Beralih pada Ibu-ibu Pengajian

Beralih pada Ibu-ibu Pengajian

Keputusan diambil. Ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok pengajian RW di Klender adalah sasaran kami berikutnya. Selain karena mereka sudah memiliki pertemuan reguler, sehingga idak perlu repot untuk mengumpulkan warga, perimbangan lainnya karena merekalah yang paling dekat dengan orang-orang yang berpotensi untuk menjadi korban atau pelaku indak pidana. Apabila tetangganya ditangkap, ibu sebagai orang yang hampir pasi selalu berada di rumah, dapat melihat upaya paksa yang dilakukan sesuai dengan hukum atau idak.

Kami menghubungi Ketua RW. Kami sampaikan maksud kedatangan kami untuk memberdayakan kelompok ibu-ibu pengajian di RW tersebut sehingga menjadi masyarakat sadar hukum. Tentu saja, ketua RW memberikan reaksi yang posiif. Tetapi karena program kami bukanlah program yang memberikan keuntungan materi bagi masyarakat sekitar, kami harus mengupayakan tenaga lebih banyak untuk mensukseskan tujuan kami.

Berbekal izin dari RW dan RT setempat, kami menghubungi ibu- ibu yang memiliki kepeningan mengorganisir kelompok pengajian

Komunitas Klender

tersebut. Sehingga disepakai, setelah pengajian kami diperbolehkan untuk melakukan penyuluhan singkat. Tema yang kami pilih adalah Upaya Paksa sebagai tema perkenalan. Tema ini kami angkat karena kami anggap dekat dengan siapa saja. Siapapun bisa menjadi sasaran upaya paksa sehingga pening untuk diketahui oleh semua orang.

Pada hari H, pengajian dimulai pukul 19.00 WIB. Ibu-ibu pun berkumpul. Kami datang lebih awal sehingga dapat berbincang- bincang dengan pemilik rumah yang kebetulan hari itu bertugas menyelenggarakan pengajian. Perbincangan hangat kami jalin dengan sang kepala rumah tangga. Kebetulan beliau adalah anggota keamanan di sebuah perusahaan, sehingga banyak hal yang ia tanyakan yang menjadi jembatan bagi kami untuk lebih akrab dengan masyarakat sekitar. Tak lupa kami membantu mempersiapkan dan membereskan rumah untuk segera menyelenggarakan pengajian.

Di tengah-tengah proses pengajian, pemimpin acara memberi waktu untuk adanya penyuluhan hukum. Dari tadinya waktu yang disepakai sekitar 15 menit, iba-iba berubah menjadi idak boleh lebih dari 10 menit. “Kalau bisa lima menit saja ya Pak, biar pengajiannya gak selesai terlalu malam,” ujar pemimpin pengajian seakan-akan idak pernah ada kesepakatan sebelumnya. Bagaimanapun juga kesempatan ini tak boleh disia-siakan, penyuluh LBH Masyarakat pun maju ke depan untuk memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan im ke komunitas Klender. Bantuan kami tawarkan untuk mengedukasi warga agar dapat melakukan Pertolongan Pertama Pada Kasus (P3K). Setelah itu, im pun membagikan handout dan bahan untuk dipegang oleh masing-masing orang.

Setelah bahan tersebar, penyuluhan mengenai upaya paksa pun dimulai. Karena keadaan rumah yang kurang kondusif, infocus dengan slide yang telah dipersiapkan pun idak dapat digunakan. Sehingga penyuluhan hanyalah dengan berbekal handout di tangan. Penyuluh pun menyampaikan materi mengenai upaya paksa. Namun, tanggapan dari para ibu kurang antusias. Kebanyakan dari mereka berbincang-bincang, dan idak mengajukan pertanyaan. Sehingga kami yakini, apa yang kami sampaikan bukanlah hal yang menarik untuk mereka. Bahkan, di akhir penyuluhan, kami menawarkan apabila ada salah seorang dari para ibu yang memiliki permasalahan hukum, kami bersedia memberikan

Jejak Langkah Menciptakan “Pengacara Rakyat”

konsultasi pada saat itu juga. “Oh ada Pak. Kemarin orangnya sudah bilang, nani ditunggu saja,” ujar salah seorang ibu yang kelihatannya salah seorang pengurus pengajian. Namun, hingga semua orang meninggalka tempat pengajian, idak ada seorang pun yang datang menyampaikan permasalahan keluarganya. Mungkin ada rasa malu dan gengsi di antara mereka untuk menyampaikan permasalahan mereka di depan umum.

“Seidaknya masyarakat kenal dengan kita. Nani kalau ada apa- apa akan lebih mudah untuk berkunjung ke masyarakat. Kita inggal bilang, kalau kita ini yang dulu pernah datang ke pengajian ibu-ibu. Toh bercandaan waktu tadi penyuluhan pasi akan diingat warga. Mereka kan sudah ada brosur, jadi bisa kontak kita,” ujar Dhoho padaku yang kecewa karena waktu menunggu kita jauh lebih lama dibandingkan waktu untuk penyuluhan yang idak lebih dari sepuluh menit itu.