Karakteristik Lokasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan Kualitas Lingkungan

33 V GAMBARAN UMUM

5.1 Karakteristik Lokasi

Desa Namo Bintang adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Luas desa secara keseluruhan sebesar 495,2 hektar yang terdiri dari 50 hektar daerah pemukiman, 35 hektar daerah pertanian sawah, 200 hektar daerah perladangan, dan 150 hektar daerah perkebunan, serta 60,2 hektar untuk fasilitas umum dan lain-lain. Secara administratif Desa Namo Bintang berbatasan dengan Kota Medan di sebelah Utara, Desa Namo Simpur Kecamatan Pancur Batu di sebelah Selatan, Desa Durin Tonggal Kecamatan Pancur Batu di sebelah timur dan berbatasan dengan Desa Baru Kecamatan Pancur Batu di sebelah Barat. Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang 2012 Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian keterangan: Lokasi TPAS Namo Bintang Tempat Pembuangan Akhir Sampah TPAS “Namo Bintang” terletak di sebelah Utara Desa Namo Bintang dan memiliki luas sebesar 176,392 m 2 . Jarak dari Kotamadya Medan ke TPAS “Namo Bintang” berkisar 17 km. Areal TPAS 34 “Namo Bintang” ini mulai dioperasikan sejak 5 Juli 1987 dan menggunakan sistem pemusnahan open dumping Dinas Kebersihan Kota Medan 2011. Saat ini jarak antara TPAS dengan lokasi tempat tinggal masyarakat terdekat adalah 300 meter, dimana masyarakat yang mendiami lokasi tersebut adalah masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai pemulung.

5.2 Karakteristik Responden

Responden utama dalam penelitian ini adalah masyarakat dan tenaga kerja. Karakteristik responden diuraikan berdasarkan jenis kelamin, umur, status, jumlah tanggungan, tingkat pendidikan formal, pekerjaan, pendapatan, sumber pendapatan lain, lama tinggal, dan jarak tempat tinggal ke lokasi TPAS.

5.2.1 Karakteristik Responden Masyarakat

Responden masyarakat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu pemulung dan non pemulung. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan di lokasi penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden masyarakat pemulung berjenis kelamin laki-laki sebanyak 29 responden 56,86, sedangkan responden masyarakat non pemulung memiliki jumlah yang sama antara laki-laki dan perempuan sebesar 16 . responden 50,00. Kondisi di lapang menjunjukkan di lokasi TPAS Namo Bintang yang bekerja sebagai pemulung lebih banyak laki-laki karena mengeluarkan tenaga yang cukup banyak, sedangkan yang bukan non pemulung cendrung merata karena kebanyakan memiliki usaha milik sendiri seperti warung. Karakteristik umur responden Desa Namo Bintang dibagi berdasarkan umur produktif dan umur tidak produktif. Umur produktif berada antara umur 20 tahun hingga 50 tahun, sedangkan umur tidak produktif berada diatas umur 50 tahun. Tabel 8 menunjukkan responden masyarakat pemulung umur 20 tahun hingga 35 tahun sebanyak 27 responden 52,94 dan responden masyarakat non pemulung sebanyak 16 responden 50,00. Hal ini menunjukkan bahwa responden Desa Namo Bintang berada pada umur produktif. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata responden berstatus sudah menikah baik responden masyarakat pemulung dan non pemulung sebanyak 43 responden 84,31 dan 31 responden 96,88. 35 Begitupun dalam jumlah tanggungan, 23 responden masyarakat pemulung 45,10 dan 20 responden masyarakat non pemulung 62,50 memiliki tanggungan sebanyak satu hingga dua orang. Berikut merupakan data karakteristik responden masyarakat yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Karakteristik responden masyarakat pemulung dan non pemulung TPAS “Namo Bintang” No. Karakteristik Pemulung Non Pemulung Σ Σ 1 Jenis Kelamin a. Laki – Laki 29 56,86 16 50,00 b. Perempuan 22 43,14 16 50,00 Total 51 100,00 32 100,00 2 Umur Tahun a. 20 - 35 27 52,94 16 50,00 b. 36 - 50 15 29,41 12 37,50 c. 50 9 17,65 4 12,50 Total 51 100,00 32 100,00 3 Status a. Belum Menikah 8 15,69 1 3,13 b. Sudah Menikah 43 84,31 31 96,88 Total 51 100,00 32 100,00 4 Jumlah Tanggungan a. Tidak Memiliki 11 21,57 2 6,25 b. 1 – 2 23 45,10 20 62,50 c. 3 – 4 15 29,41 9 28,13 d. 4 2 3,92 1 3,13 Total 51 100,00 32 100,00 5 Tingkat Pendidikan Formal a. Tidak Sekolah 4 7,84 3 9,38 b. Sekolah Dasar SD 24 47,06 9 28,13 c. Sekolah Menengah Pertama SMP 13 25,49 13 40,63 d. Sekolah Menengah Atas SMA 9 17,65 5 15,63 e. Perguruan Tinggi 1 1,96 2 6,25 Total 51 100,00 32 100,00 6 Pekerjaan Sumber Pendapatan Utama a. Buruh 0,00 3 9,38 b. Pedagang 0,00 12 37,50 c. Pemulung 51 100,00 0,00 d. Lainnya 0,00 17 53,13 Total 51 100,00 32 100,00 7 Pendapatan Rpbulan a. ≤ 1 200 000 30 58,82 7 21,88 b. 1 200 001 – 2 100 000 17 33,33 17 53,13 c. 2 100 001 – 3 000 000 3 5,88 2 6,25 d. 3 000 000 1 1,96 6 18,75 Total 51 100,00 32 100,00 8 Sumber Pendapatan Lain a. Tidak Memiliki 34 66,67 29 90,63 b. Memiliki 17 33,33 3 9,38 Total 51 100,00 32 100,00 9 Lama Tinggal Tahun a. ≤ 20 18 35,29 12 37,50 b. 21 – 40 25 49,02 16 50,00 c. 41 – 60 8 15,69 3 9,38 d. 60 0,00 1 3,13 Total 51 100,00 32 100,00 10 Jarak Meter 1000 37 72,55 7 21,88 1001 – 2000 10 19,61 20 62,50 2000 4 7,84 5 15,63 Total 51 100,00 32 100,00 36 Tingkat pendidikan formal dibagi menjadi lima kategori, yaitu tidak sekolah, tingkat sekolah dasar, tingkat sekolah menengah pertama, tingkat sekolah menengah atas, dan tingkat perguruan tinggi. Berdasarkan data yang dipaparkan pada Tabel 9, dapat diketahui bahwa masyarakat yang tinggal berdekatan dengan lokasi TPAS baik pemulung dan non pemulung memiliki tingkat pendidikan yang tidak terlalu tinggi. Mayoritas responden masyarakat pemulung menyelesaikan tingkat pendidikan di bangku sekolah dasar, yaitu sebanyak 24 responden 47,06 dan responden masyarakat non pemulung menyelesaikan tingkat pendidikan hingga tingkat sekolah menengah pertama sebanyak 13 responden 40,63. Hal ini menunjukkan bahwa responden masyarakat pemulung tidak memiliki biaya untuk melanjutkan tingkat pendidikan formal yang tinggi dan memilih untuk menjadi sebagai pemulung karena rendahnya tingkat pendidikan tidak membutuhkan persyaratan lulus sekolah, sedangkan responden masyarakat non pemulung merasa menyelesaikan wajib sembilan tahun sudah cukup. Tingkat pendidikan masyarakat di sekitar TPAS “Namo Bintang” juga merefleksikan jenis pekerjaan sebagai sumber pendapatan utama dan pendapatan yang diperoleh. Responden masyarakat pemulung bekerja sebagai pemulung di TPAS “Namo Bintang” sebagai sumber pendapatan utama dengan penghasilan mayoritas lebih kecil atau sama dengan Rp . 1 . 200 . 000 per bulan sebanyak 30 responden 58,82, tetapi adapula masyarakat pemulung yang memiliki sumber pendapatan lain untuk mencukupi kebutuhannya. Sebanyak 17 responden 33,33 masyarakat pemulung memiliki sumber pendapatan lain untuk mencukupi kebutuhannya. Sumber pendapatan lain diantaranya beternak, mengompos, buruh, pegawai, pendaur ulang bola lampu, dan penjual stek mangga. Responden pendaur ulang bola lampu hanya memulung bola lampu ataupun alat elektronik yang tidak dipergunakan lagi, dengan keahliannya responden dapat mendaur ulang kembali menjadi bola lampu yang dapat berfungsi seperti layaknya bola lampu yang baru dengan daya tahan yang lebih lama dari bola lampu baru pada umumnya. Begitupun dengan penjual stek mangga yang hanya memulung bekas biji mangga yang ada di TPAS “Namo Bintang” dan diperbaharui menjadi stek biji mangga yang dapat dijual menggunakan polybag kantongan tanaman plastik. Responden masyarakat non pemulung mayoritas 37 memiliki sumber pendapatan utama dari usaha sendiri, sebanyak 17 responden 53,13 memiliki pendapatan dari Rp . 1 . 200 . 001 hingga Rp . 2 . 100 . 000 per bulan. Usaha yang terdapat di sekitar TPAS “Namo Bintang” adalah warung, tukang jahit, dan penjual sayur. Hal tersebut adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh masyarakat non pemulung. Berdasarkan hasil penelitian yang terkait dengan lama tinggal, responden masyarakat pemulung sebanyak 25 responden 49,02 dan non pemulung 16 . responden 50,00 sudah tinggal selama 21 hingga 40 tahun di lingkungan sekitar TPAS “Namo Bintang”. Hal ini dikarenakan rata-rata responden masyarakat pemulung dan non pemulung merupakan penduduk asli setempat. Adapun alasan responden masyarakat pemulung dan non pemulung yang baru tinggal di Desa Namo Bintang dikarenakan untuk mencari pekerjaan ataupun karena ikut dengan suami atau istri yang sudah berstatus penduduk asli Desa Namo Bintang. Jarak lokasi TPAS ke tempat tinggal dibedakan menjadi tiga zona, yaitu zona pertama yang berjarak kurang dari satu kilometer, zona kedua berjarak satu hingga dua kilometer, dan zona ketiga berjarak lebih dari dua kilometer dari pusat TPAS “Namo Bintang” dimana pembagian jarak mengacu pada penelitian Bujangusti yang didasari oleh penelitian BKLH Bujangusti 2009. Responden masyarakat pemulung mayoritas tinggal dijarak yang tidak selayaknya yaitu lebih kecil dari 1000 meter sebanyak 37 responden 72,55, sedangkan responden masyarakat non pemulung banyak yang tinggal pada jarak antara 1001 hingga 2000 meter dari lokasi dengan jumlah 20 responden 62,50. Berdasarkan hasil penelitian jarak tempat tinggal masyarakat terdekat dengan jarak 300 meter, kondisi ini terjadi karena mereka sudah tinggal sebelum dari adanya TPAS dibangun. Hal ini menunjukkan bahwa tempat tinggal yang memiliki jarak dekat dari TPAS tidak dijadikan suatu masalah bagi masyarakat pemulung.

