Tafsir Surat Ibrâhîm Ayat 18

Pada ayat 16 dijelaskan bahwa orang-orang yang menolak kebenaran dan mengingkari rasul bahkan berani mengancam dan mengusirnya adalah orang-orang yang ingin menandingi kebesaran dan kekuasaan Allah. Mereka bersifat keras kepala, takabur dan sewenang-wenang, mereka telah berada di depan neraka Jahannam, dan di dunia mereka sudah seperti di tepi neraka, mereka selalu merasa gelisah, khawatir dan penuh keraguan. Hukuman bagi mereka di neraka kelak akan dimasukan ke neraka dan diberi minuman kotor seperti nanah. 18 Kemudian pada ayat selanjutnya yaitu ayat 17 Allah menggambarkan siksaan bagi mereka yang zalim, kelak mereka akan disiksa dengan api neraka yang sangat panas, diberi minuman kotor seperti nanah tapi mereka sangat sukar untuk meneguknya. Dan Allah datangkan kepada mereka bahaya maut dari segala penjuru, tapi kematian mereka ditangguhkan oleh Allah agar mereka merasakan kepedihan azab. 19 2 Tafsir Ayat Pada ayat sebelumnya, yakni ayat 17 Surat Ibrâhîm ini telah dijelaskan bagaimana siksaan dan azab yang diberikan Allah kepada orang-orang kafir. Menurut Quraish Shihab, jika ada yang mengatakan dan bertanya bahwa diantara orang-orang kafir itu juga ada yang telah melakukan amal-amal baik bahkan berjasa kepada banyak orang, apakah mereka juga harus disiksa? maka pada ayat inilah pertanyaan itu akan dibahas. 20 Ayat ini menjelaskan kerugian besar yang orang-orang kafir itu derita, yaitu amal-amal perbuatan mereka di dunia dihapuskan. Mereka tidak bisa merasakan manfaat dari amal kebaikan mereka 18 Ibid., h. 136 19 Ibid. 20 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al- Qur’an, vol. 6 Jakarta: Lentera Hati, 2002, h. 349 yang mungkin pernah mereka perbuat di dunia. Keadaan yang seperti ini adalah akibat dari penyelewengan dan kesesatan mereka yang jauh sekali dari petunjuk Allah swt. 21 Dalam Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa: Inilah perumpamaan yang diberikan oleh Allah terhadap berbagai perbuatan kaum kafir yang menyembah pihak lain selain Allah, mendustakan rasul-rasul-Nya, dan mendirikan amalnya di atas fondasi yang tidak şahih. Maka amal itu pun hancur dan musnah padahal saat itu mereka sangat membutuhkannya. Maka Allah berfirman, “Perbuatan-perbuatan orang yang kafir kepada Tuhannya.” Yakni perumpamaan amal- amal mereka pada hari kiamat tatkala mereka meminta pahalanya dari Allah lantaran mereka menduga bahwa mereka telah melakukan sesuatu, maka mereka tidak menemukan pahala apapun dan tidak memperoleh hasil apapun kecuali seperti abu yang diperoleh seseorang tatkala diterpa angin yang sangat kencang “pada musim angin kencang”. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari amal mereka, kecuali seperti kesanggupan mereka mengumpulkan abu terebut pada musim angin kencang. 22 Allah menjelaskan keadaan amal-amal perbuatan mereka dengan satu perumpamaan, bahwa amal-amal mereka yang dilakukan di dunia yang dianggap baik itu seperti abu yang ditiup keras oleh angin. Angin yang meniup abu itu terjadi pada suatu hari yang berangin kencang sehingga menerbangkan segala sesuatu apalagi abu ke segala penjuru. 23 Demikianlah keadaan amal-amal baik mereka sehingga mereka tidak kuasa, dalam arti mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan. Hal ini terjadi karena amal-amal mereka tidak berlandaskan sesuatu yang kukuh yang tidak dibarengi oleh iman. Dan keadaan mereka yang seperti itu adalah sebuah kesesatan yang jauh. 24 21 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Tafsirnya, jilid.5, Loc Cit. 22 Muhammad Nasib Ar- Rifa’I, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Terj. Syihabuddin, jilid. 