Kategori 0-10 tahun
Nama Jumlah Jawaban
Benar Nama
Jumlah Jawaban Benar
Betty 2 tahun 28
Jun 6 tahun 26
Hanna 8 tahun 24
Lois 6 tahun 22
Jona 6 tahun 24
Yuni 6 tahun
25 Kategori +11 tahun
Nama Jumlah Jawaban
Benar
David 30 tahun 28
Mery 15 tahun 26
Setelah data telah terklasifikasi, peneliti menghitung total jawaban benar, dan menyusunnya dalam bentuk prosentasi sebagaimana berikut.
TOTAL JUMLAH JAWABAN BENAR PER KATEGORI Kategori 0-10 tahun : 149 butir
Kategori +11 tahun
: 54 butir PROSENTASE JAWABAN BENAR PER KATEGORI
Rumus: jumlah jawaban benar jumlah jawaban benar partisipan x butir jawaban benar per
quesioner X 100
jumlah total soal jumlah partisipan x butir soal per quesioner Kategori 0-10 tahun
149 X 100 = 83 54 X 100 = 90 180 60
Ditampilkan dalam bentuk diagram
Kategori +11 tahun 54 X 100 = 90
60 Ditampilkan dalam bentuk diagram
Jawaban Benar 83
Jawaban Salah 17
KONFERENSI NASIONAL SASTRA, BAHASA BUDAYA KS2B 2016 | 107
KESIMPULAN Penelitian menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan antara Kategori 0-10 dan
Kategori +11 tahun; 83 berbanding 90. Hal ini menunjukkan bahwa lama tidaknya seseorang tinggal di Indonesia tidak menjadi faktor signifikan yang menentukan
kerberhasilannya memahami leksem dalam bahasa Indonesia. Faktor-faktor lain yang kami hipotesiskan cukup berpengaruh adalah motivasi, exposure dan tingkat kognisi individu.
Didukung oleh partisipan Betty yang menetap di Indonesia selama 2 tahun, kemampuannya sangat tinggi yakni mampu menjawab soal dengan benar sebanyak 28
butir, angka yang setara dengan David yang telah belajar selama 30 tahun. REFERENSI :
Puspita, O.W. 2015. Penggunaan Lirik Laru sebagai Bahan Pembelajaran Mahasiswa
BIPA dalam Upaya Mengenalkan Karakteristik Indonesia. Makalah dalam Konferensi Bahasa III. Universitas Negeri Surakarta: 475-481.
Kompasiana. 2015. Bahasa Indonesia Lebih Sulit dari Bahasa Inggris. Artikel online, http:www.kompasiana.comhsancokobahasa-indonesia-lebih-sulit-daripada-
bahasa-inggris_552ac069f17e61703ad623a6, dilansir pada 7 Mei 2016. CNN Indonesia. Bahasa Termudah bagi Masing-Masing Bangsa: Misteri Penutur
Multibahasa. artikel
online, http:www.cnnindonesia.comhiburan20141106150856-241-10067bahasa-
termudah-menurut-masing-masing-bangsa, dilansir pada 5 Mei 2016. Merdeka.com. 2014. Warga Dunia Disarankan Pelajari 5 Bahasa Ini, termasuk Indonesia.
Artikel online, http:www.merdeka.comperistiwawarga-dunia-disarankan- pelajari-5-bahasa-ini-termasuk-indonesiabahasa-indonesia.html, dilansir pada 7
Mei 2015.
Widjono, Hs. 2007. Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo.
Wiyanto, A. 2012. Kitab Bahasa Indonesia. Jogjakjarta: Jogja Bangkit Publisher.
Jawaban Benar 90
Jawaban Salah 10
Biografi Penulis Penulis 1
Timotius Ari Candra Aprilianto dilahirkan di Lumajang pada 4 April 1989. Sekarang dia mengambil Program Pascasarjana Keguruan Bahasa di Universitas Negeri Malang.
