kepalanya.” Raja akan menyalibnya, burung mendatanginya, lalu memakan daging kepalanya. Demikianlah Y
ȗsuf tidak menentukan secara tegas siapa yang mendapat takbir itu agar ia
tidak bersedih. Oleh karena itu Y ȗsuf menyamarkannya dengan
kata “adapun yang lain”. Yang dimaksud adalah orang yang membawa roti di atas kepalanya.
73
Menurut Abu Ja’far Firman Allah
أ َمأ س ا ي ص ي ا خ هَ سيف
Hai kedua penghuni penjara, adapun salah satu diantara kalian berdua akan memberi minum tuannya dengan
khamer , yaitu orang yang memeras anggur, ia akan memberi
minum khamer kepada tuannya, yakni rajanya. Menjadi juru saji minumannya.
74
Kemudian Abu Ja’far meneruskan penjelasannya, “adapun yang seorang lagi, yakni yang bermimpi membawa roti diatas
kepalanya, sementara burung memakannya, maka ia akan disalib dan burung memakan kepalanya”.
75
Abu Ja’far juga menjelaskan kembali bahwa: Ketika Y
ȗsuf menabirkan mimpi kedua orang tersebut, keduanya berkata kepada Y
ȗsuf, “Kami tidak bermimpi apapun”. Yȗsuf kemudian berkata kepada keduanya
مْا ي ق ي س هيف َ ا
“Telah diputuskan perkara yang kamu berdua menanyakannya kepadaku”. Yȗsuf berkata ,”Telah selesai
masalah yang kalian berdua tanyakan, maka ketentuan Allah pasti akan terjadi kepada kalian berdua seperti yang aku
beritahukan kepada kalian.
76
Pendapat seperti ini selaras dengan pendapat para ahli takwil, salah satunya menyebutkan riwayat dibawah ini:
Muhammad bin Amr menceritakan kepadaku, ia berkata: Isa Abu Ashim menceritakan kepada kami, ia berkata: Isa
menceritakan kepada kami dari Ibnu Abi Najih dari Mujahid tentang ayat
ي س هيف َ ا مْا ي ق
“Telah diputuskan
73
Muhammad Nasib Ar- Rifa’I,, h.857-858
74
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Terj. Ahsan Askan, jilid. 14, Jakarta: Pustaka Azzam, 2007, h. 690
75
Ibid, h. 691
76
Ibid.
perkara yang kalian berdua menayakannya kepadaku”, ia berkata, “ketika kedua orang tersebut berkata, „kami tidak
bermimpi kami hanya bercanda’, Yȗsuf berkata, ’Mimpi akan menjadi kenyataan, sebagaimana yang telah aku tabirkan
.”
77
Dalam buku Tafsir Ibnu Mas’ud juga dijelaskan bahwa pada ayat ini Nabi Y
ȗsuf baru menjawab ta’bir mimpi dari kedua penghuni penjara tersebut. Nabi Y
ȗsuf menjawab, “Hai kedua penghuni penjara, adapun salah satu dari kalian berdua akan
memberi minuman tuannya dengan khamr, adapun yang satu lagi ia akan disalib, lalu burung memakan sebagian dari kepalanya”.
Setelah Nabi Y ȗsuf menta’birkan mimpi dari keduanya, maka
keduanya berkata, “Sebenarnya kami tidak bermimpi apa-apa”. Maka Nabi Y
ȗsuf berkata
ي س هيف َ ا مْا ي ق
Telah diputuskan perkara yang kalian berdua menanyakannya kepadaku
Sesuai yang dita’birkan oleh Nabi Yȗsuf.
78
Hal senada juga terdapat dalam Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, dikatakan bahwa Ats-Tsauri meriwayatkan dari Ibrâhîm bin
Abdullah, dia berkata bahwa, setelah Nabi Y ȗsuf menyampaikan
ta’birnya, lalu kedua berkata, “Sebenarnya kami tidak bermimpi apapun.” Maka Yȗsuf berkata, “Telah diputuskan perkara yang
ditanyakan oleh kalian berdua.” Kemudian disimpulkan kembali
bahwa barang siapa bermimpi kebatilan kemudian ditakwilkannya, maka tetaplah baginya ta’bir itu.
