun 2009, jumlah
Kepala Keluarga KK Desa Sabang Mawang sebanyak 305 KK dengan jumlah penduduk mencapai 1040 jiwa yang
terdiri dari 531 Jiwa Laki-Laki dan 519 Jiwa Perempuan. Komposisi penduduk menurut golongan usia secara lengkap disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 8 Komposisi penduduk Desa Sabang Mawang menurut struktur umur
No Golongan Umur
Tahun Jumlah Jiwa
Persentasi 1
0 - 4 tahun 102
9.81 2
5 - 9 tahun 152
14.62 3
10 - 14 tahun 82
7.88 4
15 - 19 tahun 86
8.27 5
20 - 24 tahun 114
10.96 6
25 - 29 tahun 98
9.42 7
30 - 34 tahun 54
5.19 8
35 - 39 tahun 70
6.73 9
40 - 44 tahun 94
9.04 10
45 - 49 tahun 82
7.88 11
50 - 54 tahun 36
3.46 12
55 - 59 tahun 20
1.92 13
Lebih dari 59 tahun 50
4.81 Jumlah
1040 100.00
Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, tahun 2009
Berdasarkan tabel di atas terlihat usia produktif 15 - 49 tahun sebesar 57.49 , usia non produktif atau anak - anak 0 - 14 tahun sebesar 32.31 dan
selebihnya masuk dalam kategori lanjut usia sebesar 10.19 . Sementara itu jenis mata pencaharian penduduk menurut sektor pekerjaan
ditampilkan dalam Tabel 9.
Tabel 9 Jenis mata pencaharian masyarakat Desa Sabang Mawang
No Jenis Mata Pencaharian
Jumlah Jiwa Persentasi
1 Petani
107 29.64
2 Nelayan
150 41.55
3 Peternak
5 1.39
3 Buruh
14 3.88
4 PNS
23 6.37
5 Perdagangan, jasa dan industri
41 11.36
7 Wiraswasta
21 5.82
Jumlah 361
100 Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, tahun 2009
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa jenis mata pencaharian masyarakat umumnya adalah nelayan dan petani. Hal ini erat kaitannya dengan
potensi sumberdaya alam di desa ini yaitu perikanan dan pertanian. Selain data kependudukan dan mata pencaharian, hal yang juga penting
adalah komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan Tabel 10. Tingkat pendidikan yang ditamatkan di desa ini lebih baik dibandingkan Desa Teluk
Buton. Hal ini terlihat dari adanya lulusan sarjana sarjana muda dan sarjana lengkap berjumlah 11 orang, yang tidak dijumpai di Desa Teluk Buton.
Sarana pendidikan yang tersedia di desa ini adalah SD dan SMP. Terdapat 3 buah SD yang masing - masing berada di Balai, Serantas dan
Tanjung Batang. Sedangkan SMP hanya 1 buah yang terletak di Tanjung Batang. Belum ada sekolah setingkat SMU, karena itu untuk melanjutkan SMU
bisa ke Tanjung Kumbik, Sedanau atau Ranai. Tabel 10 Jumlah penduduk Desa Sabang Mawang menurut tingkat pendidikan
No Tingkat Pendidikan
Jumlah Jiwa Persentasi
1 TidakBelum sekolah
167 16.06
2 Tidak tamat SDsederajat
140 13.46
3 Tamat SDsederajat
521 50.10
3 Tamat SLTPsederajat
101 9.71
4 Tamat SLTA sederajat
95 9.13
5 Diploma III
5 0.48
6 AkademiDiploma IIISarjana Muda
5 0.48
7 Diploma IVStrata I
6 0.58
Jumlah 1040
100 Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, tahun 2009
Dalam kaitan dengan pelestarian sumberdaya terumbu karang, peran sarana komunikasi sangatlah vital sebagai media perantara untuk memperoleh
informasi yang baik dan benar. Untuk alat komunikasi, masyarakat telah banyak
menggunakan HP, dan radio amatir, Selain sarana tersebut, ada beberapa sarana elektronik yang dimiliki oleh masyarakat baik untuk mendapatkan
informasi maupun sebagai sarana hiburan yaitu TV, VCD dan radio.