Pendidikan terakhirnya ditempuh di Universitas Kanjuruhan Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia. Pernah mengajar di SMPN 5 Kepanjen, Malang. Hingga saat ini aktif
melakukan penelitian terutama dalam bidang bahasa. Alamat : Jl. Wijaya Kusuma, Tempursari, Lumajang
Telepon : +62 81333797818 Penulis 2
Dian Febrianti dilahirkan di Sidoarjo tanggal 15 Februari 1991. Sekarang dia sedang mengambil Program Pascasarjana Keguruan Bahasa di Universitas Negeri Malang.
Pendidikan terakhirnya ditempuh di Universitas Brawijaya, Program Sarjana Sastra Inggris. Pengalama bekerja terutama bergerak di bidang akademik, seperti penelitian dan
mengajaran. Dia pernah bekerja di IRDH International Research and Development for Human Beings
pada 2014-2015, juga sebagai pengajar di lembaga bimbingan swasta dan asisten dosen untuk mata kuliah Basic Oral and Auditory Skills di Universitas Brawijaya.
Alamat : Jl. Jenggolo II no.85 Sidoarjo Telepon : +62 85730422943
Penulis 3 Girindra Wardhana dilahirkan di Malang tanggal 25 September 1993. Sekarang dia
mengambil Program Pascasarjana Keguruan Bahasa di Universitas Negeri Malang. Pendidikan terakhirnya ditempuh di universitas yang sama, Program Studi Sastra Cina.
Sejak 2012 dia aktif mengajar di berbagai sekolah dan lembaga bimbingan swasta. Alamat : Jl Natrium No.19 Malang
Telepon : +62 85755548747
KONFERENSI NASIONAL SASTRA, BAHASA BUDAYA KS2B 2016 | 109
REPRESENTASI STATUS SOSIAL DALAM INTERFERENSI BAHASA JAWA PADA WACANA KELAS
Kukuh Fadliyatis S Pascasarjana Universitas Negeri Malang
Lyakukuhgmail.com
ABSTRAK
Bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia dengan tujuan untuk menyampaikan pesan. Fungsi bahasa tidak hanya terbatas sebagai alat komunikasi saja.
Bahasa mempunyai arti dan fungsi berbeda dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Misalnya, bahasa digunakan untuk berkomunikasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa
bahasa memiliki fungsi komunikatif. Fungsi komunikatif berkaitan erat dengan aspek sosial. Aspek sosial terdiri dari struktur sosial, status sosial, tatanan sosial, usia, dan
gender. Aspek sosial merupakan bagian dari kelas sosial. Aspek sosial yang dimiliki penutur secara tidak langsung memengaruhi bahasa yang digunakan dalam berbagai
fungsi. Pengaruh tersebut dapat berupa dialek atau logat yang diucapkan, kosa kata yang menunjukkan status sosial yang digunakan. Pengaruh yang lebih besar dapat berupa
interferensi bahasa pertama yang digunakan. Tujuan umum penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan keterkaitan antara status sosial dan interferensi bahasa Jawa pada
wacana kelas. Tujuan khusus penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan jenis interferensi bahasa Jawa pada wacana kelas. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Jenis penelitian ini yaitu deskriptif karena peneliti hanya menggambarkan interferensi bahasa Jawa pada tuturan siswa ketika pembelajaran. Data
penelitian ini adalah paparan kebahasaan berupa dialog siswa ketika pembelajaran. Sumber data penelitian ini yakni siswa kelas 7 salah satu SMA Swasta di Kota Malang.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik internal sampling. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dibantu dengan instrumen pendukung berupa lembar
pengumpul data. Analisis data dilakukan peneliti dengan langkah 1 mereduksi data, 2 menyajikan data, dan 3 menarik kesimpulan. Berdasarkan analisis data yang dilakukan
diperoleh kesimpulan sesuai dengan tujuan penelitian yaitu 1 inferensi disebabkan oleh belum mapannya penguasaan kaidah dan struktur bahasa Indonesia, 2 inferensi terjadi
pada keterampilan berbicara, 3 inferensi bahasa Jawa terjadi dalam bidang morfologi, fonologi, dan pembentukan kalimat, dan 4 inferensi bahasa Jawa dipengaruhi oleh status
sosial peserta didik.
