Prevalensi dan Etiologi TINJAUAN PUSTAKA

sebelum usia 19 tahun. 16 Penelitian oleh Norton dkk pada tahun 2012 melaporkan bahwa trauma yang terjadi pada gigi sulung berkisar antara 9,4 sampai 41,6. 17 Berbagai survei mengenai trauma gigi sulung telah dilakukan. Survei di Turki pada tahun 2008 menemukan prevalensi trauma gigi anak usia 0-3 tahun sebesar 17,4, sedangkan pada tahun 2009 persentase pada anak usia 0-6 tahun sebesar 5,02. 2,18 Penelitian tahun 2010 menemukan trauma gigi sulung anak usia 2-6 tahun di Brazil sebesar 40, sedangkan pada tahun 2012 persentase kejadian trauma gigi sulung meningkat mencapai 41,2. 6,19 Survei lain di Brazil tahun 2013 yang dilakukan pada anak usia 3-5 tahun menemukan kejadian trauma sebesar 34,6. 12 Berbagai perbedaan dari prevalensi trauma gigi ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti klasifikasi trauma gigi yang digunakan, perkembangan gigi, populasi, kelompok usia, keadaan sosial ekonomi, serta lokasi penelitian dan negara. 20 Tabel 1. Prevalensi trauma gigi sulung di berbagai studi yang berbeda 2,6,12,18-20 Wilayah Tahun Usia tahun Sampel Turki, Asyun dkk Turki, Emin dkk 2008 2009 0-3 0-6 563 657 17,4 5,02 Brazil, Marilia dkk Brazil, Maria dkk Brazil, Maria dkk 2010 2012 2013 2-6 1-3 3-5 501 519 814 40,0 41,2 34,6 Trauma gigi lebih sering mengenai satu elemen gigi saja, akan tetapi trauma yang terjadi pada saat berolahraga, akibat kekerasan, dan kecelakaan lalu lintas dapat mengenai beberapa gigi. 20 Penelitian di India melaporkan bahwa trauma yang mengenai satu elemen gigi memiliki persentase sebesar 60, mengenai dua elemen gigi sebesar 31 dan mengenai tiga elemen gigi sebesar 9. 21 Gigi yang paling sering mengalami trauma adalah gigi insisivus rahang atas, ini mungkin disebabkan oleh posisi gigi insisivus rahang atas yang kurang terlindungi di dalam mulut dibandingkan dengan gigi-geligi lainnya, ini dikarenakan gigi ini berada lebih menonjol di dalam mulut dan cenderung pertama sekali menerima benturan yang dihasilkan oleh trauma. 2,18,22 Penelitian di Turki yang dilakukan pada anak usia 0-6 tahun menunjukkan bahwa gigi insisivus pertama sulung rahang atas sebelah kanan merupakan gigi yang paling sering terkena trauma yaitu sekitar 41,46, kemudian diikuti oleh gigi insisivus pertama sulung rahang atas sebelah kiri yaitu sekitar 14,63. Penelitian di India juga menunjukkan bahwa 75 trauma mengenai gigi insisivus satu sebelah kanan rahang atas. 21 Fraktur enamel merupakan jenis trauma yang paling sering terjadi pada masa gigi sulung dan gigi permanen. Penelitian di Turki tahun 2009 pada anak usia 0-6 tahun menunjukkan bahwa fraktur enamel merupakan jenis trauma yang paling sering terjadi, yaitu sebanyak 65,9. Penelitian lain di Brazil pada anak 3-5 tahun juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, yaitu sekitar 55 trauma gigi merupakan fraktur enamel. 12,17-18 Trauma gigi dapat terjadi secara sengaja dan tidak disengaja. Secara sengaja dapat terjadi karena pembunuhan, kekerasan oleh pembantu rumah tangga dan terorisme, trauma tidak disengaja dapat terjadi karena olahraga, bekerja, kecelakaan lalu lintas dan trauma lain yang diakibatkan oleh seseorang terhadap orang lain. 23 Trauma gigi juga dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung dan didukung oleh faktor predisposisi yang meliputi faktor eksternal karena permainan yang berbahaya dan faktor internal karena posisi gigi anterior yang protusif. 3 Penyebab trauma gigi juga tergantung pada usia anak. Penyebab utama yang menyebabkan trauma gigi adalah terjatuh, dapat terjadi ketika anak sedang bermain, tersandung, terjatuh dari tempat tidur dan ketika memanjat pohon. Kecelakaan lalu lintas dan pukulan dari suatu benda atau seseorang juga dapat dihubungkan dengan kejadian trauma gigi. 21 Trauma gigi lebih sering terjadi antara usia 2-4 tahun karena pada usia tersebut anak mulai memiliki rasa ingin tahu dan pemberani. 5 Ketika anak mulai bisa duduk, merangkak, berdiri, berlari dan aktif dalam lingkungan mereka, resiko trauma menjadi meningkat karena tidak adanya koordinasi motorik dan refleks. 