Perencanaan Lanskap Obyek Wisata Sejarah Gedung Juang 45 Bekasi Jawa Barat

(1)

PERENCANAAN LANSKAP OBYEK WISATA SEJARAH

GEDUNG JUANG 45 BEKASI JAWA BARAT

BAGUS SAJIWO

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap Obyek Wisata Sejarah Gedung Juang 45 Bekasi, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Bagus Sajiwo NIM A44090056


(4)

ABSTRAK

BAGUS SAJIWO. Perencanaan Lanskap Obyek Wisata Sejarah Gedung Juang 45 Bekasi, Jawa Barat. Dibimbing oleh VERA D. DAMAYANTI.

Gedung Juang 45 Bekasi(GJ45B) merupakan warisan sejarah dari periode kolonial yang ada di Bekasi dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai obyek wisata sejarah di Kabupaten Bekasi. Keberadaan situs tersebut kini terabaikan akibat tidak adanya kepedulian untuk melestarikan GJ45B sebagai situs bersejarah.Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi nilai sejarah dan karakteristik GJ45B, (2) menganalisis potensi wisata dan kendala pada tapak untuk dikembangkan sebagai obyek wisata sejarah dan (3) menyusun konsep dan mengembangkan rencana lanskap obyek wisata GJ45B melalui penataan ruang, sirkulasi, aktifitas, fasilitasyang mendukung interpretasi pada tapak. Tahapan penelitian ini mengunakan metode dari Gold (1980) yang meliputi: tahap persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, konsep dan perencanaan. Tahap analisis dilakukan secara deskriptif dan spasial dengan menggunakan skoring dan pembobotan terhadap aspek fisik, kesejarahan, dan wisata. Hasil analisis menghasilkan 3 zona kesesuaian wisata sejarah yaitu zona dengan tingkat kesesuaian tinggi, sedang, dan rendah. Konsep yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah wisata sejarah yang edukatif dan rekreatif dengan menjadikan GJ45B sebagai pusat informasi sejarah dan kebudayaan serta rekreasi yang ada di Kabupaten Bekasi. Hasil akhir dari penelitian ini adalah rencana lanskap GJ45B mencakup pembagian ruang, jalur sirkulasi, aktifitas, dan fasilitas. Kata kunci: situs bersejarah, obyek wisata, perencanaan lanskap

ABSTRACT

BAGUS SAJIWO. Landscape Planning for Historical Tourism Object of Gedung Juang 45 Bekasi, West Java. Supervised by VERA D. DAMAYANTI.

Gedung Juang 45 Bekasi (GJ45B) is a historical area as legacy from the colonial period, located in Bekasi District, West Java Province. The existence of this site is now neglected due to lack of concern from local government to preserve the area.The objectives of this study are: (1) to identify the historical value and landscape character of GJ45B, (2) to analyze the potential and constraints of the site to be developed as a historical tourism object, and (3) to develop the concept and site plan for GJ45B historical tourism object through spatial, circulation, activity, and facility program which supporting historical interpretation of the site. The study followed the planning process of Gold (1980) consisted of preparation, inventory, analysis, concept, synthesis, and planning. The analysisused descriptive and spatially by using scoring and weighting to physical, historical, and tourist aspect and resulted threesuitability zones for historical tourism development with high, medium, and low values. The conceptual planfor the site is GJ45B as an educational and recreational historical tourism objectby developing historical interpretation of Bekasi District as well as GJ45B. The final product of the study is site plan including spatial plan, circulation, plans of activities and facilities. Keywords: historical site, tourism object, landscape planning


(5)

PERENCANAAN LANSKAP OBYEK WISATA SEJARAH

GEDUNG JUANG 45 BEKASI JAWA BARAT

BAGUS SAJIWO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013


(6)

(7)

Judul : Perencanaan Lanskap Obyek Wisata Sejarah Gedung Juang 45 Bekasi Jawa Barat

Nama : Bagus Sajiwo NIM : A44090056

Tanggal Lulus :

Disetujui oleh

Vera D. Damayanti, SP, MLA Pembimbing

Diketahui,

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA Ketua Departemen Arsitektur Lanskap


(8)

NIM : A44090056

Disetujui oleh

anti SP MLA Pembimbing

1

6 SE.?

2Ul3

Tanggal Lulus :

I "iii" 'Id I ' ...I

"'j'll1'''I'!III'1tlll'lllrl'lmnll"IIIIlIIlDllllnnn

- . , '::::" ,I; , '

""!

::,! ii' , セ@

!!!:! !

,I! lllll 1\ lIImm 111111


(9)

PRAKATA

Assalamualaikum, wr.wb

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Juli 2013 ini ialah perencanaan lanskap dengan judul Perencanaan Lanskap Obyek Wisata Sejarah Gedung Juang 45 Bekasi, Jawa Barat.

Penyelesaian penelitian ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Vera D. Damayanti, SP, MLA. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membina dan membantu dengan penuh kesabaran, Ibu Dr. Ir. Indung Siti Fatimah, MSi dan Ibu Fitriyah Nurul H. Utami, ST. MT selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan terkait penelitian ini, Ibu Dr. Alinda F. M. Zain, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dan nasehat yang sangat berarti, Ibu, Bapak, Dian, Nenek,Kakek, dan Firdha serta teman-teman Landscapers 46 dan ARL angkatan 44, 45, 47, 48 atas semua do’a serta pengorbanannya selama ini dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini belum sempurna dan masih memiliki kekurangan. Semoga penelitian ini dapat menjadi pedoman dan memberikan manfaat yang luas untuk pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2013 Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

PRAKATA iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

I. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Tujuan 2

1.3. Manfaat penelitian 2

1.4. Kerangka pikir 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1. Lanskap 4

2.2. Lanskap Sejarah 4

2.3. Masa kolonial Belanda 6

2.4. Wisata dan Wisata Sejarah 7

2.5. Interpretasi 8

2.6. Perencanaan Lanskap 10

IV. METODOLOGI 11

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 11

3.2. Batasan Penelitian 12

3.3. Alat dan Bahan 12

3.4. Metode 12

V. KONDISI UMUM WILAYAH KABUPATEN BEKASI 18

4.1. Letak geografis dan administratif 18

4.2. Topografi dan fisiografis 18

4.3. Geologi dan Tanah 18

4.4. Iklim 20

4.5. Hidrologi 20

4.6. Sejarah 20

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 22

5.1. Data dan Analisis 22

5.1.1. Kondisi Awal Tapak 22

5.1.2. Aspek Fisik dan Biofisik 22

5.1.3. Aspek Kesejarahan 34

5.1.4. Aspek Wisata 42

5.2. Hasil Analisis 48

5.3. Konsep 50

5.3.1. Konsep Dasar Perencanaan 50

5.3.2. Pengembangan Konsep 51

5.4. Sintesis 53

5.5. Perencanaan lanskap 55

5.5.1. Rencana Ruang 55

5.5.2. Rencana Sirkulasi 57

5.5.3. Rencana Vegetasi 57


(11)

5.5.5. Rencana fasilitas 59

5.5.6. Rencana tapak 60

VII.SIMPULAN DAN SARAN 69

6. 1. Simpulan 69

6. 2. Saran 69

VIII.DAFTAR PUSTAKA 71


(12)

DAFTAR TABEL

1 Bentuk dan jenis data 13

2 Kriteria Analisis Data 14

3 Daftar nama tanaman eksisting 34

4 Fasilitas yang dibutuhkan pengunjung 42

5 Konsep aktifitas 53

6 Konsep fasilitas 53

7 Tabel alokasi ruang 55

8 Daya dukung wisata 57

9 Rencana vegetasi pada tapak 58

10 Rencana aktifitas GJ45B 59

11 Rencana fasilitas GJ45B 60

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir penelitian 3

2 Lokasi Penelitian 11

3 Tahapan proses penelitian (Modifikasi Gold, 1980) 12

4 Peta Kabupaten Bekasi 19

5 Kondisi eksisting tapak 23

6 Peta eksisting tapak 24

7 Peta tata guna lahan 26

8 Peta topografi 28

9 Peta kemiringan lahan 29

10 Peta analisis kemiringan lahan 30

11 Peta analisis visual 32

12 Kondisi drainase dan sumber air dalam tapak 33

13 Kondisi vegetasi dalam tapak 33

14 Narasumber penelitian 34

15 Bangunan GJ45B saat ini 35

16 Sejarah penggunaan GJ45B 36

17 Keunikan yang dimiliki GJ45B 38

18 Peta analisis kesejarahan 40

19 Pendapat responden mengenai GJ45B 41

20 Potensi daya tarik wisata pada tapak 43

21 Peta analisis daya tarik 44

22 Sarana dan prasarana yang tersedia di GJ45B 45

23 Kondisi aksesibilitas menuju GJ45B 46

24 Peta aksesibilitas 47

25 Peta komposit 49

26 Diagram fungsi ruang 50

27 Diagram konsep sirkulasi 52


(13)

29 Diagram sirkulasi wisata 57

30 Beberapa contoh fasilitas dalam tapak 59

31 Rencana tapak 61

32 Detail plan area plaza 62

33 Detail plan area koleksi outdoor 63

34 Detail plan area theme garden 64

35 Potongan tampak 65

36 Ilustrasi 1 65

37 Ilustrasi 2 67

38 Ilustrasi 3 68

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuisioner pengunjung 73

2 Tabel curah hujan Kabupaten Bekasi 75


(14)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki pengalaman sejarah yang panjang dan telah mengalami beragam periode kesejarahan. Setiap periode tersebut menyisakan peninggalan bersejarah sehingga kekayaan lanskap sejarah Indonesia cukup tinggi. Peninggalan yang masih berdiri kokoh sampai sekarang diantaranya berasal dari masa kolonial dalam bentuk obyek dan lanskap sejarah.

Adanya pembangunan dan pengembangan wilayah yang pesat seringkali membuat lanskap sejarah yang ada di dalamnya tertutupi oleh modernisasi. Lanskap sejarah umumnya sering diabaikan oleh masyarakat itu sendiri. Banyak dari masyarakat yang tidak peduli akan keberadaan lanskap sejarah yang ada di sekitarnya dan mereka tidak menyadari arti penting dan potensi dari lanskap sejarah.

Goodchild (1990) menyatakan bahwa lanskap sejarah harus dikonservasi. Hal itu dikarenakan lanskap sejarah merupakan sesuatu yang penting dan merupakan bagian integral dari warisan budaya yang dapat menyediakan fakta fisik dan arkeologi dari warisan sejarah dan budaya. Manfaat lain dari lanskap sejarah adalah dapat memberi kontribusi untuk kesinambungan perkembangan budaya dan suku bangsa, bermanfaat untuk kepentingan ekonomi dan kenyamanan masyarakat, serta dapat meningkatkan dan mendukung kegiatan wisata.

Dalamkaitannya dengan pengembangan suatu tapak untuk wisata, Gunn (1993) mengemukakan bahwa terdapat lima komponen yang perlu diperhatikan dalam pengembangan tapak untuk tujuan wisata yaitu: daya tarik (attractions),pelayanan, transportasi, promosi dan informasi. Daya tarik merupakan salah satu komponen penting dalam kegiatan wisata. Gunn (1993) lebih lanjut menyatakan bahwa aspek yang menarik dari situs bersejarah adalah saat mengamati struktur dan artefak dari suatu obyek sejarah. Hal tersebut menjadikan situs bersejarah berpotensi sebagai daya tarik wisata. Namun pengembangan wisata pada situs bersejarah perlu memperhatikan pembatasan kegiatan pemanfaatan dikarenakan kerentanannya.

Berdasarkan Peraturan PemerintahNo. 10 Tahun 1993, pemanfaatan kawasan cagar budaya hanya diberikan untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan dan/atau kebudayaan. Pemanfaatan benda cagar budaya ini dilakukan dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kelestarian benda cagar budaya.Oleh karena itu, dalam pengembangan obyek wisata sejarah perlu diperhatikan aspek pelestarian untuk memproteksi atau melindungi peninggalan atau sisa-sisa budaya dan sejarah terdahulu yang bernilai dari berbagai perubahan yang merusak keberadaannya atau nilai yang dimilikinya. Nilai tambah dari obyek bersejarah tersebut dapat dihadirkan dalam bentuk program-program yang menarik, kreatif, berkelanjutan serta merencanakan program partisipatif dengan memperhitungkan estimasi ekonomi (Nurisjah dan Pramukanto, 2001).