Kata kunci : representasi status sosial, interferensi bahasa Jawa, wacana kelas
A. PENDAHULUAN
Bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia yang bertujuan untuk menyampaikan pesan. Fungsi bahasa tidak hanya terbatas sebagai alat komunikasi saja.
Bahasa mempunyai arti dan fungsi berbeda dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Dengan bahasa, manusia selalu berinteraksi dengan manusia lainnya. Bahasa yang
digunakan seorang individu dalam masyarakat merepresentasikan bahasa masyarakat penuturnya.
Bahasa dijelaskan dan dipelajari tidak hanya melalui struktur dalam bahasa tersebut. Untuk mempelajari dan menjelaskan seluk beluk bahasa juga melibatkan aspek
– aspek nonbahasa yaitu aspek sosial. Aspek sosial terdiri dari struktur sosial, status sosial,
tatanan sosial, usia, dan gender. Aspek sosial merupakan bagian dari kelas sosial. Salah satu aspek sosial yang juga berpengaruh terhadap bahasa yang digunakan yaitu status
sosial dalam masyarakat. Status sosial yang dimiliki masyarakat beragam bergantung tempat dan fungsi di dalam masyarakat. Status sosial dapat dilihat dari pekerjaan yang
dilakukan oleh seorang penutur dalam hal ini siswa.
Status pembelajar siswa yang melekat di dalam dirinya berhubungan dengan kedudukan pembelajar tersebut di dalam masyarakat. Kedudukan siswa dapat dilihat
dalam keluarga dan masyarakat. Untuk melihat hal tersebut, terlebih dahulu melihat kedudukan status sosial di dalam terminologi sosiolinguistik. Status sosial merupakan
bagian dari kelas sosial. Kelas sosial berhubungan dengan sekelompok masyarakat yang memiliki kesamaan tertentu dalam bidang ekonomi, pekerjaan, pendidikan, dan
kedudukan. Kajian ini difokuskan pada pekerjaan pembelajar yang memengaruhi pemakaian bahasa di dalam kelas. Pengaruh pekerjaan terhadap pemakaian bahasa yaitu
munculnya variasi bahasa yang berbeda. Kajian ini menggunakan teori Wardhaugh tentang variasi bahasa.
Wardhaugh 2006 : 52 mendeskripsikan register sebagai suatu set ‘language items’yang berhubungan secara khusus dengan kelompok sosial atau kelompok pekerjaan
occupational tertentu. Dokter, pilot, manager bank, pedagang, sopir angkot, musisi,atau bahkan mereka yang bekerja dalam dunia prostitusi memiliki register masing-masing.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ferguson dalam Wardhaugh, 2006 : 52, orang- orang yang berkutat dalam situasi komunikasi yang terus berulang cenderung
mengembangkan kosakata, intonasi, dan kepingan karakteristik sintaksis dan fonologi yang serupa yang mereka gunakan dalam situasi-situasi tersebut. Variasi jenis inilah yang
disebut register. Ferguson menyatakan bahwa istilah-istilah khusus untuk objek-objek atau kejadian-kejadian tertentu yang berulang ini membantu komunikasi agar semakin cepat
terjalin.
Penelitian sebelumnya yang meneliti inferensi bahasa Jawa yaitu penelitian yang dilakukan oleh Syamhudi 2000 dengan judul Interferensi Bahasa Jawa ke Dalam Bahasa
Indonesia pada Proses Belajar Mengajar: Penelitian Kualitatif di Kelas 6 SD IV Sragen. Penelitian
yang Syamhudi membahas tentang inferensi bahasa Jawa yang muncul pada saat kegiatan belajar berlangsung. Penelitian yang dilakukan peneliti memiliki kesamaan dengan
penelitian yang dilakukan Syamhudi yakni sama-sama membahas inferensi bahasa Jawa. Perbedaannya terletak pada kaitan inferensi. Pada penelitian Syamhudi, inferensi bahasa
Jawa tidak dikaitkan dengan masalah lain sedangkan dalam penelitian ini inferensi bahasa Jawa dikaitkan dengan status sosial pembelajarnya.
