6. Pengumuman. Proses Pengambilalihan tidak terjadi dengan hanya 1 satu kali Pengumuman,
tetapi, setelah 30 tiga puluh hari terhitung sejak terjadinya Pengambilalihan , maka direksi dari perusahaan yang diambil alih harus mengumumkan dalam 1
satu surat kabar atau lebih, sesuai dengan Pasal 133 ayat 2 UU No. 40 tahun 2007.
C. Prinsip Fiduciary Responsibility dalam Perseroan Terbatas
Direksi sebagai organ yang melaksanakan kepengurusan PT bertanggung jawab penuh atas pengurusan PT bukan kepada perseorangan pemegang saham
untuk kepentingan dan tujuan PT, didalam maupun diluar pengadilan, dimana
tanggung jawab Direksi dilandasi atas prinsip : a. Fiduciary Duty, yaitu prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan yang
dipercayakan kepadanya oleh PT dan b. Duty of Skill and Care, yaitu prinsip yang mengacu pada kemampuan serta
kehati-hatian tindakan Direksi.
Dengan adanya prinsip ini maka, Direksi dituntut untuk bertindak secara hati-hati dan disertai etiket baik dan penuh tanggung jawab bagi kepentingan dan
tujuan PT. Pelanggaran terhadap prinsip terhadap membawa konsekuensi berat bagi seorang Direksi karena ia dapat dimintai pertanggung jawaban secara pribadi,
apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.
Sebagaimana disebutkan di atas, direksi adalah organ perseroan yang berwenang menjalan perseroan. Oleh karenanya, direksi mempunyai tanggung
Universitas Sumatera Utara
jawab apa yang disebut dengan “fiduciary responsibility”. Yang dimaksud dengan fiduciary responsibility adalah bahwa direksi dengan penuh tanggung jawab
harus menjalankan perusahaan, termasuk ketika berhubungan dengan orang lain atau pihak ketiga.
62
62
I.G. Ray Wijaya, Hukum Perseroan Terbatas, Megapoint, Jakarta, 2002, hal. 75.
Dalam hal ini direksi harus secara fiduciary menjalankan perusahaan dengan standard of care standar pemeliharaan. Dalam menjalankan
tugas dan kepengurusannya, diareksi harus senantiasa :
a. Bertindak dengan ‘itikad baik. b. Senantiasa memperhatikan kepentingan perseroan dan bukan kepentingan dari
pemegang saham semata-mata. c. Kepengurusan perseroan harus dilakukan dengan baik, sesuai dengan tugas
dan kewenangan yang diberikan kepadanya, dengan tingkat kecermatan yang wajar, dengan ketentuan bahwa direksi tidak diperkenankan untuk
memperluas maupun mempersempit ruang lingkup geraknya sendiri. d. Tidak diperkenankan untuk melakukan tindakan yang dapat menyebabkan
benturan kepentingan antara kepentingan perseroan dengan kepentingan direksi.
Keempat hal tersebut menjadi penting artinya, oleh karena keempat hal tersebut mencerminkan kepada direksi dan perseroan terdapt suatu bentuk
hubungan saling ketergantungan dimana perseroan bergantung pada direksi sebagai organ yang dipercayakan untuk melakukan pengurusan perseroan dan
perseroan merupakan sebab keberadaan direksi, tanpa perseorang maka tidak ada direksi.
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya direksi merupakan organ kepercayaan perseoran yang akan bertindak mewakili perseroan dalam segala macam tindakan hukumnya untuk
mencapai tujuan dan kepentingan perseroan. Berkaitan dengann prinsip kepercayan tersebut ada dua hal yang dapat dikemukana, yaitu :