5.2.2 Karakteristik Responden Tenaga Kerja

Responden tenaga kerja terdiri dari koordinator kantor dan lapang TPAS “Namo Bintang”, pegawai kantor TPAS “Namo Bintang”, mandor, dan supir Dinas Kebersihan Kota Medan, serta hansip mandor angkutanretribusi. Data 38 karakteristik responden tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 10. Responden tenaga kerja hanya diambil tujuh sampel dan seluruh tenaga kerja di kantor TPAS “Namo Bintang” berjenis kelamin laki-laki. Umur dari responden tenaga kerja berdasarkan umur produktif dan umur tidak produktif, dimana responden berumur 36 hingga 50 tahun sebanyak lima responden 71,43 masih tergolong umur produktif dengan berstatus sudah menikah sebanyak tujuh responden. Tabel 10 Karakteristik responden tenaga kerja TPAS “Namo Bintang” No Karakteristik Σ 1 Jenis Kelamin a. Laki – Laki 7 100,00 b. Perempuan 0,00 Total 7 100,00 2 Umur Tahun a. 20 – 35 1 14,29 b. 36 – 50 5 71,43 c. 50 1 14,29 Total 7 100,00 3 Status a. Belum Menikah 0,00 b. Sudah Menikah 7 100,00 Total 7 100,00 4 Jumlah Tanggungan Orang a. Tidak Memiliki 0,00 b. 1 - 2 3 42,86 c. 3 - 4 2 28,57 d. 4 2 28,57 Total 7 100,00 5 Tingkat Pendidikan Formal a. Tidak Sekolah 0,00 b. Sekolah Dasar SD 2 28,57 c. Sekolah Menengah Atas SMA 3 42,86 d. Sekolah Menengah Pertama SMP 0,00 e. Perguruan Tinggi 2 28,57 Total 7 100,00 6 Pekerjaan Sumber Pendapatan Utama a. Pegawai Negeri Sipil PNS 2 28,57 b. Tenaga Harian Lepas THL 5 71,43 Total 7 100,00 7 Pendapatan Rpbulan a. ≤ 1 200 000 0,00 b. 1 200 001 – 2 100 000 5 71,43 c. 2 100 001 – 3 000 000 2 28,57 d. 3 000 000 0,00 Total 7 100,00 8 Sumber Pendapatan Lain a. Tidak Memiliki 6 85,71 b. Memiliki 1 14,29 Total 7 100,00 9 Lama Bekerja Tahun a. 1 - 10 2 28,57 b. 11 - 20 3 42,86 c. 20 2 28,57 Total 7 100,00 39 Pengelompokan jumlah tanggungan dibedakan atas tenaga kerja yang tidak memiliki anak, satu hingga dua orang, tiga hingga empat orang, dan lebih dari empat orang. Responden memiliki tanggungan sebesar satu hingga dua orang sebanyak tiga responden 42,86 dengan alasan responden mengikuti kegiatan keluarga berencana. Tingkat pendidikan formal responden tenaga kerja berada pada tingkat sekolah menengah atas sebanyak tiga responden 42,86. Tenaga kerja dalam penelitian ini merupakan orang yang ikut serta di dalam kantor TPAS “Namo Bintang” yang menjadi bagian dari sumber daya manusia dinas kebersihan Kota Medan. Tenaga kerja ada yang Pegawai Negeri Sipil PNS dan Tenaga Harian Lepas THL. Tenaga kerja PNS adalah koordinator lapang yang mengawasi bagian lapang di TPAS “Namo Bintang” dan koordinator kantor TPAS “Namo Bintang”. Tenaga kerja THL adalah tenaga kerja harian lepas seperti melati penyapu jalan, bestari becagerobak sampah, supirkenek, mekanik, petugas TPAS, hansip mandor angkutanretribusi. Rata-rata upah THL sudah berada diatas upah minimum kabupaten UMK sebesar 0,76 dengan jumlah Rp . 1 . 300 . 000. 5 Responden tenaga kerja memiliki pekerjaan sebagai tenaga harian lepas THL sebanyak lima responden 71,43 dan koordinator bagian lapang dan kantor sebanyak dua responden 28,57. Tingkat pendapatan tenaga kerja mayoritas berkisar antara Rp . 1 . 200 . 001 hingga Rp . 2 . 100 . 000 per bulan sebanyak lima responden 71,43 dan hanya satu responden 14,29 yang memiliki sumber pendapatan lain. Lamanya bekerja sebagai tenaga kerja dinas kebersihan antara 11 hingga 20 tahan sebanyak tiga responden 42,86 dan satu hingga 10 tahun dan lebih dari 20 tahun memiliki proporsi masing-masing dua responden 28,57. 5 http:medanbisnisdaily.comnewsarsipreadumk-deli-serdang-naik-10,25 diakses tanggal 11 Desember 2013 40 VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Persepsi Responden terhadap Keberadaan TPAS “Namo Bintang”