B.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain deskriptif. Penelitian kualitatif dengan desain deskriptif bertujuan untuk menggambarkan fenomena
inferensi bahasa Jawa yang terjadi secara alamiah dalam wacana kelas. Data dalam penelitian ini adalah paparan kebahasaan berupa dialog siswa di kelas yang mengandung
inferensi bahasa Jawa kemudian dikaitkan dengan status sosial pembelajarnya.Sumber data penelitian ini adalah siswa SMA Ardjuna Malang.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu observasi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan langkah 1 peneliti melakukan pengamatan
KONFERENSI NASIONAL SASTRA, BAHASA BUDAYA KS2B 2016 | 111
terhadap tuturan siswa ketika belajar BI, 2 peneliti menuliskan tuturan siswa yang berisi inferensi bahasa Jawa, 3 mengklasifikasikan dan memberi kode pada tuturan siswa yang
mengandung inferensi bahasa Jawa, 4 peneliti mengaitkan tuturan dengan status sosial pembelajar, dan 5 peneliti memaknai data yang diperoleh sehingga diperoleh klasifikasi
inferensi dengan status sosial pembelajar. Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan menggunakan instrumen pendukung yaitu lembar observasi.
Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan tahapan 1 reduksi data, 2 penyajian data, dan 3 penarikan kesimpulan. data dilakukan peneliti dengan
mengumpulkan data, mengklasifikasikan data yang telah diberi kode sesuai dengan rumusan masalah, menginterpretasi data mana yang sesuai dan mana yang tidak, dan
mendeskripsikan hasil interpretasi yaitu data yang telah diinterpretasi kemudian dideksripsikan sebagai hasil analisis. Penyajian data dilakukan untuk menyusun
sekumpulan informasi yang terkumpul untuk penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Selanjutnya, penarikan kesimpulan dilakukan dengan meninjau ulang lembar
pengumpul data serta bertukar pikiran dengan teman sejawat yaitu, dosen pembimbing dan teman untuk mengembangkan, kesepakatan intersubjektif. Hal itu untuk menguji
kebenaran dan kecocokan data serta mengetahui validitasnya.
C. TEMUAN
Penguasaan bahasa pertama bahasa jawa oleh pembelajar bahasa kedua menjadi hambatan dalam proses pembelajaran bahasa kedua bahasa Indonesia di dalam wacana
kelas. Pembelajaran bahasa Indonesia tidak maksimal dikarenakan interferensi bahasa Jawa. Interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan belum mapannya penguasaan
kaidah atau struktur bahasa Indonesia. Interferensi bahasa Jawa terjadi dalam bidang fonologi, morfologi, dan pembentukan kalimat. Pembelajar masih sering menggunakan
kosakata ataupun tata kalimat bahasa Jawa dalam mengungkapkan gagasan bahasa Indonesia. Interferensi terjadi pada keterampilan berbicara. Jika dipersentasikan,
interferensi pada pembelajaran keterampilan berbicara sebanyak 70 pembelajar menggunakan unsur bahasa Jawa dan sisanya menggunakan bahasa Indonesia. Jadi
bahasa yang dominan dalam pembelajaran bahasa Indonesia bukan bahasa Indonesia tetapi bahasa Jawa.
Interferensi dalam bidang fonologi terjadi ketika pembelajara mengucapkan bunyi p, d, g,dan j dalam konteks pengucapan nama tempat. Pembelajar mengalami
interferensi bahasa Jawa ketika mengucapkan bunyi – bunyi tersebut yang rentan disisipi
kaidah dan kebiasaan pengucapan bunyi dalam bahasa Jawa. Misalnya ketika menuturkan Bantur
menjadi mBantur, daerah Bawang menjadi daerah mBawang.
Interferensi yang terjadi dalam pembelajaran bahasa Indonesia dalam wacana kelas yaitu interferensi dalam bidang morfologi. Interferensi dalam bidang morfologi terjadi
dalam pembetukan dan penyerapan afiks bahasa Jawa. Misalnya, Tetanggaku ketabrak sepeda Shogun, bu kemarin.