1 Direksi adalah trustee bagi perseoran.
2 Direksi adalah agen bagi perseoran dalam mencapai tujuan dan
kepentingannya. Sebagai suatu organ, yang merupakan tanggung jawab kolegial sesama anggota direksi terhadap perseoran. Direksi tidak secara
sendiri-sendiri bertanggung jawab kepada perseroan. Ini berarti setiap tindakan yang diambil atau dilakukan oleh satu atau lebih anggota direksi akan
mengikat anggota direksi lainnya. Namun, ini tidak berarti tidak diperkenankan terjadinya pembagian tugas antara anggota direksi perseroan,
demi pengurusan perseroan yang efisien, Ada beberapa tanggung jawab lain yang harus dijalankan direksi dalam
rangka melaksanakan fudiciacary responsibility di perseroan, yaitu : a
Pertanggungjawaban dalam hal terajdi pemberian keterangan yang tidak benar atau menyesatkan.
Sebagai kewajiban untuk melakukan keterbukaan, direksi bertanggung jawab penuh atas kebenaran dan keakurutan setiap data dan keterangan yang
disediakan olehnya kepada publik masyarakat ataupun pihak ketiga berdasarkan perjanjian. Jika terdapat pemberian data atau keterangan secara tidak benar atau
menyesatkan, maka seluruh anggota direksi dan atau komisaris harus bertanggungjawab secara tanggung renteng atas setiap kerugian yang diderita oleh
Universitas Sumatera Utara
pihak ketiga, sebagai akibat dari pemberian data dan atau keterangan yang tidak benar atau menyesatkan tersebut, kecuali dapat dibuktikan bahwa keadaan
tersebut terjadi bukan karena kesalahannya.
b Tanggung jawab renteng antara sesama anggota direksi perseroan
Dengan ketentuan tanggung jawab renteng tersebut, maka setiap anggota direksi diharapkan dapat menjadi kontroler satu terhadap yang lainnya, walau
demikian pada prakteknya fungsi control melalui mekanisme check and balance sulit dilakukan. Untuk itu maka diperlukan pembagian tugas dan wewenang serta
tanggung jawab yang jelas. Dengan adanya pembagian tersebut, maka masalah pembuktian anggota direksi yang sebenarnya harus bertanggung jawab atas
tindakannya yang merugikan kepentingan perseroan menjadi lebih mudah.
63
c Tanggung jawab internal direksi terhadap perseroan dan pemegang saham
perseroan Setiap kesalahan atau kelalaian anggota direksi dalam melaksanakan
kewajibannya memberikan hak kepada pemegang saham perseroan, untuk : 1
Secara sendiri-sendiri atau bersama-sama, yang mewakili sejumlah sepersepuluh pemegang saham perseroan melakukan untuk dan atas nama
perseroan terhadap direksi perseroan yang atas kesalahan dan kelalaiannya telah menerbitkan kerugian kepada perseroan.
63
Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas UU No. 40 Tahun 2007, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2007, hal. 14
Universitas Sumatera Utara
2 Secara sendiri-sendiri melakukann gugatan langsung untuk dan atas nama
pribadi pemegang saham terhadap direksi perseroan atas setiap keputusan atau tindakan dirksi perseoran yang merugikan pemegang saham.
d Tanggung jawab eksternal direksi terhadap pihak ketiga yang berhubungan
dengan hukumm perseoran. Selain tanggung jawab perseroan dan pemegang saham perseroan, direksi
perseroan juga bertanggung jawab terhadap pihak ketiga atas perbuatan hukum yang dilakukan untuk dan atas nama perseroan.
e Pertentangan kepentingan
UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menentukan bahwa dalam hal terjadi pertentangan kepentingan antara kepentingan salah satu anggota
direksi pada satu sisi dengan kepentingan perseroan pada sisi yang lain, maka anggota direksi berkenaan dilarang untuk bertindak mewakili perseroan.
Demikian pula halnya jika terjadi suatu perkara di hadapan pengadilan antara salah satu anggota direksi dengan perseroan, maka anggota direksi berkenaan
tidak diizinkan untuk mewakili perseroan di hadapann pengadilan. Direksi hanya dapat membebaskan diri dari tanggung jawabnya dalam 2
dua hal, yaitu :
64
1 Ia tidak menandatangi laporan tahunan dengan menjelaskan alasannya
secara tertulis.
