Lanskap Sejarah Perencanaan Lanskap Obyek Wisata Sejarah Gedung Juang 45 Bekasi Jawa Barat

Permasalahan yang dihadapi tataruang kota pada masa kolonial tidak lepas dari politik pemisahan ras yang dilakukan oleh pemerintah Hindia-Belanda. Segregasi ras yang dilakukan oleh pemerintah Hindia-Belanda ini dibuat sedemikian rupa agar tidak terlihat mencolok antara ras pribumi dan nonpribumi. Pemerintah Hindia-Belanda mencoba membuat transisi dari pemukiman ras Eropa dan pribumi dengan memasukan ras Tionghoa, Arab dan India diantaranya Wiryomartono, 1995.

2.4. Wisata dan Wisata Sejarah

Wisata tour adalah perpindahan orang untuk sementara dalam jangka waktu tertentu ke tujuan-tujuan di luar tempat dimana mereka biasa tinggal dan bekerja. Pelaku wisata atau wisatawan pergi ke suatu obyek wisata karena didasari motivasi yang bersifat rekreatif motif tamasya dan rekreasi dan non-rekreatif motif kebudayaan, olah raga, bisnis, konvensi, spiritual, kesehatan dan interpersonal. Pada prinsipnya ada tiga sektor yang terdapat dalam kegiatan wisata, yaitu sektor bisnis, non-bisnis dan pemerintah. Fasilitas wisata dibuat untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam beraktifitas selama tinggal di tempat tujuan tersebut Gunn, 1993. Pengertian lain dari wisata menurut Nurisjah dan Pramukanto 2009, merupakan rangkaian kegiatan berupa pergerakan manusia yang melakukan perjalanan dan persinggahan sementara dari tempat tinggalnya ke tempat tujuan di luar dari lingkungan tempat tinggalnya, yang didorong oleh berbagai keperluan dan tanpa bermaksud untuk mencari nafkah tetap. Dalam merencanakan suatu tempat wisata yang baik haruslah mencakup semua perjalanan, bisa memprediksikan perkembangan yang baik dari masa ke masa yang akan datang, dan melibatkan ketiga sektor yang ada dalam kegiatan wisata itu. Pengembangan tapak untuk kegiatan wisata bergantung pada sisi supply dan demand dari tapak tersebut. Kedua faktor tersebut harus seimbang sebab kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam kegiatan wisata. Supply penawaran merupakan sesuatu yang ditawarkan dalam kegiatan wisata yang dapat berupa pengembangan fisik dan program wisata untuk pengunjung Gunn, 1993. Lima komponen yang perlu diperhatikan dalam pengembangan tapak untuk tujuan wisata dari sisi supplyyaitu: daya tarik attractions, pelayanan, transportasi, promosi dan informasi. Daya tarik merupakan salah satu komponen penting dalam kegiatan wisata. Daya tarik memiliki dua tujuan utama dalam kegiatan wisata yaitu untuk membujuk, memikat, atau merangsang pengunjung untuk melakukakn kegiatan wisata dan untuk memberi kepuasan kepada pengunjung Gunn, 1993.Lebih lanjut Gunn 1993 menjabarkan peranan kelima komponen wisata tersebut sebagai berikut:

1. Dayatarik dalam wisata diklasifikasikan menjadi touring circuit dan longer-

stay. Touring circuit merupakan atraksi yang dikunjungi dalam perjalanan wisata dengan waktu yang terhitung singkat. Klasifikasi ini membutuhkan sumberdaya, desain dan program yang spesifik untuk wisatawan yang akan berkunjung setiap harinya. Sedangkan longer-staymembutuhkan sumberdaya, desain dan program untuk wisata yang lebih dari sekedar kunjungan yang singkat.

2. Pelayanan dalam wisata memiliki pengaruh yang kuat di bidang

ekonomi.Pelayanan merupakan fasilitator utama dalam kegiatan wisata untuk merencanakan jenis pelayanan yang akan diintegrasikan dengan perencanaan atraksi wisata yang akan dikembangkan.

3. Keberhasilan sebuah kegiatan wisata juga dipengaruhi oleh faktor transportasi

dalam kegiatannya. Transportasi memberikan hubungan yang penting antara kota dan atraksi dalam area perkotaaan dalam perencanaan wisata untuk menghindari konflik yang terjadi. 4. Komponen lainnya yang perlu diperhatikan dalam kegiatan wisata adalah informasi yang akan disampaikan pada pengunjung. Informasi dalam kegiatan wisata dapat berupa deskripsi dari peta, buku panduan, video, majalah, artikel, narasi panduan wisata, brosur dan anekdot wisatawan. Pengunjung membutuhkan penanda jalan untuk mengarahkan pengunjung dan penjelasan mengenai lokasi pelayanan dan atraksi yang disajikan.

