Pengelolaan KKLD dan permasalahannya

4.1.4 Pengelolaan KKLD dan permasalahannya

Salah satu instrumen penting dalam pengelolaan suatu kawasan konservasi adalah adanya lembaga pengelola. Lembaga pengelola ini akan memainkan peranan penting terutama dalam menyusun dan menjalankan program pengelolaan yang telah disepakati. Namun sampai saat ini lembaga pengelola KKLD seperti yang diamanatkan dalam PERDA belum dibentuk. Berdasarkan hasil wawancara dengan staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Natuna yang menangani hal ini, diperoleh informasi bahwa keterlambatan ini terjadi karena mekanisme pembentukan lembaga baru dalam institusi pemerintahan daerah memerlukan persetujuan dari Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD, yang membutuhkan waktu yang cukup panjang. Walaupun demikian, sejauh ini proses persiapan dan inisiasi pembentukan lembaga yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Natuna telah berjalan dengan baik. Permasalahan lain terkait dengan pengelolaan KKLD adalah belum sinkronnya kegiatan lintas sektor di pulau-pulau atau desa yang masuk wilayah KKLD. Masalah ini sebenarnya merupakan derivasi masalah pertama, yang harusnya dapat diminimalisir bahkan dihilangkan sama sekali, bila lembaga pengelola telah ada. Sebenarnya dalam laporan akhir pengelolaan terumbu karang dan MMA DKP Natuna 2007 telah tertulis usulan bentuk kelembagaan KKLD beserta tugas pokok dan fungsinya. Tetapi karena model kelembagaan ini belum dijalankan, sehingga sulit untuk menilai apakah cukup efektif dan berhasil mencapai tujuan pengelolaan atau tidak. Beberapa kawasan konservasi laut yang sukses menjalankan misi konservasinya, menerapkan model kelembagaan yang mengakomodir berbagai kepentingan masyarakat, swasta dan pemertintah atau lebih dikenal dengan Collaborative Management. Contoh kawasan konservasi di Indonesia yang terkenal telah berhasil mengembangkan konsep ini adalah Taman Nasional Laut Bunaken dan Taman Nasional Laut Bali Barat. 4.2 Desa Teluk Buton 4.2.1 Karakteristik umum desa