64
YPPMI Sinergy Communication, The Essense of Good Corporate Governance, YPPMI Sinergy Communciation, Jakarta, 2002, hal.13
Universitas Sumatera Utara
2 Ketidakbenaran laporan bukan karena kesalahannya, tetapi misalnya
karena kesalahan akuntan public atau bagian keuangan perseroan yang tidak diketahui atau disadari oleh direksi dan komisaris.
Sebagaimana disebutkan di atas, direksi mempunyai fiduciary responsibility kepada perseroan yang dipimpinnya. Apabila direksi melanggar
fiduciary responsibility tersebut, khususnya jika dia melakukan kesalahan baik dengan kesengajaan atau kelalaian, maka pihak pemegang saham dapat mewakili
perseroan untuk menggugat direksi tersebut, dan seluruh hasil dari gugatan tersebut misalnya ganti rugi dari direksi akan menjadi milik perseroan, bukan
milik pemegang saham penggugat. Gugatan para pemegang saham atas nama perseroan disebut dengan “Gugatan Derivatif”. Gugatan derivative adalah : suatu
gugatan perdata yang diajukan oleh 1 satu atau lebih pemegang saham yang bertindak untuk dan atas nama perseroan jadi bukan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, gugatan mana diajukan terhadap pihak lain, misalnya direksi karena telah melakukan tindakan yang merugikan perseroan, sungguhpun untuk
kepentingan procedural, pihak perseroan kadang-kadang menjadi pihak tergugat.
65
65
Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal. 75
Universitas Sumatera Utara
BAB IV TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PRINSIP TANGGUNG JAWAB
SOSIAL KORPORASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN FIDUCIARY RESPONSIBILITIES
PERUSAHAAN TERHADAP PARA PEMEGANG SAHAM
A. Tanggung Jawab Sosial Korporasi Corporate Social Responsibility Menurut UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Di Indonesia sendiri, munculnya UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menandai babak baru pengaturan CSR. Selain itu, pengaturan
tentang CSR juga tercantum di dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal UU PM. Walaupun sebenarnya pembahasan mengenai CSR
sudah dimulai jauh sebelum kedua undang-undang tersebut disahkan. Salah satu pendorong perkembangan CSR yang terjadi di Indonesia adalah pergeseran
paradigma dunia usaha yang tidak hanya semata-mata untuk mencari keuntungan saja, melainkan juga bersikap etis dan berperan dalam penciptaan investasi sosial.
Adapun pengaturan CSR di dalam UU PT adalah sebagai berikut: Pasal 74:
1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang danatau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan. 2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
93
Universitas Sumatera Utara
3. Perseroan yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Sedangkan pengaturan di dalam UU PM, yaitu di dalam Pasal 15 huruf b adalah sebagai berikut : “Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan
tanggung jawab sosial perusahaan.” Kemudian di dalam Pasal 16 huruf d UU PM disebutkan sebagai berikut:
“Setiap penanam modal bertanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan hidup.”
Namun demikian, pengaturan CSR di dalam peraturan perundangan- undangan Indonesia tersebut masih menciptakan kontroversi dan kritikan.
Kalangan pebisnis CSR dipandang sebagai suatu kegiatan sukarela, sehingga tidak diperlukan pengaturan di dalam peraturan perundang-undangan. Menurut Ketua
Umum Kadin, Mohammad S. Hidayat, CSR adalah kegiatan di luar kewajiban perusahaan yang umum dan sudah ditetapkan dalam perundang-undangan formal,
sehingga jika diatur akan bertentangan dengan prinsip kerelaan dan akan memberikan beban baru kepada dunia usaha.