Dalam kalimat tersebut, kata ketabrak merupakan interferensi
afiksasi bahasa Jawa. Afiksasi dalam bahasa Indonesia yang tepat yaitu tertabrak.
Interferensi juga terjadi dalam bentuk kalimat sintaksis. Pembelajar menggunakan kaidah bentuk kalimat bahasa Jawa dalam bentuk kalimat bahasa Indonesia. Interferensi
pembentukan kalimat bahasa Indonesia oleh pembelajar dilakukan dengan menambahkan afiksasi
–Nya untuk menunjukkan milik yang diikuti kata benda nama orang yang seharusnya dalam pembentukan kalimat bahasa Indonesia tidak perlu ada. Hal tersebut
dikarenakan nama orang sudah menunjukkan milik. Misalnya, Bu, bapaknya sudah datang ta?.
Kata Bapaknya merujuk kepada guru Sejarah, ta bermaksud untuk menegaskan kalimat
bapaknya sudah datang. Hal tersebut tidak terdapat dalam bentuk kalimat bahasa Indonesia.
Bentuk kalimat yang tepat dalam bahasa Indonesia yaitu Bu, bapak Agus sudah datang?. Interferensi tersebut terjadi disebabkan ada padanan konteks dari bahasa Jawa yaitu Bu,
bapake sampun dugi?. Contoh interferensi di dalam pembelajaran menanggapi wawancara.
Guru
: Bagaimana tanggapan kalian tentang topik wawancara tersebut? Murid 1
: Itu bu, menurut saya seharuse orang utan itu dirawat oleh pihak berwajib kan
orang utan masuk hewan yang tidak boleh dipelihara bu.Lha itu kok malah
dipelihara dan hidup bersama manusia bu. Murid 2
: Kalau saya, mungkin orang utan itu ditaruh di kebun binatang bu. Kan terawat
selain itu juga dapat mengurangi kepunahan orang utan.
Murid 3 : mending orang utan ditaruh di hutan, dibuatkan konservasi alam bu.
Maksudnya hutannya itu khusus untuk orang utan saja biar orang utannya tidak
banyak yang punah. Murid 4
: Kalau saya se bu tidak apa-apa dipelihara kan yang memelihara juga seorang peneliti. Peneliti kan pintar bu, pasti juga mengerti cara memelihara
orang utan dengan baik. Selain itu juga, orang utannya kan diteliti. Peneliti pasti memberikan solusi atas permalahan orang utan. Misalnya, penyebab orang utan
turun gunung untuk mencari makan. Kan itu bisa
dicari tahu oleh peneliti bu.
Interferensi bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa Indonesia terjadi karena pembelajar jarang menggunakan bahasa Indonesia di luar sekolah. Hal itu disebabkan
karena latar belakang pembelajar yang dominan dari keluarga kurang mampu dan berdomisili di daerah pinggiran Kota Malang. Latar belakang keluarga yang kurang
mampu mendorong pembelajar bekerja paruh waktu untuk membantu kedua orang tuanya. Pekerjaan yang sebagian besar dilakukan oleh para pembelajar yaitu lima orang
pembelajar bekerja sebagai kuli bangunan, tiga orang pelajar bekerja sebagai cleaning service
, dan dua pelajar bekerja sebagai pelayan warung. Lingkungan kerja yang seperti itu kurang bisa mendukung pembelajar untuk menggunakan bahasa Indonesia. Hal tersebut
yang menyebabkan interferensi terjadi di dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Interferensi merupakan penyimpangan norma berbahasa yang dilakukan oleh
dwibahasawan atau orang yang menguasai bahasa lebih dari satu. Keakraban dwibahasawan atau bilingual terhadap satu bahasa menyebabkan adanya kontak bahasa.
Kontak terjadi antara bahasa pertama dan bahasa kedua. Ketika pembelajar tidak dapat menempatkan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia dalam masing
– masing konteks maka pembelajar tersebut melakukan interferensi. Dalam kasus ini, interferensi terjadi dari
bahasa Jawa ke dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Interferensi terjadi karena pembelajar tidak dapat membedakan sistem bahasa pertama dan bahasa kedua.
