Bahkan tidak itu saja, menurutnya, Al-Quran pun akan memberikan keselamatan bagi pemeluk-pemeluk setia, meskipun jalan yang mereka lalui
berbeda-beda.
185
2. Argumentasi Pluralisme Agama
Berikut ini adalah beberapa argumentasi mengenai penerimaan dan pengakuan keberadaan kehidupan religius komunitas lain menurut Esack dalam
al-Quran, baik secara sosial maupun spiritual, dan sebagaimana telah diungkapkan di muka bahwa pembahasan ulang mengenai istilah iman, islam, dan kafir dalam
pandangan Esack menjadi salah satu argumentasi yang sangat penting untuk memahami pengertian pluralisme agama, khususnya dam Islam karena ia telah
menggunakan istilah-istilah tersebut dengan makna yang kontekstual dan eksistensial
dengan paham
pluralisme agama.
Adapun argumentasi-
argumentasinya adalah sebagai berikut:
a. Pengakuan dan Penerimaan Kaum Lain Sebagai Komunitas
Sosioreligius yang Sah
Menurut Esack, argumentasi mengenai pengakuan dan penerimaan atas kaum lain sebagai komunitas sosioreligius yang sah, tertulis
185
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 205-215.
dalamteks Q.S. al-Baqarah2: 62
186
, dan ayat yang sejenis dalam Q.S. al- Maidah5: 69.
187
Teks tersebut menjelaskan bahwa kaum Yahudi, Nasrani, dan Sabi’in, diakui sebagai komunitas sosioreligius yang sah, dan siapa saja
akan mendapat keselamatan asalkan mereka beriman kepada Allah, Hari Akhir dan berbuat kebajikan. Kebajikan yang mereka lakukan tidak akan
sia-sia. Allah akan memberi pahala sesuai dengan apa yang telah Ia janjikan.
188
Ia mengutip penjelasan tersebut yang dijelaskan oleh Ridha 1865- 1935
189
dan Al-Thabathaba’i 1903-1981
190
; mereka menyatakan bahwa semua yang beriman kepada Allah dan beramal saleh tanpa memandang
afiliasi keagamaan formal mereka, akan diselamatkan sebab Allah tidak mengutamakan satu kelompok seraya menzalimi kelompok yang lain.
191
Bagi al-Thabathaba’i, tak ada nama dan tak ada sifat yang bisa memberi kebaikan jika tidak didukung oleh iman dan amal saleh, dan
aturan ini berlaku untuk seluruh umat manusia. Satu-satunya kriteria dan standar ketinggian martabat dan kebahagiaan menurutnya adalah keimanan
186
Terjemahannya: “Sungguh orang-orang yang beriman, Yahudi, Nasrani, Sabi’in, siapa saja di antara mereka yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir dan berbuat kebajikan, mereka
akan mendapatkan balasan mereka di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran bagi mereka dan tidak pula mereka akan bersedih hati”.
187
Terjemahannya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, Yahudi, Sabi’in dan Nasroni, siapa saja yang benar-benar beriman, kepada Allah dan Hari Kemudian, dan beramal
saleh, maka tak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.”
188
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 207.
189
Nama lengkapnya adalahMuhammad Rasyid Ridha, Suriah, 1865-1935. Dia adalah seorang pemikir dan ulama pembaru dalam Islam di Mesir pada awal abad ke 20. Tim Penyusun
Ensiklopedi Islam, “Rasyid Ridha, Syekh Muhammad,” Dalam Abdul Aziz Dahlan, dkk., ed., Ensiklopedi Islam,
vol. IV Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997, h. 161.
190
Nama lengkapnya adalah Sayyid Muhammad Husain Al-Thabathaba’i, lahir pada 29 Zulhijjah 1321 H1903-14011981 M. Rosihan Anwar, “Tafsir Esoterik Menurut Pandangan Al-
Thabathaba’i,” Disertasi S3 Tafsir Hadits, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2004, h. 8.
191
Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 212.
yang benar kepada Allah dan Hari Kiamat, disertai dengan amal-amal yang saleh. Begitupun dengan Ridha, ia menyatakan bahwa keselamatan
tidak dapat ditemukan dalam sektarianisme keagamaan, tetapi di dalam keyakinan yang benar dan kebajikan. Aspirasi kaum Muslim, Yahudi, atau
Nasrani terhadap pentingnya keberagaman tak memberi pengaruh apa pun bagi Allah, tidak juga menjadi dasar ditetapkannya suatu keputusan.
Adapun orang yang mengklaim agama dan kebajikannya saja yang dapat memberi keselamatan, menurut keduanya, mereka adalah termasuk orang-
orang yang terkungkung dalam sektarianisme dan chauvinisme keberagaman yang sempit.
192
b. Pengakuan dan Penerimaan Kaum Lain Sebagai Komunitas Spiritual