Indonesia memiliki banyak kota dan kabupaten yang mendapat pengaruh kolonial dalam lanskap dan arsitekturnya. Salah satunya terdapat di Kabupaten Bekasi. Bekasi memiliki julukan Kota Patriot sebab sepanjang sejarahnya Bekasi pernah mengalami berbagai peristiwa bersejarah pada masa penjajahan oleh Belanda dan Jepang. Lanskap Kota dan Kabupaten Bekasi terbentuk melalui


(15)

perkembangan sejak masa penjajahan hingga masa Kemerdekaan Republik Indonesia.Perkembangan tersebut meninggalkan elemen-elemen bersejarah berupa obyek dan lanskap yang mempunyai nilai sejarah penting.Keberadaan elemen-elemen tersebut berpotensi sebagai daya tarik kesejarahan yang dapat ditampilkan untuk menarik kunjungan wisatawan, baik dalam negeri maupun mancanegara.

Gedung Juang 45 Bekasi(GJ45B) yang terletak di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat merupakan salah satu elemen bersejarah yang memiliki nilai keunikan gaya arsitektur dan juga memiliki nilai kesejarahan yang tinggi. Hal ini merupakan sebuah potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai obyek wisata. Pada masa kolonial, GJ45B digunakan sebagai tempat penyerahan dan pengolahan pajak pertanian, kemudian sebagai kantor pemerintahan pada masa kemerdekaan. Saat ini kondisi lanskap GJ45B cenderung tidak terpelihara dan rusak oleh berbagai faktor. Beberapa diantaranya adalah karena faktor alam, faktor campur tangan manusia seperti vandalisme dan penggunaan yang tidak sesuai, serta faktor kelembagaan yang kurang mendukung upaya pelestariannya. Dengan adanya rencana Pemerintah Kabupaten Bekasi menjadikan situs ini sebagai obyek wisata sejarah, maka diperlukan suatu perencanaan lanskap GJ45B sebagai obyek wisata sejarah yang dapat memberi manfaat pada masyarakat dengan tetap mempertahankan kelestariannya.

1.2. Tujuan

Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk merencanakan lanskap GJ45B sebagai sebuah obyek wisata sejarah yang dapat menginterpretasikan nilai-nilai kesejarahan dalam tapak serta dapat menunjang kelestariannya. Hal tersebut dijabarkan melalui beberapa tujuan khusus yaitu:

1. mengidentifikasi nilai sejarah dan karakteristik lanskap GJ45B,

2. menganalisis potensi dan kendala pada tapak untuk dikembangkan sebagai obyekwisata sejarah,

3. menyusun konsep dan rencana lanskap obyek wisata GJ45Bmelalui penataan ruang, sirkulasi, aktifitas, dan fasilitas.

1.3. Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dari kegiatan penelitian ini adalah:

1. sebagai bahan rujukan alternatif pengembangan wisata yang potensial di Kabupaten Bekasi.

2. sebagai bahan rujukan bagi Pemerintah Kabupaten Bekasi beserta pihak-pihak yang terkait dalam merencanakan dan mengembangkan lanskap obyek wisata sejarah GJ45B,

3. sebagai dokumen tertulis mengenai sejarah GJ45B, yang bermanfaat baik bagi masyarakat Bekasi maupun masyarakat di sekitarnya.

1.4. Kerangka pikir

GJ45B potensial untuk dikembangkan sebagai obyek wisata sejarah di Kabupaten Bekasi sebab memiliki keunikan arsitektur dan nilai kesejarahan yang tinggi. Untuk mengembangkan obyek ini menjadi suatu obyek wisata sejarah


(16)

diperlukan suatu perencanaan yang baik dimulai dengan identifikasi aspek-aspek yang terkait dengan pengembangan obyek wisata sejarah seperti aspek biofisik,aspek kesejarahan dan aspek wisata. Setiap aspek tersebut kemudian dianalisis untuk menghasilkan zona kesesuaian pengembangan wisata, zona nilai kesejarahan dan zona wisata.

Ketiga zona tersebut kemudian dioverlay untuk menghasilkan peta komposit sebagai hasil akhir analisis yang kemudian akan dicari solusi terbaiknya sesuai dengan tujuan perencanaan dalam bentuk rencana blok. Rencana blok inilah yang kemudian akan dikembangkan menjadi rencana lanskap obyek wisata sejarah GJ45B melalui rencana ruang, sirkulasi, vegetasi, dan aktifitas. Gambar 1 menggambarkan kerangka pikir penelitian.

Potensi tapak

Aspek biofisik Aspek Kesejarahan Aspek wisata

•Tata guna lahan

•Iklim

•Tanah

•Visual

•Topografi

•Hidrologi

•Vegetasi

•Sejarah

•Persepsi masyarakat

•Atraksi

•Sarana &prasarana

•Aksesibilitas

•Pengunjung

•Peraturan &kebijakan

Zona kesesuaian

pengembangan wisata Zona nilai kesejarahan Zona wisata

Zona kesesuaian wisata sejarah

Rencana blok

Konsep dan pengembangan

Rencana Lanskap obyek wisata sejarah GJ45B

Rencana ruang, sirkulasi, Aktivitas dan Fasilitas

Gambar 1Kerangka pikir penelitian Gedung Juang 45 Bekasi


(17)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lanskap

Lanskap adalah sebuah bentang alam dengan karakteristik tertentu dengan nilai khasyang dapat berupa keseluruhan tapak maupun hanya berupa pemandangandapat dinikmati oleh seluruh indera manusia (Simonds dan Starke, 2006). Lanskap terdiri dari lanskap alami dan lanskap buatan. Lanskap alami membutuhkan pemahaman yang lebih mendalam bagi perancang agar tetap dapat menjaga elemen yang ada pada lanskap tersebut. Lanskap buatan merupakan lanskap alami yang telah mengalami modifikasidan penyesuaian yang dilakukan oleh manusia.

Lanskap terdiri dari major feature dan minor feature. Major feature (fitur lanskap mayor) merupakan bentukan-bentukan penampakan dan kekuatan lanskap alam yang dominan, serta sangat sedikit yang dapat diubah. Beberapa elemen lanskap alami yang tidak dapat diubah yaitu bentukan topografi seperti bentukan pegunungan, lembah, sungai dan pantai, penampakan presipitasi, embun, kabut dan sebagainya. Sedangkan minor feature (fitur lanskap minor) yaitu elemen lanskap yang dapat diubah yaitu bukit-bukit, semak belukar, parit dimana seorang perencana dapat memodifikasinya (Simonds dan Starke, 2006).

Menurut Gold (1980), elemen lanskap dapat dikelompokan menjadi tiga macam elemen, yaitu elemen lanskap makro, mikro dan buatan manusia (man made). Elemen lanskap makro meliputi iklim (curah hujan, suhu, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin) serta kualitas visual tapak. Elemen mikro meliputi topografi (kontur, kemiringan lahan dan pola drainase), jenis tanah dan keadaaanya, vegetasi, satwa dan hidrologi. Elemen lanskap buatan(man made) manusia meliputi jaringan transportasi, tata guna lahan, pola permukiman dan struktur bangunan.

2.2. Lanskap Sejarah

Lanskap sejarah (historicallandscape), merupakan suatu bentukan lanskap pada masa lalu yang terdiri dari bukti-bukti fisik tentang keberadaan manusia pada suatu tempat (Harris dan Dines, 1988). Nurisjah dan Pramukanto (2009) menyebutkan bahwa lanskap sejarah penting dilestarikan untuk memberikan suatu makna simbolis bagi peristiwa terdahulu. Lingkungan fisik yang tertata dapat menjadi penghubung antara peristiwa masa lalu dengan peristiwa yang menentukan masa depan melalui kontak fisiknya. Tanpa suatu kesan konteks fisik, maka pengetahuan kita mengenai peristiwa sejarah terbatas pada catatan lisan dan gambar-gambar grafis.

Lebih lanjut Nurisjah dan Pramukanto (2009) menerangkan bahwa kawasan sejarah merupakan lokasi (situs) bagi peristiwa sejarah yang penting dilestarikan untuk memberikan suatu makna bagi peristiwa terdahulu. Tindakan pelestarian lanskap sejarah dapat dilakukan dengan suatu bentuk pendekatan atau kombinasi beberapa pendekatan. Pendekatan ini terutama diterapkan terhadap nilai-nilai, makna atau arti kesejarahan yang dimiliki oleh suatu tatanan lanskap (landscape fabric) dan bentang alam atau taman tersebut secara fisik. Pendekatan ini


(18)

umumnya mempertimbangkan aspek-aspek yang berperan dalam dinamika perubahan lanskap tersebut yang meliputi aspek sejarah, aspek arkeologis, aspek etnografis, dan nilai-nilai desain yang dimilikinya.

Sebuah lanskap sejarah perlu dilestarikan untuk tetap dapat dinikmati dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Pelestarian lanskap sejarah dapat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memproteksi atau melindungi peninggalan budaya dan sejarah terdahulu yang bernilai dari perubahan yang negatif atau yang merusak keberadaaannya atau nilai-nilai yang dimilikinya. Kegiatan pelestarian lanskap sejarah ini, selanjutnya, menitikberatkan pada berbagai upaya guna menciptakan pemanfaatan yang lebih kreatif, menghasilkan berbagai produk warisan (heritage products) yang baru, melaksanakan berbagai program partisipasi, melaksanakan analisis ekonomi serta berbagai kegiatan ekonomi dan budaya di kawasan pelestarian tersebut (Nurisjah dan Pramukanto, 2001).

Goodchild (1990) menyatakan beberapa tindakan pelestarian yang dapat diterapkan pada suatu kawasan atau bagiannya yang terdiri dari satu tindakan atau campuran dari beberapa tindakan dengan kombinasi yang berbeda. Tindakan pelestarian tersebut diantaranya:

1. Rekonstruksi, yaitu mengembalikan keadaan suatu objek atau tempat yang pernah ada, tetapi sebagian besar telah hilang atau sama sekali hilang.

2. Pemberian informasi, hal ini sebagai pedoman atau saran kepada pengelola, penghuni, dan pihak-pihak lain yang terkait, seperti perencana atau pemerintah.

3. Meningkatkan pengelolaan dan perawatan pada tapak.

4. Preservasi, merupakan tindakan menjaga suatu objek pada kondisi yang ada dengan mencegah kerusakan dan perubahan.

5. Perbaikan objek, yaitu memperbaiki atau menyelamatkan objek yang telah rusak atau keadaannya telah memburuk dengan tidak merubah karakter atau keutuhan objek.

6. Meningkatkan karakter sejarah pada tapak melalui perbaikan, pembaharuan, rekonstruksi, atau pembuatan desain baru berdasarkan nilai sejarah.

7. Stabilitas dan konsolidasi, yaitu memperbaiki dan menyelamatkan objek dari segi struktur tanpa mengubah atau dengan perubahan yang minimal pada penampakan keutuhan sejarahnya.

8. Memperbaiki karakter estetis dari tapak melalui perbaikan, pembaharuan, rekonstruksi, atau desain baru berdasarkan nilai sejarah.

9. Adaptasi atau revitalisasi, yaitu penyesuaian suatu objek pada suatu kawasan untuk keadaan atau penggunaan baru yang sesuai, yang dilakukan dengan pemahaman yang mendalam terhadap karakter sejarah yang dimiliki objek sehingga karakter dan keutuhan kawasan asli tetap terpelihara.

Goodchild (1990) dalam Nurisjah dan Pramukanto (2009) menyatakan bahwa suatu bentukan lanskap dapat dikatakan memiliki nilai sejarah apabila memenuhi minimal salah satu kriteria berikut:

1. Kriteria umum:

a. Etnografis, yang artinya bahwa lanskap yang terbentuk merupakan suatu sistem ekonomi dan sosial suatu kelompok/etnik. Jenis lanskap ini terbagi menjadi urbanlandscape dan rurallandscape.

b. Assosiatif, suatu bentukan lanskap yang berasosiai atau dapat dihubungkan dengan suatu peristiwa, personal masyarakat, legenda,


(19)

pelukis, estetika dan sebagainya. Contoh lanskap ini banyak terdapat di Indonesia yang memiliki banyak sekali cerita rakyat terkait dengan bentukan lanskap yang terdapat di Indonesia.

c. Adjoining merupakan bentukan lanskap yang merupakan bagian dari suatu unit tertentu, bagian monumen atau bagian struktur bangunan tertentu. Contohnya adalah lanskap sejarah kota Jakarta lama dan Kota-kota kolonial lainnya.

