Teori 4. Konsep dan Teori

13

1.4.2 Teori

Teori dapat digunakan sebagai landasan kerangka berfikir dalam membahas suatu permasalahan. Untuk itu, penulis menggunakan beberapa teori sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori yang diungkapkan oleh Bruno Nettl dan Gerald Behague 1991 bahwa sebuah kebudayaan rakyat atau kebudayaan lisan, sebuah lagu atau musik harus dinyanyikan, diingat, dan diajarkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Jika hal ini tidak terjadi, maka lagu atau musik itu akan mati dan hilang. Namun, ada alternatif lain, jika musik tersebut tidak diterima oleh penonton, hal ini mungkin dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan dari orang-orang yang mempertunjukkan dan mendengarnya. Nettl juga mengemukakan bahwa perubahan sangat mungkin terjadi pada tradisi oral. Hal inilah yang terjadi pada musik tradisional Batak Toba yang merupakan tradisi lisan khususnya gondang sabangunan sehingga memungkinkan para pemusik pargonci membuat variasi masing-masing supaya tetap dapat diterima oleh masyarakat. Untuk mendeskripsikan fungsi taganing pada repertoar si pitu gondang dalam gondang sabangunan dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba, penulis menggunakan teori penggunaan dan fungsi musik, seperti yang dikemukakan oleh Alan P. Merriam 1964:223-226. Menurut Merriam penggunaan uses dan fungsi function merupakan salah satu masalah yang terpenting di dalam etnomusikologi. Penggunaan musik meliputi pemakaian musik dalam konteksnya atau bagaimana musik itu digunakan, sedangkan fungsi musik berkaitan dengan tujuan pemakaian musik tersebut. 14 Di dalam buku Allan P. Merriam juga disebutkan bahwa paling tidak sampai tahun 1964 para etnomusikolog mendeskripsikan sepuluh fungsi musik dalam ilmu etnomusikologi yaitu: 1. Fungsi pengungkapan emosional, 2. Fungsi pengungkapan estetika, 3. Fungsi hiburan, 4. Fungsi komunikasi, 5. Fungsi perlambangan, 6. Fungsi reaksi jasmani, 7. Fungsi yang berkaitan dengan norma sosial, 8. Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan, 9. Fungsi kesinambungan kebudayaan, dan 10. Fungsi pengintregasian masyarakat. Teori fungsionalisme dalam ilmu antopologi mulai dikembangkan oleh seorang pakar yang sangat penting dalam sejarah teori antropologi, yaitu Bronislaw Malinowski 1884-1942. Ia mulai mengembangkan suatu kerangka teori baru untuk menganalisis fungsi dari kebudayaan manusia, yang disebutnya dengan teori fungsional tetang kebudayaan, atau a functional theory of culture. Ia kemudian mengambil keputusan untuk menetap di Amerika Serikat, ketika ia ditawari untuk menjadi guru besar antropologi di University Yale tahun 1942. Sayangnya tahun itu juga ia meninggal dunia. Buku mengenai teori fungsional yang baru yang telah ditulisnya, diredaksi oleh muridnya H. Caims dan menerbitkannya dua tahun sesudah itu Malinowski, 1944. 15 Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode etnografi berinteraksi secara fungsional yang dikembangkannya dalam beberapa kuliahnya. Isinya adalah tentang metode-metode penelitian lapangan. Dalam masa penulisan ketiga buku etnografi mengenai kebudayaan Trobiand selanjutnya, menye-babkan konsepnya mengenai fungsi sosial adat, prilaku manusia, dan pranata-pranata sosial, menjadi lebih mantap. Ia membedakan fungsi sosial dalam tiga tingkat abstraksi Kaberry 1957:82, yaitu: a Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat abstraksi pertama mengenai pengaruh atau efeknya terhadap adat, prilaku manusia dan pranata sosial yang lain dalam masyarakat; b Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau usur kebudayaan pada tingkat abstraksi kedua mengenai pengaruh atau efeknya terhadap keperluan suatu adat atau pranata lain untuk mencapai maksudnya, seperti yang dikonsepsikan oleh warga masyarakat yang terlibat; c Fungsi sosial dari suau adat atau pranata sosial pada tingkat abstraksi ketiga mengenai pengaruh atau efeknya terhadap keperluan mutlak untuk berlangsungnya secara terintegrasi dari suatu sistem sosial tertentu. Lebih jauh lagi, Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkait erat dengan struktur sosial masyarakat. Bahwa struktur sosial itu hidup terus, sedangkan individu-individu dapat berganti setiap saat. Dengan