Metode Perencanaan Lanskap Obyek Wisata Sejarah Gedung Juang 45 Bekasi Jawa Barat

guna lahan, iklim, tanah, visual, hidrologi, dan vegetasi. Analisis spasial menggunkanan skoring dilakukan pada komponen topografi. Analisis tata guna lahan dilakukan secara deskriptif untuk mengetahui pengaruh penggunaan lahan saat ini terhadap keberadaan elemen dalam tapak. Analisis ini mengacu pada dokumen RTRW Kabupaten Bekasi tahun 2011-2031 yang kemudian dibandingkan dengan penggunaan lahan disekitar tapak pada saat ini. Suhu dan kelembaban merupakan faktor utama yang mempengaruhi kenyamanan dan aktifitas manusia. Analisis deskriptif pada komponen iklim dilakukan untuk melihat tingkat kenyamanan pada tapak. Analisis ini menggunakan data sekunder dari pihak terkait berupa suhu, kelembaban penyinaran dan curah hujan. Analisis topografi bertujuan untuk mengetahui kemiringan tapak yang sesuai untuk pengembangan wisata. Analisis ini dilakukakan dengan teknik skoring menggunakan klasifikasi kemiringan menurut pedoman penyusunan pola rehabilitasi lahan dan konservasi tanah 1986 dalam Hardjowigeno 1994 dan standar pengembangan tapak oleh Harris dan Dines 1988.Area dengan kemiringan 0-8 memiliki tingkat kesesuaian pengembangan tapak yang tinggi memiliki skor 3, area dengan kemiringan 8-15 cukup sesuai dengan pengembangan tapak namun jenis kegiatan yang dapat dikembangkan terbatas diberi skor 2, kemudian area dengan kemiringan diatas 15 kurang sesuai untuk pengembangan tapak diberi skor 1. Hasil analisis ini kemudian dispasialkan menjadi peta analisis kesesuaian lahan untuk pengembangan wisata dengan tiga zona yaitu zona kesesuaian tinggi, sedang, dan rendah. Hidrologi tapak dianalisis secara deskriptif guna mengetahui pola aliran drainase pada tapak dan ketersediaan air sebagai pertimbangan untuk pengembangan fasilitas pada tapak. Analisis deskriptif pada vegetasi bertujuan untuk mengetahui vegetasi eksisting pada tapak yang memiliki potensi untuk menunjang pengembangan wisata. Vegetasi yang ada pada tapak dilihat berdasarkan jenis, jumlah dan distibusinya. Analisis tanah dilakukan secara deskriptif untuk mengetahui kesesuaian tipe tanah yang ada pada tapak untuk pengembangan wisata mengacu pada sifat fisik dan kimia. Analisis visual bertujuan untuk mengetahui area-area yang berpotensi memilikikualitas visual baik good view bagi pengunjung serta area-area dengan visual kurang baik bad view. 2 Aspek Kesejarahan Aspek kesejarahandianalisis secara spasial dan deskriptif melalui penelusuran sejarah GJ45Bguna mengetahui nilai kesejarahan yang dimiliki oleh GJ45B. Analisis kesejarahan ini menggunakan kriteria penentuan nilai sejarah suatu lanskapyaitu keaslian, keunikan, nilai sejarah, keutuhan, estetika, kejamakan, dan keistimewaan Nurisjah dan Pramukanto, 2001. Analisis secara deskriptif dilakukan pada nilai kesejarahan dengan kriteria keunikan, nilai sejarah, estetika, kejamakan, dan keistimewaan pada tapak. Sedangkan keaslian, dan keutuhan dianalisis secara spasial dengan menggunakan teknik skoring. Analisis ini mengacu pada definisi kriteria nilai kesejarahan lanskap yang dikemukakan oleh Nurisjah dan Pramukanto 2001. Pada analisis dengan kriteria keunikan tapak dinilai menurut kondisi fisik pada masing-masing elemen pembentuk lanskap GJ45B dengan melibatkan narasumber yaitu saksi sejarah dan sejarawan yang mengetahui tentang GJ45B. Area dengan kondisi fisik elemen yang memiliki tingkat keaslian 80 diberi skor 3. elemen dengan tingkat keaslian 30-80 diberi skor 2, sedangkan skor 1 diberikan pada area dengan kondisi fisik elemen yang memiliki tingkat keaslian 30. Sama halnya dengan penilaian pada kriteria keaslian, penilaian untuk kriteria keutuhan dilakukan dengan melihat kondisi fisik elemen yang ada pada tapak dengan melibatkan narasumber yaitu saksi sejarah dan sejarawan. Area dengan elemen yang kondisi keutuhannya 80 diberi skor 3. Area dengan kondisi keutuhan fisik elemen 30-80 diberi skor 2. Area dengan kondisi keutuhan fisik 30 diberi skor 1. Hasil analisis spasial pada kedua kriteria ini kemudian dioverlay untuk menghasikan zona nilai kesejarahan. Tapak dikelompokan menjadi tiga jenis area menurut masing-masing kriteria yaitu area dengan nilai kesejarahan tinggi yang diberi skor satu, area dengan nilai kesejarahan sedang yang diberi skor dua dan area dengan nilai kesejarahan rendah yang diberi skor tiga. Persepsi masyarakat tentang keberadaan GJ45B yang diperoleh dari kuisioner Lampiran 1 diolah dengan metode statistik sederhana dan dianalisis secara deskriptif. Hasilnya disajikan dalam bentuk deskriptif dan grafik yang menjelaskan persepsi masyarakat mengenai tapak. 3 Aspek wisata Aspek wisata dianalisis secara deskriptif dan spasial untuk mengidentifikasi potensi dan kendala untuk pengembangan wisata.Analisis deskriptif dilakukan pada komponen aksesibilitas, sarana dan prasarana, pengunjung, serta peraturan dan kebijakan. Analisis spasial dilakukan pada komponen atraksi daya tarik wisata untuk melihat jenis dan distribusi dari obyek yang ada pada tapak dengan melihat nilai kesejarahan elemen pembentuk lanskap GJ45B. Analisis ini menghasilkan zona daya tarik wisatasejarah yang terdiri dari areadengan daya tarik wisata tinggi, sedang dan rendah.Area daya tarik wisata tinggi adalah area yang memiliki daya tarik elemen bersejarah dan berpotensi tinggi untuk kegiatan wisata sejarah. Area ini diberi skor 3.Area daya tarikwisata sedang merupakan area yang memiliki daya tarik elemen bersejarah dan potensi yang tidak terlalu tinggi sehingga area ini diberi skor 2.Area daya tarik wisata rendahmerupakan area dengan daya tarik elemen bersejarah dan potensi wisata sejarah yang rendah sehingga area ini diberi skor 1. 4 Hasil analisis Hasil analisis spasial aspek fisik dan biofisik, aspek kesejarahan dan aspek wisata kemudian dioverlaymenjadi peta komposit untuk mendapatkan zona kesesuaian wisata sejarah dengan bobot aspek fisik kemiringan lahan sebesar 30, bobot aspek kesejarahan keaslian dan keutuhan40, serta aspek wisata daya tarik wisata 30. Nilai kesejarahan tapak memiliki bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan topografi dan daya tarik wisata, karena nilai kesejarahan menjadi faktor penentu kegiatan wisatayang akan berlangsung di tapak yaitu untuk membatasi kegiatan wisata dalam tapak sebagai upaya pelestarian obyek bersejarah dalam tapak. Proses overlay dilakukan dengan menjumlahkan skor masing-masing peta dengan bobotnya. Hasil penjumlahan skor tersebut menghasilkan area dengan nilai yang bervariasi. Berdasarkan nilai tersebut dibuat selang klasifikasi pengembangan area dengan mengunakan rumus: Banyaknya klasifikasi penilaian yang digunakan adalah 3, yaitu area dengan kesesuaian wisata sejarah tinggi, area dengan kesesuaian wisata sejarah sedang dan area dengan kesesuaian wisata sejarah rendah. Sehingga nilai K yang digunakan pada rumus adalah 3. Setelah didapatkan selangnya, nilai yang yang dihasilkan sebelumnya kemudian dikelompokkan menurut 3 klasifikasi.

