25 Ketiga unsur dalihan na tolu memiliki peran masing-masing dalam
kehidupan bermasyarakat terutama dalam acara adat. Dongan tubu merupakan teman berdiskusi dan turut bertanggungjawab atas jalannya suatu acara. Boru
memiliki tanggung jawab dalam hal teknis di lapangan. Sedangkan acara adat tidak akan berjalan tanpa kehadiran dan restu dari hula-hula. Seorang masyarakat
Batak Toba dapat menyandang fungsi sebagai dongan tubu, hula-hula, dan boru sekaligus dalam kehidupan sehari-hari. Namun dalam sebuah acara adat hanya
satu fungsi yang dapat disandangnya. Organisasi wilayah yang terdiri dari beberapa huta yang masih semarga
akan membentuk Horja yang dipimpin oleh seorang Raja Parjolo raja terdepan dan seorang Raja Partahi raja perencana. Tingkatan wilayah yang lebih tinggi
dari horja disebut Bius yang dipimpin oleh seorang Raja Bius atau Raja Doli. Onan pasar tradisional merupakan tempat yang sangat penting bagi
perekonomian masyarakat. Hari onan berbeda pada setiap tempat. Contohnya hari onan di Dolok Sanggul dan Balige adalah hari Jumat, sedangkan di Bakkara hari
Rabu, di Laguboti hari Senin, di Muara hari Selasa, dan seterusnya. Selain tempat jual beli, onan merupakan tempat pertemuan orang dari kampung yang berbeda.
Pada jaman dulu onan merupakan pusat interaksi antar masyarakat dan pusat informasi. Onan juga merupakan tempat dalam menyelesaikan perselisihan,
pertemuan raja-raja, pesta bius, dan sebagainya.
2. 3. Sistem Mata Pencaharian
Pada umumnya masyarakat Batak Toba hidup dari bertani dan berkebun. Di daerah Toba Holbung dan Silindung masih terhampar luas persawahan diantara
huta yang satu dengan huta yang lain. Di daerah Habinsaran, Samosir, dan
26
Humbang hasil kebun dan hasil hutan adalah mata pencaharian yang utama. Hasil
ikan dari danau Toba juga dimanfaatkan oleh masyarakat yang tinggal di pinggiran danau.
Hasil kerajinan seperti ulos, mandar sarung, dan karya seni seperti ukiran juga terdapat di Samosir dan beberapa tempat lainnya di Toba Holbung dan
Silindung. Selain itu, masyarakat Batak Toba juga bekerja di pemerintahan dan swasta.
2. 4. Agama Dan Kepercayaan
Kepercayaan kuno masyarakat Batak Toba meyakini Mulajadi na Bolon sebagai pencipta alam semesta dan segala isinya. Nama Mulajadi na Bolon
berdasar pada konsep pemikiran orang Batak bahwa segala sesuatu ada mulanya. Mulajadi na Bolon menciptakan Debata na Tolu dewa tritunggal, yaitu Batara
Guru sebagai penguasa benua bawah, Soripada sebagai penguasa benua tengah, dan Mangala Bulan sebagai penguasa benua atas. Ketiga unsur ini berkaitan
dengan konsep Dalihan na Tolu. Batara Guru melambangkan kelompok Hula- hula, Soripada melambangkan kelompok Dongan Sabutuha, dan Mangala Bulan
melambangkan kelompok Boru. Situmeang 2007:216 Menurut tulisan Hutasoit, Mulajadi Na Bolon sebagai pencipta segalanya
pada awalnya memiliki tiga telur yang masing-masing menetaskan dua anak sehingga berjumlah enam, yaitu: 1 Batara Guru; 2 Raja Odap-odap; 3
Debata Sori; 4 Tuan Dihurmajati; 5 Bala Bulan; 6 Raja Padoha. Oleh karena itu, konsep Ketuhanan Hadebataon dalam masyarakat Batak Toba
berjumlah tujuh.
27 Warna khas Batak terdiri dari tiga warna yaitu hitam, merah, dan putih.
Warna hitam melambangkan segala sesuatu yang tidak dapat dilihat dengan mata dan tidak terjangkau oleh akal manusia.Warna hitam birong juga melambangkan
Mulajadi na Bolon yang disebut homi tersembunyi karena manusia tidak dapat melihat dan tidak terjangkau oleh akal manusia.Warna putih bottar merujuk
kepada getah tumbuhan yang memberikan kehidupan bagi tumbuhannya. Warna merah rara merujuk kepada warna darah manusia yang menghidupkan manusia.
Tanpa darah, manusia tidak akan dapat hidup dan darah yang kotor akan menyebabkan banyak penyakit.
Menurut sumber-sumber yang diperoleh, agama Kristen dan Islam masuk ke Tanah Batak pada abad 19. Agama Islam dibawa oleh kaum Paderi dari
Minangkabau ke daerah Mandailing, Angkola, dan daerah pesisir sebelum datangnya missionaris Kristen. Oleh sebab itulah missionaris Kristen mengambil
lokasi penginjilannya pada daerah yang belum dimasuki oleh agama Islam, yaitu daerah pedalaman. Agama Kristen masuk ke Tanah Batak yang dibawa oleh orang
Eropa dan Amerika dimulai pada tahun 1820an dari daerah Sibolga, daerah yang sudah diduduki oleh Belanda. Perkembangan agama Kristen semakin pesat setelah
kedatangan I.L. Nommensen pada tahun 1862. Rencana awal dimulai dari Sipirok sampai ke Barus. Kemudian misi penginjilan berkembang ke Silindung, Toba,
hingga ke Samosir. Nommensen memusatkan penginjilan dengan membuka sekolah dan pusat pengobatan di Huta Dame hingga akhirnya dipindahkan ke
Pearaja. Sampai saat ini Pearaja merupakan pusat administrasi Huria Kristen Batak Protestan HKBP.
5
5
mayoritas masyarakat Batak Toba saat ini adalah anggota jemaat HKBP Huria Kristen Batak Protestan.
28
2. 5. Bahasa