demikian, Radcliffe-Brown yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu masyarakat, mengemukakan bahawa fungsi adalah sumbangan satu bagian aktivitas kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal, seperti yang diuraikannya berikut ini. 16 By the definition here offered ‘function’ is the contribution which a partial activity makes of the total activity of which it is a part. The function of a perticular social usage is the contribution of it makes to the total social life as the functioning of the total social system. Such a view implies that a social system ... has a certain kind of unity, which we may speak of as a functional unity. We may define it as a condition in which all parts of the social system work together with a sufficient degree of harmony or internal consistency, i.e., without producing persistent conflicts can neither be resolved not regulated 1952:181. Menurut Radcliffe-Brown fungsi dapat diartikan sebagai sumbangan suatu aktivitas tertentu kepada keseluruhan aktivitas di dalam masyarakat, yang mana kegiatan ini menjadi bahagian tidak terpisahkan dari keseluruhan kegiatan tersebut. Fungsi dari penggunaan sosial tertentu adalah menyumbangkan kepada semua kehidupan di dalam masyarakat tersebut yang membentuk sebuah sistem sosial, yang membentuk suatu kesatuan fungsional. Dapat didefenisikan bahwa fungsi adalah sebuah kondisi di mana semua bahagian sistem sosial bekerjasama untuk mencapai harmoni dan konsistensi internal kebudayaan, tanpa terjadinya kondisi seperti ini, maka akan terjadi konflik dan tidak akan terjadi regulasi. Untuk mendeskripsikan pola ritme dan struktur melodi taganing, penulis menggunakan teori analisis musik oleh William P. Malm terjemahan Takari, 2003 yang mengatakan bahwa ada langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pengamatan seni pertunjukan, yaitu: 1 mendeskripsikan sifat seni pertunjukan apakah penyanyi atau pemain musik, 2 menganalisis “waktu”, yaitu meter, pulsa dasar, dan unit-unit pembentuk birama, serta 3 menganalisis melodi musik dengan menggunakan metode weighted scale bobot tangga nada. Dalam tulisan ini, penulis berfokus pada analisis pola ritme yang sesuai dengan langkah kedua, yaitu menganalisis “waktu” lewat pendekatan musik barat yang meliputi: 17 pencatatan tempo, penulisan notasi ritme dan hubungannya dengan melodi, pencatatan meter untuk menentukan pusa dasar, dan merangkum pulsa-pulsa tersebut ke dalam unit-unit birama Takari, 1993. Berhubungan dengan itu, Mark Slobin dan Jeff Titon 1984 mengatakan bahwa style gaya musik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan organisasi bunyi musikal itu sendiri, antara lain: 1 elemen nada: tangga nada, modus, melodi, harmoni, sistem laras, 2 elemen waktu: ritme dan meter, 3 elemen warna suara: kualitas suara dan warna suara instrumen, serta 4 intensitas suara keras lembutnya suara. Dalam ansambel gondang sabangunan taganing merupakan alat musik perkusi yang berperan memainkan melodi bersama sarune bolon. Taganing dilaras sehingga menghasilkan lima nada yang berbeda. Menurut Maningar Sitorus, sistem pelarasan taganing berhubungan dengan kualitas bunyi yang dihasilkan. Permainan taganing ditentukan pada pengembangan dari melodi dasar yang dimainkan sehingga menjadi sebuah pola ritme dan aksentuasi yang kompleks. Untuk proses transkripsi penulis menggunakan pendekatan transkripsi yang mengacu pada Nettl yang mengatakan bahwa ada dua pendekatan utam untuk mendeskripsikan musik, yaitu: 1 kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan apa yang kita dengar, dan 2 kita dapat dengan cara menuliskan apa yang kita dengar tersebut ke atas kertas lalu mendeskripsikan apa yang kita lihat. Namun menurut Nettl, poin pertama merupakan hal yang sangat sulit dan tak mungkin bagi seseorang manusia untuk mengingat dan mendeskripsikan sesuatu hanya lewat sekali pendengaran, oleh sebab itu penulis menggunakan poin kedua. Selain itu penulis juga akan menggunakan cara 18 mentranskripsikan musik dengan: 1 menirukan bunyi atau ritme dengan bernyanyi, dan 2 belajar memainkan alat musik yang akan ditranskripsikan. Hal ini juga dilakukan oleh bapak Maningar Sitorus dalam teknik pengajaran taganing kepada muridnya.

1. 5. Metode Penelitian