4.3.3 Potensi sumberdaya perikanan
Sumberdaya perikanan merupakan potensi utama desa ini dan memegang peranan penting dalam memacu gerak perekonomian desa. Hal ini tergambar
dari tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya perikanan laut yang sangat tinggi.
Data statistik perikanan Kabupaten Natuna tahun 2007 yang diterbitkan tahun 2009 menunjukkan produksi perikanan tangkap lebih mendominasi
daripada sektor perikanan budidaya. Pada tahun 2007 tercatat produksi perikanan tangkap untuk Kecamatan Pulau Tiga sebesar 7.025,1 ton meningkat
sangat tajam dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 3.395,6 ton atau terjadi peningkatan sebesar 207 .
Dalam kaitan dengan kegiatan perikanan tangkap, beberapa sarana yang digunakan oleh nelayan setempat adalah sebagai berikut :
1. Pompong Perahu Motor Pompong adalah kendaraan laut bermesin digunakan oleh nelayan untuk
mencari ikan laut. Namun di desa ini juga terdapat sampankolek yang juga digunakan nelayan untuk kelaut atau sungai dengan menggunakan dayung.
Nelayan yang menggunakan perahu bermotor melakukan kegiatan penangkapan ikan lebih jauh dari pantai . Sedangkan perahu tanpa motor
melakukan penangkapan ikan hanya di sekitar pantai. 2. Jenis alat tangkap
Jenis alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan bervariasi sesuai dengan kebiasaan, kesukaan, keterampilan yang dimiliki, kemampuan modal serta
musim dan jenis ikan yang ditangkap. Satu keluarga nelayan bisa memiliki lebih dari satu jenis alat tangkap. Bahkan ada jenis alat tangkap yang dimiliki
oleh seluruh nelayan, misalnya pancing tunda dan pancing biasa. Jenis alat tangkap yang terdapat di Sabang Mawang antara lain:
• Pancing Tunda, Pancing Ulur Pada umumnya masyarakat menggunakan alat tangkap pancing tunda
dimana alat tradisional nelayan ini semua nelayan mampu membuat dan menggunakannya, alat ini dioperasikan dengan cara ditarik perlahan-lahan
mengikuti alur atau lalu litas ikan tongkol, mata pancing diberi umpan buatan yang terbuat dari benang wol, tali lembut bewarna-warni serta
kadang diberi bulu ayam, jumlah mata berpariasi dari 15 - 25 buah satu tali alat ini digunakan sepanjang tahun dari bulan Januari - Desember. Namun
hasil yang cukup banyak adalah pada bulan Oktober - Desember. • Bubu
Bubu merupakan alat tangkap berupa perangkap terbuat dari kawat anyaman dengan desain dan ukuran tertentu yang dibuat oleh nelayan
dengan keahlian khusus. Alat ini biasanya dioperasikan dengan menggunakan kompresor dan di pasang di perairan pada kedalaman 10 -
15 meter, sebagai pemberat biasanya menggunakan batu yang ada di sekitar lokasi peletakan bubu dan lebih banyak menggunakan batu karang.
Bubu biasanya dipasang di karang-karang laut dan pada sisi-sisi karang tepi pantai hal ini dilakukan pada musim teduh timur pada bulan april -
september. Jenis ikan yang tertangkap antara lain : Kerapu Sunu, Kerapu Lumpur, Ikan Merah, Ikan Kakap dan berbagai jenis ikan karang karang
konsumsi lainnya. • Kelong Pantai
Kelong pantai ini merupakan perangkap ikan menetap untuk menangkap berbagai jenis ikan di pantai. Pada umumnya kelong ini dikhususkan untuk
menangkap ikan yang naik pada saat pasang dan ombak besar, sehingga pada saat air surut ikan terperangkap di dalam kelong. Ikan yang
tertangkap biasanya berupa Sotong Karang, Ikan Manyuk, Belanak dan lain - lain. Kelong dioperasikan lebih banyak pada musim utara namun ada
juga sebagian nelayan tetap memasang sepanjang tahun. • Jaring
Jaring adalah alat tangkap yang juga sering digunakan oleh nelayan. Alat ini dioperasikan sepanjang tahun dari bulan Januari - Desember. Ukuran
mata jaring bervariasi yakni 2.5 inchi hingga 4 inchi. Bahan jaring terbuat dari nylon dan tangsi. Daerah penangkapan di sekitar pantai berpindah
dari satu pantai ke pantai lainnya, dan kadang diperairan Pulau Senoa. • TombakSingkap
Masyarakat masih ada yang menggunakan tombak, atau penusuk untuk mencari ikan, terutama untuk menangkap Gurita atau Duyek yang
dilakukan pada musim utara dengan cara menyelam di sisi - sisi karang
atau karang dangkal. Tombak digunakan pada saat air surut untuk menangkap ikan kecil.