Persepsi responden merupakan penilaian atau pendapat yang diberikan masyarakat dan tenaga kerja akibat adanya Tempat Pembuangan Akhir Sampah TPAS “Namo Bintang” baik dari kebersihan lingkungan, kualitas air, kualitas udara, kesehatan, jenis penyakit yang diderita, dan keamanan lingkungan. Pada penelitian ini persepsi responden dilihat berdasarkan keterkaitan antara pekerjaan dengan tempat tinggal, seperti masyarakat pemulung, masyarakat non pemulung, dan tenaga kerja guna untuk mengetahui pengaruh dari adanya keberadaan TPAS “Namo Bintang”. Persepsi dari masyarakat dan tenaga kerja dapat dijadikan masukan untuk pengelola TPAS “Namo Bintang” dalam pengembangan konsep pengelolaan TPAS yang lebih baik dan terpadu.

6.1.1 Persepsi Responden Masyarakat terhadap Keberadaan TPAS “Namo

Bintang ” Responden masyarakat dibagi menjadi dua kategori, yaitu pemulung dan non pemulung, dimana responden tersebut merupakan masyarakat yang berdomisili disekitar TPAS “Namo Bintang”. Persepsi responden masyarakat pemulung terhadap kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal adalah baik yang dinilai oleh 35 responden 68,63 dengan alasan karena selalu dibersihkan dan sudah terbiasa dengan lingkungannya tersebut. Responden masyarakat non pemulung juga menyatakan kebrsihan lingkungan baik, yaitu sebanyak 17 . responden 53,13 dengan alasan lingkungan tempat tinggal setiap harinya selalu dibersihkan dan keberadaan sampah di TPAS “Namo Bintang” tidak terlihat mempengaruhi kebersihan lingkungan secara langsung. Penilaian responden masyarakat pemulung terhadap kualitas air di sekitar TPAS “Namo Bintang” adalah kualitas air dengan kondisi baik sebanyak 34 . responden 66,67. Sumber air pada 51 responden berasal dari galian sumur. Masyarakat pemulung lebih memilih untuk menggunakan air sumur karena mengurangi biaya pengeluaran mereka, tetapi air sumur tidak digunakan untuk air minum yang digantikan dengan air galon isi ulang. Berbeda dengan masyarakat 41 non pemulung yang menggunakan PAM untuk kebutuhan sehari-hari. Sebanyak 24 responden 75,00 memiliki kualitas air yang baik karena air tidak tercemar oleh keberadaan TPAS “Namo Bintang”. Masyarakat non pemulung menggunakan PAM karena mereka merasa air sumur sudah tercemar dengan air lindilimbah sampah. Tabel 11 Persepsi responden masyarakat pemulung dan non pemulung terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang” No Karakteristik Pemulung Non Pemulung Σ Σ 1 Kebersihan Lingkungan a. Sangat Baik 0,00 3 9,38 b. Baik 35 68,63 17 53,13 c. Cukup Baik 14 27,45 9 28,13 d. Kurang Baik 2 3,92 3 9,38 e. Tidak Baik 0,00 0,00 Total 51 100,00 32 100,00 2 Kualitas Air a. Sangat Baik 0,00 2 6,25 b. Baik 34 66,67 24 75,00 c. Cukup Baik 12 23,53 0,00 d. Kurang Baik 5 9,80 6 18,75 e. Tidak Baik 0,00 0,00 Total 51 100,00 32 100,00 3 Kualitas Udara a. Sangat Baik 1 1,96 0,00 b. Baik 37 72,55 25 78,13 c. Cukup Baik 10 19,61 2 6,25 d. Kurang Baik 3 5,88 2 6,25 e. Tidak Baik 0,00 3 9,38 Total 51 100,00 32 100,00 4 Kesehatan a. Sehat 20 39,22 25 78,13 b. Tidak Sehat 31 60,78 7 21,88 Total 51 100,00 32 100,00 5 Penyakit a. Sakit Kepala 2 6,45 2 28,57 b. Diare 9 29,03 2 28,57 c. Demam 5 16,13 3 42,86 d. ISPA 15 48,39 0,00 Total 31 100,00 7 100,00 6 Keamanan a. Sangat Aman 51 100,00 18 56,25 b. Aman 0,00 14 43,75 c. Cukup Aman 0,00 0,00 d. Kurang Aman 0,00 0,00 e. Tidak Aman 0,00 0,00 Total 51 100,00 32 100,00 Penilaian kualitas udara juga memiliki indikator yang dapat dipilih oleh responden, yaitu kualitas udara tidak baik hingga sangat baik. Mayoritas responden masyarakat pemulung menyatakan bahwasannya kualitas udara di sekitar pemukiman mereka adalah baik. Bagi 37 responden masyarakat pemulung 72,55 kualitas udara dinilai baik karena responden tersebut sudah terbiasa 42 akan bau yang timbul dari sampah. Selanjutnya 25 responden masyarakat non pemulung 78,13 juga menyatakan bahwa kualitas udara di sekitar tempat tinggal responden tergolong baik. Hal ini dikarenakan jarak tempat tinggal masyarakat tersebut tidak terlalu dekat dengan TPAS “Namo Bintang”, walaupun bau yang ditimbulkan oleh TPAS juga mengganggu responden masyarakat tersebut. Bau terutama berasal dari truk pengangkut sampah serta bau yang timbul pada saat musim hujan. Kesehatan merupakan hal yang penting bagi manusia. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui sebanyak 31 responden masyarakat pemulung 60,78 mengalami gangguan kesehatan, berbanding terbalik dengan masyarakat non pemulung. Sebanyak 25 responden 78,13 tidak mengalami gangguan kesehatan terkait dengan keberadaan TPAS “Namo Bintang”. Responden masyarakat pemulung menyatakan bahwa sudah terbiasa akan adanya sampah karena keberadaan tempat tinggal responden juga di sekitar TPAS “Namo Bintang ”, sehingga penyakit jarang menghampiri tubuh responden. Penyakit yang diderita adalah sakit kepala, diare, demam, dan infeksi saluran pernapasan ISPA. Mayoritas masyarakat pemulung mengalami penyakit ISPA sebanyak 15 responden 48,39. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 51 responden 100 masyarakat pemulung dan 18 responden 56,25 masyarakat non pemulung menyatakan keamanan Desa Namo Bintang sangat aman. Hal ini menunjukkan lingkungan sekitar TPAS “Namo Bintang” sangat aman karena tidak pernah terjadi kejahatan, kriminalitas, memiliki kerja sama yang baik dalam menjaga keamanan Desa Namo Bintang, dan memiliki hubungan sosial yang erat.