79
Pada ayat 41 Surat Y ȗsuf ada potongan ayat yang berlaku
sebagai amśâl, meskipun secara żahirnya tidak terlihat ada lafaż-
lafaż tamśîl. Potongan ayat tersebut adalah
هيف َ ا مْا ي ق س
ي
“Telah diputuskan perkara yang kalian berdua tanyakan kepadaku”.
77
Ibid. h. 694
78
Muhammad Ahmad Isawi, Op Cit., h. 605
79
Muhammad Nasib Ar- Rifa’I,, Op Cit., h.858
B. Analisis Metode Amśâl dalam Surat Ibrâhîm Ayat 18,
Surat Al-Baqarah Ayat 68, dan Surat Y ȗsuf Ayat 41
1. Analisis Metode Amśâl dalam Surat Ibrâhîm Ayat 18
Sebagaimana yang telah di jelaskan di atas, bahwa pada ayat 18 Surat Ibrâhîm ini mengandung sebuah perumpamaan atau
amśâl yang jelas
amśâl muşarrahah. Yaitu perumpamaan keadaan perbuatan orang-orang yang kafir itu bagaikan abu yang ditiup oleh angin di
suatu hari yang sedang berangin kencang. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya dalam Lisânul
Arab bahwa kata amśâl mempunyai makna persamaantaswiyah. Akan
tetapi terdapat
perbedaan antara
amśâlmumâśalah dengan taswiyahmusâwah, kata taswiyahmusâwah berlaku untuk dua hal
yang berimbang dalam jenis dan ukurannya, tidak lebih dan tidak berkurang. Sedangkan kata
amśâlmumâśalah berlaku hanya pada dua hal yang telah disepakati persamaannya, akan tetapi tidak ada ukuran
persisnya. Kata amśâlmumâśalah juga sering diartikan dengan istilah
“serupa tapi tak sama”. Dalam ayat ini yakni ayat 18 Surat Ibrâhîm , yang terjadi adalah
amśâlmumâśalah. Sesuatu yang bersifat abstrak dan akan diserupakan adalah keadaan perbuatan orang-orang kafir, sedangkan hal yang
nyatareal dan yang menyerupakannya adalah abu yang beterbangan karena ditiup angin di hari yang berangin sangat kencang.
Selain mempunyai fungsi untuk menjelaskan dan mempermudah pemahaman dari sesuatu yang bersifat abstrak menjadi konkret.
Amśâl seperti ini juga berfungsi untuk mempengaruhi emosi yang sejalan
dengan konsep yang diumpamakan dan untuk mengembangkan aneka perasaan ketuhanan.
80
80
Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, Terj. Shihabuddin, Jakarta: Gema Insani Press, 1995, Cet. I, h. 256
Sebagai contoh, ketika al-Qur`ân menjelaskan keadaan hilangnya pahala sedekah karena menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si
penerima sedekah tersebut bagaikan batu licin yang di atasnya terdapat tanah, kemudian batu itu diguyur hujan lebat sehingga menjadi bersih
tidak bertanah lagi. Perumpamaan seperti ini mampu menumbuhkan perasaan takut terhadap kerugian akibat terhapusnya pahala amal
sedekah mereka. Dan dari perasaan inilah tumbuh motivasi dalam diri untuk menggerakan dan mendorong hati agar menjauhi keburukan dan
terus melakukan kebaikan. Dan dengan adanya perumpamaan seperti ini, mampu melatih akal untuk terbiasa berpikir valid dan analogis.
Dalam al-Qur`ân masih banyak terdapat ayat-ayat lainnya yang juga menunjukan
amśâl seperti pada ayat 18 surat Ibrâhîm ini. Salah satunya pada ayat 12 surat Al-Hujurât, dalam ayat ini Allah
menjelaskan tentang larangan berprasangka buruk kepada orang lain. Karena berprasangka buruk termasuk perbuatan yang berdosa, ayat ini
juga menjelaskan larangan mencari-cari kesalahan orang lain dan menggunjing. Kemudian Allah mengumpamakan orang-orang yang
demikian itu seperti orang yang memakan daging saudaranya yang sudah mati.