Di lain pihak, Ketua Panitia Khusus UU PT, Akil Mochtar menjelaskan bahwa kewajiban CSR terpaksa dilakukan karena banyak perusahaan
multinasional yang beroperasi di Indonesia lepas dari tanggung jawabnya dalam mengelola lingkungan. Selain itu kewajiban CSR sudah diterapakan pada
perusahaan Badan Usaha Milik Negara BUMN, yang mewajibkan BUMN untuk memberikan bantuan kepada pihak ketiga dalam bentuk pembangunan fisik.
Universitas Sumatera Utara
Kewajiban ini diatur di dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengang BUMN.
Pada kenyataannya, memang dapat kita lihat berbagai kasus pencemaran atau kerusakaan lingkungan yang diakibatkan karena aktivitas perusahaan kurang
bertanggung jawab dalam menjaga kelestarian lingkungan sekitarnya dan konflik antara perusahaan dengan masyrakat di sekitarnya, karena kurang memperhatikan
keadaan masyarakat tersebut. Beberapa kasus tersebut diantaranya adalah: kasus lumpur Lapindo di Porong, pencemaran lingkungan oleh Newmont di Teluk
Buyat, konflik antara masyarakat Papua dengan PT. Freeport Indonesia, konflik masyarakat Aceh dengan Exxon Mobile yang mengelola gas bumi di Arun.
Berdasarkan atas munculnya berbagai aktivitas perusahaan yang tidak bertanggung jawab, sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup di
sekitarnya dan terjadinya konflik dengan masyarakat sekitarnya, maka pemerintah memberikan pengaturan mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan
perusahaan di dalam peraturan perundang-undangan nasional. Dengan diaturnya CSR di dalam peraturan perundang-undangan, maka
CSR kini menjadi tanggung jawab yang bersifat legal dan wajib. Namun, dengan asumsi bahwa kalangan bisnis akhirnya bisa menyepakati makna sosial yang
terkandung di dalamnya, gagasan CSR mengalami distorsi yang serius, yaitu sebagai berikut:
1. Sebagai sebuah tanggung jawab sosial, dengan adanya pengaturan CSR, maka mengabaikan sejumlah prasyarat yang memungkinkan terwujudnya makna
dasar CSR tersebut, yaitu sebagai pilihan sadar, adanya kebebasan, dan
Universitas Sumatera Utara
kemauan bertindak. Dengan mewajibkan CSR, maka memberikan batasan kepada ruang-ruang pilihan yang ada, berikut kesempatan masyarakat
mengukur derajat pemaknaannya dalam praktik. 2. Dengan adanya kewajiban tersebut, maka CSR bermakna parsial sebatas upaya
pencegahan dan penanggulangan dampak sosial dan lingkungan dari kehadiran sebuah perusahaan. Dengan demikian, bentuk program CSR
hanya terkait langsung dengan jenis usaha yang dijalankan perusahaan. Padahal praktek yang berlangsung selama ini, ada atau tidaknya kegiatan
terkait dampak sosial dan lingkungan, perusahaan melaksanakan program langsung, seperti lingkungan hidup dan tak langsung, seperti rumah sakit,
sekolah, dan beasiswa. Kewajiban tadi berpotensi menghilangkan aneka program tak langsung tersebut.
3. Tanggung jawab lingkungan sesungguhnya adalah tanggung jawab setiap subyek hukum, termasuk perusahaan. Jika terjadi kerusakan lingkungan akibat
aktivitas usahanya, hal itu jelas masuk ke wilayah urusan hukum. Setiap dampak pencemaran dan kehancuran ekologis dikenakan tuntutan hukum, dan
setiap perusahaan harus bertanggung jawab. Dengan menempatkan kewajiban proteksi dan rehabilitasi lingkungan dalam domain tanggung jawab sosial, hal
ini cenderung mereduksi makna keselamatan lingkungan sebagai kewajiban legal menjadi sekedar pilihan tanggung jawab sosial. Atau bahkan lebih jauh
lahi, justru bisa terjadi penggandaan tanggung jawab suatu perusahaan, yakni secara sosial menurut UU PT dan secara hukum menurut UU Lingkungan
Hidup.