2. Kriteria khusus:

a. Lanskap yang terbentuk merupakan suatu contoh penting dari suatu tipe sejarah.

b. Mengandung bukti-bukti penting, baik yang terdapat pada permukaan tapak maupun yang terdapat dibawah tanah yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Contohnya seperti bentuk tata guna lahan, lanskap, taman, dan juga nilai budaya yang berpengaruh terhadap suatu bentukan lanskap. 3. Terdapat kaitan dengan masyarakat atau peristiwa sejarah yang penting:

a. Nilai sejarah, menyatakan bahwa suatu lanskap yang terbentuk merupakan lokasi dari peristiwa penting yang memiliki ikatan simbolis antara peristiwa dahulu dan sekarang dalam kehidupan masyarakat.

b. Kejamakan, menunjukkan bahwa lanskap yang terbentuk dapat melestarikan suatu karya sebagai wakil dari suatu kelas atau tipe lanskap tertentu.

c. Kelangkaan, yang artinya adalah lanskap yang terbentuk memiliki keunikan sebab merupakan satu-satunya contoh atau perwakilan dari tipe budaya tertentu.

d. Keistimewaan, merupakan suatu karya lanskap yang merupakan suatu master piece.

e. Estetik, bentukan lanskap yang terbentuk merupakan prestasi khusus dalam suatu gaya sejarah tertentu.

f. Memperkuat kedudukan kawasan di sekitarnya.

4. Mengandung nilai-nilai yang terkait dengan bangunan bersejarah, monumen dan taman.

2.3. Masa kolonial Belanda

Masa kolonial Belanda berlangsung cukup lama di Indonesia yaitu berkisar antara tahun 1600an sampai dengan tahun 1945 atau sekitar 3,5 abad lamanya. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi budaya yang ada di Indonesia contohnya pada pola pemukiman dan arsitektur dari bangunan-bangunan yang ada di Indonesia terlebih lagi yang terdapat di Pulau Jawa. Pada masa kolonial Belanda, Pulau Jawa merupakan bagian dari sebuah sistem budaya yang turut serta memberi pengaruh cukup besar di Indonesia (Wiryomartono, 1995).

Lebih jauh Wiryomartono (1995) memaparkan bahwa pada abad ke-19 pemantapan kekuasaan Hindia-Belanda sejak Daendeles hingga Van den Bosch di Indonesia telah menghadirkan peradaban baru yang membuka interaksi antara tradisi lokal dan Modern Barat yang kemudian berlanjut dengan pembentukan beberapa gemeente pada tahun 1904 hingga tahun 1906 di beberapa kota seperti Batavia, Bandung, Semarang, dan Surabaya.


(20)

Permasalahan yang dihadapi tataruang kota pada masa kolonial tidak lepas dari politik pemisahan ras yang dilakukan oleh pemerintah Hindia-Belanda. Segregasi ras yang dilakukan oleh pemerintah Hindia-Belanda ini dibuat sedemikian rupa agar tidak terlihat mencolok antara ras pribumi dan nonpribumi. Pemerintah Hindia-Belanda mencoba membuat transisi dari pemukiman ras Eropa dan pribumi dengan memasukan ras Tionghoa, Arab dan India diantaranya (Wiryomartono, 1995).

2.4. Wisata dan Wisata Sejarah

Wisata (tour) adalah perpindahan orang untuk sementara dalam jangka waktu tertentu ke tujuan-tujuan di luar tempat dimana mereka biasa tinggal dan bekerja. Pelaku wisata atau wisatawan pergi ke suatu obyek wisata karena didasari motivasi yang bersifat rekreatif (motif tamasya dan rekreasi) dan non-rekreatif (motif kebudayaan, olah raga, bisnis, konvensi, spiritual, kesehatan dan interpersonal). Pada prinsipnya ada tiga sektor yang terdapat dalam kegiatan wisata, yaitu sektor bisnis, non-bisnis dan pemerintah. Fasilitas wisata dibuat untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam beraktifitas selama tinggal di tempat tujuan tersebut (Gunn, 1993). Pengertian lain dari wisata menurut Nurisjah dan Pramukanto (2009), merupakan rangkaian kegiatan berupa pergerakan manusia yang melakukan perjalanan dan persinggahan sementara dari tempat tinggalnya ke tempat tujuan di luar dari lingkungan tempat tinggalnya, yang didorong oleh berbagai keperluan dan tanpa bermaksud untuk mencari nafkah tetap.

Dalam merencanakan suatu tempat wisata yang baik haruslah mencakup semua perjalanan, bisa memprediksikan perkembangan yang baik dari masa ke masa yang akan datang, dan melibatkan ketiga sektor yang ada dalam kegiatan wisata itu. Pengembangan tapak untuk kegiatan wisata bergantung pada sisi supply dan demand dari tapak tersebut. Kedua faktor tersebut harus seimbang sebab kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam kegiatan wisata. Supply (penawaran) merupakan sesuatu yang ditawarkan dalam kegiatan wisata yang dapat berupa pengembangan fisik dan program wisata untuk pengunjung (Gunn, 1993).

Lima komponen yang perlu diperhatikan dalam pengembangan tapak untuk tujuan wisata dari sisi supplyyaitu: daya tarik (attractions), pelayanan, transportasi, promosi dan informasi. Daya tarik merupakan salah satu komponen penting dalam kegiatan wisata. Daya tarik memiliki dua tujuan utama dalam kegiatan wisata yaitu untuk membujuk, memikat, atau merangsang pengunjung untuk melakukakn kegiatan wisata dan untuk memberi kepuasan kepada pengunjung (Gunn, 1993).Lebih lanjut Gunn (1993) menjabarkan peranan kelima komponen wisata tersebut sebagai berikut:

1. Dayatarik dalam wisata diklasifikasikan menjadi touring circuit dan

longer-stay. Touring circuit merupakan atraksi yang dikunjungi dalam perjalanan wisata dengan waktu yang terhitung singkat. Klasifikasi ini membutuhkan sumberdaya, desain dan program yang spesifik untuk wisatawan yang akan berkunjung setiap harinya. Sedangkan longer-staymembutuhkan sumberdaya, desain dan program untuk wisata yang lebih dari sekedar kunjungan yang singkat.


(21)

2. Pelayanan dalam wisata memiliki pengaruh yang kuat di bidang ekonomi.Pelayanan merupakan fasilitator utama dalam kegiatan wisata untuk merencanakan jenis pelayanan yang akan diintegrasikan dengan perencanaan atraksi wisata yang akan dikembangkan.

3. Keberhasilan sebuah kegiatan wisata juga dipengaruhi oleh faktor transportasi

dalam kegiatannya. Transportasi memberikan hubungan yang penting antara kota dan atraksi dalam area perkotaaan dalam perencanaan wisata untuk menghindari konflik yang terjadi.

4. Komponen lainnya yang perlu diperhatikan dalam kegiatan wisata adalah

informasi yang akan disampaikan pada pengunjung. Informasi dalam kegiatan

wisata dapat berupa deskripsi dari peta, buku panduan, video, majalah, artikel, narasi panduan wisata, brosur dan anekdot wisatawan. Pengunjung membutuhkan penanda jalan untuk mengarahkan pengunjung dan penjelasan mengenai lokasi pelayanan dan atraksi yang disajikan.

5. Komponen selanjutnya adalah promosi. Komponen promosi meliputi semua ajakan dan bujukan yang biasanya digunakan untuk mempengaruhi pengunjung untuk berwisata. Bentuk promosi dapat berupa iklan berbayar, publisitas, hubungan masyarakat dan insentif. Dalam kegiatan wisata, promosi yang dibesar-besarkan sebaiknya dihindari.

Menurut Soebagjo (1996) suatu obyek dapat menjadi tujuan wisata karena memiliki atraksi wisata, yang terdiri dari sumber daya kepariwistaan dan prasarana kebutuhan wisatawan. Salah satu sumber daya tersebut adalah budaya, yang dapat berupa peninggalan atau tempat bersejarah atau pun kehidupan (adat istiadat/budaya) yang berlaku di tengah masyarakat.

Benda-benda cagar budaya juga termasuk dalam benda-benda bersejarah yang dapat dijadikan sebagai obyek wisata sejarah berdasarkan undang-undang No. 11 tahun 2010 yang merupakan revisi dari undang-undang No. 5 tahun 1992. Wujud benda cagar budaya terbagi dua, yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak. Benda bergerak adalah benda yang dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat yang lain, contohnya adalah patung, alat-alat upacara dan sebagainya. Benda cagar budaya yang tidak bergerak, yaitu benda yang tidak dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lainnya. Situs, monumen dan kawasan sejarah merupakan contoh-contoh benda cagar budaya yang tidak bergerak.

2.5. Interpretasi

Interpretasi merupakan usaha yang direncanakan agar dapat membuat pengunjung mengerti tentang sejarah dan arti penting dari sebuah kejadian, tokoh dan obyek dengan menggunakan asosiasi tapak dalam penerapannya (Anderson dan Low, 1985). Interpretasi merupakan sebuah program dan aktifitas. Sebagai sebuah program, interpretasi menerapkan beberapa tujuan yang diinginkan untuk membuat pengunjung mengerti dengan apa yang telah dibuat. Aktifitas edukasional diarahkan untuk mengungkapkan arti dan hubungan dari sebuah obyek melalui pengalaman, media ilustrasi, dan lebih sederhana dibandingkan dengan mengkomunikasikan sebuah fakta.

Manfaat dari interpretasi dapat berupa manfaat bagi pengunjung dan juga manfaat bagi pengelola. Manfaat bagi pengunjung dapat dikelompokan menjadi manfaat edukatif, rekreatif dan informatif. Sedangkan manfaat interpretasi bagi


(22)

pengelola adalah dapat mengurangi tingkat vandalisme pada obyek yang di interpretasikan (Anderson dan Low, 1985).

Konsep utama dari interpretasi sebuah tapak yang representatif dimulai dengan mengetahui apa yang dinginkan oleh pengunjung. Hal ini dapat terlihat melalui fakta berupa karakteristik dari masyarakat yang direpresentasikan dan penampilan dari bangunan dan rumah yang ada. Dengan adanya kedua hal tersebut pengunjung diharapkan mengerti sebuah konsep yaitu tentang kebutuhan setiap orang pada setiap masa hampir sama, dan setiap masa memiliki caranya masing-masing dalam memenuhi kebutuhan tersebut dan tapak ini mencoba merepresentasikan karakteristik dari masa tersebut (Tilden, 1967).

Menurut Mills (1920) dan Tilden (1967) interpretasi berbeda dengan pendidikan formal seperti sekolah, walaupun orang-orang belajar dari hal itu. Museum menggunakan pendidikan dan interpretasi bukan hanya pada murid sekolah. Pihak pengelola melakukan pendekatan edukasi pada murid sekolah dan melakukan pendekatan interpretasi untuk pengunjung informal.

Sebuah riset menunjukan tentang bagaimana seseorang menyerap informasi secara umum melalui kelima inderanya. Manusia menggunakan semua indera mereka untuk belajar. Proporsi yang dimiliki manusia untuk belajar adalah sebagai berikut(Countryside Commission, 1980):

Indera Persentasi (%)

Melihat 75

Mendengar 13 Menyentuh 6

Merasa 3

Mencium 3

Terdapat empat prinsip utama sebagai dasar untuk memperoleh informasi berupa pengetahuan (Christensen, 1990) yaitu melalui visual, auditory, kinesthetic dan simbol-simbol:

1. Pembelajaran melalui visual dapat berupa sebuah karya seni, sculpture, grafis dan peta.

2. Pembelajaran auditory dapat dilakukan melalui pola-pola suara seperti pidato, musik, lagu, dan pola beritme.

3. Kinesthetic merupakan metode yang berhubungan dengan pergerakan,

4. Simbol-simbol dan kode dapat membantu seseorang untuk belajar dari sesuatu yang nyata atau membayangkan sesuatu, kegiatan belajar ini dapat pula dilakukan dengan membaca buku, menulis dan aritmatik.

