Analisis Metode Amśâl dalam Surat Ibrâhîm Ayat 18

dengan perumpamaan biasanya lebih melekat di hati bahkan peserta didik lebih memahaminya. Sebagai contoh, seorang guru PAI menjelaskan manfaat berpakaian muslim atau muslimah kepada siswanya. Guru tersebut mengibaratkan seorang wanita muslimah yang berpkaian sesuai syaria`at Islam seperti sebuah kue mahal yang di jual dan diletaan di etalase sebuah toko, yang hanya bisa dilihat oleh orang lain dari luar kaca dan tidak bisa menyentuhnya, hanya orang yang siap membelinya saja yang boleh menyentuh dan membawanya pulang. Begitu juga seorang wanita muslimah yang berpakaian islami, mereka terjaga dari kejahatan manusia yang jahil dan tidak bertanggung jawab, hanya orang yang siap untuk menjadi seseorang yang halal baginyalah yang bisa menyentuhnya. Dan wanita yang berpakaian tidak sesuai syari`at Islam bahkan terkesan seksi, diibaratkan seperti kue yang di jual di pinggir jalan tanpa penutup dan etalase yang bisa saja dihinggapi lalat. Sama halnya dengan kue tersebut, wanita yang berpakaian minim mereka rentan terhadap godaan manusia yang jahil dan tak bertanggungjawab. Contoh lain ketika seorang guru memberi motivasi kepada peerta didiknya tentang kesabaran dan kesungguhan dalam menuntut ilmu. Guru tersebut mengumpamakan belajarnya seorang murid di sekolah dengan seorang bayi yang belajar berjalan. Bayi yang belajar berjalan tidak serta merta lansung dapat berjalan dan berlari begitu saja, melainkan melaui proses dari mulai belajar duduk, merangkak, berdiri, melangkah perlahan selangkah demi selangkah, hingga akhirnya dapat berjalan dan berlari. Terkadang dalam beberapa tahapan dan proses itu pula banyak terjadi kesulitan seperti rasa sakit pada lutut ketika merangkak, jatuh ketika belajar berdiri, kesulitan melangkah dan kemudian jatuh lagi. Akan tetapi, hal semacam itu akan terlewati dan membuahkan hasil. Begiu juga para persta didik yang sedang belajar, tidak serta merta akan dengan mudahnya memahami materi dan bahan ajar. Tidak instan langsung bisa mendapatkan hasil yang baik, semua itu perlu proses tahapan demi tahapan, dan tak jarang akan menemui kesulitan. Tapi dari kesulitan tersebut, peserta didik bisa belajar arti kesabaran dan kesungguhan sehingga akan mendapatkan hasil yang memuaskan. Setelah penulis uraikan analisis dan beberapa contoh, dapat dikatakan bahwa amśâl yang terkandung seperti pada ayat 18 Surat Ibrâhîm ini merupakan jenis perumpamaan yang jelas, dan tergolong dalam kategori amśâl yang ringan, sehingga siapapun yang diberikan perumpamaan seperti ini maka akan mudah memahami maksud yang terkandung di dalamnya.