Musim penangkapan ikan sangat tergantung pada musim angin, dan ombak besar. Empat musim utama tersebut adalah musim utara, timur, selatan
dan barat. Setiap musim mempunyai karakteristik tersendiri yang menentukan cara dan alat yang digunakan untuk menangkap ikan Tabel 9.
Musim utara merupakan musim dengan angin bertiup kencang, hujan serta gelombang yang besar. Perairan yang relatif terbuka dengan musim ini
menyebabkan nelayan tidak dapat mencari ikan jauh ke tengah laut, mereka hanya mencari di sekitar selat dan laut yang terlindung.
Musim timur merupakan musim kemarau yang panas dengan kondisi angin tenang dan laut tidak bergelombang. Musim ini biasanya jumlah ikan banyak dan
nelayan menggunakan semua alat tangkap baik berupa pancing, tunda, jaring maupun tombak untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan.
Tabel 11 Kalender musim penangkapan ikan Desa Sabang Mawang
Alat tangkap Bulan
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
Musim Angin U U U T T T S S S B
B U
Kelong xx
xx xx
- -
- -
- -
x xx
xx Pancing
x x
x x
x x
x x
x x
x x
Singkaptombak x
x x
x x
x x
x x
x x
x Ikan Karang
x x
x xx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
x x
Ikan Belanak xx
xx xx
x x
x x
x x
x x
x Ikan Bilis
x x
x xx
xx xx
xx xx
xx x
x x
Tongkol xx
xx x
x x
x x
x xx
xxx xxx
xxx Ikan Kerapu
x x
x xxx
xxx xxx
xxx x
x x
x x
Cumi-cumi x
x x
x x
x xx
xxx x
x x
x Guritaduyek
xx xx
x x
x x
x x
x xxx
xxx xxx
Krisi Bali x
x x
x x
x x
xxx xxx
xxx x
x Udang Putih
x x
x x
xxx xxx
xxx xxx
x x
x x
Ikan Bahan x
x x
x x
x x
xxx xxx
xxx x
x Sotong
xx xxx
x x
x x
x x
x x
xx xxx
Sumber : Rencana Pengelolaan Terumbu Karang Desa Sabang Mawang, 2006
Keterangan : U
= Musim Utara S
= Musim Selatan T
= Musim Timur B
= Musim Barat x
= hasil tangkapan sedikit xx
= hasil tangkapan sedang xxx
= hasil tangkapan banyak
Musim selatan kondisi angin kencang namun tidak sekencang pada musim utara. Kondisi perairan bergelombang, sehingga menyebabkan nelayan
kesulitan melakukan kegiatan penangkapan ikan. Alat tangkap yang umum digunakan pada musim ini adalah jaring karang di sekitar pulau atau pantai
Bunguran Timur.
Musim barat merupakan musim yang cukup tenang, namun menjelang musim utara laut berombak besar dan pada waktu tertentu sering terjadi badai
yang datang tiba - tiba dan setelah itu laut tenang kembali. Musim ini nelayan lebih banyak menangkap ikan Tongkol dengan menggunakan pancing tunda.
Selain ikan Tongkol, nelayan juga menangkap Duyak atau Gurita berukuran besar menggunakan alat tusuk berupa besi untuk memancing gurita keluar dan
kemudian ditangkap dengan tangan.
