dapat menggambarkan bagaimana simbol yang terdapat dari komunikasi nonverbal dan citra yang terbentuk dari Presiden Joko Widodo.
Peneliti juga memilih untuk menganalisis dengan menggunakan “Semiologi dan Mitologi” dari Roland Barthes, yaitu untuk mengetahui makna
yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan dari suatu tanda secara lebih rinci. Dengan signifikasi dua tahap two order signification, peneliti berharap makna
denotasi maupun makna konotasi yang ada dapat tergambar dengan jelas sehingga objek penelitian dapat diteliti secara maksimal. Objek penelitian yang berupa
komunikasi nonverbal dari Presiden Joko Widodo merupakan hal yang menarik untuk diteliti karena saat penelitian ini dilakukan beliau sangat berpengaruh di
Indonesia, dan bahkan di dunia. Secara tidak langsung, citra yang melekat pada dirinya juga mendapatkan perhatian dalam penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis, dimana bahasa tidak hanya dipandang sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan
dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Subjek yang ada memiliki kemampuan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap objek.
Paradigma konstruktivisme juga melihat suatu relitas sosial sebagai hasil konstruksi sosial, dan kebenaran yang ada bersifat relatif. Karenanya, peneliti
memilih paradigma ini sebagai pandangan dalam menganalisis semiotika dari komunikasi nonverbal Presiden Joko Widodo serta citra yang terbentuk darinya.
3.2 Objek Penelitian
Objek penelitian yang diteliti adalah komunikasi nonverbal dari Presiden Joko Widodo, yaitu berupa kinesik atau gerak tubuh, paralinguistik atau suara,
proksemik atau penggunaan ruangan personal dan sosial, dan artifaktual atau penampilan subjek penelitian, yang terdapat dalam tiga video mengenai kegiatan
Presiden Joko Widodo, dimana masing-masing video berdurasi dibawah empat menit.
3.3 Subjek Penelitian
Subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah Presiden Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019, yaitu Joko Widodo atau Jokowi.
Joko
Widodo lahir pada tanggal 21 Juni 1961 di Poliklinik Brayat Minulyo, Solo. Meskipun bukan nama Arab, kedua orangtua Jokowi, Notomihardjo dan Sujiatmi,
memberikan nama ini kepada anaknya tentu bukan tanpa maksud. Dalam bahasa Jawa, “joko” berarti anak muda pemuda, sedangkan “widodo” berarti kebaikan,
kesantunan, kesederhanaan, kebenaran, dan kebahagiaan sejati dalam hidup. Karenanya, nama Joko Widodo memiliki harapan agar apapun prestasi yang
diraihnya, beliau tetap menjadi pribadi yang santun, sederhana, serta jauh dari sifat kemaruk, angkuh, dan sombong Aditya, 2014: 11.
Joko Widodo memiliki seorang kakek, yang juga adalah seorang lurah yang hidupnya lumayan berkecukupan. Namun, jabatan tersebut tidak membuat
ayah Joko Widodo, Notomihardjo, berpangku tangan menikmati kesempatan sebagai anak seorang pejabat desa. Ayah beliau lebih memilih untuk hidup
mandiri dan berwiraswasta. Ayah Joko Widodo bersama istri dan keempat anaknya, mereka hidup dalam keadaan pas-pasan. Untuk menyekolahkan
anaknya, Notomihardjo bekerja sebagai tukang kayu. Joko Widodo kerap membantu ayahnya tersebut setelah pulang sekolah. Karena sejak kecil bergelut
dan akrab dengan dunia perkayuan, Joko Widodo memiliki cita-cita menjadi seorang pengusaha kayu. Beliau ingin mengikuti jejak ayahnya yang bekerja di
bidang perkayuan Aditya, 2014: 12. Pendidikan Joko Widodo dimulai dari TK Ketelan 1968, Banjarsari, SD
Negeri 111 Tirtoyoso, Solo 1974, SMP Negeri 1 Solo 1977, dan SMA Negeri 6 Solo 1980. Setelah lulus SMA dengan nilai terbaik dan menjadi juara umum,
Joko Widodo melanjutkan pendidikannya di Universitas Gadjah Mada UGM, Yogyakarta. Karena sejak kecil memliki cita-cita sebagai pengusaha kayu, beliau
mengambil jurusan Teknologi Kayu Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta. Pada waktu kuliah, Joko Widodo bergabung dengan Mahasiswa Pecinta Alam Mapala
Silvagama, UGM. Selain memiliki minat terhadap alam, beliau juga memiliki minat terhadap musik metal. Joko Widodo begitu terkesima terhadap musik
tersebut saat pertama kali mendengarkan musik rock yang dimainkan oleh Group Ternchem atau Taruna Cemerlang, sekelompok anak muda gondrong di Solo yang
berlatih memainkan musik di dalam garasi sebuah rumah Aditya, 2014: 15-16.
Joko Widodo mengenal sosok Iriana, yang sekarang menjadi istrinya, adalah melalui adiknya ketika beliau duduk di bangku kuliah. Joko Widodo dan
Iriana menikah pada tanggal 24 Desember 1986 dan memiliki tiga orang anak, yaitu Gibran Rakabuming, Kahiyang Ayu, dan Kaesang Pangarep. Joko Widodo
juga dikenal sebagai pribadi yang sederhana meskipun telah menjadi Presiden Republik Indonesia. Sebelumnya, beliau menjadi eksportir dan pengusaha mebel,
Wali Kota Solo 28 Juli 2005 - 1 Oktober 2012, Gubernur DKI Jakarta 15 Oktober 2012 - 16 Oktober 2014, hingga saat ini menjadi Presiden Republik
Indonesia 20 Oktober 2014 sampai tahun 2019. Pada saat krisis moneter tahun 1998, usaha Joko Widodo dalam bidang eksportir mebel menuai hasil yang
menggembirakan. Banyak negara Eropa yang memiliki minat terhadap mebelnya, salah satunya adalah negara Perancis. Dari seorang buyer asal negara itulah
berasal nama “Jokowi”, yang menjadi nama panggilannya sampai sekarang Aditya, 2014: 16, 26-27.
3.4 Teknik Pengumpulan Data