2 Jakarta: Gema Insani Press, 1999, h.948-949 23 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, vol.6, Op Cit., h. 350 24 Ibid. Menurut Abu Ja’far, Firman Allah يع ا اَ ا ه ا “Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh”. Maksudnya amal perbuatan yang mereka kerjaan di dunia, menyekutukan Allah dengan para sekutu itu merupakan amal-amal yang dikerjakan tanpa didasari petunjuk dan istiqâmah, melainkan dalam keadaan menyimpang jauh dari petunjuk dan sangat menyalahi sifat istiqâmah lurus. 25 Pendapat di atas selaras dengan yang dijelaskan oleh Muhammad Nasib Ar- Rifa’i bahwa يع ا اَ ا ه ا berarti bahwa “ upaya dan amal mereka itu berdasar dan tidak istiqâmah, sehingga mereka kehilangan pahalanya pada saat mereka membutuhkannya.” 26 Lebih lanjut Quraish Shihab menjelaskan terkait kualitas amal seseorang. Beliau juga mengumpamakan amal dengan bangunan, ada bangunan yang cepat hancur hanya dengan guncangan yang tidak terlalu besar, ada juga bangunan yang kokoh seperti pyramid yang utuh dan bertahan hingga kini. Itu karena kualitas pembuatannya tidak memenuhi standar yang bisa menjadikannya dapat bertahan lama. Begitu juga dengan amal manusia, jika kualitasnya tidak sempurna, ia akan hancur berantakan bagaikan debu yang beterbangan. Standar kualitas yang mutlak harus dipenuhi untuk kokohnya amal hingga hari Kemudian adalah keikhlasan kepada Allah swt. Tanpa hal ini, secara lahiriah amal dapat terlihat berpenampilan sangat baik, tetapi ia keropos, kualitasnya sangat buruk walaupun kemasannya sangat indah. 27 Dalam literatur lainnya, Quraish Shihab juga menjelaskan bahwa, meskipun melakukan kebaikan untuk hal-hal kemanusiaan 25 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Terj. Ahsan Askan, , jilid. 15 Jakarta: Pustaka Azzam, 2007, h. 480 26 Muhammad Nasib Ar- Rifa’I, Op Cit., h. 949 27 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, vol.6, Loc Cit. yang mestinya dapat membebaskan dari azab, tetapi jika amal yang diduga baik itu tidak dilandasi sesuatu yang kukuh dan tidak dibarengi keimanan, maka amal tersebut tidak mempunyai nilai apapun. 28 Setelah penulis telusuri dari pendapat beberapa mufassir di atas, pada ayat 18 Surat Ibrâhîm ini terdapat amśâl atau perumpamaan yang sangat jelas. Yaitu perumpamaan perbuatan orang-orang yang kafir itu seperti abu yang beterbangan di hari yang berangin sangat kencang. Berdasarkan pendapat para mufassir tersebut, penulis menyimpulkan bahwa keadaan perbuatan orang-orang kafir itu seperti abu yang ditiup oleh angin di hari yang berangin sangat kencang, sehingga mustahil sekali abu tersebut tidak terbang dan tetap pada posisinya. Hal ini terjadi karena pondasi dari amal perbuatan mereka tidak kokoh. Mereka melakukan amal kebaikan tetapi tidak beriman kepada Allah dan tidak ada keikhlasan di hati mereka ketika melakukan amal tersebut. Disini dapat dipahami bahwa, perbuatan orang-orang kafir merupakan sesuatu yang abstrak, yang belum dapat dipahami. Kemudian diumpamakan dengan debu yang ditiup oleh angin di hari yang berangin sangat kencang, merupakan hal yang konkret atau real yang lebih bisa dipahami. Jadi, seperti tujuan amśâl yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, pengguanan amśâl pada ayat ini bertujuan untuk menjelaskan sesuatu yang masih abstrak, yaitu keadaan perbuatan orang-orang kafir dengan sesuatu yang lebih konkret, yaitu seperti abu yang ditiup angin di hari yang berangin sangat kencang. Merujuk pada ayat 18 Surat Ibrâhîm tersebut, maka dalam dunia pendidikan, terutama sebagai pendidik hendaknya untuk bisa mengimplementasikan ayat tersebut dalam 28 Quraish Shihab, Al-Lubâb: Makna, Tujuan, dan Pelajaran Surah-Surah Al- Qur’an, Tangerang: Lentera Hati, 2012, h. 96 pembelajaran sehari-hari. Pendidik hendaknya selalu memberi amśâl atau perumpamaan kepada peserta didik untuk menjelaskan sesuatu yang abstrak agar terlihat lebih konret dan lebih mudah dipahami.

2. Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 68

a Teks dan Terjemah Surat Al-Baqarah Ayat 68                           Mereka menjawab: mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina Apakah itu. Musa menjawab: Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Q.S Al-Baqarah2: 68 29 b Kosa Kata Inti Kata ع ا merupakan fi’il `amr kata perintah dari kata ع - ا ع ي - ء ع yang bermakna memanggil, mendo’a, dan memohon. 30 Kemudian kata ini disambungkan dengan huruf dan đamîr sehingga artinya menjadi mendoakan kebaikan. 31 Kemudian kata memiliki arti sapi atau lembu, tanpa menjelaskan jantan atau betina. 32 “Pendapat yang masyhur mengatakn maksudnya adalah sapi betina, karena adanya ta marbuţah dan disebut dengan nama al-Baqarah karena adanya 29 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, Op Cit., h. 10 30 Ahmad Warson Munawwir ,, h. 406 31 Mahmud Yunus,,, h. 127 32 Ibid. h. 69 kisah penyembelihan sapi betina. 33 Dan kata ف jika diartikan dalam konteks kata memiliki arti lembu yang tua umurnya. 34 Hal ini juga dibenarkan dalam Lisânul ‘Arab bahwa : ف سم . 35 Abu Ja’far Ath-Thabari juga menyebutkan bahwa yang dimaksud ف dalam ayat ini adalah tidak tua. 36 Dalam potongan ayat ا ف ا , al-Farâ menjelaskan bahwa yang dimaksud ا adalah yang tua renta, sedangkan ا adalah yang muda untuk perempuanbetina, sebagaimana yang dijelaskan dalam Lisanul ‘Arab: ا ا : ءا ا ق ا ي ش ا . 37 Selanjutnya kata memiliki arti َي ا ا anak lembu. Kata ا dengan kasrah berarti jenis betina dari binatang maupun manusia, kata ini tidak ditemukan akar katanya. Dan yang dimaksud ا Dalam ayat ini adalah tidak kecil dan tidak beranak”. 38 Sedangkan dalam Lisânul ‘Arab dijelaskan bahwa ا adalah: ا أ ع ج ، َ م ا ي ا : ا م ي ف : 39 Dari teks Lisanul ‘Arab di atas, dapat dipahami bahwa kata ا berarti gadis yang perawan dan bentuk jama’ nya adalah 33 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Tafsirnya Edisi Yang Disempurnakan,jilid.1, Jakarta: Lentera Abadi, 2010, h. 127 34 Ahmad Warson Munawwir ., h. 1047 35 Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisânul ‘Arab, Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al- Ilmiyah, 2003 vol. 7, h. 229 36 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Terj. Ahsan Askan, jilid. 2 Jakarta: Pustaka Azzam, 2007, h. 71 37 Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Loc Cit. 38 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Jilid. 2 Op Cit., h. 73 39 Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisânul ‘Arab, Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al- Ilmiyah, 2003 vol. 4, h. 91 أ . Kemudian dalam konteks kata , kata ا berarti sapi muda yang belum hamil. “Kata ini digunakan untuk hewan betina dan juga manusia yang belum pernah digauli. Untuk sebutan hewan kadang juga digunakan sebagai sebutan anak-anak hewan.” 40 Dan kata ا ع memiliki arti yang setengah umur. 41 “Kata ا ع ا artinya pertengahan yang telah melahirkan satu anak atau lebih, tapi tidak disebut kecil” 42 . Dalam konteks ayat ini kata ا ع diartikan sebagai pertengahan antara umur sapi yang tua dan muda. Sejalan dengan pendapat Mahmud Yunus, bahwa kata ا ع memiliki arti setengah umur, dalam Lisânul ‘Arab disebutkan sebagai berikut: ٌركب او ٌضراف ا:زيزعلا ليز تلا و .اهّس ُفصّلا : ا رغوو رقبلا نم ناوعلا كلذ نب ٌناوع لاقف فنأتسا ّم،ٌركب او : لوق د ع ماكلا عطقنا ءارفلا لاق؛ وبأ .ركبلا اه طب دعب ْتَجِتُن لا ليخاو رقبلا نم ناوعلا :ليقو ،كلذ نب ٌناوع نب لا فصّلا :ناوعلا و ؛ااوع تراص اذإ اوؤع نوعت ةرقبلا تناع :ديز .ةرغصلا ي و ركبلا نبو ،ةّسما ي و ِضِرافلا Dari penjelasan teks Lisanul ‘Arab di atas, dapat dipahami bahwa yang dimaksud ا ع ا dari sapi dan sejenisnya adalah yang telah mencapai setengah umurnya. Kemudian Al-Farâ menjelaskan bahwa yang dimaksud ا ع pada potongan ayat ا ف ا ي ا ع , adalah sapi atau kuda yang melahirkan setelah muda. Dan Abu Zaid mengatakan bahwa ا ع ا disini berarti 40 Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, TafsirFathul Qadir, Terj. Amir Hamzah Fachruddin dan Asep Saefullah, jilid. 1, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, h. 382 41 Mahmud Yunus., h.287 42 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, jilid. 2 ., h. 74 43 Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisânul ‘Arab, Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al- Ilmiyah, 2003 vol. 13, h. 364 pertengahan antara ا yaitu yang berumur dan ا yang masih kecilmuda. c Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 68 1 Munâsabah Ayat Pada ayat sebelumnya yaitu kelompok ayat 63-66, Allah menerangkan sifat keras kepala Bani Israil dalam menunaikan perintah-perintah Allah yakni kewajiban mereka mengamalkan isi Taurat dan beribadah pada Hari Sabat. Kemudian pada ayat ini Allah menerangkan sikap keras kepala mereka kepada Nabi Musa untuk menyembelih sapi. 44 Jika pada kelompok ayat 63-66 Surat al-Baqarah menguraikan tentang kedurhakaan mereka menyangkut hak-hak Allah secara umum, maka pada kelompok ayat 67-72 ini akan menggambarkan kekerasan hati dan kedangkalan pengetahuan mereka tentang makna keberagamaan serta bagaimana seharusnya sikap kepada Allah dan Nabi-Nya. 45 Pada dasarnya ayat 68 yang akan dibahas ini adalah satu kesatuan cerita dari ayat 67 sampai dengan ayat 72. Sebelum menjelaskan ayat yang dimaksud yaitu ayat 68, maka penulis akan mengutip pejelasan untuk ayat sebelumnya. Pada masa Nabi Musa as. ada seorang terbunuh yang tidak diketahui siapa pembunuhnya oleh Bani Israil. Mereka ingin mengetahui siapa pembunuhnya, untuk menghilangkan tuduh menuduh diantara mereka. Dengan ayat 67 ini, Bani Israil diperintahkan untuk menyembelih sapi. Sapi apapun itu, jantan atau betina. Tapi mereka enggan melakukannya karena berbagai macam dalih, mereka tidak percaya bahwa itu adalah perintah 44 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Tafsirnya, Jilid. I, Loc Cit. 45 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al- Qur’an, vol. 1, Jakarta: Lentera Hati, 2002, h. 267 Allah. Kemudian mereka berkata kepada Nabi Musa, “ apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan atau bahan olokan?”, pertanyaan mereka ini mengandung keraguan terhadap kekuasaan Allah. 46 Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa Ibnu Hatim meriwayatkan dengan sanad yang bersambung hingga Muhammad bin Sirrin, dari Ubadah As-Silmani, ia berkata bahwa: Ada seorang laki-laki Bani Israel mandul yang mempunyai harta banyak dan anak saudaranya merupakan pewarisnya. Maka ia membunuh anak saudaranya itu. Pada malam hari ia membawa mayatnya, lalu diletakan di depan pintu salah seorang Bani Israel. Ketika pagi tiba, maka pihak korban menuduh si pemilik rumah dan warganya sehingga mereka pun mengangkat senjata dan saling menyerang. Salah satu yang berpikiran lebih bijak berkata,” Mengapa kalian saling membunuh padahal kita punya Rasul” Maka mereka menemui Musa a.s. dan menceritkan kejadian tersebut. Musa berkata,” Sesungguhnya Allah menyuruhmu untuk menyembelih seekor sapi betina. Mereka berkata, „Apakah kamu hendak menjadikan kami bahan ejekan? Musa menjawab,’Aku berlindung kepada Allah sekiranya aku termasuk orang- orang yang bodoh’.” 47 Dan perkataan mereka yang seperti itu sudah menjadi bukti bahwa mereka sangat kasar tabiatnya dan tidak mengakui kek uasaan Allah swt. kemudian Nabi Musa menjawab,”Aku berlindung kepada Allah dari memperolok manusia, karena perbuatan itu termasuk perbuatan orang yang jahil, terlebih bagi seorang rasul yang akan menyampaikan risalah dan hukum Allah kepada manusia. 48 2 Tafsir Ayat Setelah Nabi Musa menjawab demikian, mereka memunculkan pertanyaan lagi, padahal dengan jawaban Nabi Musa saja 46 Ibid. 47 Muhammad Nashib Ar-Rifa ’I, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Terj., Budi Permadi, jilid.1, Jakarta: Gema Insani 2011, h. 119 48 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Tafsirnya, jilid. I, Op Cit., h. 128