Kegiatan interpretasi umumnya menggunakan keempat metode tersebut sebagai dasar pembelajaran. Keempat hal tersebut membantu sesorang untuk menyentuh, melihat, dan mengatur sebuah obyek nyata. Selain itu metode interpretasi tersebut, terdapat juga metode lain dalam interpretasi yang berguna sebagai pelengkap atau pengganti selain menggunakan seorang interpreter. Metode-metode tersebut dapat berupa sebuah publikasi, exhibition museum, dan juga variasi dari berbagai alat elekronik dan teknologi lainnya(Christensen, 1990).

Penggunaan teknologi sebagai media interpretasi merupakan cara yang baik untuk memancing banyak orang kedalam program interpretasi. Pada awalnya interpretasi terbatas hanya pada penggunaan media cetak sebagai media untuk mengkomunikasikan hal yang akan diinterpretasikan. Sehingga sesuatu yang ingin diinterpretasikan terbatas dan kadang tidak tergambarkan dengan baik.


(23)

Perkembangan teknologi yang pesat dapat dimanfaatkan sebagai sarana interpretasi yang lebih menarik. Terdapat beberapa kelebihan dari penggunaan teknologi dalam kegiatan interpretasi. Penggunaan teknologi akan membuat seorang pengunjung lebih fokus terhadap isi pesan yang disampaikan sehingga menghasilkan pemahaman yang lebih baik (Tilden, 1967).

2.6. Perencanaan Lanskap

Menurut Gold (1980), perencanaan merupakan suatu alat yang sistematis dan dapat digunakan untuk menentukan awal suatu keadaan dan merupakan cara terbaik untuk mencapai keadaan yang diharapkan tersebut. Selain itu, perencanaan merupakan proses untuk pengambilan keputusan berjangka panjang guna mendapatkan suatu model lanskap atau bentang alam yang fungsional, estetika dan lestari yang mendukung berbagai kebutuhan dan keinginan manusia dalam upaya meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan termasuk kesehatannya. Secara praktikal, kegiatan merencanakan suatu lanskap merupakan suatu proses pemikiran dari suatu ide, gagasan atau konsep kehidupan manusia/masyarakat ke arah suatu bentuk lanskap atau bentuk alam yang nyata dan berkelanjutan.

Simonds dan Starke (2006)menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu kemampuan untuk memahami dan menganjurkan adanya suatu perubahan dari yang mungkin atau tidak mungkin pada saat menjadi kenyataan pada masa yang akan datang. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tujuan perencanaan untuk menentukan tempat yang sesuai dengan daya dukung lahan dan keadaan umum masyarakat sekitar.

Perencanaan lanskap merupakan salah satu bentuk produk utama dalam kegiatan arsitektur lanskap. Perencanaan lanskap merupakan suatu bentuk kegiatan penataan berbasis lahan melalui kegiatan pemecahan masalah yang dijumpai dan merupakan proses untuk pengambilan keputusan yang berjangka panjang. Suatu lanskap merupakan suatu prosespemikiran dari suatu ide, gagasan atau konsep kedalam bentuk bentang lama yang nyata (Nurisjah dan Pramukanto 2009).

Perencanaan kawasan wisata menurut Gunn (1993) merupakan proses pengintegrasian komponen komponen wisata yang meliputi daya tarik, pelayanan, transportasi, informasi, dan promosi. Proses ini ditujukan untuk memberikan kepuasan bagi pengunjung, meningkatkan aspek ekonomi, melindungi sumberdaya lahan dan mengintegrasikan aspek sosial dan ekonomi dari kawasan.

Menurut Gold (1980) proses perencanaan yang baik merupakan proses yang dinamis, saling terkait dan saling menunjang. Proses ini merupakan alat yang sistematis yang digunakan untuk menentukan saat awal, keadaan yang diinginkan serta cara dan model terbaik yang diinginkan pada tapak. Proses perencanaan ini dibagi menjadi enam tahap, yaitu : persiapan, pengumpulan data, analisis, sintesis, perencanaan dan perancangan


(24)

III.

METODOLOGI

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian perencanaan obyek wisata sejarah GJ45B ini dilakukan di daerah Tambun, tepatnya di Jalan Sultan Hasanudin No. 5, Kelurahan Mekar Sari, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat (Gambar 2). Area perencanaan ini memiliki luas sekitar 1,78 Ha. Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini dimulai dari tahap persiapan hingga penyusunan laporan akhir berupa skripsi berlangsung selama lima bulan, yaitu dimulai dari bulan Februari hingga Juli 2013.

Ta np a ska la

Pro vinsi Ja w a Ba ra t

Ka b up a te n Be ka si

Bo g o r Ka b . Be ka si Ja ka rta

Ko ta Be ka si

Ka ra wa ng

Ka ra wa ng

Ko ta Be ka si

Ka ra wa ng Te luk

Ja ka rta

Gambar 2Lokasi Penelitian


(25)

3.2. Batasan Penelitian

Penelitian ini merupakan studi perencanaan lanskap untuk mendukung berlangsungnya kegiatan wisata pada lanskap GJ45B, Jawa Barat. Produk dari penelitian ini dibatasi hingga produk perencanaan lanskap berupa rencana lanskap obyek wisata sejarah GJ45Bdengan pendekatan utama yaitu kesejarahan. Rencana lanskap tersebut akan disertai dengan gambar tampak, potongan dan ilustrasi perspektif.

3.3. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: Global Positioning System (GPS) Garmin Oregon 450, kamera digital, lembar kuisioner, alat tulis, alat gambar, catatan, laptop, dan software meliputi: Garmin Mapsource, AutoCad LandDesktop 2009, AutoCad 2012, Adobe Photoshop CS 4, Trimble SketchUpMake 2013, Microsoft office (Word 2010, Excel 2010, PowerPoint 2010). Bahan yang digunakan adalah peta dasar dan juga pustaka data sekunder.

3.4. Metode

Penelitian dilakukan dengan menggunakan tahapan pada proses perencanaan yang dikemukakan oleh Gold (1980) dengan tahapan kerja meliputi persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan, dan perancangan. Namun, pada penelitian ini dilakukan modifikasi pada tahapannya meliputi tahapan persiapan, inventarisasi, analisis, konsep, sintesis, dan perencanaan lanskap (Gambar 3).

Persiapan

Inventarisasi

Analisis

Data primer dan sekunder

Peta komposit

Sintesis Rencana blok

Konsep dasar dan pengembangan

Rencana lanskap obyek wisata sejarah GJ45B Laporan tertulis, rencana lanskap, ilustrasi potongan,tampak, perspektif.

Aspek biofisik Aspek wisata

Aspek kesejarahan

•Pengumpulan informasi awal tapak

•Tujuan penelitian

•Usulan penelitian

Perencanaan

Gambar 3Tahapan proses penelitian (Modifikasi Gold, 1980)


(26)

3.4.1. Persiapan

Pada tahap ini dilakukan penetapan tujuan dan pengumpulan informasi awal mengenai tapak yang akan digunakan sebagai langkah awal untuk mengarahkan perencanaan obyek wisata sejarah GJ45B dan digunakan sebagai bahan untuk mengajukan usulan penelitian. Selain itu pada tahapan ini dilakukan perumusan masalah, dan batasan penelitian, serta pengurusan surat perijinan penelitian pada instansi pemerintah daerah dan juga pihak-pihak terkait.

3.4.2. Inventarisasi

Tahap inventarisasi merupakan tahapan pengumpulan data dan semua informasi yang berhubungan dengan tapak baik berupa kondisi tapak atau faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil dalam perencanaan tapak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data berupa data primer dan data sekunder dengan menggunakan metode survei lapang dan studi pustaka. Secara garis besar data yang dikumpulkan terdiri dari data fisik dan biofisik, data kesejarahan, dan data wisata (Tabel 1).

Tabel 1Bentuk dan jenis data

No. Jenis Data Bentuk Data Cara Pengambilan Sumber

I. Fisik dan Biofisik

1 Tata guna lahan spasial, deskriptif studi pustaka BAPPEDA

2 Iklim spasial, deskriptif studi pustaka, survei BAPPEDA

3 Tanah spasial studi pustaka, survei BAPPEDA

4 Visual spasial survei Tapak

5 Topografi spasial studi pustaka BAPPEDA, BIG

6 Hidrologi spasial studi pustaka, survei BAPPEDA

7 Vegetasi spasial, deskriptif studi pustaka, survei BAPPEDA

II. Kesejarahan

1 Sejarah deskriptif wawancara, studi

pustaka

BAPPEDA, Ahli Sejarah, Disparbudpora

2 Persepsi Masyarakat deskriptif kuantitatif wawancara, kuisioner narasumber, responden

III. Wisata

1 Atraksi/daya tarik

wisata tabular, spasial survei Tapak

2 Sarana dan prasarana tabular, spasial studi pustaka, survei Disparbudpora, tapak

3 Pengunjung tabular, deskriptif studi pustaka, survei Disparbudpora, tapak

4 Aksesibilitas spasial survei Tapak

5 Kebutuhan Pengelola deskriptif studi pustaka, survei Tapak

6 Peraturan dan kebijakan deskriptif studi pustaka BAPPEDA,

Disparbudpora

Data primer diperoleh melalui pengukuran dan pengamatan secara langsung di lapangan, wawancara dengan narasumber dan penyebaran kuisioner kepada responden dan terhadap pihak yang terkait yang dibutuhkan. Demografi responden sebelumnya telah ditentukan berdasarkan kelas umur dan tingkat pendidikan. Jumlah responden yang diambil sebanyak 30 orang, dengan komposisi responden terdiri dari 10 orang dalam tapak dan 20 orang di luar tapak. Penyebaran kuisioner dalam tapak dilakukan pada hari kerja dan hari libur. Hal ini dilakukan guna mengetahui preferensi responden secara acak.

Selain menggunakan kuisioner, persepsi masyarakat juga diperoleh melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait seperti Kepala Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata serta pendapat ahli sejarah dan budayawan yang ada di Kabupaten Bekasi. Beberapa tokoh masyarakat dan juga sejarawan yang menjadi narasumber untuk penelitian ini adalah Bapak Abdul Khoir yang merupakan tokoh masyarakat dan sejarawan di Kota Bekasi, dari pihak pemerintahan Kabupaten Bekasi adalah


(27)

Bapak H. Uno Taruno dari bagian inspeksi Kabupaten Bekasi, selanjutnya dari Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga yaitu Ibu Retno Pratiwi, kemudian dari Kantor Administrasi Veteran (Kanminvet) yaitu Bapak Edi B. Somad yang merupakan saksi sejarah perjalanan GJ45B.

Data sekunder diperoleh melalui badan-badan atau instansi terkait dan studi pustaka yang dapat berasal dari buku acuan, data informasi, peta dan dokumen dari berbagai instansi pemerintah. Data primer dan sekunder tersebut nantinya akan diolah untuk dijadikan bahan analisis potensi dan kendala dalam lanskap pada tahap selanjutnya yaitu tahap analisis.

3.4.3. Analisis

Analisis data dilakukan guna memenuhi tujuan identifikasi karakter tapak dan potensi kendala pengembangan wisata di GJ45B. Metode analisis yang diterapkan berupa analisis spasial dan deskriptif. Analisis dilakukan terhadap aspek fisik dan biofisik, kesejarahan, dan aspek wisata (Tabel 2).