3.4.4. Konsep

Pada tahap ini ditentukan konsep dasar rencana lanskap wisata GJ45B. Konsep dasar tersebut kemudian dikembangkan menjadi konsep ruang, konsep sirkulasi, konsep vegetasi, konsep aktifitas dan fasilitas dengan menggunakan pendekatan kesejarahan dan kegiatan wisata dalam pengembangannya.

3.4.5. Sintesis

Sintesis merupakan tahap lanjutan dari tahap analisis. Pada tahap sintesis hasil dari proses analisis akan dijadikan bahan acuan dalam penentuan ruang yang akan dikembangkan.Hasil analisis akan menjadi bahan pertimbangan dalam proses pembagian ruang dalam tahap ini. Solusi penataan ruang akan dibuat berdasarkan potensi dan kendala pada tahap analisis. Selanjutnya hasil sintesis tersebut dispasialkan dalam bentuk rencana blok Block plan. Tahap inidikerjakan secara simultan dengan tahap penyusunan konsep agar menghasilkan perencanaan lanskap yang lebih terarah dengan baik. 3.4.6. Perencanaan Lanskap Pada tahap perencanaan lanskap, rencana blok kemudian diterjemahkan menjadi rencana lanskap yang menggambarkan keadaan tapak setelah pengembangan. Pada tahap ini pengembangan konsep yang telah dibuat kemudian dituangkan dalam rencana tapak melalui penataan elemen penyusun tapak sesuai dengan fungsi-fungsi ruang yang dikembangkan. Rencana lanskap yang dibuat akan mencakup pembagian ruang, jalur sirkulasi, aktifitas dan fasilitas. Keterangan: S: Selang klasifikasi penilaian S maks: Jumlah skor tertinggi S min: Jumlah skor terendah K: Banyaknya klasifikasi penilaian IV. KONDISI UMUM WILAYAH KABUPATEN BEKASI