4.4 Variabel Lingkungan Perairan
Perairan Pulau Natuna merupakan perairan terbuka yang berhadapan langsung dengan Laut Cina Selatan di bagian Timur Laut. Ke arah Tenggara
perairan Pulau Natuna berhadapan dengan Laut Jawa. Sedangkan ke arah Barat Laut, perairan ini berhadapan dengan Teluk Thailand. Perairan yang
berada ditepi paparan benua continental shelf dari dangkalan Sunda ini, memiliki kedalaman rata - rata 40 meter. Perairan di sebelah Selatan relatif lebih
dangkal dengan kedalaman sekitar 35 meter. Dengan kondisi seperti ini, parameter oseanografi seperti suhu, salinitas,
densitas, gelombang, maupun arus, banyak dipengaruhi oleh keadaan musim, disamping faktor pasang surut. Pengaruh musim akan sangat terasa pada bulan
Juni - Agustus dimana angin bertiup dari arah Barat Daya, dan pada bulan November - Januari dengan angin kencang berhembus dari Laut Cina Selatan di
arah Timur Laut. Tabel 12 merupakan beberapa variabel lingkungan perairan yang diamati
selama kegiatan penelitian meliputi : suhu, salinitas, arus, kecerahan dan derajat keasaman pH. Nilai tersebut merupakan hasil dari dua kali pengukuran yakni
pada pagi hari jam 09.00 dan siang hari 12.00. Tabel 12 Variabel lingkungan perairan di masing - masing stasiun penelitian
Variabel Unit
Lokasi Pantai Utara
Pantai Selatan St. DTLB1
Stasiun 1 St. DTLB2
Stasiun 2 St. DPLS3
Stasiun 3 Suhu
C 29.87
29.75 29.90
Salinitas ‰
33.45 32.41
31.19 Arus
ms 0.18
0.20 0.17
Kecerahan m
8.3 13.5
10.1 pH
8.26 8.16
8.19
Berdasarkan tabel tersebut di atas, terlihat bahwa variasi suhu permukaan yang terekam selama kegiatan penelitian berlangsung mempunyai kisaran antara
29.75 C dan 29.90
C dengan rata - rata 29.84 C. Perbedaan suhu juga terlihat
antara stasiun penelitian. Suhu tertinggi berada pada stasiun 3 DPLS3 yang merupakan Daerah Perlindungan Laut Setanau, Desa Sabang Mawang.
Sementara itu suhu terendah berada pada stasiun 2 yaitu perairan Pulau Panjang, Desa Teluk Buton.
Suhu perairan pada ketiga stasiun penelitian masih mendukung pertumbuhan karang batu. Sukarno et al. 1981 mengemukakan bahwa suhu air
laut yang lebih besar dari 30 C adalah suhu yang menghambat pertumbuhan
karang batu, sehingga tidak dijumpai terumbu karang pada perairan seperti itu. Variasi salinitas permukaan perairan selama penelitian berada pada
kisaran 31.19 PSU hingga 33.45 PSU dengan rata - rata 32.35 PSU. Salinitas permukaan tertinggi ditemukan di stasiun 1 DTLB1, dan terendah di stasiun 3
DPLS3. Salinitas yang baik bagi pertumbuhan karang memiliki kisaran antara 27 - 40 PSU, tetapi perubahan yang cepat dapat mematikan karang batu.
Umbgrove dalam Sukarno et al. 1981 menemukan hal ini terjadi di perairan Teluk Jakarta sebagai akibat pengaruh Sungai Citarum.
Kecepatan arus permukaan berada pada kisaran 0.17 mdetik hingga 0.20 mdetik dengan rata - rata 0.18 mdetik. Kecepatan arus terendah ditemukan di
stasiun 3 yaitu 0.17 mdetik dan tertinggi di stasiun 2 yakni 0.20 mdetik. Kecerahan perairan juga memperlihatkan variasi, dengan kisaran 8.3 meter
hingga 13.5 meter dan rata - rata 10.63 meter. Kecerahan perairan terendah ditemukan di stasiun 1 dan tertinggi di stasiun 2.
Sementara itu derajat keasaman atau pH perairan memperlihatkan kisaran antara 8.16 hingga 8.26 dan rata - rata 8.20. Mengacu pada Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk kehidupan biota laut, semua nilai variabel lingkungan yang diperoleh
berada dalam kisaran nilai baku mutu tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa perairan pada stasiun penelitian masih dalam kondisi baik.
5.1 Kondisi Ekologi T 5.1.1 Persentasi tutupan