Tabel 2Kriteria Analisis Data

No. Aspek Bobot Variabel Kriteria Skor

I. Fisik dan Biofisik

1 Tata Guna Lahan Kondisi tapak dengan

penggunaan menurut RTRW Deskriptif

2 Iklim Kenyamanan untuk aktifitas Deskriptif

3 Tanah Sifat fisik dan kimia Deskriptif

4 Visual Kualiatas visual tapak Deskriptif

5 Topografi 30 Kesesuaian pengembangan wisata

Sesuai 0-15% 3

cukup sesuai 15-25% 2

tidak sesuai >25% 1

6 Hidrologi Ketersediaan Deskriptif

7 Vegetasi Jenis, jumlah dan distribusi Deskriptif

II. Kesejarahan 40

1 Keaslian 20 Kondisi situs Keaslian lebih dari 80% 3

Keaslian 30-80% 2

Keaslian < 30% 1

2 Keunikan Nilai situs Deskriptif

3 Nilai sejarah Kondisi situs Deskriptif

4 Keutuhan 20 Kondisi situs keutuhan > 80% 3

keutuhan 30-80% 2

Kutuhan < 30% 1

5 Estetika Kondisi situs Deskriptif

6 Kejamakan Kondisi situs Deskriptif

7 Keistimewaan Nilai situs Deskriptif

III. Wisata

1 Atraksi/daya tarik

wisata 30 Jenis

Daya tarik elemen tinggi 3

Daya tarik elemen sedang 2

Daya tarik elemen rendah 1

2 Sarana/ Prasarana Jenis dan kondisi Deskriptif

3 Pengunjung Persepsi dan Preferensi Deskriptif

4 Aksesibilitas Ketersediaan dan kondisi fisik Deskriptif

5 Kebutuhan

Pengelola - Deskriptif

6 Peraturan dan

kebijakan

Peraturan terkait pelestarian dan

pengembangan Deskriptif

Sumber: Gunn (1993), Harris dan Dines (1988), Nurisjah dan Pramukanto (2001), Hardjowigeno, dkk. (1994) Modifikasi

(1) Aspek Fisik dan Biofisik

Aspek biofisik dianalisis untuk mengetahui karakteristik lanskap yang direncanakan serta potensi dan kendala tapak untuk dikembangkan sebagai area wisata sejarah. Analisis secara deskriptif akan dilakukan pada komponen tata


(28)

guna lahan, iklim, tanah, visual, hidrologi, dan vegetasi. Analisis spasial menggunkanan skoring dilakukan pada komponen topografi.

Analisis tata guna lahan dilakukan secara deskriptif untuk mengetahui pengaruh penggunaan lahan saat ini terhadap keberadaan elemen dalam tapak. Analisis ini mengacu pada dokumen RTRW Kabupaten Bekasi tahun 2011-2031 yang kemudian dibandingkan dengan penggunaan lahan disekitar tapak pada saat ini.

Suhu dan kelembaban merupakan faktor utama yang mempengaruhi kenyamanan dan aktifitas manusia. Analisis deskriptif pada komponen iklim dilakukan untuk melihat tingkat kenyamanan pada tapak. Analisis ini menggunakan data sekunder dari pihak terkait berupa suhu, kelembaban penyinaran dan curah hujan.

Analisis topografi bertujuan untuk mengetahui kemiringan tapak yang sesuai untuk pengembangan wisata. Analisis ini dilakukakan dengan teknik skoring menggunakan klasifikasi kemiringan menurut pedoman penyusunan pola rehabilitasi lahan dan konservasi tanah (1986) dalam Hardjowigeno (1994) dan standar pengembangan tapak oleh Harris dan Dines (1988).Area dengan kemiringan 0-8% memiliki tingkat kesesuaian pengembangan tapak yang tinggi memiliki skor 3, area dengan kemiringan 8-15% cukup sesuai dengan pengembangan tapak namun jenis kegiatan yang dapat dikembangkan terbatas diberi skor 2, kemudian area dengan kemiringan diatas 15% kurang sesuai untuk pengembangan tapak diberi skor 1. Hasil analisis ini kemudian dispasialkan menjadi peta analisis kesesuaian lahan untuk pengembangan wisata dengan tiga zona yaitu zona kesesuaian tinggi, sedang, dan rendah.

Hidrologi tapak dianalisis secara deskriptif guna mengetahui pola aliran drainase pada tapak dan ketersediaan air sebagai pertimbangan untuk pengembangan fasilitas pada tapak. Analisis deskriptif pada vegetasi bertujuan untuk mengetahui vegetasi eksisting pada tapak yang memiliki potensi untuk menunjang pengembangan wisata. Vegetasi yang ada pada tapak dilihat berdasarkan jenis, jumlah dan distibusinya. Analisis tanah dilakukan secara deskriptif untuk mengetahui kesesuaian tipe tanah yang ada pada tapak untuk pengembangan wisata mengacu pada sifat fisik dan kimia.

Analisis visual bertujuan untuk mengetahui area-area yang berpotensi memilikikualitas visual baik (good view) bagi pengunjung serta area-area dengan visual kurang baik (bad view).

(2) Aspek Kesejarahan

Aspek kesejarahandianalisis secara spasial dan deskriptif melalui penelusuran sejarah GJ45Bguna mengetahui nilai kesejarahan yang dimiliki oleh GJ45B. Analisis kesejarahan ini menggunakan kriteria penentuan nilai sejarah suatu lanskapyaitu keaslian, keunikan, nilai sejarah, keutuhan, estetika, kejamakan, dan keistimewaan (Nurisjah dan Pramukanto, 2001). Analisis secara deskriptif dilakukan pada nilai kesejarahan dengan kriteria keunikan, nilai sejarah, estetika, kejamakan, dan keistimewaan pada tapak. Sedangkan keaslian, dan keutuhan dianalisis secara spasial dengan menggunakan teknik skoring. Analisis ini mengacu pada definisi kriteria nilai kesejarahan lanskap yang dikemukakan oleh Nurisjah dan Pramukanto (2001).


(29)

Pada analisis dengan kriteria keunikan tapak dinilai menurut kondisi fisik pada masing-masing elemen pembentuk lanskap GJ45B dengan melibatkan narasumber yaitu saksi sejarah dan sejarawan yang mengetahui tentang GJ45B. Area dengan kondisi fisik elemen yang memiliki tingkat keaslian >80% diberi skor 3. elemen dengan tingkat keaslian 30-80% diberi skor 2, sedangkan skor 1 diberikan pada area dengan kondisi fisik elemen yang memiliki tingkat keaslian <30%. Sama halnya dengan penilaian pada kriteria keaslian, penilaian untuk kriteria keutuhan dilakukan dengan melihat kondisi fisik elemen yang ada pada tapak dengan melibatkan narasumber yaitu saksi sejarah dan sejarawan. Area dengan elemen yang kondisi keutuhannya >80% diberi skor 3. Area dengan kondisi keutuhan fisik elemen 30-80% diberi skor 2. Area dengan kondisi keutuhan fisik <30% diberi skor 1. Hasil analisis spasial pada kedua kriteria ini kemudian dioverlay untuk menghasikan zona nilai kesejarahan. Tapak dikelompokan menjadi tiga jenis area menurut masing-masing kriteria yaitu area dengan nilai kesejarahan tinggi yang diberi skor satu, area dengan nilai kesejarahan sedang yang diberi skor dua dan area dengan nilai kesejarahan rendah yang diberi skor tiga.

Persepsi masyarakat tentang keberadaan GJ45B yang diperoleh dari kuisioner (Lampiran 1) diolah dengan metode statistik sederhana dan dianalisis secara deskriptif. Hasilnya disajikan dalam bentuk deskriptif dan grafik yang menjelaskan persepsi masyarakat mengenai tapak.

(3) Aspek wisata

Aspek wisata dianalisis secara deskriptif dan spasial untuk mengidentifikasi potensi dan kendala untuk pengembangan wisata.Analisis deskriptif dilakukan pada komponen aksesibilitas, sarana dan prasarana, pengunjung, serta peraturan dan kebijakan. Analisis spasial dilakukan pada komponen atraksi/ daya tarik wisata untuk melihat jenis dan distribusi dari obyek yang ada pada tapak dengan melihat nilai kesejarahan elemen pembentuk lanskap GJ45B. Analisis ini menghasilkan zona daya tarik wisatasejarah yang terdiri dari areadengan daya tarik wisata tinggi, sedang dan rendah.Area daya tarik wisata tinggi adalah area yang memiliki daya tarik elemen bersejarah dan berpotensi tinggi untuk kegiatan wisata sejarah. Area ini diberi skor 3.Area daya tarikwisata sedang merupakan area yang memiliki daya tarik elemen bersejarah dan potensi yang tidak terlalu tinggi sehingga area ini diberi skor 2.Area daya tarik wisata rendahmerupakan area dengan daya tarik elemen bersejarah dan potensi wisata sejarah yang rendah sehingga area ini diberi skor 1.

(4) Hasil analisis

Hasil analisis spasial aspek fisik dan biofisik, aspek kesejarahan dan aspek wisata kemudian dioverlaymenjadi peta komposit untuk mendapatkan zona kesesuaian wisata sejarah dengan bobot aspek fisik (kemiringan lahan) sebesar 30%, bobot aspek kesejarahan (keaslian dan keutuhan)40%, serta aspek wisata (daya tarik wisata) 30%. Nilai kesejarahan tapak memiliki bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan topografi dan daya tarik wisata, karena nilai kesejarahan menjadi faktor penentu kegiatan wisatayang akan berlangsung di tapak yaitu untuk membatasi kegiatan wisata dalam tapak sebagai upaya pelestarian obyek bersejarah dalam tapak.


(30)

Proses overlay dilakukan dengan menjumlahkan skor masing-masing peta dengan bobotnya. Hasil penjumlahan skor tersebut menghasilkan area dengan nilai yang bervariasi. Berdasarkan nilai tersebut dibuat selang klasifikasi pengembangan area dengan mengunakan rumus:

Banyaknya klasifikasi penilaian yang digunakan adalah 3, yaitu area dengan kesesuaian wisata sejarah tinggi, area dengan kesesuaian wisata sejarah sedang dan area dengan kesesuaian wisata sejarah rendah. Sehingga nilai K yang digunakan pada rumus adalah 3. Setelah didapatkan selangnya, nilai yang yang dihasilkan sebelumnya kemudian dikelompokkan menurut 3 klasifikasi.

3.4.4. Konsep

Pada tahap ini ditentukan konsep dasar rencana lanskap wisata GJ45B. Konsep dasar tersebut kemudian dikembangkan menjadi konsep ruang, konsep sirkulasi, konsep vegetasi, konsep aktifitas dan fasilitas dengan menggunakan pendekatan kesejarahan dan kegiatan wisata dalam pengembangannya.

3.4.5. Sintesis

Sintesis merupakan tahap lanjutan dari tahap analisis. Pada tahap sintesis hasil dari proses analisis akan dijadikan bahan acuan dalam penentuan ruang yang akan dikembangkan.Hasil analisis akan menjadi bahan pertimbangan dalam proses pembagian ruang dalam tahap ini. Solusi penataan ruang akan dibuat berdasarkan potensi dan kendala pada tahap analisis.

Selanjutnya hasil sintesis tersebut dispasialkan dalam bentuk rencana blok (Block plan). Tahap inidikerjakan secara simultan dengan tahap penyusunan konsep agar menghasilkan perencanaan lanskap yang lebih terarah dengan baik.

3.4.6. Perencanaan Lanskap

Pada tahap perencanaan lanskap, rencana blok kemudian diterjemahkan menjadi rencana lanskap yang menggambarkan keadaan tapak setelah pengembangan. Pada tahap ini pengembangan konsep yang telah dibuat kemudian dituangkan dalam rencana tapak melalui penataan elemen penyusun tapak sesuai dengan fungsi-fungsi ruang yang dikembangkan. Rencana lanskap yang dibuat akan mencakup pembagian ruang, jalur sirkulasi, aktifitas dan fasilitas.

Keterangan:

S: Selang klasifikasi penilaian S maks: Jumlah skor tertinggi S min: Jumlah skor terendah K: Banyaknya klasifikasi penilaian


(31)

IV.

KONDISI UMUM WILAYAH KABUPATEN BEKASI

4.1. Letak geografis dan administratif

Secara geografis Kabupaten Bekasi berada pada posisi 6º10’53” - 6º30’6” Lintang Selatan dan 106º48’28” - 107º27’29” Bujur Timur dan terletak pada bagian utara dari Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Bekasi memiliki luas wilayah 127.388 Ha dan jumlah penduduk hingga tahun 2007 sebanyak 2,7 juta jiwa, sehingga kepadatan penduduk di Kabupaten Bekasi sebesar 6.465 jiwa/Km2 desa (BAPPEDA, 2012).

