Kerangka pikir Perencanaan Lanskap Obyek Wisata Sejarah Gedung Juang 45 Bekasi Jawa Barat

umumnya mempertimbangkan aspek-aspek yang berperan dalam dinamika perubahan lanskap tersebut yang meliputi aspek sejarah, aspek arkeologis, aspek etnografis, dan nilai-nilai desain yang dimilikinya. Sebuah lanskap sejarah perlu dilestarikan untuk tetap dapat dinikmati dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Pelestarian lanskap sejarah dapat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memproteksi atau melindungi peninggalan budaya dan sejarah terdahulu yang bernilai dari perubahan yang negatif atau yang merusak keberadaaannya atau nilai-nilai yang dimilikinya. Kegiatan pelestarian lanskap sejarah ini, selanjutnya, menitikberatkan pada berbagai upaya guna menciptakan pemanfaatan yang lebih kreatif, menghasilkan berbagai produk warisan heritage products yang baru, melaksanakan berbagai program partisipasi, melaksanakan analisis ekonomi serta berbagai kegiatan ekonomi dan budaya di kawasan pelestarian tersebut Nurisjah dan Pramukanto, 2001. Goodchild 1990 menyatakan beberapa tindakan pelestarian yang dapat diterapkan pada suatu kawasan atau bagiannya yang terdiri dari satu tindakan atau campuran dari beberapa tindakan dengan kombinasi yang berbeda. Tindakan pelestarian tersebut diantaranya: 1. Rekonstruksi, yaitu mengembalikan keadaan suatu objek atau tempat yang pernah ada, tetapi sebagian besar telah hilang atau sama sekali hilang. 2. Pemberian informasi, hal ini sebagai pedoman atau saran kepada pengelola, penghuni, dan pihak-pihak lain yang terkait, seperti perencana atau pemerintah. 3. Meningkatkan pengelolaan dan perawatan pada tapak. 4. Preservasi, merupakan tindakan menjaga suatu objek pada kondisi yang ada dengan mencegah kerusakan dan perubahan. 5. Perbaikan objek, yaitu memperbaiki atau menyelamatkan objek yang telah rusak atau keadaannya telah memburuk dengan tidak merubah karakter atau keutuhan objek. 6. Meningkatkan karakter sejarah pada tapak melalui perbaikan, pembaharuan, rekonstruksi, atau pembuatan desain baru berdasarkan nilai sejarah. 7. Stabilitas dan konsolidasi, yaitu memperbaiki dan menyelamatkan objek dari segi struktur tanpa mengubah atau dengan perubahan yang minimal pada penampakan keutuhan sejarahnya. 8. Memperbaiki karakter estetis dari tapak melalui perbaikan, pembaharuan, rekonstruksi, atau desain baru berdasarkan nilai sejarah. 9. Adaptasi atau revitalisasi, yaitu penyesuaian suatu objek pada suatu kawasan untuk keadaan atau penggunaan baru yang sesuai, yang dilakukan dengan pemahaman yang mendalam terhadap karakter sejarah yang dimiliki objek sehingga karakter dan keutuhan kawasan asli tetap terpelihara. Goodchild 1990 dalam Nurisjah dan Pramukanto 2009 menyatakan bahwa suatu bentukan lanskap dapat dikatakan memiliki nilai sejarah apabila memenuhi minimal salah satu kriteria berikut: 1. Kriteria umum: a. Etnografis, yang artinya bahwa lanskap yang terbentuk merupakan suatu sistem ekonomi dan sosial suatu kelompoketnik. Jenis lanskap ini terbagi menjadi urbanlandscape dan rurallandscape. b. Assosiatif, suatu bentukan lanskap yang berasosiai atau dapat dihubungkan dengan suatu peristiwa, personal masyarakat, legenda, pelukis, estetika dan sebagainya. Contoh lanskap ini banyak terdapat di Indonesia yang memiliki banyak sekali cerita rakyat terkait dengan bentukan lanskap yang terdapat di Indonesia. c. Adjoining merupakan bentukan lanskap yang merupakan bagian dari suatu unit tertentu, bagian monumen atau bagian struktur bangunan tertentu. Contohnya adalah lanskap sejarah kota Jakarta lama dan Kota-kota kolonial lainnya. 2. Kriteria khusus: a. Lanskap yang terbentuk merupakan suatu contoh penting dari suatu tipe sejarah. b. Mengandung bukti-bukti penting, baik yang terdapat pada permukaan tapak maupun yang terdapat dibawah tanah yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Contohnya seperti bentuk tata guna lahan, lanskap, taman, dan juga nilai budaya yang berpengaruh terhadap suatu bentukan lanskap. 3. Terdapat kaitan dengan masyarakat atau peristiwa sejarah yang penting: a. Nilai sejarah, menyatakan bahwa suatu lanskap yang terbentuk merupakan lokasi dari peristiwa penting yang memiliki ikatan simbolis antara peristiwa dahulu dan sekarang dalam kehidupan masyarakat. b. Kejamakan, menunjukkan bahwa lanskap yang terbentuk dapat melestarikan suatu karya sebagai wakil dari suatu kelas atau tipe lanskap tertentu. c. Kelangkaan, yang artinya adalah lanskap yang terbentuk memiliki keunikan sebab merupakan satu-satunya contoh atau perwakilan dari tipe budaya tertentu. d. Keistimewaan, merupakan suatu karya lanskap yang merupakan suatu master piece. e. Estetik, bentukan lanskap yang terbentuk merupakan prestasi khusus dalam suatu gaya sejarah tertentu. f. Memperkuat kedudukan kawasan di sekitarnya. 4. Mengandung nilai-nilai yang terkait dengan bangunan bersejarah, monumen dan taman.