5. Komponen selanjutnya adalah promosi. Komponen promosi meliputi semua

ajakan dan bujukan yang biasanya digunakan untuk mempengaruhi pengunjung untuk berwisata. Bentuk promosi dapat berupa iklan berbayar, publisitas, hubungan masyarakat dan insentif. Dalam kegiatan wisata, promosi yang dibesar-besarkan sebaiknya dihindari. Menurut Soebagjo 1996 suatu obyek dapat menjadi tujuan wisata karena memiliki atraksi wisata, yang terdiri dari sumber daya kepariwistaan dan prasarana kebutuhan wisatawan. Salah satu sumber daya tersebut adalah budaya, yang dapat berupa peninggalan atau tempat bersejarah atau pun kehidupan adat istiadatbudaya yang berlaku di tengah masyarakat. Benda-benda cagar budaya juga termasuk dalam benda-benda bersejarah yang dapat dijadikan sebagai obyek wisata sejarah berdasarkan undang-undang No. 11 tahun 2010 yang merupakan revisi dari undang-undang No. 5 tahun 1992. Wujud benda cagar budaya terbagi dua, yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak. Benda bergerak adalah benda yang dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat yang lain, contohnya adalah patung, alat-alat upacara dan sebagainya. Benda cagar budaya yang tidak bergerak, yaitu benda yang tidak dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lainnya. Situs, monumen dan kawasan sejarah merupakan contoh-contoh benda cagar budaya yang tidak bergerak.

2.5. Interpretasi

Interpretasi merupakan usaha yang direncanakan agar dapat membuat pengunjung mengerti tentang sejarah dan arti penting dari sebuah kejadian, tokoh dan obyek dengan menggunakan asosiasi tapak dalam penerapannya Anderson dan Low, 1985. Interpretasi merupakan sebuah program dan aktifitas. Sebagai sebuah program, interpretasi menerapkan beberapa tujuan yang diinginkan untuk membuat pengunjung mengerti dengan apa yang telah dibuat. Aktifitas edukasional diarahkan untuk mengungkapkan arti dan hubungan dari sebuah obyek melalui pengalaman, media ilustrasi, dan lebih sederhana dibandingkan dengan mengkomunikasikan sebuah fakta. Manfaat dari interpretasi dapat berupa manfaat bagi pengunjung dan juga manfaat bagi pengelola. Manfaat bagi pengunjung dapat dikelompokan menjadi manfaat edukatif, rekreatif dan informatif. Sedangkan manfaat interpretasi bagi pengelola adalah dapat mengurangi tingkat vandalisme pada obyek yang di interpretasikan Anderson dan Low, 1985. Konsep utama dari interpretasi sebuah tapak yang representatif dimulai dengan mengetahui apa yang dinginkan oleh pengunjung. Hal ini dapat terlihat melalui fakta berupa karakteristik dari masyarakat yang direpresentasikan dan penampilan dari bangunan dan rumah yang ada. Dengan adanya kedua hal tersebut pengunjung diharapkan mengerti sebuah konsep yaitu tentang kebutuhan setiap orang pada setiap masa hampir sama, dan setiap masa memiliki caranya masing-masing dalam memenuhi kebutuhan tersebut dan tapak ini mencoba merepresentasikan karakteristik dari masa tersebut Tilden, 1967. Menurut Mills 1920 dan Tilden 1967 interpretasi berbeda dengan pendidikan formal seperti sekolah, walaupun orang-orang belajar dari hal itu. Museum menggunakan pendidikan dan interpretasi bukan hanya pada murid sekolah. Pihak pengelola melakukan pendekatan edukasi pada murid sekolah dan melakukan pendekatan interpretasi untuk pengunjung informal. Sebuah riset menunjukan tentang bagaimana seseorang menyerap informasi secara umum melalui kelima inderanya. Manusia menggunakan semua indera mereka untuk belajar. Proporsi yang dimiliki manusia untuk belajar adalah sebagai berikutCountryside Commission, 1980: Indera Persentasi Melihat 75 Mendengar 13 Menyentuh 6 Merasa 3 Mencium 3 Terdapat empat prinsip utama sebagai dasar untuk memperoleh informasi berupa pengetahuan Christensen, 1990 yaitu melalui visual, auditory, kinesthetic dan simbol-simbol: 1. Pembelajaran melalui visual dapat berupa sebuah karya seni, sculpture, grafis dan peta. 2. Pembelajaran auditory dapat dilakukan melalui pola-pola suara seperti pidato, musik, lagu, dan pola beritme. 3. Kinesthetic merupakan metode yang berhubungan dengan pergerakan, 4. Simbol-simbol dan kode dapat membantu seseorang untuk belajar dari sesuatu yang nyata atau membayangkan sesuatu, kegiatan belajar ini dapat pula dilakukan dengan membaca buku, menulis dan aritmatik. Kegiatan interpretasi umumnya menggunakan keempat metode tersebut sebagai dasar pembelajaran. Keempat hal tersebut membantu sesorang untuk menyentuh, melihat, dan mengatur sebuah obyek nyata. Selain itu metode interpretasi tersebut, terdapat juga metode lain dalam interpretasi yang berguna sebagai pelengkap atau pengganti selain menggunakan seorang interpreter. Metode-metode tersebut dapat berupa sebuah publikasi, exhibition museum, dan juga variasi dari berbagai alat elekronik dan teknologi lainnyaChristensen, 1990. Penggunaan teknologi sebagai media interpretasi merupakan cara yang baik untuk memancing banyak orang kedalam program interpretasi. Pada awalnya interpretasi terbatas hanya pada penggunaan media cetak sebagai media untuk mengkomunikasikan hal yang akan diinterpretasikan. Sehingga sesuatu yang ingin diinterpretasikan terbatas dan kadang tidak tergambarkan dengan baik.