Universitas Sumatera Utara
4. Dari sisi keterkaitan peran, kewajiban yang digariskan UU PT menempatkan perusahaan sebagai pelaku dan penanggung jawab tunggal program CSR. Di
sini, masyarakat seakan menjadi obyek semata, sehingga hanya menyisakan budaya ketergantungan selepas program, sementara negara menjadi mandor
pengawas yang siap memberikan sanksi atas pelanggaran. Terlepas dari berbagai konflik yang membayangi pengaturan mengenai
CSR di dalam peraturan perundang-undangan nasional, CSR merupakan suatu konsep yang penting untuk dilaksanakan oleh perusahaan. Hal ini dimaksudkan
untuk menciptakan hubungan timbal balik yang saling sinergis antara perusahaan dengan masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Perusahaan yang telah beroperasi di suatu wilayah tertentu, memiliki kewajiban untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan tersebut, salah satunya
dengan cara melakukan sistem pengolahan limbah yang baik. Selanjutnya, perusahaan juga seharusnya turut berperan serta dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di sekitarnya, antara dengan cara pemberian pelatihan keterampilan dan penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat tersebut.
Pada umumnya implementasi CSR di perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Komitmen pimpinan perusahaan Perusahaan yang pimpinannya tidak tanggap dengan masalah-masalah sosial
dan lingkungan, kecil kemungkinan akan mempedulikan aktivitas sosial. 2. Ukuran dan kematangan perusahaan
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan besar dan mapan lebih mempunyai potensi memberikan kontribusi ketimbang perusahaan kecil dan belum mapan. Namun, bukan berarti
perusahaan menengah, kecil, dan belum mapan tersebut tidak dapat menerapkan CSR.
3. dan sistem perpajakan yang diatur pemerintah Semakin meluasnya regulasi dan penataan pajak akan membuat semakin kecil
ketertarikan perusahaan untuk memberikan donasi dan sumbangan sosial kepada masyarakat. Sebaliknya, semakin kondusif regulasi atau semaikin
besar insentif pajak yang diberikan, akan lebih berpotensi memberi semangat kepada perusahaan untuk berkontribusi kepada masyarakat.
Di dalam prakteknya, penerapan CSR disesuaikan dengan kemampuan masing-masing perusahaan dan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, kegiatan
CSR sangat beragam. Hal ini bergantung pada proses interaksi sosial, bersifat sukarela didasarkan pada dorongan moral dan etika, dan biasanya melebihi dari
hanya sekedar kewajiban memenuhi peraturan perundang-undangan. Sebagai upaya untuk meningkatkan pelaksanaan CSR di Indonesia,
terdapat beberapa lembaga yang sangat memberikan perhatian terhadap pelaksanaan CSR, yaitu: Indonesia Business Link IBL, Corporate Forum for
Community Development CFCD, dan Business Watch Indonesia BWI. Dalam rangka menciptakan kemajuan pelaksanaan konsep CSR, harus
didukung oleh peranan pemerintah, baik sebagai partisipan, convenor, atau fasilisator, dan sebagainya. Masyarakat juga dapat turut serta mendukung konsep
Universitas Sumatera Utara
CSR, yaitu dengan cara memberikan informasi, saran, dan masukan atau pendapat untuk menentukan program yang akan dilakukan.
Sebenarnya, jauh sebelum CSR diatur di dalam UU PT dan UU PM, beberapa perusahaan telah dengan aktif melaksanakan CSR, antara lain yaitu:
1. PT. Unilever Indonesia, Tbk. Mengadakan program kali bersih Sungai Brantas;
2. PT. Avon Indonesia melakukan sosialisasi pencegahan kanker payudara; 3. PT. HM. Sampoerna memberikan beasiswa bagi pelajar dan mahasiswa di
berbagai sekolah dan perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta.
B. Tanggung Jawab Sosial Korporasi Corporate Social Responsibility