2.3. Masa kolonial Belanda

Masa kolonial Belanda berlangsung cukup lama di Indonesia yaitu berkisar antara tahun 1600an sampai dengan tahun 1945 atau sekitar 3,5 abad lamanya. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi budaya yang ada di Indonesia contohnya pada pola pemukiman dan arsitektur dari bangunan-bangunan yang ada di Indonesia terlebih lagi yang terdapat di Pulau Jawa. Pada masa kolonial Belanda, Pulau Jawa merupakan bagian dari sebuah sistem budaya yang turut serta memberi pengaruh cukup besar di Indonesia Wiryomartono, 1995. Lebih jauh Wiryomartono 1995 memaparkan bahwa pada abad ke-19 pemantapan kekuasaan Hindia-Belanda sejak Daendeles hingga Van den Bosch di Indonesia telah menghadirkan peradaban baru yang membuka interaksi antara tradisi lokal dan Modern Barat yang kemudian berlanjut dengan pembentukan beberapa gemeente pada tahun 1904 hingga tahun 1906 di beberapa kota seperti Batavia, Bandung, Semarang, dan Surabaya. Permasalahan yang dihadapi tataruang kota pada masa kolonial tidak lepas dari politik pemisahan ras yang dilakukan oleh pemerintah Hindia-Belanda. Segregasi ras yang dilakukan oleh pemerintah Hindia-Belanda ini dibuat sedemikian rupa agar tidak terlihat mencolok antara ras pribumi dan nonpribumi. Pemerintah Hindia-Belanda mencoba membuat transisi dari pemukiman ras Eropa dan pribumi dengan memasukan ras Tionghoa, Arab dan India diantaranya Wiryomartono, 1995.

2.4. Wisata dan Wisata Sejarah

Wisata tour adalah perpindahan orang untuk sementara dalam jangka waktu tertentu ke tujuan-tujuan di luar tempat dimana mereka biasa tinggal dan bekerja. Pelaku wisata atau wisatawan pergi ke suatu obyek wisata karena didasari motivasi yang bersifat rekreatif motif tamasya dan rekreasi dan non-rekreatif motif kebudayaan, olah raga, bisnis, konvensi, spiritual, kesehatan dan interpersonal. Pada prinsipnya ada tiga sektor yang terdapat dalam kegiatan wisata, yaitu sektor bisnis, non-bisnis dan pemerintah. Fasilitas wisata dibuat untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam beraktifitas selama tinggal di tempat tujuan tersebut Gunn, 1993. Pengertian lain dari wisata menurut Nurisjah dan Pramukanto 2009, merupakan rangkaian kegiatan berupa pergerakan manusia yang melakukan perjalanan dan persinggahan sementara dari tempat tinggalnya ke tempat tujuan di luar dari lingkungan tempat tinggalnya, yang didorong oleh berbagai keperluan dan tanpa bermaksud untuk mencari nafkah tetap. Dalam merencanakan suatu tempat wisata yang baik haruslah mencakup semua perjalanan, bisa memprediksikan perkembangan yang baik dari masa ke masa yang akan datang, dan melibatkan ketiga sektor yang ada dalam kegiatan wisata itu. Pengembangan tapak untuk kegiatan wisata bergantung pada sisi supply dan demand dari tapak tersebut. Kedua faktor tersebut harus seimbang sebab kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam kegiatan wisata. Supply penawaran merupakan sesuatu yang ditawarkan dalam kegiatan wisata yang dapat berupa pengembangan fisik dan program wisata untuk pengunjung Gunn, 1993. Lima komponen yang perlu diperhatikan dalam pengembangan tapak untuk tujuan wisata dari sisi supplyyaitu: daya tarik attractions, pelayanan, transportasi, promosi dan informasi. Daya tarik merupakan salah satu komponen penting dalam kegiatan wisata. Daya tarik memiliki dua tujuan utama dalam kegiatan wisata yaitu untuk membujuk, memikat, atau merangsang pengunjung untuk melakukakn kegiatan wisata dan untuk memberi kepuasan kepada pengunjung Gunn, 1993.Lebih lanjut Gunn 1993 menjabarkan peranan kelima komponen wisata tersebut sebagai berikut:

1. Dayatarik dalam wisata diklasifikasikan menjadi touring circuit dan longer-

stay. Touring circuit merupakan atraksi yang dikunjungi dalam perjalanan wisata dengan waktu yang terhitung singkat. Klasifikasi ini membutuhkan sumberdaya, desain dan program yang spesifik untuk wisatawan yang akan berkunjung setiap harinya. Sedangkan longer-staymembutuhkan sumberdaya, desain dan program untuk wisata yang lebih dari sekedar kunjungan yang singkat.