6.1.2 Persepsi Responden Tenaga Kerja terhadap Keberadaan TPAS “Namo

Bintang ” Responden tenaga kerja yang bekerja di kantor TPAS “Namo Bintang” memiliki persepsi terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang”. Tenaga kerja tidak bertempat tinggal di sekitar TPAS “Namo Bintang”, tetapi keseharian tenaga kerja tidak terlepas dari TPAS. Persepsi responden tenaga kerja dipaparkan pada Tabel . 12. Responden tenaga kerja menghabiskan waktu dari pagi hingga sore di 43 kantor TPAS. Penilaian tenaga kerja terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang” tidak berpengaruh. Sebanyak lima responden 71,43 yang merasa TPAS “Namo Bintang” sangat tidak mengganggu dengan alasan tempat tinggal sangat jauh. Responden tenaga kerja merasakan eksternalitas negatif dari keberadaan TPAS “Namo Bintang”, yaitu pencemaran air dan udara. Air dikonsumsi oleh mereka sehari-hari ketika berada di kantor, tetapi tidak untuk dikonsumsi untuk diminum. Dari lima responden 71,43 menilai kualitas air cukup baik dan dua responden 28,57 menilai kualitas air kurang baik. Begitupun dengan kualitas udara yang dirasakan oleh seluruh responden tenaga kerja yang beranggapan kualitas udara cukup baik. Keamanan sekitar TPAS “Namo Bintang” menurut responden tenaga kerja juga terbilang aman karena masyarakat TPAS “Namo Bintang ” memiliki kerjasama yang baik dan tidak pernah terjadi kriminalitas di Desa Namo Bintang. Tabel 12 Persepsi responden tenaga kerja terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang ” No Karakteriskik Σ 1 Keberadaan TPA a. Sangat Tidak Mengganggu 5 71,43 b. Tidak Mengganggu 2 28,57 c. Biasa Saja 0,00 d. Mengganggu 0,00 e. Sangat Mengganggu 0,00 Total 7 100,00 2 TPA berdampak negatif a. Ya 7 100,00 b. Tidak 0,00 Total 7 100,00 3 Kualitas Air a. Sangat Baik 0,00 b. Baik 0,00 c. Cukup Baik 5 71,43 d. Kurang Baik 2 28,57 e. Tidak Baik 0,00 Total 7 100,00 4 Kualitas Udara a. Sangat Baik 0,00 b. Baik 0,00 c. Cukup Baik 7 100,00 d. Kurang Baik 0,00 e. Tidak Baik 0,00 Total 7 100,00 5 Keamanan a. Sangat Aman 0,00 b. Aman 7 100,00 c. Cukup Aman 0,00 d. Kurang Aman 0,00 e. Tidak Aman 0,00 Total 7 100,00 44 Tenaga kerja menyatakan bahwa keberadaan TPAS “Namo Bintang” tidak mengganggu kepada aktivitas keseharian mereka. Responden tenaga kerja juga memahami arti penting keberadaan TPAS “Namo Bintang” terhadap masyarakat pemulung sebagai sumber penghasilan utama. Selain itu, adanya TPAS “Namo Bintang ” akan membuka peluang pekerjaan yang dapat mengurangi tingkat pengangguran. Terkait dengan permasalahan kualitas lingkungan yang timbul karena adanya TPAS “Namo Bintang”, para pekerja menyatakan bahwa hal ini salah satunya dapat diatasi dengan peningkatan penghijauan agar dapat meminimalisasi pencemaran udara.

6.2 Dampak Positif dan Eksternalitas Negatif Keberadaan TPAS “Namo

Bintang ” Keberadaan TPAS “Namo Bintang” menimbulkan dampak positif dan eksternalitas negatif. Adanya sumber pendapatan rumah tangga yang didapat dari sampah dan nilai tambah dari hasil olahan sampah memberikan keuntungan bagi masyarakat. Kerugian juga dirasakan oleh masyarakat yang diestimasi dari biaya pengeluaran untuk pengobatan dan konsumsi air bersih.

6.2.1 Dampak Positif Keberadaan TPAS “Namo Bintang”

Dampak positif dalam penelitian ini dijadikannya TPAS “Namo Bintang” sebagai sumber penghasilan utama bagi masyarakat pemulung. Terdapat nilai tambah yang diperoleh tiga responden masyarakat berupa pengolahan tanah endapan menjadi pupuk kompos. Berbeda dengan biasanya, mengompos yang terjadi di TPAS “Namo Bintang” hanya dengan menggunakan sistem anaerob yang menggunakan tanah endapan yang awalnya tertimbun oleh sampah organik dan anorganik. Sampah organik terurai secara langsung tanpa ada pengolahan tertentu, sehingga menjadi tanah endapan dan menghasilkan nilai tambah. Mayoritas dari responden menyatakan bekerja sebagai pemulung adalah pekerjaan yang menyenangkan, tidak memiliki tekanan serta perintah dari siapapun, tidak membutuhkan sikap disiplin akan waktu, dan dapat bereksplor dengan sendirinya. 45

6.2.1.1 Sumber Pendapatan Masyarakat

Adanya TPAS “Namo Bintang” dijadikan suatu sumber pendapatan bagi masyarakat sekitar TPAS “Namo Bintang”. Hal ini dijelaskan dari hasil penelitian, bahwa mayoritas masyarakat Desa Namo Bintang memanfaatkan keberadaan TPAS dengan bekerja sebagai pemulung, adapula yang bekerja sebagai pengepul sampah dan pengolah sampah. Masyarakat pemulung bekerja setiap harinya tanpa ada penentuan waktu, mayoritas masyarakat berangkat ke lokasi TPAS di pagi hari. Setiap harinya memilah sampah yang diinginkan seperti sampah plastik es, plastik atom, kaleng bekas, alumunium, kaca, dan lain-lain yang dikonsumsi oleh manusia pada umumnya. Sampah yang paling banyak dicari oleh responden adalah sampah plastik atom karena harga sampah plastik atom sebesar Rp . 2 . 500 per kg. Pendapatan dengan nominal besar atau kecil, tergantung dari usaha per individu setiap hari. Rata-rata pendapatan yang diperoleh responden berkisar antara Rp . 20 . 000 hingga Rp . 75 . 000 per hari. Pendapatan diperoleh dari hasil memulung yang dijual kepada pengepul, ada pula yang tidak menjual hasil memulung setiap hari. Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden yang bekerja sebagai pengepul, pendapatan yang dihasilkan sangat mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Setiap hari atau setiap minggu masyarakat pemulung menjual hasil mulungnya kepada masyarakat pengepul, dimana masyarakat pengepul akan menjual kembali sampah yang telah dipilah tersebut. Biasanya dibeli oleh pabrik-pabrik besar yang menghasilkan pendapatan yang tinggi. Sampah di TPAS “Namo Bintang” juga dimanfaatkan oleh tiga responden masyarakat pemulung dengan mengolah tanah endapan sampah menjadi pupuk kompos. Selain berguna untuk mengurangi timbulan sampah yang ada di TPAS dan pengolahan tersebut juga menghasilkan nilai tambah bagi masyarakat.