Secara administratif pemerintahan, sesuai dengan Perda No. 26 Tahun 2001 tentang penataan, pembentukan dan pemekaran kecamatan di Kabupaten Bekasi, ditetapkan wilayah Kabupaten Bekasi terbagi kedalam 23 kecamatan. Kecamatan yang terluas adalah Muaragembong dengan cakupan 14.009 Ha atau 11% dari luas Kabupaten(BAPPEDA, 2012). Batas administrasi wilayah iniadalah(Gambar 4):

- Utara : berbatasan dengan Laut Jawa

- Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Bogor

- Barat : berbatasan dengan DKI Jakarta dan Kota Bekasi - Timur : berbatasan dengan Kabupaten Karawang

4.2. Topografi dan fisiografis

Berdasarkan topografi yang dimilikinya, Kabupaten Bekasi termasuk kedalam dataran rendah karena hampir 72% dari wilayah Kabupaten Bekasi berada pada ketinggian 0–25 mdpl dengan sudut kemiringan lahan yang bervariasi. Topografi dari Kabupaten Bekasi secara umum terdiri atas dua bagian, yaitu dataran rendah yang meliputi sebagian wilayah bagian utara dan dataran bergelombang di wilayah bagian selatan. Ketinggian Kabupaten Bekasi dari permukaan laut berkisar antara 6-115 mdpl (BAPPEDA, 2012).

4.3. Geologi dan tanah

Kondisi geologi Kabupaten Bekasi secara keseluruhan cukup baik untuk pengembangan kawasan seperti mengembangkan/mendirikan bangunan gedung berupa perumahan dan fasilitas umum untuk sarana dan prasarana perkotaan. Struktur geologi yang berada di Kabupaten Bekasi sebagian besar adalah Pleistocene Volcanic Facies dengan luas sekitar 75,11% dari wilayah total. Sedangkan sisanya terdiri dari Pliocene Sedimentary Faces dan Miocene Sedimentary Face(BP DAS Citarum-Ciliwung, 2007).

Menurut data Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung (2007),jenis tanah di Kabupaten Bekasi dikelompokan menjadi tujuh kelompok yaitu: Asosiasi Podsolik Kuning dan Hidromorf Kelabu; Komplek Latosol Merah Kekuningan, Latosol Coklat, dan Podsolik Merah; Alluvial Kelabu Tua; Asosiasi Glei humus dan Alluvial Kelabu; Asosiasi Latosol Merah, Latosol Coklat Kemerahan, dan Laterit; Asosiasi Alluvial Kelabu dan Alluvial Coklat Kelabuan; dan Podsolik Kuning.


(32)

Ditinjau dari teksturnya, sebagian besar tanah di Kabupaten Bekasi terdiri dari tanah bertekstur halus (75,76%) yang tersebar di bagian barat Kabupaten Bekasi dan tanah yang bertekstur sedang (23,16%) yang berada di bagian Utara dan Selatan Kabupaten Bekasi.

Te luk Ja ka rta

Ko ta Be ka si

Ka ra wa ng

Ka b up a te n Bo g o r

Ka b up a te n Ka ra wa ng DKI

Ja ka rta

Gambar 4Peta Kabupaten Bekasi


(33)

4.4. Iklim

Data iklim BAPPEDA Kabupaten Bekasi yang bersumber dari BMKG setempat menunjukan bahwa Kabupaten Bekasi memiliki suhu rata-rata udara minimum 28°C dan maksimum 32°C. Jumlah curah hujan rata-rata bulanan di Kabupaten Bekasi adalah 553,9 mm dengan rata-rata curah hujan harian adalah 4,22 mm. Curah hujan tertinggi dan hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Desember sedangkan untuk curah hujan dan hari hujan terendah terjadi pada bulan September. Kabupaten Bekasi memiliki tingkat kelembaban sekitar 80% (BAPPEDA, 2012).

4.5. Hidrologi

Kabupaten Bekasi memiliki 16 aliran sungai besar yaitu: Sungai Ci Tarum, Bekasi, Ci Karang, Ci Herang, Belencong, Jambe, Sadang, Ci Kedokan, Ulu, Ci Lemahabang, Ci Beet, Pamingkis, Siluman, Serengseng, Sepak dan Jaeran. Selain itu kabupaten Bekasi juga memiliki 13 situ yang tersebar di beberapa Kecamatan yaitu: Situ Tegal Abidin, Situ Bojongmangu, Situ Bungur, Situ Ceper, Situ Cipagadungan, Situ Cipalahar, Situ Ciantra, Situ Taman, Situ Burangkeng, Situ Liang Maung, Situ Cibeureum, Situ Cilengsir dan Situ Binong. Kondisi air tanah yang terdapat di Kabupaten Bekasi digolongkan menjadi dua jenis yaitu air tanah dangkal dan juga air tanah dalam. Sumber air di Kabupaten Bekasi sebagian besar merupakan air tanah dangkal yang berada pada kedalaman 5-25 meter dari permukaan tanah (BAPPEDA, 2012).

4.6. Sejarah

Dalam catatan sejarah, nama "Bekasi" memiliki arti dan nilai sejarah yang khas. Menurut Poerbatjaraka, kata Bekasi berasal dari kata Chandrabhaga. Chandra berarti "bulan" (dalam bahasa Jawa Kuno, sama dengan kata Sasi) dan Bhaga berarti "bagian". Jadi secara etimologis kata Chandrabhaga berarti bagian dari bulan. Kata Chandrabhaga berubah menjadi Bhagasasi yang pengucapannya sering disingkat menjadi Bhagasi. Kemudian kata Bhagasi ini dalam pelafalan bahasa Belanda seringkali ditulis "Bacassie" kemudian berubah menjadi Bekasi hingga kini (BAPPEDA, 2012).

Bekasi mendapat julukan kota patriot sebab selama masa kolonial Belanda di daerah ini banyak terjadi peristiwa-peristiwa heroik. Julukan kota patriot sendiri diserukan oleh masyarakat Bekasi sehingga tidak diketahui secara jelas orang yang pertamakali mempopulerkan julukan tersebut1

Kabupaten Bekasi kini telah mengalami banyak perubahan yang terjadi dari masa ke masa. Kabupaten Bekasi dimulai dari pembentukan "Panitia Amanat Rakyat Bekasi" yang dipelopori R. Supardi, M. Hasibuan, KH. Noer Alie, Namin, Aminudin dan Marzuki Urmaini, yang menentang keberadaan RIS- Pasundan dan menuntut berdirinya kembali Negara Kesatuan RI. Selanjutnya diadakan Rapat Raksasa di Alun-alun Bekasi yang dihadiri oleh sekitar 40.000 orang rakyat Bekasi pada tanggal

.

1


(34)

17 Februari 1950. Panitia Amanat Rakyat Bekasi menyampaikan tuntutan rakyat Bekasi yang berbunyi :

1. Penyerahan kekuasaan Pemerintah Federal kepada Republik Indonesia. 2. Pengembalian seluruh Jawa Barat kepada Negara Republik Indonesia.

3. Tidak mengakui lagi adanya pemerintahan di daerah Bekasi, selain Pemerintahan Republik Indonesia.

4. Menuntut kepada pemerintah agar nama Kabupaten Jatinegara diganti menjadi Kabupaten Bekasi.

Upaya para pemimpin Panitia Amanat Rakyat Bekasi untuk memperoleh dukungan dari berbagai pihak terus dilakukan. Diantaranya melalui pendekatan terhadap para pemimpin Masjumi, tokoh militer Mayor Lukas Kustaryo dan Moh. Moefreini Mukmin) di Jakarta.

Pengajuan usul tersebut dilakukan tiga kali antara bulan Februari sampai dengan bulan Juni 1950 hingga akhirnya setelah dibicarakan dengan DPR RIS dan Mohammad Hatta menyetujui penggantian nama "Kabupaten Jatinegara" menjadi "Kabupaten Bekasi ". Persetujuan pembentukan Kabupaten Bekasi semakin kuat setelah dikeluarkannya Undang-undang No. 14 Tahun 1950. Kabupaten Bekasi secara resmi dibentuk dan ditetapkan tanggal 15 Agustus 1950 sebagai Hari Jadi Kabupaten Bekasi (BAPPEDA, 2012).


(35)

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Data dan Analisis

5.1.1. Kondisi Awal Tapak

GJ45B memiliki luas 1,78 Ha. Lokasinya berada di Jalan Sultan Hasanudin No. 5 Kelurahan Mekar Sari Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Secara geografis GJ45B berada pada koordinat 6°15'33"LS 107°3'17"BT. GJ45B memiliki deliniasi yang jelas dengan kawasan di sekitarnya yaitu berupa batas pagar beton yang merupakan eksisting tapak. Batasan tapak yaitu:

Sebelah Utara : Stasiun Tambun Sebelah Timur : Pemukiman

Sebelah Barat : Pemukiman dan lahan kosong Sebelah Selatan : Jl. Sultan Hasanudin

Saat ini GJ45B difungsikan sebagai Gudang obat dan kantor Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi.Sebelumnya GJ45B sempat menjadi museum dan perpustakaan di Bekasi. Dalam komplek GJ45B terdapat beberapa bangunan yang diantaranya merupakan benda yang tergolong sebagai benda cagar budaya. Namun, dalam area tersebut juga terdapat beberapa bangunan baru yang tidak memiliki kesamaan tema dengan bangunan utama sebab selama masa penggunaannya bangunan baru tersebut dikembangkan oleh dinas yang pernah berkantor di sana. Gambar 5 dan 6 menunjukan kondisi eksisting tapak.

Aktifitas yang terdapat di GJ45B umumnya hanya berupa kegiatan pemanfaatan fasilitas gedung dan pengelolaan unit Dinas Pemadam Kebakaran. Aktifitas wisata pada GJ45B belum dikembangkan walaupun pada waktu tertentu gedung ini sering digunakan oleh siswa dari taman kanak-kanak dan sekolah dasar untuk kegiatan edukasi dan rekreasi namun kegiatan tersebut tidak ada kaitannya dengan keberadaan GJ45B sebagai area bersejarah.

5.1.2. Aspek Fisik dan Biofisik

(1) Tata Guna Lahan Sekitar Tapak

Menurut dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bekasi tahun 2011-2031,Kecamatan Tambun Selatan merupakan daerah yang diperuntukan sebagai kawasan industri. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pabrik yang beroperasi di kawasan tersebut.

Selain sebagai kawasan industri pada kawasan Tambun juga terdapat penggunaan lahan yang beragam yaitu untuk pemukiman, perdagangan, sarana peribadatan, sekolah dan fasilitas umum lainnya. Pola perkembangan pada kawasan di sekitar tapak sebagian besar mengikuti alur sirkulasi/jalan (Strip Development). Hal ini menyebabkan perubahan penggunaan lahan yang berdampak terhadap aspeksosial maupun ekonomi masyarakat. Dari segi sosial, masyarakat yang berada di sepanjang jalan memiliki adaptasi yang lebih cepat terhadap perubahan dibandingkan dengan masyarakat yang jauh dari jalan.Hal ini diperkirakan dapat mempengaruhi keberadaan GJ45B sebagai area bersejarah yang berbatasan langsung dengan Jalan Sultan Hasanudin sebagai jalan utama yang menghubungkan Kota dan Kabupaten Bekasi.


(36)

1.Sig na g e ta p a k 2. Ba ng una n uta m a G J45B 3. Ha la m a n d e p a n G J45B

5. Ha la m a n b e la ka ng G J45B

8. Ha la m a n b e la ka ng G J45B

6. Pa viliun d i b a g ia n kiri G J45B

7. Ha la m a n b e la ka ng G J45B 4. Ha la m a n d e p a n G J45B

Gambar 5Kondisi eksisting tapak


(37)

(38)

GJ45B pada masa kolonial Belanda memiliki luas yang sama seperti sekarang2

(2) Iklim

. Pada masa kolonial Belanda kompleks ini digunakan sebagai tempat tinggal tuan tanah dan kantor penyerahan pajak pertanian. Penggunaan lahan pada saat ini meliputi area terbuka hijau, ruang terbangun berupa bangunan kantor veteran dan bangunan utama yang kini digunakan sebagai kantor dinas pemadam kebakaran Kabupaten Bekasi (Gambar 7).

Pada masa kolonial Belanda penggunaan lahan di sekitar GJ45B diperuntukan sebagai area perkebunan dan pertanian. Saat ini bagian barat di luar area GJ45B terdapat lapangan rumput kosong dan bekas-bekas bangunan yang sudah dirobohkan. Menurut saksi sejarah pada masa kolonial Belanda, area tersebut merupakan tempat penggilingan padi atau lebih dikenal dengan istilah kongsi. Tuan tanah pada masa itu (Tan Oen Tjie) menggunakan area gedung yang dibangun oleh tuan tanah sebelumnya (Kouw Oen Huy) tersebut untuk mengolah padi hasil dari masyarakat dan menyimpannya di gudang.