2 Pada anak usia 1,5–2 tahun, sebagian besar trauma pada gigi sulung terjadi karena anak belum dapat berjalan stabil. Seiring dengan anak mulai dapat berjalan sendiri, sering kali mereka jatuh ke arah depan dengan bertumpu pada kedua tangan dan lututnya. Kelompok anak usia 5-11 tahun, trauma gigi terjadi karena anak terjatuh saat bermain, berolahraga, berlari dan bersepeda. 3 Penelitian di Turki pada tahun 2009 melaporkan bahwa penyebab trauma yang paling sering terjadi pada gigi sulung adalah terjatuh yaitu sebesar 66,7. 18 Tabel 2. Frekuensi penyebab trauma gigi sulung 2 Etiologi Kelompok Usia dalam bulan 6-12 13-18 19-24 25-30 30 Terjatuh Pukulan benda 12,3 2,0 19,4 4,1 18,4 4,1 10,2 2,0 13,3 2,0 Kecelakaan lalulintas Kekerasan anak - - - 1,0 - - - 1,0 1,0 1,0 Tidak diketahui 2,0 2,0 2,0 1,0 2,0 Penelitian menunjukkan bahwa trauma gigi berhubungan dengan jenis kelamin, usia, insisal overjet dan penutupan bibir. Faktor-faktor lain seperti lingkungan dan karakteristik sosial seperti tipe sekolah, waktu setelah terjadinya trauma dan perawatan yang diberikan juga menambah pengaruh terhadap trauma gigi. 17 Trauma gigi lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Penelitian di Afrika Selatan melaporkan bahwa anak laki-laki 2,5 kali lebih berisiko dibandingkan dengan anak perempuan. 11 Perbedaan ini terjadi karena anak laki-laki biasanya lebih aktif dalam kegiatan olahraga, perkelahian, dan lebih sering mengalami kecelakaan. Perbedaan jenis kelamin anak pada masa gigi sulung ternyata tidak begitu signifikan. Bijella dkk mengamati perbedaan yang tidak begitu nyata antara anak laki-laki dan perempuan yaitu 1,3:1. Onetto dkk juga mengamati bahwa perbandingan trauma pada laki-laki dan perempuan pada anak di bawah usia tujuh tahun yaitu 0,9:1. 7 Perbedaan yang tidak begitu signifikan ini disebabkan karena anak laki-laki dan perempuan pada masa gigi sulung cenderung bermain dengan jenis permainan yang sama. 23 Besarnya overjet dan penutupan bibir yang tidak adekuat lebih berisiko mengalami trauma gigi, ini karena gigi anterior lebih mudah terekspose dibanding gigi-geligi lainnya. 24 Penutupan bibir dikatakan adekuat ketika bibir dapat menutup bagian gigi anterior pada posisi istirahat dan dikatakan tidak adekuat ketika bibir tidak mampu menutupnya. 25 Berbagai penelitian telah menemukan hubungan antara overjet yang lebih dari 3 mm dan penutupan bibir yang tidak adekuat dengan angka kejadian trauma gigi pada gigi permanen dan gigi desidui. Mereka menemukan bahwa overjet yang lebih dari 3 mm lebih cenderung mengalami trauma gigi, karena itu gigi-geligi yang protusi disebabkan oleh besarnya overjet dapat meningkatkan risiko trauma pada gigi anak. 26 Penelitian di India pada anak usia 6-11 tahun menemukan bahwa overjet lebih dari 3 mm dan bibir yang tidak adekuat sangat berpengaruh terhadap kejadian trauma gigi. 27 Lokasi kejadian trauma yang paling sering terjadi pada masa gigi sulung yaitu di rumah. Anak usia 2-4 tahun sering mengalami trauma ketika sedang bergerak dan bermain di rumah mereka. 24 Penelitian oleh Onetto dkk menemukan bahwa lokasi trauma yang terjadi pada gigi sulung lebih sering terjadi di rumah yaitu sebesar 68. Galea dalam penelitian berbeda juga menemukan bahwa sebanyak 60 trauma yang terjadi pada masa gigi sulung terjadi di rumah. 7 Penelitian di Brazil pada anak usia 3- 5 tahun juga menemukan bahwa sekitar 77,5 anak lebih sering mengalami trauma ketika berada di rumah, ini mungkin disebabkan karena anak pada usia tersebut lebih cenderung menghabiskan waktu mereka di rumah dibandingkan dengan tempat lain. 12 Kebanyakan kasus trauma gigi tidak mendapat perawatan. 1 Penelitian oleh Aysun dkk pada anak usia 0-3 tahun menemukan bahwa hanya sekitar 37,8 orangtua yang mengunjungi dokter gigi ketika terjadi trauma gigi pada anaknya. 2 Penelitian oleh Maria dkk pada anak usia 1-3 tahun bahkan menemukan sebanyak 42,5 orangtua tidak mengetahui trauma gigi terjadi pada anaknya. 6 Rendahnya persentase anak yang mendapat perawatan ini mungkin berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi orangtua dan tidak adanya waktu orangtua untuk mengunjungi dokter gigi karena sibuk bekerja. 1