6.2.1.2 Analisis Nilai Tambah

Proses pengolahan tanah endapan sampah menjadi pupuk kompos berimplikasi pada adanya nilai tambah produk tersebut, sehingga harga jual pupuk kompos menjadi lebih tinggi daripada harga jual tanah endapan itu sendiri. 46 Analisis nilai tambah digunakan untuk mengetahui seberapa besar nilai tambah, imbalan tenaga kerja, imbalan bagi modal dari sampah yang diolah menjadi pupuk kompos. Pengolahan kompos pada penelitian ini dilakukan pada tiga responden masyarakat pemulung dan perhitungan nilai tambah untuk empat kali produksi dalam satu bulan. Perhitungan nilai tambah pengolahan tanah endapan sampah menjadi pupuk kompos menggunakan Metode Hayami dapat dilihat pada Tabel . 13. Tabel 13 Perhitungan nilai tambah pengolahan tanah endapan sampah di TPAS “Namo Bintang” pada Januari-Februari 2013 No Variabel Perhitungan Nilai Output, Input, dan Harga 1 Output yang dihasilkan kgbulan A 13 333,333 2 Bahan baku yang digunakan kgbulan B 15 333,333 3 Tenaga kerja HOKbulan C 26,667 4 Faktor konversi 12 D = AB 0,866 5 Koefisien tenaga kerja 32 E = CB 0,002 6 Harga output Rpkg F 266,667 7 Upah rata-rata tenaga kerja RpHOK G 50 000,000 Pendapatan dan Keuntungan Rpkg input 8 Harga bahan baku Rpkg input H 50,000 9 Sumbangan input lain Rpkg output I 80,704 10 Nilai output 4x6 Rpkg input J = D x F 231,250 11 a. Nilai tambah 10-9-8 Rpkg input K = J – H – I 100,546 b. Rasio nilai tambah 11a10x100 L = KJ 43,251 12 a. Imbalan tenaga kerja 5x7 Rpkg input M = E x G 85,069 b. Bagian tenaga kerja 12a11ax100 N = MK 84,631 13 a. Keuntungan 11a-12a Rpkg input O = K – M 15,477 b. Tingkat keuntungan 13a11ax100 P = O – J 15,369 Balas Jasa Terhadap Faktor Produksi 14 Marjin 10-8 Rpkg Q = J – H 181,250 a. Pendapatan tenaga kerja 12a14x100 R = MQ 46,809 b. Sumbangan input lain 914x100 S = IQ 44,672 c. Keuntungan pemilik usaha 13a14x100 T = OQ 8,519 Bahan baku utama adalah tanah endapan sampah dan rata-rata penjualan pupuk kompos sekitar Rp . 266,667 per kilogramnya. Pembuatan pupuk kompos di TPAS Namo Bintang menggunakan sistem anaerob yang membutuhkan waktu kurang lebih lima hingga enam jam per hari dengan syarat cuaca panas. Setiap bulannya responden menggunakan rata-rata tanah endapan sebanyak 13 . 333,333 kilogram. Tanah endapan sampah yang masih tercampur dengan sampah anorganik tersebut dapat menghasilkan rata-rata kompos sebanyak 15 . 333,33 kilogram dengan rata-rata faktor konversi sebesar 0,866, yang artinya satu kg tanah endapan sampah dapat menghasilkan rata-rata 0,866 kilogram pupuk kompos. 47 Tenaga kerja yang digunakan dalam satu kali pengolahan hanya menggunakan tenaga kerja orang kerja yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Sistem upah di TPAS “Namo Bintang” dibayarkan dengan upah sebesar Rp 50 . 000 per HOK. Responden membutuhkan waktu tujuh hingga delapan jam dalam satu hari untuk mengolah pupuk kompos. Tenaga kerja memaksimalkan waktu sebaik mungkin karena pada kondisi hujan tidak dapat melakukan kegiatan mengolah pupuk kompos. Disela-sela waktu pengolahan pupuk kompos, responden memanfaatkan waktu dengan melakukan kegiatan memulung sampah sembari mengeringkan tanah endapan yang sudah diayak. Pemasaran akan pupuk kompos dilakukan ke gudang penjualan kompos dan sudah dipasarkan penjualan ke luar daerah seperti Aceh, Riau, dan Batam. Rata-rata perhitungan Hari Orang Kerja HOK sebesar 26,667 dengan rata- rata koefisien tenaga kerja sebesar 0,002 yang didapat dari pembagian jumlah HOK dengan jumlah bahan baku yang digunakan. Nilai koefisien tenaga kerja menunjukkan bahwa jumlah HOK dari tanah endapan sampah sebesar 0,002 HOK. Rata-rata harga jual pupuk kompos sebesar Rp . 266,667 per kilogram. Adapun tanah endapan sebagai bahan baku senilai Rp . 50 per kilogram. Nilai sumbangan input lain merupakan pembagian setiap bahan dengan jumlah bahan baku yang digunakan. Rata-rata sumbangan input lain sebesar Rp . 80,704, yaitu harga lahan, biaya tenaga kerja, dan biaya penyusutan dari peralatan yang digunakan. Rata-rata nilai tambah merupakan pengurangan dari nilai pupuk kompos sebagai output dengan sumbangan input lain dan harga tanah endapan sampah sebagai bahan baku utama per kilogram dibagi dengan jumlah pengolah yang mendapatkan hasil pengolahan produk dengan jumlah sebesar Rp . 100,546 per kilogram sama dengan rasio nilai tambah sebesar 43,251. Rata-rata imbalan tenaga kerja diperoleh dari perkalian koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata tenaga kerja per HOK sebesar Rp . 85,069 per kg. Bagian tenaga kerja adalah 84,631 yang merupakan imbalan yang diterima bagi tenaga kerja. Keuntungan ini merupakan nilai tambah bersih dari penjualan pupuk kompos yang didapatkan oleh pelaku usaha sebesar sebesar Rp . 15,477 per kg dengan tingkat keuntungan adalah 15,369 yang menunjukkan dari harga jual merupakan keuntungan yang 48 diterima responden. Marjin berguna untuk menunjukkan kontribusi fakor-fakor produksi selain bahan baku. Besaran marjin dapat dilihat balas jasa terhadap fakor produksi yang terdiri dari balas jasa tenaga kerja, sumbangan input lain dan keuntungan perusahaan. Pembuatan pupuk kompos sebagian besar marjin yang diterima unit usaha didistribusikan pada keuntungan unit usaha. Pendapatan tenaga kerja sebesar 46,809 yang menjelaskan seberapa besar imbalan untuk tenaga kerja dengan marjin yang dihasilkan. Adanya keuntungan dari nilai sumbangan input lain yang digunakan sebesar 44,672, dihasilkan dari keuntungan yang didapat dari hasil pengolahan tanah endapan. Sebanyak 8,519 keuntungan yang didapat oleh pemilik usaha pupuk kompos. Hasil produksi total pupuk kompos dari tiga responden masyarakat pemulung sebesar 40 . 000 kg per bulan. Pengolahan tanah endapan menjadi pupuk kompos menghasilkam nilai tambah, sehingga diestimasi total nilai manfaat ekonomi yang diperoleh setiap bulannya sebesar Rp . 628 . 852 dalam tahun 2013. Nilai tersebut didapat dari perkalian jumlah produksi setiap bulan dengan keuntungan per kg bahan baku. Terdapat potensi untuk peningkatan nilai tambah dari sampah-sampah yang terdapat di TPAS “Namo Bintang”.