4.1. Letak geografis dan administratif

Secara geografis Kabupaten Bekasi berada pada posisi 6º10’53” - 6º30’6” Lintang Selatan dan 106º48’28” - 107º27’29” Bujur Timur dan terletak pada bagian utara dari Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Bekasi memiliki luas wilayah 127.388 Ha dan jumlah penduduk hingga tahun 2007 sebanyak 2,7 juta jiwa, sehingga kepadatan penduduk di Kabupaten Bekasi sebesar 6.465 jiwaKm 2 desa BAPPEDA, 2012. Secara administratif pemerintahan, sesuai dengan Perda No. 26 Tahun 2001 tentang penataan, pembentukan dan pemekaran kecamatan di Kabupaten Bekasi, ditetapkan wilayah Kabupaten Bekasi terbagi kedalam 23 kecamatan. Kecamatan yang terluas adalah Muaragembong dengan cakupan 14.009 Ha atau 11 dari luas KabupatenBAPPEDA, 2012. Batas administrasi wilayah iniadalahGambar 4: - Utara : berbatasan dengan Laut Jawa - Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Bogor - Barat : berbatasan dengan DKI Jakarta dan Kota Bekasi - Timur : berbatasan dengan Kabupaten Karawang

4.2. Topografi dan fisiografis

Berdasarkan topografi yang dimilikinya, Kabupaten Bekasi termasuk kedalam dataran rendah karena hampir 72 dari wilayah Kabupaten Bekasi berada pada ketinggian 0–25 mdpl dengan sudut kemiringan lahan yang bervariasi. Topografi dari Kabupaten Bekasi secara umum terdiri atas dua bagian, yaitu dataran rendah yang meliputi sebagian wilayah bagian utara dan dataran bergelombang di wilayah bagian selatan. Ketinggian Kabupaten Bekasi dari permukaan laut berkisar antara 6-115 mdpl BAPPEDA, 2012.

4.3. Geologi dan tanah

Kondisi geologi Kabupaten Bekasi secara keseluruhan cukup baik untuk pengembangan kawasan seperti mengembangkanmendirikan bangunan gedung berupa perumahan dan fasilitas umum untuk sarana dan prasarana perkotaan. Struktur geologi yang berada di Kabupaten Bekasi sebagian besar adalah Pleistocene Volcanic Facies dengan luas sekitar 75,11 dari wilayah total. Sedangkan sisanya terdiri dari Pliocene Sedimentary Faces dan Miocene Sedimentary FaceBP DAS Citarum-Ciliwung, 2007. Menurut data Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung 2007,jenis tanah di Kabupaten Bekasi dikelompokan menjadi tujuh kelompok yaitu: Asosiasi Podsolik Kuning dan Hidromorf Kelabu; Komplek Latosol Merah Kekuningan, Latosol Coklat, dan Podsolik Merah; Alluvial Kelabu Tua; Asosiasi Glei humus dan Alluvial Kelabu; Asosiasi Latosol Merah, Latosol Coklat Kemerahan, dan Laterit; Asosiasi Alluvial Kelabu dan Alluvial Coklat Kelabuan; dan Podsolik Kuning. Ditinjau dari teksturnya, sebagian besar tanah di Kabupaten Bekasi terdiri dari tanah bertekstur halus 75,76 yang tersebar di bagian barat Kabupaten Bekasi dan tanah yang bertekstur sedang 23,16 yang berada di bagian Utara dan Selatan Kabupaten Bekasi. Te luk Ja ka rta Ko ta Be ka si Ka ra wa ng Ka b up a te n Bo g o r Ka b up a te n Ka ra wa ng DKI Ja ka rta Gambar 4Peta Kabupaten Bekasi Sumber: BAPPEDA Kabupaten Bekasi

4.4. Iklim

Data iklim BAPPEDA Kabupaten Bekasi yang bersumber dari BMKG setempat menunjukan bahwa Kabupaten Bekasi memiliki suhu rata-rata udara minimum 28°C dan maksimum 32°C. Jumlah curah hujan rata-rata bulanan di Kabupaten Bekasi adalah 553,9 mm dengan rata-rata curah hujan harian adalah 4,22 mm. Curah hujan tertinggi dan hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Desember sedangkan untuk curah hujan dan hari hujan terendah terjadi pada bulan September. Kabupaten Bekasi memiliki tingkat kelembaban sekitar 80 BAPPEDA, 2012.

