BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Paradigma Kajian
Paradigma yang dipakai dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme. Menurut von Glasersfeld, pengertian konstruktif kognitif muncul
dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget. Akan tetapi, bila ditelusuri lebih jauh, awal mula konstruktivisme
berasal dari gagasan pokok konstruktivisme Giambatissa Vico, seorang epistemolog dari Italia. Pada tahun 1710, Vico dalam De Antiquissima Italorum
Sapientia menyatakan filsafatnya bahwa, “Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan.” Dia menjelaskan bahwa “mengetahui”
berarti “mengetahui bagaimana membuat sesuatu.” Artinya, seseorang baru mengetahui sesuatu jika ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun
sesuatu itu. Menurut Vico, hanya Tuhan yang dapat mengerti alam raya ini karena hanya Dia yang tahu bagaimana membuatnya dan dari apa Dia membuatnya.
Sementara itu, orang hanya dapat mengetahui sesuatu yang telah dikonstruksikannya Suparno, 1997: 24-25.
Konstruktivisme berada di titik temu dua aliran besar dalam sejarah sosiologi, yaitu sosiologi pengetahuan sociology of knowledge dan sosiologi
sains sociology of science. Sosiologi pengetahuan dibentuk oleh pandangan tiga pemikir cemerlang: Marx, Mannheim, dan Durkheim. Ketiganya saling memberi
akibat dari faktor-faktor sosial dalam bentuk kepercayaan individu Kukla, 2003: 11. Dalam pandangan konstruktivisme, terdapat penolakan terhadap positivisme
yang memisahkan subjek dan objek komunikasi. Bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek
sebagai penyampai pesan. Tetapi, subjek yang ada memiliki kemampuan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu atau terhadap objek yang ada.
Paradigma konstruktivisme melihat suatu realitas sosial sebagai hasil konstruksi sosial, dan kebenaran tersebut bersifat relatif. Paradigma ini berada
dalam perspektif interpretivisme penafsiran yang terbagi dalam tiga jenis, yaitu interaksi simbolik, fenomenologis, dan hermeneutik. Menurut paradigma
konstruktivisme realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan kepada semua orang. Konsep mengenai konstruksionis
diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif, Peter L. Berger bersama Thomas Luckman. Dalam konsep kajian komunikasi, teori konstruksi sosial dapat disebut
berada diantara teori fakta sosial dan defenisi sosial Eriyanto, 2004: 13. Karenanya, konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil
konstruksi manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuan mereka melalui interaksi mereka
dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan mereka. Suatu pengetahuan dianggap benar apabila pengetahuan itu dapat berguna untuk
menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai. Bagi kostruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang
kepada yang lainnya, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Tiap orang harus mampu mengkonstruksi pengetahuan karena pengetahuan
bukanlah sesuatu yang telah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang secara terus-menerus Suparno, 1997: 28.
Sedangkan konstruktivisme sosial berpandangan bahwa pengetahuan merupakan hasil penemuan sosial dan sekaligus merupakan faktor dalam
perubahan sosial. Menurut Berger dan Luckmann, kenyataan dibentuk secara sosial dan ditentukan secara sosial. Berger mendasarkan pengetahuannya pada
kenyataan sehari-hari. Dia melihat bahwa kenyataan hidup sehari-hari merupakan dunia yang dialami bersama dengan orang lain. Menurut Weber, perilaku manusia
adalah sebagai agen yang mengkonstruksi realitas sosial mereka sendiri. Dengan begitu, substansi bentuk kehidupan di masyarakat tidak hanya dilihat dari
penilaian objektif saja, melainkan dilihat dari tindakan setiap orang yang timbul dari alasan-alasan subjektif. Karenanya, Weber juga melihat bahwa tiap individu
akan memberikan pengaruh dalam masyarakatnya Suparno, 1997: 47. Konstruktivisme sosial
menekankan bahwa pengetahuan ilmiah merupakan konstruksi sosial, bukan konstruksi individual. Kelompok ini
menekankan lingkungan, masyarakat, dan dinamika pembentukan ilmu
pengetahuan. Mereka cenderung mengambil fungsi dan peran masyarakat begitu saja dalam pembentukan pengetahuan manusia. Konstruksivisme sosial
mempertahankan bahwa pengetahuan ilmiah dibentuk dan dibenarkan secara sosial. Suasana, lingkungan, dan dinamika pembentukan ilmu pengetahuan adalah
sangat penting. Mekanisme psikologi individu dikesampingkan, sebaliknya lingkungan sosial menentukan kepercayaan individu.
2.2 Kajian Pustaka