6.2.2 Eksternalitas Negatif Keberadaan TPAS “Namo Bintang”

Keberadaan TPAS “Namo Bintang” juga memiliki eksternalitas negatif seperti penurunan kualitas lingkungan yang dirasakan oleh masyarakat pemulung dan non pemulung. Kualitas lingkungan yang tercemar dari adanya TPAS “Namo Bintang ” menyebabkan kualitas air dan udara serta lingkungan sekitar menurun, sehingga masyarakat mengeluarkan biaya pengobatan dan biaya konsumsi air bersih. Biaya konsumsi air bersih dapat dilihat dari biaya air galon isi ulang dan PAM.

6.2.2.1 Biaya Kesehatan Cost of Illness

Responden masyarakat pemulung menyatakan bahwa TPAS “Namo Bintang ” tidak memberikan eksternalitas negatif apapun karena responden menjadikan sampah di TPAS sebagai sumber penghasilan. Banyak masyarakat 49 pemulung yang membawa anak berumur satu tahun kebawah, ke TPAS “Namo Bintang ” yang sangat mengganggu pada kesehatan bayi. Hal itu tidak dapat dipungkiri dengan adanya dampak dari keberadaan TPAS “Namo Bintang” secara tidak langsung. Terlihat dari tingkat kesehatan yang terganggu bagi responden masyarakat pemulung sebanyak 31 . responden 60,78 dimana harus mengeluarkan biaya kesehatan setiap bulannya. Sebagian responden pemulung terganggu kesehatannya, akan tetapi mereka tidak menganggap hal tersebut suatu masalah yang serius. Berdasarkan hasil penelitian, bagi responden masyarakat non pemulung kesehatan tidak terlalu terganggu sebanyak 25 responden 78,13, sedangkan tujuh responden 21,88 mengalami gangguan kesehatan. Responden non pemulung mengatakan bahwa sangat tidak nyaman dengan adanya keberadaan TPAS yang mengganggu penciuman terhadap udara di lingkungannya, tetapi disisi sosial responden melihat adanya TPAS “Namo Bintang” adalah tempat dimana masyarakat pemulung mencari kehidupan. TPAS dapat merubah pendapatan masyarakat pemulung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Keadaan air juga menjadi buruk, maka dari itu responden non pemulung baik yang memiliki jarak jauh dari lokasi, tetap menggunakan air yang bersumber dari PAM. Hal ini menjelaskan bahwa terdapat penurunan kualitas lingkungan yang disebut juga eksternalitas negatif dari adanya TPAS “Namo Bintang”. Berdasarkan keterangan dari Bidan Desa Namo Bintang, penyakit yang mayoritas diderita pada tahun 2012 adalah demam, diare, ISPA, dan sakit kepala, namun demam dan sakit kepala bukan penyakit yang diakibatkan oleh keberadaan TPAS “Namo Bintang”. Tabel 14 hanya mencantumkan penyakit diare dan ISPA karena berkaitan langsung dengan keberadaan TPAS “Namo Bintang”. Biaya kesehatan dihitung per kepala keluarga yang didapatkan dari hasil wawancara terhadap responden berkunjung untuk berobat dan membeli obat setiap bulannya. Menurut responden, penyakit ini bukan penyakit parah dan tidak mengganggu mereka dalam bekerja, sehingga tetap mendapatkan penghasilan. 50 Tabel 14 Daftar penyakit yang diderita akibat TPAS “Namo Bintang” dan biaya kesehatan responden masyarakat Desa Namo Bintang Nama Penyakit Jumlah Responden orang Total Biaya Pengobatan Rpbulan Diare 11 375 . 000 ISPA 15 540 . 000 Total 26 915 . 000 Pada Tabel 14 terdapat biaya kesehatan yang terkait dengan keberadaan TPAS “Namo Bintang” yang dikeluarkan oleh responden masyarakat, yaitu diare dan ISPA. Penyakit yang banyak diderita adalah ISPA Infeksi Saluran Penapasan sebanyak 15 responden. Total biaya pengobatan ISPA terbesar karena responden yang menderita juga banyak. Jika dilihat dari rata-rata per responden pun biaya yang terbesar adalah ISPA sebesar Rp . 36 . 000 karena pengeluaran akan obat yang dibutuhkan lebih banyak. Biaya kesehatan tidak terlalu mahal karena jarak yang tidak jauh dan masyarakat cenderung berobat ke bidan ataupun klinik di Desa Namo Bintang dikarenakan letak puskesmas yang terlalu jauh. Biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh seluruh responden sebesar Rp 915 . 000 per bulan dari 26 . orang. Rata-rata biaya yang dikeluarkan responden sebesar Rp . 35 . 200 per bulan sehingga didapat total biaya pengobatan yang dikeluarkan masyarakat di Desa Namo Bintang sebesar Rp . 56 . 249 . 600 per bulan atau Rp . 674 . 995 . 200 per tahun dari total rumah tangga sebanyak 1 . 598 KK dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Total biaya kesehatan yang dikeluarkan masyarakat Desa Namo Bintang Hal Nilai Total biaya pengobatan Rpbulan A 915 . 000 Jumlah responden orang B 26 Rata-rata biaya pengobatan Rpbulan C=AB 35 . 200 Jumlah rumah tangga KK D 1 . 598 Total biaya pengobatan Rpbulan E=CxD 56 . 249 . 600

