Masa kolonial Belanda Perencanaan Lanskap Obyek Wisata Sejarah Gedung Juang 45 Bekasi Jawa Barat

pengelola adalah dapat mengurangi tingkat vandalisme pada obyek yang di interpretasikan Anderson dan Low, 1985. Konsep utama dari interpretasi sebuah tapak yang representatif dimulai dengan mengetahui apa yang dinginkan oleh pengunjung. Hal ini dapat terlihat melalui fakta berupa karakteristik dari masyarakat yang direpresentasikan dan penampilan dari bangunan dan rumah yang ada. Dengan adanya kedua hal tersebut pengunjung diharapkan mengerti sebuah konsep yaitu tentang kebutuhan setiap orang pada setiap masa hampir sama, dan setiap masa memiliki caranya masing-masing dalam memenuhi kebutuhan tersebut dan tapak ini mencoba merepresentasikan karakteristik dari masa tersebut Tilden, 1967. Menurut Mills 1920 dan Tilden 1967 interpretasi berbeda dengan pendidikan formal seperti sekolah, walaupun orang-orang belajar dari hal itu. Museum menggunakan pendidikan dan interpretasi bukan hanya pada murid sekolah. Pihak pengelola melakukan pendekatan edukasi pada murid sekolah dan melakukan pendekatan interpretasi untuk pengunjung informal. Sebuah riset menunjukan tentang bagaimana seseorang menyerap informasi secara umum melalui kelima inderanya. Manusia menggunakan semua indera mereka untuk belajar. Proporsi yang dimiliki manusia untuk belajar adalah sebagai berikutCountryside Commission, 1980: Indera Persentasi Melihat 75 Mendengar 13 Menyentuh 6 Merasa 3 Mencium 3 Terdapat empat prinsip utama sebagai dasar untuk memperoleh informasi berupa pengetahuan Christensen, 1990 yaitu melalui visual, auditory, kinesthetic dan simbol-simbol: 1. Pembelajaran melalui visual dapat berupa sebuah karya seni, sculpture, grafis dan peta. 2. Pembelajaran auditory dapat dilakukan melalui pola-pola suara seperti pidato, musik, lagu, dan pola beritme. 3. Kinesthetic merupakan metode yang berhubungan dengan pergerakan, 4. Simbol-simbol dan kode dapat membantu seseorang untuk belajar dari sesuatu yang nyata atau membayangkan sesuatu, kegiatan belajar ini dapat pula dilakukan dengan membaca buku, menulis dan aritmatik. Kegiatan interpretasi umumnya menggunakan keempat metode tersebut sebagai dasar pembelajaran. Keempat hal tersebut membantu sesorang untuk menyentuh, melihat, dan mengatur sebuah obyek nyata. Selain itu metode interpretasi tersebut, terdapat juga metode lain dalam interpretasi yang berguna sebagai pelengkap atau pengganti selain menggunakan seorang interpreter. Metode-metode tersebut dapat berupa sebuah publikasi, exhibition museum, dan juga variasi dari berbagai alat elekronik dan teknologi lainnyaChristensen, 1990. Penggunaan teknologi sebagai media interpretasi merupakan cara yang baik untuk memancing banyak orang kedalam program interpretasi. Pada awalnya interpretasi terbatas hanya pada penggunaan media cetak sebagai media untuk mengkomunikasikan hal yang akan diinterpretasikan. Sehingga sesuatu yang ingin diinterpretasikan terbatas dan kadang tidak tergambarkan dengan baik. Perkembangan teknologi yang pesat dapat dimanfaatkan sebagai sarana interpretasi yang lebih menarik. Terdapat beberapa kelebihan dari penggunaan teknologi dalam kegiatan interpretasi. Penggunaan teknologi akan membuat seorang pengunjung lebih fokus terhadap isi pesan yang disampaikan sehingga menghasilkan pemahaman yang lebih baik Tilden, 1967.

2.6. Perencanaan Lanskap

Menurut Gold 1980, perencanaan merupakan suatu alat yang sistematis dan dapat digunakan untuk menentukan awal suatu keadaan dan merupakan cara terbaik untuk mencapai keadaan yang diharapkan tersebut. Selain itu, perencanaan merupakan proses untuk pengambilan keputusan berjangka panjang guna mendapatkan suatu model lanskap atau bentang alam yang fungsional, estetika dan lestari yang mendukung berbagai kebutuhan dan keinginan manusia dalam upaya meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan termasuk kesehatannya. Secara praktikal, kegiatan merencanakan suatu lanskap merupakan suatu proses pemikiran dari suatu ide, gagasan atau konsep kehidupan manusiamasyarakat ke arah suatu bentuk lanskap atau bentuk alam yang nyata dan berkelanjutan. Simonds dan Starke 2006menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu kemampuan untuk memahami dan menganjurkan adanya suatu perubahan dari yang mungkin atau tidak mungkin pada saat menjadi kenyataan pada masa yang akan datang. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tujuan perencanaan untuk menentukan tempat yang sesuai dengan daya dukung lahan dan keadaan umum masyarakat sekitar. Perencanaan lanskap merupakan salah satu bentuk produk utama dalam kegiatan arsitektur lanskap. Perencanaan lanskap merupakan suatu bentuk kegiatan penataan berbasis lahan melalui kegiatan pemecahan masalah yang dijumpai dan merupakan proses untuk pengambilan keputusan yang berjangka panjang. Suatu lanskap merupakan suatu prosespemikiran dari suatu ide, gagasan atau konsep kedalam bentuk bentang lama yang nyata Nurisjah dan Pramukanto 2009. Perencanaan kawasan wisata menurut Gunn 1993 merupakan proses pengintegrasian komponen komponen wisata yang meliputi daya tarik, pelayanan, transportasi, informasi, dan promosi. Proses ini ditujukan untuk memberikan kepuasan bagi pengunjung, meningkatkan aspek ekonomi, melindungi sumberdaya lahan dan mengintegrasikan aspek sosial dan ekonomi dari kawasan. Menurut Gold 1980 proses perencanaan yang baik merupakan proses yang dinamis, saling terkait dan saling menunjang. Proses ini merupakan alat yang sistematis yang digunakan untuk menentukan saat awal, keadaan yang diinginkan serta cara dan model terbaik yang diinginkan pada tapak. Proses perencanaan ini dibagi menjadi enam tahap, yaitu : persiapan, pengumpulan data, analisis, sintesis, perencanaan dan perancangan