commit to user
Ы-¿¬ ß²·³¿-· Ü»²¹¿² л²»µ¿²¿² ß®-·¬»µ¬«® Ø·¹¸ Ì»½¸ ÞßÞ ··
9
BAB II TINJAUAN ANIMASI DAN BANGUNAN HIGH TECH
A. TINJAUAN KOMIK DAN ANIMASI
A.1. Komik
Selama ini komik masih relatif terpinggirkan dibanding bidang lain seperti sastra, seni lukis, drama dan berbagai bentuk ekspresi kesenian modern lain. Hal ini
dimungkinkan oleh produksi komik yang bersifat massal, sebagaimana kelahirannya dalam bentuk komik strip di media massa dan menjadi bagian dari budaya massa itu
sendiri, sementara bidang kesenian modern lain ditempatkan sebagai seni tinggi yang penikmatnya bukan masyarakat umum. Kondisi ini cenderung membuat komik dinilai
sebagai karya picisan. Penikmat komik yang sangat luas dari berbagai unsur dan kalangan masyarakat justru menandakan kedekatan antara komik sebagai medium
dengan masyarakat sebagai pembaca.
Arif Budiman, www.kamikaze.com
, Yogyakarta 2005
Sebagai sebuah produk budaya, komik tidak bisa lepas dari masyarakat tempat komik tersebut tumbuh dan berkembang. Komik boleh jadi adalah dokumen berharga
untuk memahami masyarakat yang diwakilinya. Komik sebagai sebuah medium yang mampu merefleksikan semangat zamannya sendiri, sebuah fase sejarah perkembangan
masyarakat.
a. Sejarah Komik
F. Lacassin menyebut gejala suatu pemikiran dengan nama “seni kesembilan” yang muncul sejak 1957. Pada 1964 berdiri Centre d’etues des
Litteratures d’Expression Graphique CELEG di Perancis. Televisi mulai menyediakan acara khusus untuk membicarakan komik. Gerakan ini mengimbas
ke universitas dengan penyelenggaraan kuliah berjudul “Sejarah dan Estetika Komik”.
Berbagai komik diterbitkan. Kini komik memiliki sejarawan, ahli estetika dan ahli tafsir. Sebagian orang masih menganggap komik sebagai karya pinggiran
yang tidak cukup berharga untuk diperhatikan apalagi diteliti. Sehingga beberapa orang perlu berargumen bahwa komik termasuk pada wilayah “budaya” dan
“seni” untuk bisa menyebutnya sebagai sastra mulia yang setara dengan produk budaya lain.
b. Evolusi Komik Indonesia
commit to user
Ы-¿¬ ß²·³¿-· Ü»²¹¿² л²»µ¿²¿² ß®-·¬»µ¬«® Ø·¹¸ Ì»½¸ ÞßÞ ··
10 1. Gambar-gambar Pertama Prasejarah Komik
Relief Candi Borobudur mencakup sekitar 1.460 adegan. Adegan- adegan dalam relief ini digunakan untuk membimbing para peziarah dalam
melakukan perenungan. Peziarah juga dapat melihat relief yang memperlihatkan kehidupan dan ajaran Budha Gautama menuju jalan ke
Nirwana. Di Prambanan, Ramayana digunakan untuk mengajar umat.Reliefnya
menggambarkan kisah kepahlawanan Rama dari India yang termasyur. Para pemahat mengungkapkan lakon-lakon pertempuran Rama melawan Rahwana,
ke dalam adegan-adegan yang sangat hidup. Sejarah Komik di Indonesia dapat ditelusuri sampai ke masa
prasejarah.Bukti pertama berupa relief. Lebih dekat ke masa kini, ada wayang beber dan wayang kulit yang menampilkan tipe penceritaan dengan sarana
gambar yang dapat dianggap sebagai cikal bakal komik.
2. Pengaruh Barat dan China 1931-1954 Komik strip pertama Indonesia justru diterbitkan oleh media Cina
peranakan, surat kabar Sin Po, dengan tokoh Put On yang digambarkan sebagai orang Cina peranakan, berkarakter bodoh tapi baik hati, berbicara
dengan dialog Jakarta. Ia digambarkan sebagai sesosok rakyat kecil ibukota, mempunyai rasa nasionalisme sebab ia menjadi sukarelawan berjuang merebut
Irian Barat. Ia mempunyai pacar yang tidak pernah mendengar deklarasi cinta dari Put On.
Komikus Indonesia meniru komik Amerika yang meraih sukses, tentu saja disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Misalnya, Kapten Komet karya
Kong Ong yang serupa Flash Gordon. Komik Putri Bintang dan Garuda Putih karya Johnlo yang serupa Superman. Komik Popo yang menceritakan
permusuhan abadi antara tikus dan kucing mirip Tom and Jerry.
