Jenuh Menanti Siang

Jenuh Menanti Siang

Mentari di siang hari itu benar-benar menjalankan tugasnya dengan maksimal. Panas teriknya tak sekalipun menunjukkan keraguan sedikitpun. Di bawah bentangan kain terpal yang biasa digunakan sebagai atap perahu, dibangunlah tenda darurat sebagai Tempat Pemungutan Suara. Dua bentang atap perahu dipasang untuk meneduhkan dari sinar matahari. Beberapa bangku yang diambil dari sekolah yang berjarak tak lebih dari 500 meter dari TPS sengaja dibawa untuk mendukung kelancaran pemilu. Sementara itu, gapura merah dengan tulisan Musika serta Sang Saka yang berkibar di puncaknya, menjadi latar belakang dari TPS 15 Pluit. Di TPS inilah warga Kali Adem memberikan suaranya. Kelompok Paniia Pemungutan Suara (KPPS) yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan pemilu juga berasal dari warga Kali Adem.

Sebagaimana pelaksanaan pemilu di TPS lain, di TPS 15 juga hadir sepasang anggota Perlindungan Masyarakat (Linmas) yang bertugas untuk menjaga keamanan. Anggota Linmas ini mendapatkan seragam berwarga hijau muda, lengkap dengan atribut Jaya Raya di lengan yang menunjukkan bahwa mereka adalah representasi dari Pemda DKI. Kedua

Komunitas Kali Adem

Linmas ini, Asindo dan Purwarga juga merupakan warga Kali Adem. Mereka inggal di gubuk, yang merupakan bagian dari gugusan gubuk sepanjang bantaran Kali Adem. Kulit hitam legam mereka menjadi penanda kalau mereka adalah orang yang selalu terbakar terik matahari. Mereka berdua adalah nelayan tradisional, sama seperi kebanyakan warga lainnya di Kali Adem.

Selain dua orang Linmas yang berasal dari warga. Tampak beberapa lelaki yang secara sengaja mengenakan kemeja baik sebagai seragam bertugas di meja KPPS. Mereka terlihat serius dan berhai-hai, enggan melakukan kesalahan. “Kalau kita salah, bisa gawat nih. Ada ancaman masuk penjara kalau salah menjalankan tugas menyelenggarakan Pemilu,” kata Mulyono, disambut gelak tawa dari warga lainnya.

Mulyono atau biasa dipanggil Pak Naling sehari-hari dipercaya untuk memimpin paguyuban warga Musika. Musika adalah akronim dari Musyawarah Tiian Kali Adem, sebuah paguyuban warga yang berdiri untuk menghimpun potensi keswadayaan masyarakat yang inggal di bantaran Kali Adem agar bisa berparisipasi dalam pengambilan kebijakan dan mampu mensejahterakan dirinya.

Di salah satu sudut tenda darurat TPS 15 terdapat sekelompok orang yang sebelumnya jarang terlihat di wilayah Kali Adem. Mereka adalah orang-orang yang baru kali ini terlihat berakivitas bersama masyarakat Kali Adem. Mereka adalah saksi yang berasal dari partai poliik untuk memasikan pemilu berjalan tanpa kecurangan. Mereka harus memasikan tak hanya jalannya pemungutan suara berjalan jujur, tapi juga proses perhitungan suara berjalan apa adanya tanpa ada yang dirugikan. Mereka harus tetap siaga dan waspada sampai seluruh proses perhitungan dan pelaporan berjalan dengan tuntas. Namun siang itu, panas yang menyengat membuat energi semakin cepat terkuras.

“PKS.. PKS,” teriak seorang pemuda dari boncengan sepeda motor temannya. Pengemudi sepeda motor itu menjepit sebuah kantong plasik besar yang berisikan beberapa styrofoam pembungkus makanan dan kaleng minuman isotonik. Rupanya mereka ini adalah kurir yang bertugas untuk membagikan makanan kepada seiap saksi dari PKS yang berjaga di masing-masing TPS. Merasa mendapatkan panggilan, dari kelompok para saksi seorang lelaki kurus berdiri dan menghampiri si

Jejak Langkah Menciptakan “Pengacara Rakyat”

pemanggil. Laki-laki itu badannya kurus dan berambut panjang sebahu yang dikuncir. Kepalanya dibiarkan begitu saja tak mengenakan penutup kepala dan ia mengenakan celana jeans yang dipadu dengan kaos biru. Dari penampilannya tak seorang pun menyangka kalau ia adalah seorang kader PKS. Hanya dia-lah, satu-satunya saksi yang mendapatkan kiriman makan siang dari partainya. Sementara saksi yang lain, harus puas hanya melihat saksi ini menikmai makan siangnya.