6.2.2.2 Biaya Pengganti Replacement Cost

Biaya pengganti responden dilihat dari biaya konsumsi air bersih yang digunakan. sebagai air galon isi ulang. Bagi masyarakat pemulung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masih menggunakan air sumur yang terdapat dalam rumah masing-masing, sedangkan masyarakat non pemulung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari menggunakan air PAM. Masyarakat Namo Bintang ada yang mengkonsumsi air galon isi ulang dan air galon kemasan bermerk. Berdasarkan Tabel . 16 hampir keseluruhan masyarakat Namo Bintang 51 membeli air minum pada pengecer dengan sistem air galon isi ulang dengan harga yang bervariasi sekitar Rp . 3 . 000 hingga Rp . 6 . 500 per galon. Sebanyak 83 responden melakukan pembelian air galon dengan sistem air galon isi ulang. Dapat dilihat rata-rata responden membeli air galon isi ulang yang seharga Rp . 4 . 000 per galon sebanyak 35 responden, tetapi jika dilihat dari jumlah konsumsi banyak yang mengkonsumsi air galon dengan harga Rp . 5 . 000 sebanyak 191 galon. Hal ini dikarenakan banyak responden yang membeli air galon di kelas tengah dan harga masih terjangkau. Tabel 16 Biaya pengganti konsumsi air galon isi ulang masyarakat Desa Namo Bintang Harga Air Galon Rp Jumlah Responden orang Jumlah Konsumsi Air Galon Galonbulan Total Biaya Pengeluaran Rpbulan 3 . 000 4 16 48 . 000 3 . 500 3 10 35 . 000 4 . 000 35 140 560 . 000 5 . 000 30 191 955 . 000 6 . 000 8 53 318 . 000 6 . 500 3 6 39 . 000 Total 83 416 1 . 955 . 000 Biaya pengganti konsumsi air galon isi ulang dari 83 responden untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari selama satu bulan dapat dihitung dari jumlah konsumsi air galon dikalikan dengan harga air galon tersebut. Total biaya pengeluaran air galon isi ulang masyarakat Desa Namo Bintang sebesar Rp . 23 . 554 per bulan. Biaya konsumsi air bersih masyarakat di Desa Namo Bintang tidak hanya dari pembelian air galon isi ulang, tetapi juga pengeluaran terhadap PAM. Rata-rata biaya pengeluaran PAM sebesar Rp . 44 . 250. Biaya pengeluaran PAM hanya dikeluarkan oleh responden masyarakat non pemulung karena masyarakat non pemulung khawatir untuk menggunakan air sumur yang ada di sekitar TPAS Namo Bintang. Berdasarkan Tabel . 17 diketahui total biaya konsumsi air bersih masyarakat Desa Namo Bintang sebesar Rp . 108 . 350 . 792 per bulan atau Rp . 1 . 300 . 209 . 504 per tahun yang diperoleh dari penjumlahan biaya pengeluaran air galon isi ulang dan PAM. Data mengenai total biaya pengganti konsumsi air bersih di Desa Namo Bintang dapat dilihat pada Tabel 17. 52 Tabel 17 Total biaya pengganti konsumsi air bersih masyarakat Desa Namo Bintang Jenis Sumber Air Jumlah Responden orang A Total Biaya Pengeluaran Rpbulan B Rata-rata Biaya Pengeluaran Rpbulan C=BA Jumlah Rumah Tangga KK D Total Biaya Pengganti Rpbulan E=CxD Air Galon Isi Ulang 83 1 . 955 . 000 23 . 554 1 . 598 37 . 639 . 292 PAM 32 1 . 416 . 000 44 . 250 1 . 598 70 . 711 . 500 Total Biaya Konsumsi Air Bersih yang Dikeluarkan Masyarakat Rpbulan 108 . 350 . 792 Biaya yang harus dikeluarkan oleh responden masyarakat pemulung dan non pemulung adalah biaya pengobatan dan biaya pengganti terhadap konsumsi air bersih. Estimasi total biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat sebanyak Rp . 164 . 600 . 392 per bulan atau Rp . 1 . 975 . 204 . 704 per tahun. Hasil tersebut didapat dari penjumlahan biaya pengobatan dan biaya pengganti terhadap konsumsi air bersih dikalikan dengan jumlah kepala keluarga yang ada di Desa Namo Bintang.

6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan Kualitas Lingkungan

Keberadaan TPAS “Namo Bintang” mengakibatkan adanya pencemaran terhadap air sumur, sehingga terjadi penurunan kualitas lingkungan. Pada penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan diukur dari biaya pengganti terhadap konsumsi air bersih yang dikeluarkan oleh masyarakat dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Fungsi penurunan kualitas lingkungan sebagai variabel tidak bebas dependent variable, yaitu biaya pengganti terhadap konsumsi air bersih yang diduga berpengaruh terhadap variabel bebas independent variable, yaitu umur X 1 , tingkat pendapatan X 2 , tingkat pendidikan X 3 , dummy pekerjaan X 4 , jumlah tanggungan X 5 , jarak tempat tinggal X 6 , dummy kualitas air X 7 , dummy kebersihan lingkungan X 8 , dan tingkat kesehatan X 9 . Berdasarkan hasil persamaan model regeresi linear yang disajikan pada Tabel 18 sebagai berikut: Ln Y = 10,337 – 0,039 ln X 1 + 0,107 ln X 2 + 0,006 ln X 3 – 1,690 X 4 dummy + 0,017 ln X 5 – 0,074 ln X 6 – 0,066 X 7 dummy – 0,200 X 8 dummy + 0,001 X 9 dummy 53 Tabel 18 Hasil regresi linear berganda terhadap biaya konsumsi air bersih masyarakat Desa Namo Bintang Unstandardized Coefficients Collinearity Statistics Model B t Sig VIF Constant 10,337 11,016 0,000 X 1 Umur -0,039 -0,373 0,711 1,122 X 2 Tingkat Pendapatan 0,107 2,013 0,049 1,183 X 3 Tingkat Pendidikan 0,006 0,804 0,425 1,513 X 4 Pekerjaan dummy -1,690 -25,361 0,000 1,539 X 5 Jumlah Tanggungan X 6 Jarak X 7 Kualitas Air dummy X 8 Kebersihan Lingkungan dummy X 9 Tingkat Kesehatan dummy 0,017 -0,074 -0,066 -0,200 0,001 2,866 -1,321 -0,689 -1,563 0,016 0,006 0,191 0,493 0,123 0,987 1,232 1,417 1,333 1,273 1,134 R-square 94,7 R-square adj. 93,9 Durbin Watson 2,234 Sig. F 0,000 a Asymp. Sig. 2-tailed 0,485 keterangan: nya ta pada taraf α = 20 dan berpengaruh sebesar 80 nyata pada taraf α = 15 dan berpengaruh sebesar 85 nyata pada taraf α = 5 dan berpengaruh sebesar 95 nyata pada taraf α = 1 dan berpengaruh sebesar 99 Berdasarkan hasil regresi, dilihat nilai R-square adj. yang dihasilkan sebesar 93,9 yang berguna untuk melihat keakuratan model. Dijelaskan bahwa 93,9 keragaman eksternalitas negatif dapat dijelaskan oleh variabel bebas independent variable yaitu umur, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah tanggungan, jarak tempat tinggal, kualitas air, kualitas lingkungan, dan kesehatan, sedangkan 6,1 dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Model regresi linear berganda yang baik adalah model regresi yang memenuhi asumsi klasik, yaitu uji normalitas, tidak terdapat heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi. Hasil uji tersebut sebagai berikut:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilihat dari kurva normal pada histogram yang tertera pada Lampiran 5 dapat dikatakan bahwa model berdistribusi normal dengan mean sebesar 2,47 e -14 . Hal ini menunjukkan bahwa nilai residual berada di sekitar nol dan dikatakan terstandarisasi menyebar secara normal. Lebih tepatnya dilakukan uji chi square atau Kolmogorov-Smirnov. Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov dengan menggunakan software SPSS . 16 yang tertera pada Lampiran 5, untuk 54 menunjukkan nilai Asymp. Sig. 2-tailed sebesar 0,485, dimana nilai Asymp.Sig. 2-tailed lebih besar dari α=0,20. Hal ini menunjukkan nilai residual menyebar secara normal.

2. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilihat dari sebaran pola yang ada pada scatterplot. Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas Lampiran 5 terlihat tidak membentuk pola dan menyebar bebas. Hal ini menunjukkan tidak terdapat pelanggaran heteroskedastisitas pada model regresi.

3. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilihat dari nilai VIF. Nilai VIF yang kurang dari sepuluh VIF10 menunjukkan tidak terjadi multikolinearitas. Berdasarkan hasil regresi terhadap model tidak terdapat pelanggaran multikolinearitas karena dilihat dari masing-masing variabel memiliki VIF kurang dari sepuluh VIF10 yang terdapat pada Lampiran 5.