Penggunaan lahan di sekitar areal GJ45B saat ini umumnya sebagai area perdagangan dan pemukiman. GJ45B berbatasan langsung dengan Pasar Tambun yang merupakan pusat perekonomian di daerah Tambun. Penggunaan lahan pada sepanjang jalan menuju GJ45B dari arah Kota Bekasi umumnya berupa pabrik-pabrik besar dan menengah seperti PT. Sinde dan Toyota, serta beberapa ruko.Kondisi ini sama dengan pengunaan lahan pada area dari Kabupaten Bekasi menuju GJ45B.

Data BAPPEDA (2009) menunjukan suhu di Kabupaten Bekasi berkisar antara 28-32oC dengan tingkat kelembaban 80%. Suhu ini berlaku hampir di seluruh wilayah Kabupaten Bekasi termasuk area GJ45B.Menurut Hidayat (1994) umumnya orang Indonesia merasa nyaman dengan suhu 25,8 – 28,1oC. Sehingga dapat disimpulkan bahwa suhu pada tapak kurang nyaman.Besar radiasi di daerah Kabupaten Bekasi rata-rata sebesar 66%(BMG, 2013) hal ini membuat kondisi tapak terasa panas dan terik. Kondisi penyinaran pada tapak relatif terik dan dapat menurunkan kenyamanan pengunjung yang berada di tapak.

Kondisi ini dapat ditanggulangi dengan menambahkan fasilitas peneduh pada tapak yang dapat dibentuk melalui elemen softscape dan hardscape. Penambahan fasilitas peneduh dengan softscape dapat dilakukan dengan penataan vegetasi sesuai dengan kondisi tapak agar dapat meningkatkan kenyamanan dalam tapak.

(3) Tanah

Informasi mengenai kondisi tanah penting untuk diketahui karena faktor tersebut mendukung keberlangsungan aktifitas serta tatanan yang direncanakan pada tapak (Nurisjah, 2004). Dari data Badan Pengelola DAS Citarum-Ciliwung (2007) diketahui bahwa tipe tanah daerah Tambun adalah asosiasi latosol coklat kemerahan dan latosol kekuningan. Menurut Dudal dan Soepraptohardjo (1975) tanah dengan tipe ini merupakan perpaduan antara dua jenis tanah yang sulit untuk dipisahkan atau dikelompokan. Tanah latosol merupakan tanah yang sudah mengalami pelapukan secara insentif dan perkembangan tanah lanjut. Tanah ini umumnya terdapat di daerah beriklim sedang sampai panas dengan curah hujan >2000 mm/th dan ketinggian 10 sampai 1000 mdpl.

2


(39)

(40)

Menurut Kellog (1949) dalam Soepardi (1983) tanah latosol mempunyai lapisan solum tanah yang tebal sampai sangat tebal, yaitu dari 130 cm sampai dengan lebih dari 5 meter, sedangkan batas antara horizon tidak begitu jelas. Warna dari tanah latosol adalah merah, coklat sampai kekuning-kuningan. Bahan organik yang dikandung oleh tanah tipe ini berkisar antara 3-9%. Nilai pH tipe tanah ini berada pada angka 4,5-6,5 yaitu dari asam sampai agak asam. tekstur keseluruhan solum tanah ini umumnya adalah liat, sedangkan strukturnya remah dengan konsistensi gembur. Warna yang dikandung oleh tipe tanah ini menunjukan jumlah kandungan hara yang dikandungnya.Semakin merah warna dari tanah ini menunjukan kandungan hara yang semakin miskin. Infiltrasi dan perkolasi tanah tipe ini umumnya cukup cepat dengandayauntuk menahan air tipe cukup baik dan tahan terhadap erosi. Keadaan tersebut merangsang drainase dalam tanah yang sangat baik. Dalam kaitannya untuk pengembangan kegiatan wisata tanah latosol tergolong cukup baik sebab kondisi tanah latosol yang memiliki tekstur tanah halus hingga agak kasar (liat, berdebu, lempung, dan berpasir) dapat menopang konstruksi yang sederhana (Arsyad, 2000).

(4) Topografi

Analisis topografibertujuan untuk mengetahui kesesuaian tapak untuk pengembangan aktifitas wisata. Kemampuan tapak untuk pengembangan kegiatan wisata dapat dilihat dari kesesuaian kondisi kemiringan tapak untuk pengembangan ruang luar yang akan berpengaruh terhadap pengembangan kegiatan wisata. Gambar 8 menunjukan peta topografi tapak.

GJ45B terletak pada ketinggian 30 mdpl. Kemiringan pada tapak diklasifikasikan menggunakan metode skoring yang mengacu pada standar keseuaian lahan untuk kegiatan wisata yang dikemukakan oleh Hardjowigeno (1994) dalam Nurisjah dan pramukanto (2001). Kemiringan lahan pada halaman depan tapak dominan cukup datar dengan kemiringan berkisar antara 0-8% dan 8-15% dengan proporsi luasan masing-masing 55,29% dan 27,39% (Gambar 9). Area dengan kemiringan 0-8% merupakan area yang sesuai untuk pengembangan ruang luar. Pada area ini dapat dilakukan beragam kegiatan dan pengembangan elemen tapak seperti bangunan, area parkir dan sebagainya guna menunjang kegiatan wisata yang berlangsung di atasnya oleh karena itu area ini mendapat skor 3. Sementara itu kemiringan 8-15% merupakan area cukup sesuai untuk beragam penggunaan namun jumlah dan jenis aktifitas yang dilakukan perlu dibatasi sehingga area ini diberi skor 2 (Harris dan Dines, 1988).

Kemiringan yang relatif berbeda terlihat pada halaman belakang tapak di dekat bangunan utama GJ45B. Pada area tersebut terdapat perbedaan level yang cukup besar yaitu sekitar 2-2,5 m dengan besar kemiringan antara 25-45%. Proporsi luas area ini adalah 9, 63%. Area dengan kemiringan 15-25% memiliki luas 7,69%. Area dengan kemiringan lebih besar dari 15% merupakan area yang kurang sesuai untuk penggunaan wisata dan rekreasi (Hardjowigeno, 1994). Area dengan kemiringan > 25% ini diberi skor 1. Peta analisis kesesuaian lahan disajikan dalam Gambar 10.


(41)

(42)

(43)

(44)

(5) Visual

Analisis visual dilakukan untuk mengetahui kualitas visual yang dimiliki tapak. Hasil analisis ini berupa goodview dan badview yang menjadi acuan untuk menentukan view terbaik tapak dan area yang perlu ditata agar menghasilkan good view. Secara umum kondisi visual yang ada pada tapak didominasi oleh bangunan-bangunan tua yang tergolong ke dalam cagar budaya (Gambar 11). Kondisi visual GJ45B yang terolong badview terlihat pada halaman belakang dan sudut-sudut gedung yang kotor dan tidak terawat serta vegetasi yang tumbuh tidak terawat disekitarnya. Selain itu keberadaan elemen penyusun tapak terlihat tidak memiliki kesatuan. Kondisi ini dapat menurunkan kualitas visual pada tapak.Untuk goodview pada tapak terlihat dari keunikan arsitektur GJ45B dan serta elemen lanskap pembentuknya seperti sculpture di halaman depan tapak. Hal ini dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik tapak.

Pada bagian luar GJ45B sudah di dominasi oleh pertokoan dan juga area tidak terawat yang dijadikan tempat perjualan bagi pedagang kaki lima. Oleh karena itu untuk pengembangan wisata di GJ45B perlu dilakukan penataan pada elemen pembentuk lanskap dan bagian luar tapak.

(6) Hidrologi

Aspek hidrologi merupakan salah satu faktor penting untuk pengembangan kawasan wisata. Hidrologi dalam tapak dapat menunjang kenyamanan dan pengembangan fasilitas pendukung dalam tapak. GJ45Bmenggunakan sumber air berupa air tanah yang diperoleh dengan menggunakan pompa air. Sebelumnya GJ45Bsudah memiliki pompa air yang kini tidak digunakan kembali yang terdapat di halaman belakang gedung.Pompa air dalam tapak ini sebenarnya kurang baik untuk digunakan sebagai sumber bagi utilitas dalam tapak karena menurut data BAPPEDA (2012) sebagian besar sumber air di Kabupaten Bekasi merupakan air tanah dangkal yang berada pada kedalaman 5-25 meter dari permukaan tanah sehingga dikhawatirkan dapat memberi pengaruh negatif seperti penurunan permukaan tanah di sekitar tapak.Selain itu untuk kegiatan wisata di area perkotaan dengan pemukiman padat disekitarnya disarankan tidak hanya mengandalkan sumber air yang berasal dari sumur pompa tetapi juga mengunakan air dari PAM agar dapat mengakomodir penggunaan yang intensif pada tapak.

Pada area GJ45B tidak terlihat adanya saluran drainase selain pada taman dan halaman depan gedung (Gambar 12). Kedua saluran drainase tersebut merupakan drainase buatan yang dibuat untuk mengalirkan air ke drainase utama yang berada di bahu jalan raya. Jenis saluran drainase yang berada di kawasan ini termasuk kedalam jenis drainase terbuka.

Dilihat dari kondisinya, sistem drainase pada tapak tergolong kurang baik yangditunjukkan dengan kondisi saluran drainase yang tidak terawat dan keberadaanya yang tidak terencana dengan baik. Air yang berada pada permukaan tapak tidak memiliki saluran yang jelas sehingga untuk beberapa bagian pada tapak terdapat genangan air seperti pada timur dari tapak yang tertutupi pepohonan. Oleh karena, itu perlu dibuat perencanaan sistem drainase tapak. Sedangkan untuk sumber air pada tapak disarankan menggunakan air PAM sebab penggunaan air tanah secara intensif pada tapak dikhawatirkan memberi dampak negatif pada area sekelilingnya.


(45)

(46)

(7) Vegetasi

Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui jenis jumlah dan distribusi vegetasi yang terdapat dalam tapak. Vegetasi yang beragam pada tapak dapat memberikan pengaruh terhadap GJ45B sebagai kawasan wisata, karena dapat menambah ataupun mengurangi keindahan pada tapak serta kenyamanan pengunjung. Vegetasi eksisting di area GJ45B terdiri dari beberapa strata tanaman seperti pohon sedang, perdu, semak dan groundcover (Tabel3).

Keberadaan vegetasi pada tapak kurang diketahui hubungannya dengan sejarah GJ45B. Dilihat dari jenis vegetasi yang terdapat di tapak umumnya bukan merupakan tanaman yang memiliki nilai sejarah. Selain itu vegetasi yang saat ini berada di GJ45B jugakurang diperhatikan penataannya, serta kurang memperhatikan vegetasi yang dapat memperkuat identitas GJ45B. Pada halaman depan GJ45B, vegetasi yang ada relatif berpola walaupun keadaannya sekarang kurang terawat. Sedangkan pada halaman belakang dan timur GJ45B vegetasi yang ada cenderung tumbuh secara liar. Kondisi ini merupakan bad view yang mengurangi kualitas visual tapak.Oleh karenanya perlu diperlukan penataan vegetasi baik dari segi fungsi, bentuk, maupun letaknya, agar dapat menambah keindahan dan kenyamanan. Selain itu, dapat juga digunakan pepohonan yang rindang untuk menambah kenyamanan. Kondisi vegetasi pada tapak ditunjukkan oleh Gambar 13.

Ko nd isi sum b e r a ir uta m a b e rup a p o m p a a ir Ko nd isi d ra ina se d i ha la m a n d e p a n ta p a k

Gambar 12Kondisi drainase dan sumber air dalam tapak

(Sumber: dokumentasi pribadi)

Ta na m a n G lo d o g a n b ula t d i ha la m a n G J45B

Ta na m a n sirsa k d i ha la m a n d e p a n G J45B

Ta na m a n a ng sa na d i ha la m a n b e la ka ng G J45B

Gambar 13Kondisi vegetasi dalam tapak


(1)

VII.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson W. T dan Low S. P. 1985. Interpretation of Historic sites. Nashville, TN (US): American Association for State and Local History.

