pencarian, peninjauan dan pembentukan hakikat dan peran agama demi keadilan dan pluralisme keagamaan.
99
C. Karya-Karya Farid Esack
Di antara gagasan-gagasan Esack yang berbentuk esai terdapat dalam buletin-buletin: buletin bulanan al-Qalam yang diterbitkan di Afrika Selatan,
100
Assalamualaikum yang diterbitkan di New York, dan Islamica yang diterbitkan di
London.
101
Selain menulis esai, Esack juga menulis dalam bentuk buku. Jumlah buku yang penulis temukan di media elektronik terdapat tujuh buah, yaitu: Quran
Liberation And Pluralism: An Islamic Perspective of Interreligious Solidarity Agains Oppression,
diterbitkan oleh Oneworld, Oxford, England tahun 1997; The Struggle Islam and Politic,
London tahun 1988; The Quran: A Short Introduction, diterbitkan oleh Oneworld, Oxford tahun 2002; On Being a Muslim: Finding a
Religious Path in the World Tod ay diterbitkan oleh Oneworld, Oxford, England
tahun 1999; The Quran: A User’s Guide, Oxford tahun 2005; But Musa Went to Fir’aun: A Compilation of Questions and Answers about the Role of Muslims in
the South African Struggle for Liberation; Children of Africa Confront AIDS: From Vulnerability,
Editor Stephen Howard, Ohio University Press tahun 2003.
102
99
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 37-38.
100
Esack, On Being A Muslim, h. 16.
101
Esack, On Being A Muslim, h. 11.
102
Artikel diakses
pada 10
September 2007
dari http:en.
Wikipedia, org.wikifarid_Esak20071110
Sementara ini, terdapat dua buah buku yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, yaitu Qur’an Liberation and Pluralism: An Islamic Perspective
of Interreligous Solidarity Against Oppression dan On Being a Muslim: Finding a
Religious Path in the World Today, buku yang pertama diterjemahkan menjadi
Membebaskan yang Tertindas: Al-Quran, Liberalisme, Pluralisme , penerjemah
Watung A. Budiman diterbitkan oleh Mizan, Bandung tahun 2000, sedangkan buku yang keduanya telah diterbitkan oleh dua penerbit, yaitu oleh IRCISoD
tahun 2003 dan Erlangga tahun 2004. Yang diterbitkan oleh IRCISoD diterjemahkan oleh Nuril Hidayah menjadi On Being a Muslim: Fajar Baru
Spiritualitas Islam Liberal-Plural. Sedangkan yang diterbitkan oleh Erlangga
diterjemahkan oleh Dadi Darmadi dan Jajang Jahroni menjadi On Being a Muslim:
Menjadi Muslim di Dunia Modern sekaligus, pengantar oleh Dadi Darmadi dan Farid Esack sendiri. Namun dalam penulisan skripsi ini penulis
banyak merujuk pada buku yang telah diterbitkan oleh IRCISoD dari pada Erlangga. Alasannya adalah karena penulis lebih dulu menemukan buku yang
telah diterbitkan oleh IRCISoD dari pada buku yang telah diterbitkan oleh Erlangga.
Adapun mengenai isi kedua buku tersebut, merupakan hasil refleksi dari perjalanan intelektual dan aktivitas Esack selama ia tinggal di Afrika Selatan dan
di berbagai negeri yang ia singgahi. Dalam bukunya yang pertama, di antaranya adalah Esack lebih banyak berbicara dalam konteks Afrika Selatan, sedangkan
pada bukunya yang kedua, selain dalam konteks Afrika Selatan, ia juga bebicara dalam konteks berbagai negeri, seperti India, Pakistan, dan Makkah.
Kemudian dalam bukunya yang pertama, Esack banyak menuliskan gagasan-gagasan teologisnya yang sudah mapan, seperti bagaimana seharusnya
memaknai dan menggunakan istilah iman, islam, dan kafir agar terhindar dari pemaknaan dan penggunaan yang sempit. Ia juga menjelaskan tentang pentingnya
perangkat hermeneutika dalam memahami al-Quran demi tercapainya keadilan dan kesejahteraan, hidup berdampingan dengan orang-orang yang berbeda agama
tanpa harus menjauh dari kitab suci, dan bukunya yang kedua, lebih berisi catatan- catatan yang gamblang dan ringan, semacam catatan keseharian diary karena
penjelasan yang ia tulis lebih rinci lagi, seperti bagaimana ia mengomentari ketidakadilan dan penderitaan yang ia lihat dan rasakan selama ia tinggal di
Afrika Selatan dan Pakistan. Kemudian kecurigaan-kecurigaan yang ia pertanyakan dalam hatinya terhadap kebaikan di luar agamanya. Ia
mempertanyakan apakah adil jika Tuhan menempatkan tetangganya, nyonya Batista atau tuan Frank dalam Neraka.
103
Padahal mereka telah banyak membantu dan meringankan beban penderitaan keluarganya di saat mereka kelaparan dan
tidak punya uang. Tidak itu saja, mereka juga adalah orang-orang yang taat dalam beribadah.
104
Bisa dikatakan buku yang keduanya ini, On Being a Muslim: Fajar Baru Spiritualitas Islam Liberal-Plural
sebagai pelengkap buku yang pertama, Membebaskan yang Tertindas: Al-Quran, Liberalisme, Pluralisme
karena penjelasannya saling mengisi dan melengkapi satu sama lain. Terkadang jika
orang membaca bukunya yang kedua kemudian tidak paham, maka ia bisa
103
Mengenai profil nama-nama tersebut, telah dijelaskan pada bagian latar belakang sosial Farid Esack pada halaman 2 dari tulisan ini.
104
Esack, On Being A Muslim, h. 219.
membacanya dan memahaminya pada buku pertama. Begitu pula sebaliknya jika ia membaca buku yang pertama kemudian tidak memahaminya, maka dianjurkan
untuk membaca bukunya yang kedua. Selanjutnya dalam buku The Quran: A Short Introduction, Esack
mengatakan, bahwa realitas mempunyai otoritas yang lebih penting dari pada teks,
105
dan dalam bukunya But Musa Went to Fir’aun: A Compilation of Questions and Answers about the Role of Muslims in the South African Struggle
for Liberation, Esack menjelaskan tentang pentingnya politik sebagai medium
untuk menyampaikan aspirasi serta mengubah stuktur eksploitatif melalui prosedur-prosedur demokratis, untuk mengkampanyekan ide-ide perlawanan
terhadap rezim apartheid, ia tuliskan kisah-kisah para Nabi tentang perjuangannya melawan penindasan dan ketidakadilan di masyarakatnya. Buku ini berukuran
kecil dan berisi tanya jawab hanya berjumlah 84 halaman karena sebenarnya, buku ini ditulis untuk keperluan Call of Islam yang sedang gencar-gencarnya
mengkampanyekan perlawanan terhadap rezim Apartheid.
106
105
“Esack Books,” diakses pada 10 September 2007 dari http:books.goole.combooks?id=6
106
Burhanudin, “Tafsir Liberatif dan Prinsip Wahyu Progresif,” h. 29-30.
BAB III PLURALISME AGAMA DALAM PERSPEKTIF AGAMA-AGAMA