4.5. Hidrologi

Kabupaten Bekasi memiliki 16 aliran sungai besar yaitu: Sungai Ci Tarum, Bekasi, Ci Karang, Ci Herang, Belencong, Jambe, Sadang, Ci Kedokan, Ulu, Ci Lemahabang, Ci Beet, Pamingkis, Siluman, Serengseng, Sepak dan Jaeran. Selain itu kabupaten Bekasi juga memiliki 13 situ yang tersebar di beberapa Kecamatan yaitu: Situ Tegal Abidin, Situ Bojongmangu, Situ Bungur, Situ Ceper, Situ Cipagadungan, Situ Cipalahar, Situ Ciantra, Situ Taman, Situ Burangkeng, Situ Liang Maung, Situ Cibeureum, Situ Cilengsir dan Situ Binong. Kondisi air tanah yang terdapat di Kabupaten Bekasi digolongkan menjadi dua jenis yaitu air tanah dangkal dan juga air tanah dalam. Sumber air di Kabupaten Bekasi sebagian besar merupakan air tanah dangkal yang berada pada kedalaman 5-25 meter dari permukaan tanah BAPPEDA, 2012.

4.6. Sejarah

Dalam catatan sejarah, nama Bekasi memiliki arti dan nilai sejarah yang khas. Menurut Poerbatjaraka, kata Bekasi berasal dari kata Chandrabhaga. Chandra berarti bulan dalam bahasa Jawa Kuno, sama dengan kata Sasi dan Bhaga berarti bagian. Jadi secara etimologis kata Chandrabhaga berarti bagian dari bulan. Kata Chandrabhaga berubah menjadi Bhagasasi yang pengucapannya sering disingkat menjadi Bhagasi. Kemudian kata Bhagasi ini dalam pelafalan bahasa Belanda seringkali ditulis Bacassie kemudian berubah menjadi Bekasi hingga kini BAPPEDA, 2012. Bekasi mendapat julukan kota patriot sebab selama masa kolonial Belanda di daerah ini banyak terjadi peristiwa-peristiwa heroik. Julukan kota patriot sendiri diserukan oleh masyarakat Bekasi sehingga tidak diketahui secara jelas orang yang pertamakali mempopulerkan julukan tersebut 1 Kabupaten Bekasi kini telah mengalami banyak perubahan yang terjadi dari masa ke masa. Kabupaten Bekasi dimulai dari pembentukan Panitia Amanat Rakyat Bekasi yang dipelopori R. Supardi, M. Hasibuan, KH. Noer Alie, Namin, Aminudin dan Marzuki Urmaini, yang menentang keberadaan RIS- Pasundan dan menuntut berdirinya kembali Negara Kesatuan RI. Selanjutnya diadakan Rapat Raksasa di Alun-alun Bekasi yang dihadiri oleh sekitar 40.000 orang rakyat Bekasi pada tanggal . 1 Wawancara dengan Sersan Mayor TNI AD Purn Veteran, Edi B. Somad April 2013. 17 Februari 1950. Panitia Amanat Rakyat Bekasi menyampaikan tuntutan rakyat Bekasi yang berbunyi : 1. Penyerahan kekuasaan Pemerintah Federal kepada Republik Indonesia. 2. Pengembalian seluruh Jawa Barat kepada Negara Republik Indonesia. 3. Tidak mengakui lagi adanya pemerintahan di daerah Bekasi, selain Pemerintahan Republik Indonesia. 4. Menuntut kepada pemerintah agar nama Kabupaten Jatinegara diganti menjadi Kabupaten Bekasi. Upaya para pemimpin Panitia Amanat Rakyat Bekasi untuk memperoleh dukungan dari berbagai pihak terus dilakukan. Diantaranya melalui pendekatan terhadap para pemimpin Masjumi, tokoh militer Mayor Lukas Kustaryo dan Moh. Moefreini Mukmin di Jakarta. Pengajuan usul tersebut dilakukan tiga kali antara bulan Februari sampai dengan bulan Juni 1950 hingga akhirnya setelah dibicarakan dengan DPR RIS dan Mohammad Hatta menyetujui penggantian nama Kabupaten Jatinegara menjadi Kabupaten Bekasi . Persetujuan pembentukan Kabupaten Bekasi semakin kuat setelah dikeluarkannya Undang-undang No. 14 Tahun 1950. Kabupaten Bekasi secara resmi dibentuk dan ditetapkan tanggal 15 Agustus 1950 sebagai Hari Jadi Kabupaten Bekasi BAPPEDA, 2012.