4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilihat dari nilai statistik Durbin-Watson DW. Firdaus 2004 menyatakan nilai DW diantara 1,55 dan 2,46 menunjukkan tidak ada autokorelasi. Hasil pengolahan data diketahui nilai DW sebesar 2,234, hal ini membuktikan bahwa tidak ada autokorelasi dalam model regresi ini. Berdasarkan hasil model regresi tidak terjadi pelanggaran asumsi klasik, hal ini menunjukan bahwa model layak untuk digunakan. Data pada Tabel 17 menjelaskan variabel-variabel yang berpengaruh nyata signifikan terhadap model regresi pada α=1, α=5, α=15, dan α=20 adalah variabel tingkat pendapatan, pekerjaan, jumlah tanggungan, jarak tempat tinggal, dan kebersihan lingkungan, sedangkan variabel lain yaitu umur, tingkat pendidikan, kualitas air, dan tingkat kesehatan tidak berpengaruh nyata tidak signifikan. Variabel tingkat pendapatan X 2 memiliki P-value sebesar 0,049 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α 5. Koefisien variabel tingkat pendapatan bertanda positif + dan memiliki nilai sebesar 0,107. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa tingginya pendapatan yang diperoleh seseorang dapat meningkatkan besarnya pengeluaran konsumsi air bersih. Artinya semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang sebesar 1 maka 55 diduga besarnya pengeluaran untuk biaya konsumsi air bersih meningkat sebesar 0,107 dengan asumsi peubah bebas lain tetap cateris paribus. Responden yang memiliki pendapatan tinggi akan merasa berkecukupan untuk menanggulangi eksternalitas negatif yang ada dengan mengeluarkan biaya konsumsi air bersih. Variabel dummy pekerjaan X 4 memiliki P-value sebesar 0,000 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α 1. Koefisien variabel dummy pekerjaan bertanda negatif - dan memiliki nilai sebesar -1,690. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa pekerjaan sebagai pemulung lebih sedikit mengeluarkan biaya konsumsi air bersih dibandingkan dengan pekerjaan sebagai non pemulung. Artinya besarnya biaya konsumsi air bersih terhadap pekerjaan sebagai pemulung lebih sedikit 1, maka diduga biaya konsumsi air bersih pemulung lebih sedikit dibandingkan dengan pekerjaan sebagai non pemulung sebanyak 1,690 dengan asumsi peubah bebas lain tetap cateris paribus. Hal ini disebabkan masyarakat pemulung sudah terbiasa dengan keadaan disekitar sampah dan responden yang tidak bekerja sebagai pemulung mengeluarkan biaya pengeluarannya untuk air bersih. Variabel jumlah tanggungan X 5 memiliki P-value sebesar 0,006 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α 1. Koefisien variabel jumlah tanggungan bertanda positif + dan memiliki nilai sebesar 0,017. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin banyak jumlah tanggungan seseorang, maka dapat meningkatkan besarnya pengeluaran konsumsi air bersih. Artinya semakin banyak jumlah tanggungan seseorang sebesar 1 maka diduga besarnya pengeluaran untuk biaya konsumsi air bersih meningkat sebesar 0,017 dengan asumsi peubah bebas lain tetap cateris paribus. Hal ini disebabkan karena semakin banyak jumlah tanggungan seseorang dalam satu keluarga akan membutuhkan air yang lebih banyak. Variabel jarak tempat tinggal X 6 memiliki P-value sebesar 0,191 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α 20. Koefisien variabel jarak tempat tinggal bertanda negatif - dan memiliki nilai sebesar -0,074. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin jauh jarak tempat tinggal masyarakat ke lokasi TPAS, maka besarnya biaya konsumsi air bersih akan menurun. Artinya semakin jauh jarak tempat tinggal masyarakat ke lokasi 56 TPAS sebesar 1, maka diduga besarnya biaya pengganti terhadap konsumsi air bersih akan menurun sebesar 0,074 dengan asumsi peubah bebas lain tetap cateris paribus. Hal ini disebabkan karena semakin jauh jarak tempat tinggal seseorang dari TPAS, menyebabkan air yang tercemar lebih kecil. Variabel dummy kebersihan lingkungan X 8 memiliki P-value sebesar 0,123 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α 15. Koefisien variabel dummy kebersihan lingkungan bertanda negatif - dan memiliki nilai sebesar -0,200. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin kurang baik kebersihan lingkungan tempat tinggal seseorang, maka biaya konsumsi air bersih akan lebih besar. Artinya semakin kurang baik kebersihan lingkungan tempat tinggal sebesar 1, maka diduga biaya konsumsi air bersih akan lebih besar 0,200 dengan asumsi peubah lain tetap cateris paribus. Variabel umur X 1 memiliki nilai P-value sebesar 0,711 yang artinya variabel tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α 20. Koefisien variabel umur bertanda negatif - dan memiliki nilai sebesar -0,039. Tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin tua umur seseorang, semakin lama tinggal di sekitar TPAS maka biaya konsumsi air bersih meningkat. Artinya semakin muda umur seseorang sebesar 1 dan baru tinggal di sekitar TPAS, maka diduga konsumsi air bersih menurun 0,039 dengan asumsi peubah lain tetap cateris paribus. Hal ini tidak sesuai karena berdasarkan keadaan di lapang umur responden tidak mencerminkan lama tinggal seseorang, tidak semakin tua umur responden semakin lama tinggal di sekitar TPAS tersebut. Variabel tingkat pendidikan X 3 memiliki nilai P-value sebesar 0,425 yang artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata α 20. Koefisien variabel tingkat pendidikan bertanda positif + dan memiliki nilai sebesar 0,006. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mengetahui akan pentingnya mengkonsumsi air bersih sehingga biaya konsumsi air bersih meningkat. Artinya semakin tinggi pendidikan seseorang sebesar 1, maka diduga biaya konsumsi air bersih meningkat 0,006 dengan asumsi peubah lain tetap cateris paribus. Hal ini disebabkan karena pengetahuan seseorang tentang air bersih lebih tinggi, sehingga tidak masalah untuk mengeluarkan biaya konsumsi air bersih lebih banyak. 57 Variabel dummy kualitas air X 7 memiliki P-value sebesar 0,493 yang artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata pada t araf nyata α 20. Koefisien variabel kualitas air bertanda negatif - dan memiliki nilai sebesar -0,066. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin kurang baik kualitas air, maka akan lebih besar biaya konsumsi air bersih yang dikeluarkan. Artinya semakin kurang baik kualitas air 1, maka diduga biaya konsumsi air bersih lebih besar 0,066 dengan asumsi peubah lain tetap cateris paribus. Variabel dummy tingkat kesehatan X 9 memiliki P-value sebesar 0,987 yang artinya variabel ini tidak berpengaruh ny ata pada taraf nyata α 20. Koefisien variabel tingkat kesehatan bertanda positif + dan memiliki nilai sebesar 0,001. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin lebih baik tingkat kesehatan seseorang, maka akan lebih besar biaya konsumsi air bersih. Hal ini disebabkan karena tingkat kesehatan berpengaruh terhadap air yang dikonsumsi.

6.4 Implikasi dan Rekomendasi

Dokumen yang terkait

Hubungan Jarak Sumur Gali dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terhadap Kandungan Fosfat (PO4-3) dan Nitrat (NO3-) pada Air Sumur Gali Masyarakat di Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

8 87 99

Hubungan Antara Komponen Rumah Dan Jarak Rumah Terhadap Kadar SO2 Dalam Rumah Disekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

2 46 101

Analisa Kandungan Nitrat Air Sumur Gali Masyarakat Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009

2 70 72

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

5 82 169

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

0 0 14

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

0 0 2

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

0 0 16

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

0 0 41

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

0 0 2

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

0 0 24