Tak hanya dalam al- Qur’an, pada sebuah hadits misalnya yang
diriwayatkan oleh Abu Musa rađiyallahu’anhu:
يأ نع َلص يّلا نع ,ىسوم
َو ِحِلامصلا ِسْيِلَْْا ُلَثَم اَمَِإ: لاق مّلسو يلع ه اممإَو َكَيِذُُْ ْنَأ اممِإ ِكْسِما ُلِماَحَف ,َِْْكلا ِخِفََ َو ِكْسِمْلا ِلِماَحَك ,ِءْوُسلا ِسْيِلَْْا
َط اًُِْر ُِْم َدََِ ْنَأ اممإَو ُِْم َعاَتْ بَ ت ْنَأ ْنأ اممِإَو َكَباَيِث َقِرُُْ ْنأ اممإ َِْْكْلا ُخِفََو ,اًبِّي
ملسمو حيحص اور .ًةَثْ يِبَخ اًُِْر َدََِ
Dari Nabi saw, beliau bersabda: Sesungguhnya perumpamaan teman dekat yang bai dan teman dekat yang buruk adalah seperti
seorang penjual minyak wangi misk dan seorang tukang pandai besi. Penjual minyak wangi terkadang mengoleskan wanginya
kepadamu dan terkadang kamu membeli darinya sebagian atau
minimal kamu menhirup semerbak aroma harum dar minyak wangi itu. Sedangkan tukang pandai besi, adakalanya dia akan
membakar pakaiamu, atau kamu akan mendapati aroma yang tidak sedap.
81
Dari beberapa contoh perumpamaan yang terdapat dalam al- Qur`ân dan al-Hadî
ś, sebaiknya perumpamaan-perumpamaan tersebut maupun yang serupa tentu dapat digunakan dalam dunia pendidikan.
Dalam mengimplementasikan metode amśâl ini, seorang guru yang
akan menyampaikan materi pelajarannya dapat menggunakan perumpamaan-perumpamaan untuk menjelaskan sesuatu yang sifatnya
masih abstrak agar terasa lebih nyata, real dan mudah dipahami. Misalnya dalam pembelajaran fiqih, seorang guru ingin
menjelaskan tentang perbedaan-perbedaan di beberapa mazhab dalam ketentuan dalam beberapa persoalan. Kemudian guru tersebut
mengibaratkan dengan seorang ayah yang menyuruh ketiga anaknya untuk membeli apel. Kemudian anak pertama membeli apel malang
yang berwarna hijau, lalu anak kedua membeli apel fuji yang berwarna merah, sedangkan anak ketiga membeli apel golden dengan warna
hijau kekuning-kuningan. Ketiga anak tersebut sama-sama membeli apel namun dengan jenis yang berbeda, dan tidak ada yang salah dari
ketiganya. Begitupun perbedaan-perbedaan yang terjadi di beberapa mazhab.
Contoh lainnya yang terjadi dalam pembelajaran misalnya, seorang guru akan menjelaskan tentang perjalanan kehidupan,
kemudian guru tersebut mengumpamakan kehidupan dengan aliran air disungai yang akan bermuara di tepat yang luas nan indah yaitu lautan.
Sebelum air tersebut dapat sampai ke lautan yang luas, air itu akan mengalir dari pegunungan melalui sungai dan melewati berbagai
rintangan seperti melewati benturan dari bebatuan, tebing, bahkan tak
81
Al-Hafidz Dzaqiyuddin Abdul Adzim bin Abdul Qawi Al-Mundziri, Muktashar Shahih Muslim Ringkasan Shahih Muslim, Terj. Pipih Imran Nurtsani dan Fitri Nurhayati, Solo: Insan
Kamil, 2012, h. 933-934
jarang melewati jurang, serta menerima banyak sampah, yang kemudian setelah itu barulah akan merasakan kebahagiaan yaitu
sampai di lautan yang luas dan indah. Begitu pula dalam kehidupan ini, sebelum menuju ke kehidupan yang kekal nanti, kita akan
melewati berbagai macam cobaan kehidupan, musibah, dan menerima banyak cemooh dan perkataan yang tidak menyenangkan. Akan tetapi
jika kita menghadapinya dengan cara yang benar, maka kelak akan sampai pada kebahagiaan di kehidupan yang kekal nanti.