2. Analisis Metode Amśâl dalam Surat Al-Baqarah Ayat 68

Selanjutnya dalam Surat al-Baqarah ayat 68 terkandung amśâl, meskipun jika dilihat secara kasar dalam ayat ini tidak dicantumkan secara jelas perumpamaannya. Berdasarkan penjelasan para mufassir, potongan ayat dari surat al-Baqarah ayat 68 ini, yang mengandung amśâl adalah kalimat ي ا ع ا ف ا . Bila ditinjau secara lafżi, dalam ayat ini pun tidak menjelaskan sebagai bentuk perumpamaan terhadap suatu makna, namun kandungan dari ayat ini menunjukan suatu bentuk perumpamaan. Sebagaimana yang dikatakan Hasani: “Perlu dicatat disini, bahwa sebenarnya al-Qur`ân sendiri tidak menjelaskan sebagai bentuk perumpamaan terhadap makna tertentu, hanya saja isi kandungannya menunjukan salah satu bentuk perumpamaan. Tegasnya, amśâl kâminah ini termasuk maśal ma’nawî yang tersembunyi, bukan amśâl lafżî yang jelas.” 82 Kalimat tersebut mengindikasikan adanya amśâl meskipun tidak dicantumkan dengan jelas lafaż tamśîlnya, tetapi kalimat ini 82 Hasani Ahmad Syamsuri, Studi Ulumul Qur’an, Jakarta: Penerbit Zikra Press, 2009, Cet. I, h. 179 menunjukan makna yang indah dan menarik. Kalimat ini senada dengan perumpamaan orang Arab “sebaik-baik perkara adalah yang tidak berlebihan, adil, dan seimbang. Atau dalam bahasa Arab disebut طس أ مْ يخ . 83 Menurut Hasani, seorang ulama pernah mengatakan bahwa orang Arab tidak mengucapkan suatu perumpamaan, kecuali karena ada persamaanya di dalam al- Qur’an. 84 Maka ungkapan Arab مْ يخ طس أ ada persamaannya dengan ayat al- Qur’an. Pada potongan ayat ي ا ع ا ف ا , terkandung makna طس أ مْ يخ yakni sapi yang dimaksud adalah sapi betina yang tidak tuaberumur dan tidak juga muda, akan tetapi sapi betina yang pertengahan diantara tua dan muda. Jadi yang dikehendaki dalam ayat ini adalah pertegahan dari dua perkara yaitu antara yang tua dan yang muda. Berdasarkan penjelasan para mufassir, ungkapan seperti ini termasuk jenis amśâl kâminah. Untuk memahami jenis amśâl seperti ini membutuhkan pemikiran yang lebih mendalam dibandingkan jenis amśâl sebelumnya yaitu amśâl muşarrahah, karena seperti yang sudah dijelskan sebelumnya bahwa dalam amśâl kâminah ini tidak terdapat lafaż tamśîl dan perumpamaan yang ditunjukan pun tidak disebutkan dengan jelas. Dalam al-Qur`ân ada beberapa ayat lagi yang memiliki persamaan makna dengan ayat 68 Surat al-Baqarah ini. Pertama, pada ayat 67 Surat al-Furqân ما ق ا ي ا ي م ا ف سي م ا أ ا ا ي َ ا “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan harta mereka tidak berlebihan, dan tidak pula kikir, adalah pembelanjaan itu di tengah- tengah antara yang demikian”. 83 Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Qur’an, Terj. Mifdhol Abdurrahman, Jakarta: Pustka Al-Kausar, 2005, Cet.I, h. 358 84 Hasani Ahmad Syamsuri, Loc Cit. Kedua, terdapat pada ayat 29 Surat al-Isrâ غم ي ع ا ا س َم م م ع ف س ا َ طس ا ع “Dan janganlah kamu menjadikan tanganmu terbelenggu ada lehermu, dan jangan pula kamu terlalu mengulurkannya agar kamu tidak menjadi tercela dan menyesal”. Maksud dari ayat ini adalah, hendaknya agar manusia tidak terlalu kikir dan tidak juga teralalu pemurah boros. Dan ketiga, terdapat pada ayat 110 dalam surat yang sama yaitu Surat al-Isrâ س اء سْا ه ف ا ع م َيأ َ ا ا ع ا أ ه ع ا ق ا ي غ ا ف ا اَ ا اي س , “Katakanlah, „Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman dengan nama yang mana saja kamu seru. Dia mempunyai al-asmâul husnâ dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula kamu merendahkannya, dan carilah jalan tengah dari kedua itu.” Menurut Syamsuri, ungkapan “tidak berlebihan” dan “tidak boros”, ungkapan “tidak kikir” dan “tidak terlalu boros”, dan ungkapan “mengeraskan suara” dan “merendahkannya”, menurut sebagian ulama disebut dengan amśâl kâminah, karena memiliki makna yang sesuai dengan ungkapan sebaik-baik perkara itu yang pertengahan طس أ مْ يخ . 85 Dengan adanya ayat-ayat amśâl kâminah seperti ini, maka akan terkumpul makna-makna yang indah, singkat, padat dan menarik dalam ungkapannya. Selain itu ayat-ayat seperti ini juga dapat membantu melatih penalaran dan pemahaman seseorang. Terlebih bagi siswa, jika seorang guru menggunakan perumpamaan yang sejenis dengan amśâl kâminah ini, maka siswa juga akan berlatih menalar dan memahami apa yang dikatakan oleh guru. Ketika seorang guru hendak mengimplementasikan metode amśâl dari jenis amśâl kâminah ini, secara sederhana misalnya: seorang guru 85 Hasani Ahmad Syamsuri, Op Cit., h. 181 memberikan nasehat kepada murid-muridnya berkaitan dengan strategi belajar mereka, kemudian guru tersebut memberikan saran agar muridnya belajar tidak dengan terlalu memforsir waktu mereka untuk belajar sehingga melupakan hal-hal lainnya, tetapi tidak juga bermalas-malasan dalam belajar, akan tetapi pertengahan diantara keduanya. Karena yang demikian adalah cara yang terbaik. Jika di analogikan proses belajar yang baik adalah yang tidak terlalu berlebihan dan tidak pula terlalu jarang belajar malas. Sebuah botol, ketika hendak diisi air dengan menggunakan gayung, maka cara mengisi yang paling tepat adalah dengan mengisinya secara perlahan, tidak terburu-buru dan sekaligus menuangkan semuanya, maupun tidak juga setetes demi setetes. Isilah botol tersebut dengan perlahan dan sabar, maka botol itu akan terisi penuh tanpa ada air yang terbuang sia-sia. Jenis amśâl kâminah ini merupakan perumpamaan yang memiliki persamaan makna yang terkandung dalam uşlub Arab. Jika diiplementasikan dalam pembelajaran, maka boleh jadi dalam menggunakan amśâl kâminah ini, seorang guru dapat mengutarakan suatu maksud tertentu dengan mengatakannya sesuai dengan uşlub atau peribahasa dalam bahasa Indonesia. Contoh sederhananya misalnya, peribahasa Indonesia yang berbunyi “bagai tulisan di atas air”. Peribahasa ini mengandung arti seseorang yang mengerjakan sesuatu tapi hasilnya sia-sia. Contoh, seorang guru memberi nasehat kepada muridnya agar senantiasa menjaga kebersihan, akan tetapi guru tersebut juga tidak menjaga kebersihan dan perilaku itu terlihat oleh muridnya, maka nasehat dari guru itu pun hasilnya bagaikan tulisan di atas air, sia-sia tak berarti. Setelah penulis uraikan tentang metode amśâl yang terkandung dalam Surat Al-Baqarah ayat 68 ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa amśâl yang terkandung pada ayat ini termasuk jenis amśâl kâminah atau amśâl yang tersembunyi, dan tergolong pada amśâl dengan tingkat sedang. Sehingga seseorang yang mendapatkan amśâl seperti ini tidak dengan mudah memahaminya seperti jenis amśâl sebelumnya yaitu amśâl muşarrahah, melainkan perlu pemahaman yang lebih mendalam, karena jenis amśâl muşarrahah ini mengandung pengertian yang serupa dengan uşlȗb bahasa Arab atau yang dapat disamakan dengan peribahasa dalam bahasa Indonesia.