Pembelajar sebagai dwibahasawan mencampur kedua sistem bahasa tersebut tanpa memperhatikan struktur dan sistemnya.
Penyimpangan yang dilakukan oleh pembelajaran dwibahasawan berupa penyimpangan dari norma bahasa Indonesia sebagai akibat kurang mengenal sistem dan
kaidah bahasa tersebut. Penyimpangan sebagai akibat pengenalan pembelajar terhadap bahasa Indonesia masih kurang. Penyimpangan terjadi karena pada waktu melakukan
identifikasi antarbahasa bahasa Jawa dan bahasa Indonesia itu menerapkan dua buah sistem yang berbeda secara serempak kepada suatu unsur bahasa.
Weinreich membatasi interferensi hanya terjadi di dalam tuturan saja. Hal tersebut dikarenakan tuturan tidak terkonsep di dalam pemikiran. Artinya sesuatu yang dituturkan
oleh penutur rentan menggunakan interferensi bahasa pertama ke dalam bahasa kedua.Pembelajar tidak dapat mengantisipasi adanya interferensi. Hal tersebut berbeda
dengan wacana tulis, pembelajar dapat mencegah dan mengantisipasi adanya interferensi
KONFERENSI NASIONAL SASTRA, BAHASA BUDAYA KS2B 2016 | 113
karena pembelajar memiliki waktu yang banyak untuk berpikir tentang struktur dan sistem yang digunakan dalam bahasa kedua.
Interferensi bahasa Jawa bukan hanya sabagai hambatan dalam pembelajaran bahasa Indonesia tetapi juga merepresentasikan status sosial yang disandang pembelajar
dalam masyarakat. Interferensi bahasa Jawa dalam wacana kelas dipengaruhi oleh faktor internal kebahasaan dan faktor eksternal kebahasaan. Faktor internal kebahasaan meliputi
fonologi, morfologi, dan sintaksis. Sedangkan faktor eksternal kebahasaan meliputi latar belakang pembelajar dan status sosial dalam masyarakat. Dalam kajian ini ditemukan
faktor eksternal kebahasaan memengaruhi adanya interferensi kebahasaan.
Faktor ekstenal kebahasaan meliputi kelas sosial yang di dalamnya terdapat status sosial yang disandang pembelajar. Status sosial pembelajar bahasa memengaruhi
interferensi bahasa Jawa dalam wacana kelas. Hal tersebut dikarenakan pembelajar jarang menggunakan bahasa Indonesia di luar sekolah. Lingkungan kerja pembelajar kurang
mendukung pembelajar menggunakan bahasa Indonesia. Kelas sosial pembelajar yaitu menengah ke bawah. Sebagian besar bekerja sebagai cleaning service, pelayan warung,
pelayan toko, dan kuli bangunan. Tidak hanya lingkungan kerja yang memengaruhi interferensi bahasa Jawa dalam wacana kelas, lingkungan pembelajar tinggal juga menjadi
faktor penyebab interferensi. Hal tersebut menyebabkan sistem bahasa Jawa yang terdapat dalam otak sering digunakan.
Interferensi terjadi karena sistem bahasa Jawa yang terdapat dalam otak lebih kuat daripada sistem bahasa Indonesia. Interferensi dalam wacana kelas terjadi hampir di
semua bidang kajian bahasa yaitu fonologi, morfologi, dan sintaksis. Interferensi terjadi dalam wacana kelas terutama wacana lisan. Keterampilan berbicara membutuhkan
pengetahuan yang luas untuk dijadikan topik pembicaraan. Keterampilan ini memerlukan pengetahuan tentang tata bahasa, penguasaan kosa kata, penguasaan ragam bahasanya,
pengetahuan tentang konteks situasi dan budaya.