Contoh lain misalnya, seorang guru menjelaskan keadaan orang yang sangat putus asa dalam belajar dengan mengumpamakan layang-
layang yang telah putus talinya. Maka layang-layang itu tak dapat berbuat apa-apa kecuali menerima nasibnya yang dibawa oleh angin,
kemana ia akan terdampar, masih utuhkah bentuknya? Atau sudah robek terkena ranting pepohonan dan yang lainnya. Begitu juga orang
yang putus asa dalam belajar atau putus asa karena hal lainnya. Ia hanya bisa pasrah dengan keadaan, atau hanya akan mengandalkan
belas kasihan orang lain untuknya. Pemberian perumpamaan seperti ini juga tidak hanya berlaku dari
guru terhadap muridnya, dalam hal lain misalnya ketika seorang guru akan memberikan motivasi kepada rekan sesama guru, ia
menyampaikan dengan cara memberikan perumpamaan bahwa guru itu diibaratkan seperti sebuah piala besar yang disimpan dalam kaca
transparan, sehingga dapat terlihat seluruh bagiannya dari segala arah. Sebuah piala yang sangat diidam-idamkan oleh semua orang.
Begitulah perumpamaan seorang guru, yang seluruh aspek dari kepribadiannya dapat dilihat oleh muridnya, dan sangat diinginkan
oleh siswanya untuk dijadikan teladan yang baik. Penggunaan
amśâl atau perumpamaan ini disamping bertujuan untuk menjelaskan sesuatu yang masih abstrak sehingga terlihat lebih
konkret, juga dapat digunakan dengan tujuan memotivasi peserta didik agar tidak mudah putus asa, karena sebuah motivasi yang disampaikan
dengan perumpamaan biasanya lebih melekat di hati bahkan peserta didik lebih memahaminya.
Sebagai contoh, seorang guru PAI menjelaskan manfaat berpakaian muslim atau muslimah kepada siswanya. Guru tersebut
mengibaratkan seorang wanita muslimah yang berpkaian sesuai syaria`at Islam seperti sebuah kue mahal yang di jual dan diletaan di
etalase sebuah toko, yang hanya bisa dilihat oleh orang lain dari luar kaca dan tidak bisa menyentuhnya, hanya orang yang siap membelinya
saja yang boleh menyentuh dan membawanya pulang. Begitu juga seorang wanita muslimah yang berpakaian islami, mereka terjaga dari
kejahatan manusia yang jahil dan tidak bertanggung jawab, hanya orang yang siap untuk menjadi seseorang yang halal baginyalah yang
bisa menyentuhnya. Dan wanita yang berpakaian tidak sesuai syari`at Islam bahkan terkesan seksi, diibaratkan seperti kue yang di jual di
pinggir jalan tanpa penutup dan etalase yang bisa saja dihinggapi lalat. Sama halnya dengan kue tersebut, wanita yang berpakaian minim
mereka rentan terhadap godaan manusia yang jahil dan tak bertanggungjawab.
Contoh lain ketika seorang guru memberi motivasi kepada peerta didiknya tentang kesabaran dan kesungguhan dalam menuntut ilmu.
Guru tersebut mengumpamakan belajarnya seorang murid di sekolah dengan seorang bayi yang belajar berjalan. Bayi yang belajar berjalan
tidak serta merta lansung dapat berjalan dan berlari begitu saja, melainkan melaui proses dari mulai belajar duduk, merangkak, berdiri,
melangkah perlahan selangkah demi selangkah, hingga akhirnya dapat berjalan dan berlari. Terkadang dalam beberapa tahapan dan proses itu
pula banyak terjadi kesulitan seperti rasa sakit pada lutut ketika merangkak, jatuh ketika belajar berdiri, kesulitan melangkah dan
kemudian jatuh lagi. Akan tetapi, hal semacam itu akan terlewati dan membuahkan hasil. Begiu juga para persta didik yang sedang belajar,
tidak serta merta akan dengan mudahnya memahami materi dan bahan