2.2 Klasifikasi Trauma Gigi

Trauma gigi memiliki beberapa klasifikasi, salah satu diantaranya adalah klasifikasi WHO. WHO mengklasifikasikan trauma gigi menjadi 4 garis besar yang meliputi kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa; kerusakan pada tulang pendukung; kerusakan pada jaringan periodontal; serta kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut. 5

2.2.1 Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa

Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa terdiri dari : a. Retak mahkota enamel infraction adalah fraktur tidak sempurna retak pada enamel tanpa kehilangan struktur gigi. b. Fraktur enamel yang tidak kompleks uncomplicated crown fracture adalah fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai lapisan enamel saja. c. Fraktur enamel-dentin uncomplicated crown fracture adalah fraktur yang hanya mengenai lapisan enamel dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa. d. Fraktur mahkota kompleks complicated crown fracture adalah fraktur yang mengenai lapisan enamel, dentin dan melibatkan pulpa. e. Fraktur mahkota-akar tidak kompleks uncomplicated crown-root fracture adalah fraktur yang melibatkan enamel, dentin, dan sementum tetapi tidak melibatkan pulpa. f. Fraktur mahkota-akar yang kompleks complicated crown-root fracture adalah fraktur yang melibatkan enamel, dentin, sementum, dan melibatkan pulpa. g. Fraktur akar root fracture adalah fraktur yang melibatkan dentin, sementum, dan pulpa. 5 Gambar 1. Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa 16

2.2.2 Kerusakan pada Tulang Pendukung

Kerusakan pada tulang pendukung terdiri dari : a. Kominusi soket alveolar rahang atas adalah adanya benturan dan tekanan terhadap soket alveolar rahang atas bersamaan dengan adanya intrusif dan lateral luksasi. b. Kominusi soket alveolar rahang bawah adalah adanya benturan dan tekanan terhadap soket alveolar rahang bawah bersamaan dengan adanya intrusif dan lateral luksasi. c. Fraktur dinding soket alveolar rahang atas adalah fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket rahang atas. d. Fraktur dinding soket alveolar rahang bawah adalah fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket rahang bawah. e. Fraktur prosesus alveolaris rahang atas adalah fraktur yang mengenai prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolaris gigi. Fraktur enamel,dentin, pulpa Fraktur enamel- dentin Fraktur enamel Infraksi Fraktur akar Fraktur mahkota akar yang kompleks Fraktur mahkota akar tidak kompleks