Anonim. 2012. Gedung Juang Bekasi, Bangunan Bersejarah Yang Terbengkalai [internet]. [diacu 2013 Januari 13]. Tersedia dari : http://www.pikiran-rakyat.com/node/111610

Anwar. 2011. Sejarah Gedung Juang/ Gedung Tinggi Tambun [internet]. [diacu 2013 Februari13]. Tersedia dari :http://hatiinsani.blogspot.com/2010/09/ gedung-juang45-Tambun-bekasi.html

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): Lembaga Sumberdaya Informasi IPB Press

Bekasi. 2012. Kota Bekasi [internet]. [diacu2013 Januari 22]. Tersedia dari : http://bekasikota.go.id

Bappeda. 2012. Kabupaten Bekasi Dalam Angka. Bekasi (ID):Bappeda Kabupaten Bekasi.

BMG. 2013. Automatic Weather System [internet]. [diacu2013 Juli 31]. Tersedia dari : http://aws-online.bmg.go.id/bmg/aws/

Christensen. 1990. Interpretation of Cultural and Natural Resources. State College: Venture Publishing, Inc. Cetak ulang dalam Knudson D. M, Cable T. T. dan Beck L. 1995.

Countryside commission. 1980. Enviromental Interpretation. Britain (EN): Great Britain, Countryside commission library.

Disparbudpora. 2010. Penyusunan Draft Raperda Seni dan Budaya Tahun Anggaran 2010. Jakarta (ID):Tranadi Tatautami.

Dudal R, Soepraptohardjo M. 1975. Soil Classification in Indonesia. Bogor (ID) : Balai Besar penyuluhan Pertanian.

Gold S. M. 1980. Recreation Planning and Design. New York(US): McGraw Hill Book.

Goodchild P.H. 1990. Some Principal For Conservation of Historic Landscape. [Draft Document for Discussion Purpose]. Canada: Icomos (UK) Historic Gardens and Landscape Comittee. p 43-48.

Gunn C. A. 1993. Tourism Planning, Basic, Concept, Cases. Washington(US): Taylor and Francis

Hakim R, dan Utomo H.2003. Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap.Jakarta (ID):Bumi Aksara

Hardjowigeno, S. 1994. Kesesuaian Lahan Untuk Pengembangan Pertanian, Daerah Rekreasi dan Bangunan. Bogor (ID): Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat IPB Bekerjasama Dengan Badan Pertanahan Nasional.

Harimu, T. A. 2013. Tipologi Wajah Bangunan Arsitektur Kolonial Belanda di Kawasan Pabrik Gula Semboro-Jember. Manado (ID): Unima

Harris C. W, Dines N. T. 1988. Time Saver Standards for Landscape Architecture. New York (US): The McGraw-Hill Companies, Inc.

Hidayat, S. 1994. Arsitektur Tropis. Yogyakarta (ID): Pusat pengembangan bahan ajar UMB.


(2)

Jamieson, Walter. 1994. The Challenge of Cultural Tourism. Canada : ICOMOS Canada Bulletin, Vol. 3, No 3.

Kohl, D. A. 1984. Chinese Architecture in Straits Settlements dan Western Malaya: Temples, Kongsis, and Houses. Thailand: The Journal of Siam Society, Vol 72, No. 1.

Lilananda, R. P. 1998. Inventarisasi Karya Arsitektur Cina di Kawasan Pecinan Surabaya. Surabaya (ID): Universitas Kristen Petra

Sopandi, A., Niryono, R., dan Khoir A. 2002. Sejarah Bekasi “dari masa kerajaan hingga masa pembangunan. Bekasi (ID): Arpuslahta Kabupaten Bekasi dan LPPM UNISMA Bekasi

Mills E. A. 1920. The adventures of Nature Guide. Garden City, NY (US): Dobleday, Page & Co. Cetak ulang dalam Knudson D. M, Cable T. T. dan Beck L. 1995.

Nurisjah S. 2004. Analisis dan Perencanaan Tapak. Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID).

Nurisjah S, Pramukanto Q. 2001. Perencanaan Kawasan untuk Pelestarian Lanskap dan Taman Sejarah. Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor(ID).

Nurisjah S, Pramukanto Q. 2009. Penuntun Praktikum Perencanaan Lanskap. Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor(ID).

Republik Indonesia. 1993. Peraturan pemerintah No. 10 Tahun 1993 tentang Benda Cagar Budaya. Lembaran Negara RI Tahun 1993, No. 14. Sekretariat Negara. Jakarta.

Republik Indonesia. 2009. Undang-undang No. 10 Tahun 2009 tentang Pariwisata. Lembaran Negara RI Tahun 2009, No. 1. Sekretariat Negara. Jakarta

Republik Indonesia. 2010. Undang-undang No. 10 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Lembaran Negara RI Tahun 2010, No. 14. Sekretariat Negara. Jakarta

Simonds J. O. dan Barry W. S. 2006. Landscape Architecture: A Manual of Side Planning and Design. New York (US): The McGraw-Hill Companies, Inc. Soebagjo, R. G. 1996. Anatomi Pariwisata. Jakarta: Gramedia.

Tilden F. 1967. Interpreting Our Heritage. Chapel Hill, NC (US): University Of North Carolina Press. Cetak ulang dalam Knudson D. M, Cable T. T. dan Beck L. 1995.

Wiryomartono A. B. P. 1995. Seni Bangunan dan Seni Binakota di Indonesia. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

Yoeti O. A. 1996. Desain dan Perencanaan Kawasan Pariwisata. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.


(3)

Lampiran 1Kuisioner pengunjung

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Kuesioner Penelitian

PERENCANAAN LANSKAP OBYEK WISATA SEJARAH GEDUNG JUANG 45 BEKASIJAWA BARAT

Tanggal Pengambilan :... No. Kuisioner : ... Assalamualaikum Wr.Wb.

Salam sejahtera,

Saya Bagus sajiwo, mahasiswa semester 8 Departemen Arsitektur Lanskap di Institut Pertanian Bogor. Saya mengharapkan bantuan dari Bapak/Ibu/Kakak/Adikuntuk mengisikuisioner penelitian saya yang berjudul Perencanaan lanskap obyek Wisata Sejarah Gedung Juang 45 Bekasi, Jawa barat. Terima kasih atas kesediaannya.

A. Karakteristik Responden

1. Nama: ... 2. Umur: ... 3. Jenis kelamin: ... 4. Daerah Asal: ... 5. Pendidikan terakhir anda:

a. SD b. SMP c. SMA

d. Perguruan tinggi e. Lainnya... 6. Pekerjaan/ Profesi anda saat ini:

a. Pelajar b. Mahasiswa c. Pegawai (Negeri/Swasta) d. Wiraswasta e.Lainnya...

B. Keberadaan Gedung Juang 45 Bekasi 1. Apakah Anda mengetahui sejarah Bekasi?

a. Mengetahui b. Sedikit Mengetahui c. Tidak Mengetahui 2. Dari mana Anda mengetahui informasi tentang sejarah Bekasi? *)

a. Sekolah b. Media cetak dan elektronik c. Keluarga d. Teman f.Lainnya (sebutkan)... 3. Apakah anda mengetahui keberadaan Gedung Juang 45 Bekasi?

a. Mengetahui b. Sedikit Mengetahui c. Tidak Mengetahui *apabila tidak mengetahui, langsung menuju Bagian C.

4. Apakah anda mengetahui sejarah Gedung Juang 45 Bekasi

a. Mengetahui b. Sedikit Mengetahui c. Tidak Mengetahui 5. Jika anda tahu, apapendapat anda tentang keberadaan Gedung Juang 45 Bekasi?

a. Baik b. Cukup Baik c. Buruk

6. Bagaimana keinginan Anda sebagai masyarakat Bekasi terhadap Gedung Juang 45 Bekasi? a. Obyek sejarah tersebut tetap dipertahankan dan dilestarikan apa adanya.

b. Obyek sejarah tersebut dilestarikan dan dikembangkan sebagai suatu obyekwisata sejarah yang rekreatif dan edukatif.


(4)

C. Persepsi masyarakat

1. Jika kawasan obyek sejarah di Gedung Juang 45 Bekasi ini dikembangkan sebagai suatu kawasan wisata sejarah, aktifitas/kegiatan apa saja yang ingin Anda lakukan?

Kegiatan Ranking

 Fotografi ...  Pertunjukan seni ...  Duduk-duduk ...  Melihat obyek wisata ...  Pengenalan sejarah ...  Jalan santai ...  Berjualan ...  Lainnya (sebutkan)... ... 2. Jenis fasilitas apa saja yang Anda inginkan untuk menunjang kegiatan tersebut?

Fasilitas Ranking

 Pusat informasi ...  Papan interpretasi ...  Ruang audio-visual ...  Tempat duduk ...  Area pertunjukan ...  Area Pameran ...  Perpustakaan ...  Mushala ...  Shelter ...  Toilet ...  Tempat souvenir ...  Parkir ...  Lainnya (sebutkan)... ...

3. Jika pada area tersebut diadakan atraksi wisata (pertunjukan seni/ drama sejarah), bagaimana pendapat Anda?

a. Setuju b. Tidak setuju Alasannya:

... ... 4. Jenis atraksi apa yang Anda inginkan di area tersebut? *)

a. seni b. Kesejarahan c. Lainnya (sebutkan)... ... 5. Apa harapan Anda sehubungan dengan adanya perencanaan kawasan wisata sejarah di Gedung

Juang 45 Bekasi?

... ... ... Keterangan: *) jawaban boleh lebih dari satu

- Terima kasih atas perhatian dan kerjasamanya – Terima kasih


(5)

Lampiran 2Tabel curah hujan Kabupaten Bekasi

Bulan Curah Hujan (mm)

2007 2008 2009 2010 2011

Januari 499,8 199,1 n/a 304,1 138,5

Februari 724,4 553,9 n/a 187 99,9

Maret 155,7 173,6 n/a 108,5 50,4

April 289,1 188,2 n/a 80,7 138,7

Mei 89,9 49,1 n/a 95,4 92,2

Juni 104,4 27,9 n/a 103 41,7

Juli - 3,1 n/a 62,3 44,5

Agustus 19,9 10,8 n/a 49,3 4,5

September 1,2 3,2 n/a 196 2,1

Oktober 104,1 83,9 n/a 292,2 43,9

November 132,8 109,5 n/a 149,4 110,1

Desember 320,4 165,7 n/a 112,3 152,1

Total 2441,7 1568,0 n/a 1740,2 918,6

Sumber: Perum Jasa Tirta II Bekasi Keterangan: n/a: data tidak tersedia

Lampiran 3Tabel jumlah hari hujan Kabupaten Bekasi

Bulan Jumlah hari hujan

2007 2008 2009 2010 2011

Januari 14 4 n/a 13 9

Februari 18 24 n/a 78 8

Maret 14 10 n/a 6 6

April 12 11 n/a 5 7

Mei 7 3 n/a 6 7

Juni 7 2 n/a 6 4

Juli - 1 n/a 5 2

Agustus 2 1 n/a 4 -

September 1 1 n/a 9 -

Oktober 6 7 n/a 10 4

November 10 10 n/a 10 7

Desember 15 10 n/a 9 10

Total 106 84 n/a 161 64

Sumber: Perum Jasa Tirta II Bekasi Keterangan: n/a: data tidak tersedia


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 10 Oktober 1991 dari ayah bernama Djoko Wahyono dan Ibu Nining Yuningsih. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara.

Pendidikan diawali penulis pada Taman Kanak-Kanak Pertiwi Bogor pada tahun 1997. Kemudian dilanjutkan pada SD Bantarkemang II, Bogor dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama masuk di SMP Negeri 3 Bogor sampai dengan tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis masuk di SMA Negeri 7 Bogor. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 7 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis mengikuti tingkat persiapan bersama selama satu tahun dan pada tahun berikutnya diterima masuk sebagai mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis mendapat pengalaman menjadi assisten mata kuliah Teori Desain Lanskap pada tahun ajaran 2013/2014, anggota Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskapserta Koordinator Desa Kedawung, Karawang Jawa Barat pada Kuliah Kerja Profesi tahun 2012. Penulis juga beberapa kali aktif dalam kepanitiaan di Departemen Arsitektur Lanskap. Selain itu penulis juga pernah mengikuti beberapa sayembara di bidang arsitektur dan desain seperti sayembara bangunan pasca kiamat dari WEG Universitas Gajah Mada dan terpilih sebagai tiga besar dalam acara workshop nasional ILASW yang diadakan oleh Institut Pertanian Bogor.