Namun tentunya ada juga dari beberapa golongan kaum eksklusif
136
yang tidak sependapat dengan pemahaman Cak Nur tersebut. Menurut golongan ini,
pengertian Islam hanyalah untuk nama sebuah agama yakni agama Islam. Makna islam menurut golongan ini adalah sebatas bersaksi bahwa tiada Tuhan selain
Allah dan Muhammad dalah utusan Allah, menegakkan shalat, zakat, sahaum ramadan, dan haji ke Baitullah jika mampu.
137
B. Pluralisme Agama dalam Perspektif Hindu
Pluralisme agama dalam perspektif Hindu terdapat dalam sanata dharma, yakni yang menyatakan, bahwa kebajikanlah yang harus jadi dasar
kontekstualisasi agama dalam situasi apa pun sehingga agama menjadi selalu memanifestasikan diri dalam bentuk etis dan keluhuran hidup manusia.
138
Pandangan tersebut telah dijelaskan dalam agama Hindu Klasik sejak agama ini lahir. Alasannya adalah karena menurut agama tersebut, seluruh segi
dunia berasal dari satu leluhur yang sama. Oleh karena itu, tidak diperlukan persamaan, baik itu berupa bunyi, bentuk, jumlah, warna, atau gagasan, termasuk
agama yang bermacam-macam tersebut.
139
Bagi agama Hindu, agama haruslah dipahami sebagai perspektif-perspektif yang berbeda dan kadang-kadang bertentangan, maka dengan adanya paham
tersebut, agama Hindu mengajarkan keharusan bersikap toleran dan terbuka
136
Golongan eksklusif adalah golongan yang tidak menerima keberadaan agama lain. Mereka menganggap bahwa keselamatan hanya ada pada agamanya sendiri. Lihat, Budhy
Munawar Rachman, Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman. Jakarta: Paramadina, 2001, h. 44.
137
Adian Husaini, Pluralisme Agama: Haram Fatwa MUI Yang Tegas Dan Tidak Kontroversial
Jakarta: Pustaka al Kaustar, 2005, h. 100.
138
Sukidi, New Age Wisata Spiritual Lintas Agama Jakarta: Gramedia, 2002, h. 28.
139
Harold Coward, Pluralisme:Tantangan bagi Agama-Agama. Penerjemah Bosco Carvallo Yogyakarta: Kanisius, 1994, h. 117.
terhadap agama-agama lain. Bahkan dalam agamanya sendiri, dituntut adanya toleransi yang besar untuk merangkul semua sekte karena makin banyak segi Ilahi
yang dapat diamati, maka makin sempurnalah pemahaman kita.
140
Pada dasarnya agama tersebut sudah memperkirakan adanya perbedaan mengenai yang Ilahi. Hal tersebut terlihat dalam penjelasan mengenai pengertian
tentang konsep. Menurut ajaran ini, setiap konsep adalah benar dalam perpektifnya sendiri. Artinya setiap pandangan merupakan suatu kesimpulan logis
yang didasarkan pada praanggapan pada perspektifnya sendiri. Dengan demikian karena keterbatasan manusiawi, terpaksa manusia harus memilih salah satu bentuk
dari sekian banyak bentuk untuk menyalurkan apresiasi kecintaanya pada Yang Ilahi.
141
Terdapat dua perspektif pluralisme agama dalam agama Hindu, yakni yang membiarkan eksistensi agama-agama dan yang menyatukan agama-agama.
Yang mengakui eksistensi agama-agama, selain Hindu Klasik adalah Radhakrishnan.
142
Ia mengatakan bahwa agama tidak harus sama dengan suatu wahyu yang akan kita capai dalam iman sebagai suatu upaya untuk
menyingkapkan lapisan-lapisan terdalam keberadaan manusia dan menjalin hubungan abadi dengan-Nya. Menurutnya, agama-agama yang berbeda harus
mengembangkan semangat saling mengerti dan menerima kultus-kultus mengenai kelompok lain. Yang Nyata ada satu. Yang berpengetahuan menyebutnya dengan
bermacam-macam nama: Agni, Yama, Matarisvan, sebagaimana yang dikatakan
140
Coward, Pluralisme, h. 117-118.
141
Coward, Pluralisme, h. 118.
142
Radhakrishnan adalah seorang filosof dan apologi Hindu. Dia lahir tahun 1888 di India Selatan. Dia juga merupakan profesor agama-agama timur dan budaya, dosen filsafat di Mysore
Calkuta dan di Universitas Hindu Banares. “Radhakrishnan” dalam Paul Edwards, ed., The Encyclopedia of Philosophy,
vol. VII-VIII New York: Collier Macmillan, 1967, h. 62
dalam Upanisad, Brahman ada satu; dewa-dewa yang beda hanyalah perwujudan bermacam-macam aspek dari Brahman.