Dalam wacana kelas, pengaruh penggunaan bahasa Jawa dalam konteks pembelajaran bahasa Indonesia cenderung mengacaukan struktur dan kaidah bahasa
Indonesia. Interferensi tersebut menimbulkan bahasa tersendiri yang bukan termasuk dalam sistem bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Bahasa tersebut dinamakan bahasa
antara interlanguage. Bahasa antara memiliki sistem sendiri yang dimunculkan pembelajar dan bersifat alami. Bahasa ini masih dapat dimengerti artinya bahasa antara yang
dimunculkan tidak keluar dari konteks pemahaman mitra tutur.
Pengaruh status sosial dalam interferensi bahasa Jawa pada wacana kelas sulit dihilangkan tetapi dapat diminalkan dengan pemajanan atau pembiasaan bagi pembelajar
untuk menerapkan struktur atau kaidah bahasa Indonesia dalam wacana lisan maupun wacana tulis. Pembiasaan bahasa Indonesia tidak hanya di lingkungan sekolah saja.
Pembelajar harus menggunakan bahasa Indonesa di lingkungan kerja dan lingkungan masyarakat sesuai dengan konteks situasi tanpa menghilangkan peran bahasa yang
dipakai sehari
– hari bahasa Jawa. Keluarga dan masyarakat harus mendukung penggunaan bahasa Indonesia.
Selain itu, guru dapat menggunakan pendekatan komunikatif – interaktif di dalam
pembelajaran. Pembelajar mempraktikkan pengetahuan tentang bahasa tatabahasa, kosa kata, penggunaan bentuk yang tepat untuk fungsi tertentu dan keterampilan untuk
mengomunikasikan pesan. Dalam interaksi, pembelajar belajar bagaimana menegosiasikan makna, bagaimana memperkenalkan atau mengubah topik, bagaimana membuka dan
menutup percakapan lawan bicara dengan konteks yang berbeda. Sekolah dan guru harus mendukung pembelajar untuk berbicara bahasa Indonesia ketika pembelajaran atau tidak
dalam konteks pembelajar masih berada disekolah. Guru seharusnya tidak membawa
status sosial pembelajar dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Hal tersebut dapat menyebabkan interferensi dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
D. KESIMPULAN
Interferensi bahasa Jawa bukan hanya sebagai hambatan dalam pembelajaran bahasa Indonesia tetapi juga merepresentasikan status sosial yang disandang pembelajar
dalam masyarakat. Status sosial tersebut berupa pekerjaan yang dilakukan oleh pembelajar diluar sekolah. Pekerjaan yang sebagian besar dilakukan oleh para pembelajar yaitu kuli
bangunan, cleaning service, dan pelayan warung. Lingkungan kerja yang seperti itu kurang bisa mendukung pembelajar untuk menggunakan bahasa Indonesia. Hal tersebut yang
menyebabkan interferensi terjadi di dalam pembelajaran bahasa Indonesia
Interferensi bahasa Jawa terjadi dalam pembalajaran keterampilan berbicara. interferensi bahasa Jawa terjadi dalam tataran kebahasaan meliputi fonologi, morfologi,
dan sintaksis. Interferensi tersebut menimbulkan bahasa tersendiri yang bukan termasuk dalam sistem bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Bahasa tersebut dinamakan bahasa
antara interlanguage. Bahasa antara memiliki sistem sendiri yang dimunculkan pembelajar dan bersifat alami. Bahasa ini masih dapat dimengerti artinya bahasa antara yang
dimunculkan tidak keluar dari konteks pemahaman mitra tutur. REFERENSI
Bhela, Baljit. 1990. Native Language Interference in Learnign a Second Language: Exploratory
Case Studies of Native Language Interference with Target Language Usage . International
Education Journal, Online 1 1 : 22-31 Chaer, Abdul. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta
Galasso, Joseph. 2002. Interference in Second Language Acquisition : A Review , the
Fundamentasl Difference Hypothesis . California State University Northridge
Ghazali, A.Syukur. 2013. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Dengan Pendekatan Komunikatif – Interaktif. Bandung : Refika Aditama
Giglioli, Pier Ed. 1972. Language in Context. Amerika Serikat : Pier Paolo Giglioli Sumarsono. 2011. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Wardhaugh, Ronald. 2006. An Introduction to Sociolinguistics. Oxford: Blackwell Publishing