Gambar II.1 Wayang Beber yang terjalin jaringan cerita
Sumber: Marcell Bonneff, 1974
commit to user
Ы-¿¬ ß²·³¿-· Ü»²¹¿² л²»µ¿²¿² ß®-·¬»µ¬«® Ø·¹¸ Ì»½¸ ÞßÞ ··
11 3. Kembali ke Sumber Kebudayaan Nasional 1954 – 1960
Ketidaksukaan terhadap barat akhirnya melahirkan komik yang bersumber pada budaya lokal. Pada masa ini komik dengan cerita wayang
sangat digemari masyarakat. Tidak aneh jika komik wayang diakui sebagai karya budaya popular sehingga tetap mendapat tempat di rak-rak perpustakaan
dan toko-toko buku besar. 4. Periode Medan 1960 – 1963
Langkah penerbit di Jawa diikuti penerbit komik di Medan. Komikus Medan membuat komik dengan mangangkat legenda Minangkabau, Tapanuli
dan Deli Kuno. Pada 1962-an saat penerbitan komik di Jawa menurun dan justru di Medan mencapai puncaknya. Distribusinya bahkan sampai ke Jawa.
Keberhasilan periode Medan ini setidaknya disebabkan oleh 2 hal, yaitu tema-tema daerah yang menarik dan bakat besar para komikusnya.
Komik periode Medan membuka cakrawala baru bagi pambaca di Jawa. Legenda Minang misalnya mengungkap sistem masyarakat yang matrilineal
kaum wanita memegang peran yang penting hal ini sangat berbeda dangan Jawa yang Patrilineal.
5. Komik dan Nasionalisme ala Soekarno 1963 – 1965 Kebijakan politik nasionalisme ala Soekarno sedang gencar-gencarnya,
banyak komik perjuangan yang terbit. Ambisi Soekarno untuk mengangkat citra Indonesia sebagai Negara paling depan menantang Nekolim. Visi sejarah
disederhanakan, citra dibuat untuk mengukuhkan dan memuliakan gagasan nasionalisme.
Pejuang digambarkan bertelanjang kaki, bersenjatakan bambu runcing, melambangkan patriotisme, di pihak lain serdadu yang berpengalaman perang,
perlengkapan yang canggih dan modern menggambarkan kekejaman dan kebengisan.
6. Masa Roman Remaja 1964 – 1966 Muncul komik roman remaja yang menggambarkan kehidupan urban
dan percintaan dengan gaya pakaian kebarat-baratan seolah merayakan ideologi kebebasan. Pada perkembangannya, komik semacam ini menjamur
bahkan kadang bersifat pornografis. Bahkan para pejabat pemerintah di Semarang membakar komik yang terbit pada tahun tersebut, karena mereka
melihat usaha baru kaum “neokolonialis” merusak kaum muda Indonesia.
commit to user
Ы-¿¬ ß²·³¿-· Ü»²¹¿² л²»µ¿²¿² ß®-·¬»µ¬«® Ø·¹¸ Ì»½¸ ÞßÞ ··
12 7. Mengembalikan Ketertiban atas Nama Pancasila 1966 – 1967
Masa ini masa paling suram dunia komik Indonesia. Saat itu polisi menyita berbagai karya komik yang dianggap melanggar moral serta
bertentangan dengan pancasila. Nasib komik Indonesia tidak menentu, apakah komik menjadi urusan bagian anak dan remaja dalam POLRI atau diawasi
oleh Departemen Penerangan. Komikus mendirikan IKASTIIkatan Seniman Tjergamis Indonesia guna mendesak pemerintah agar mencari solusi. Lalu
dibentuk Komisi Pemeriksa Komik, anggotanya adalah wakil organisasi mahasiswa, Anggota MPR, Departemen Kehakiman, Departemen Penerangan
dan POLRI. Komikus Indonesia memimpikan IKASTI menjadi semaca sindikat komik ala Amerika yang menghimpun SDM perkomikan, suatu
langkah yang jenius waktu itu. 8. Menuju Stabilitas 1968 – 1971
Pada fase-fase tersebut tercatat empat genre komik yang sangat digemari sampai 1971 yaitu komik wayang, silat, humor, dan remaja. Dari
keempatnya mungkin bisa ditarik sebuah bentuk representasi realitas social dan nilai-nilai moralitas yang terkandung dalam komik Marcell Bonneff,
Komik Indonesia, Kepustakaan Populer Gramedia, 1998, 45-47
c. Komik di Yogyakarta