143
Sikap demikian juga dinyatakan jelas dalam Bhagawad-Ghita, bahwa Yang Ilahi menerima orang-orang yang datang kepada-Nya melalui jalan agama
yang berbeda-beda, dan agama Hindu menurutnya telah menyesuaikan dirinya dengan rahmat yang tak terbatas untuk setiap kebutuhan manusia tersebut. Agama
ini mempunyai sikap simpati dan hormat sehingga agama ini tidak segan-segan menerima setiap segi Allah yang dipahami manusia. Sikap tersebut telah mampu
menyatukan keanekaragaman agama. Agama ini juga menyatakan bahwa masalah agama adalah masalah kepuasan pribadi. Syahadat dan dogma, kata dan lambang,
hanya berfungsi sebagai alat karena bagi ajaran ini, nama yang digunakan untuk menyebut Allah dan upacara yang dilakukan untuk mendekati-Nya bukanlah
persoalan. Selain mengutip Bhagawad-Ghita, Radhakrishnan pun membenarkan apa yang telah diucapkan oleh Yesus yang mengatakan bahwa orang yang
melakukan kehendak Allah adalah saudara-saudari-Ku dan ibu-Ku.
144
Bagi Radhakrishnan, keabsahan setiap agama terdapat dalam nilainya sebagai alat, yaitu jika setiap agama memungkinkan pengikutnya mencapai
kebahagiaan. Kebahagian adalah letak keabsahan dari sebuah agama. Letak keabsahan orang Hindu terletak kepada melagukan Veda di tepi sungai Gangga,
sedangkan bagi orang Cina dengan merenungkan ajaran-ajaran Konghuchunya, bagi orang Jepang adalah memuja patung Budha bagi orang Eropa adalah percaya
143
Coward, Pluralisme, h. 137.
144
Coward, Pluralisme, h. 138-139.
pada Kristus, bagi orang Arab membaca al-Quran, dan bagi orang Afrika adalah memuja Fetis.
145
Fakta tersebut merupakan penegasan setiap agama atas keabsahannya, bahwa hanya melalui agama yang bersangkutan para pengikutnya menemukan
diri. Lebih jelasnya Radhakrishnan ingin mengatakan, bahwa pembebasan manusia itu beraneka ragam sesuai dengan sifat dan latar belakang budayanya.
Agama Kristen sangat cocok untuk orang Eropa yang baginya tradisi lain seperti agama Hindu atau Budha sama sekali tidak cocok.
146
Lebih lanjut Radhakrishnan menjelaskan, bahwa kepercayaan terhadap satu agama, akan membunuh kepercayaan terhadap agama-agama lain karena
tindakan tersebut cenderung berusaha memaksakan iman pada orang lain, dan hanya akan merampok kekayaan agama, yakni keanekaragaman jalan menuju
Allah, dan tentu saja ajaran tersebut bertolak belakang dengan ajaran Hindu yang mengakui kebenaran yang beragam pada setiap agama.
147
Dengan demikian pemecahan masalah pluralisme keagamaan, menurut Radhakrishnan, bukanlah dengan menghancurkan atau menghilangkan tradisi-
tradisi agama individu, melainkan dengan menegaskan dan menghormati kepercayaan dari orang lain karena baginya tradisi adalah merupakan kenangan
masyarakat akan jalan dan sarana yang mereka gunakan untuk mencapai pembebasan.
148
Berbeda dengan Radhakrishnan, adalah Kabir dan Namdev, mereka adalah dua orang Hindu sejati yang memadukan ajaran agama Islam dan Hindu. Kabir
145
Coward, Pluralisme, h. 139.
146
Coward, Pluralisme,, h. 139.
147
Coward, Pluralisme, h. 140.
148
Coward, Pluralisme, h. 140.
mengatakan bahwa Allah yang sama yang dicari dalam semua agama, yang berbeda hanya cara menamakan-Nya. Beberapa ajaran yang diambil dari ajaran
Islam di antaranya adalah menjauhkan diri lambang-lambang kehidupan agama termasuk kasta, berhala-berhala dan praktek-praktek ziarah termasuk penolakan
terhadap pemujaan berhala-berhala.
149
Selain Namdev dan Kabir adalah Nanak. Ia adalah seorang penganut Hindu yang menyatukan ajaran Islam dan Hindu, menjadi agama Sikh. Namun
latar belakang kebijaksanaannya lebih banyak dipengaruhi oleh agama Hindu. Ia menyatakan bahwa kegiatan kasih sayang dan penuh semangat dituntut dari
semua orang. Allah adalah yang mutlak tanpa bentuk nirguna dan sekaligus adalah realitas yang terwujud saguna.
150
Selanjutnya adalah Keshub Chunder Sen. Ia adalah seorang penganut Hindu yang memadukan ketiga ajaran agama menjadi satu, yakni Islam, Hindu, dan
Kristen. Dasar pemikirannya adalah bahwa semua semua yang baik dan mulia yang ada dalam yang lain harus diambil. Masukkan dan terimalah seluruh umat
manusia dan semua kebenaran. Ia mengatakan hendaknya orang Hindu dan Kristen mengerti dan memahami keduanya. Tidak saling membenci dan
meniadakan.
151
C. Pluralisme Agama dalam Perspektif Buddha