Latar Belakang Perencanaan Lanskap Obyek Wisata Sejarah Gedung Juang 45 Bekasi Jawa Barat

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lanskap

Lanskap adalah sebuah bentang alam dengan karakteristik tertentu dengan nilai khasyang dapat berupa keseluruhan tapak maupun hanya berupa pemandangandapat dinikmati oleh seluruh indera manusia Simonds dan Starke, 2006. Lanskap terdiri dari lanskap alami dan lanskap buatan. Lanskap alami membutuhkan pemahaman yang lebih mendalam bagi perancang agar tetap dapat menjaga elemen yang ada pada lanskap tersebut. Lanskap buatan merupakan lanskap alami yang telah mengalami modifikasidan penyesuaian yang dilakukan oleh manusia. Lanskap terdiri dari major feature dan minor feature. Major feature fitur lanskap mayor merupakan bentukan-bentukan penampakan dan kekuatan lanskap alam yang dominan, serta sangat sedikit yang dapat diubah. Beberapa elemen lanskap alami yang tidak dapat diubah yaitu bentukan topografi seperti bentukan pegunungan, lembah, sungai dan pantai, penampakan presipitasi, embun, kabut dan sebagainya. Sedangkan minor feature fitur lanskap minor yaitu elemen lanskap yang dapat diubah yaitu bukit-bukit, semak belukar, parit dimana seorang perencana dapat memodifikasinya Simonds dan Starke, 2006. Menurut Gold 1980, elemen lanskap dapat dikelompokan menjadi tiga macam elemen, yaitu elemen lanskap makro, mikro dan buatan manusia man made. Elemen lanskap makro meliputi iklim curah hujan, suhu, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin serta kualitas visual tapak. Elemen mikro meliputi topografi kontur, kemiringan lahan dan pola drainase, jenis tanah dan keadaaanya, vegetasi, satwa dan hidrologi. Elemen lanskap buatanman made manusia meliputi jaringan transportasi, tata guna lahan, pola permukiman dan struktur bangunan.

2.2. Lanskap Sejarah

Lanskap sejarah historicallandscape, merupakan suatu bentukan lanskap pada masa lalu yang terdiri dari bukti-bukti fisik tentang keberadaan manusia pada suatu tempat Harris dan Dines, 1988. Nurisjah dan Pramukanto 2009 menyebutkan bahwa lanskap sejarah penting dilestarikan untuk memberikan suatu makna simbolis bagi peristiwa terdahulu. Lingkungan fisik yang tertata dapat menjadi penghubung antara peristiwa masa lalu dengan peristiwa yang menentukan masa depan melalui kontak fisiknya. Tanpa suatu kesan konteks fisik, maka pengetahuan kita mengenai peristiwa sejarah terbatas pada catatan lisan dan gambar-gambar grafis. Lebih lanjut Nurisjah dan Pramukanto 2009 menerangkan bahwa kawasan sejarah merupakan lokasi situs bagi peristiwa sejarah yang penting dilestarikan untuk memberikan suatu makna bagi peristiwa terdahulu. Tindakan pelestarian lanskap sejarah dapat dilakukan dengan suatu bentuk pendekatan atau kombinasi beberapa pendekatan. Pendekatan ini terutama diterapkan terhadap nilai-nilai, makna atau arti kesejarahan yang dimiliki oleh suatu tatanan lanskap landscape fabric dan bentang alam atau taman tersebut secara fisik. Pendekatan ini umumnya mempertimbangkan aspek-aspek yang berperan dalam dinamika perubahan lanskap tersebut yang meliputi aspek sejarah, aspek arkeologis, aspek etnografis, dan nilai-nilai desain yang dimilikinya. Sebuah lanskap sejarah perlu dilestarikan untuk tetap dapat dinikmati dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Pelestarian lanskap sejarah dapat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memproteksi atau melindungi peninggalan budaya dan sejarah terdahulu yang bernilai dari perubahan yang negatif atau yang merusak keberadaaannya atau nilai-nilai yang dimilikinya. Kegiatan pelestarian lanskap sejarah ini, selanjutnya, menitikberatkan pada berbagai upaya guna menciptakan pemanfaatan yang lebih kreatif, menghasilkan berbagai produk warisan heritage products yang baru, melaksanakan berbagai program partisipasi, melaksanakan analisis ekonomi serta berbagai kegiatan ekonomi dan budaya di kawasan pelestarian tersebut Nurisjah dan Pramukanto, 2001. Goodchild 1990 menyatakan beberapa tindakan pelestarian yang dapat diterapkan pada suatu kawasan atau bagiannya yang terdiri dari satu tindakan atau campuran dari beberapa tindakan dengan kombinasi yang berbeda. Tindakan pelestarian tersebut diantaranya: 1. Rekonstruksi, yaitu mengembalikan keadaan suatu objek atau tempat yang pernah ada, tetapi sebagian besar telah hilang atau sama sekali hilang. 2. Pemberian informasi, hal ini sebagai pedoman atau saran kepada pengelola, penghuni, dan pihak-pihak lain yang terkait, seperti perencana atau pemerintah. 3. Meningkatkan pengelolaan dan perawatan pada tapak. 4. Preservasi, merupakan tindakan menjaga suatu objek pada kondisi yang ada dengan mencegah kerusakan dan perubahan. 5. Perbaikan objek, yaitu memperbaiki atau menyelamatkan objek yang telah rusak atau keadaannya telah memburuk dengan tidak merubah karakter atau keutuhan objek. 6. Meningkatkan karakter sejarah pada tapak melalui perbaikan, pembaharuan, rekonstruksi, atau pembuatan desain baru berdasarkan nilai sejarah. 7. Stabilitas dan konsolidasi, yaitu memperbaiki dan menyelamatkan objek dari segi struktur tanpa mengubah atau dengan perubahan yang minimal pada penampakan keutuhan sejarahnya. 8. Memperbaiki karakter estetis dari tapak melalui perbaikan, pembaharuan, rekonstruksi, atau desain baru berdasarkan nilai sejarah. 9. Adaptasi atau revitalisasi, yaitu penyesuaian suatu objek pada suatu kawasan untuk keadaan atau penggunaan baru yang sesuai, yang dilakukan dengan pemahaman yang mendalam terhadap karakter sejarah yang dimiliki objek sehingga karakter dan keutuhan kawasan asli tetap terpelihara. Goodchild 1990 dalam Nurisjah dan Pramukanto 2009 menyatakan bahwa suatu bentukan lanskap dapat dikatakan memiliki nilai sejarah apabila memenuhi minimal salah satu kriteria berikut: 1. Kriteria umum: a. Etnografis, yang artinya bahwa lanskap yang terbentuk merupakan suatu sistem ekonomi dan sosial suatu kelompoketnik. Jenis lanskap ini terbagi menjadi urbanlandscape dan rurallandscape. b. Assosiatif, suatu bentukan lanskap yang berasosiai atau dapat dihubungkan dengan suatu peristiwa, personal masyarakat, legenda,