3. Analisis Metode Amśâl dalam Surat Yȗsuf Ayat 41

Pada ayat 41 dari Surat Y ȗsuf, di dalamnya terdapat potongan ayat yang juga berlaku sebagai amśâl. Sama seperti jenis amśâl sebelumnya yaitu amśâl kâminah, amśâl dalam ayat 41 Surat Yȗsuf ini juga tidak memiliki lafaż tamśîl secara jelas, namun tetap berlaku dan dihukumi sebagai amśâl. Menurut para mufassir, amśâl pada ayat 41 Surat Yȗsuf ini termasuk dalam jenis amśâl mursalah. Yaitu “kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafaż tasybîh secara jelas. Tetapi kalimat- kalimat itu berlaku sebagai amśâl.” 86 Karena jenis amśâl seperti ini tidak memiliki lafaż tasybîhlafaż tamśîl, dan juga tidak memiiki persamaan makna dengan ungkapan- ungkapan tertentu, maka untuk memahami jenis amśâl seperti membutuhkan pemikiran dan penalaran yang lebih mendalam dibandingkan memahami jenis amśâl sebelumnya, yaitu amśâl muşarrahah dan amśâl kâminah. Meskipun jenis amśâl mursalah dan amśâl kâminah merupakan jenis maśal ma’nawiy, yaitu jenis amśâl yang tidak nampak perumpamaan, dan lafaż tamśîlnya, akan tetapi terdapat perbedaan diantara keduanya. Pada amśâl kâminah, yang dijadikan amśâl adalah potongan ayat yang memiliki persamaan makna dengan beberapa ungkapan Arab. 86 Manna’ Al-Qaththan, Op Cit., h. 359