Review Penelitian Sebelumnya
2.4. Review Penelitian Sebelumnya
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh peneliti, beberapa teks penelitian yang menggunakan pendekatan psikologis dan behavioralistik terkait dengan musik underground lebih menunjukkan hasil penelitian yang menciptakan kesan negatif terhadap musik underground .
2.4.1. Aulia Hamzah. Hubungan Antara Preferensi Musik Dengan Risk Taking Behavior Pada Remaja . 2010. Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta.
Penelitian yang dilakukan oleh Hamzah ini melihat apakah terdapat hubungan antara preferensi musik yang dimiliki oleh remaja dengan risk taking behavior yang mereka lakukan. Risk taking behavior diartikan dengan segala bentuk perilaku di mana kemungkinan konsekuensi negatif yang akan diterimanya lebih besar daripada konsekuensi positif, seperti perilaku mencari tantangan, perilaku berbahaya, perilaku memberontak dan perilaku antisosial (Hamzah, 2010: 32). Melaui pendekatan penelitian secara kuantitatif dan menggunakan metode korelasi, hasil penelitian yang dilakukan menerima hipotesa awal, yakni ada hubungan yang signifikan antara preferensi musik dengan risk taking behavior pada remaja. Dalam penelitian yang dilakukan ini, musik underground dikategorikan ke dalam heavy music , yang dianggap memberi pengaruh buruk pada perilaku remaja dikarenakan musiknya yang keras dan lirik di dalamnya yang banyak bertemakan tentang kekerasan. Ditemukan indikasi adanya asosiasi antara preferensi musik heavy dengan hiperseksualitas, kurangnya rasa hormat terhadap perempuan oleh laki-laki, adanya perilaku kriminal dan antisosial yang meningkat, serta meningkatnya risk taking behavior / sensation seeking (2010: 70).
2.4.2. Carrie B. Fried. Stereotypes of Music Fans: Are Rap and Heavy Metal
F ans a Danger to Themselves or Others? 2003. Journal of Media Psychology, /Volume 8, Number 3, 1-27.
Penelitian yang dilakukan oleh Fried (2003), menunjukkan bahwa stereotype yang ada pada para penggemar heavy metal memiliki ciri berperilaku yang self-destructive . Paparan secara intens akan musik heavy metal , secara psikologis, dapat menuntun pendengar kepada hidup dengan penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol, perilaku kekerasan, perilaku seksual yang berisiko, perilaku bunuh diri, dan juga kepercayaan terhadap hal-hal gaib. Penelitian yang dilakukan oleh Fried meng-amin-kan adanya dampak yang buruk dari musik heavy metal terhadap pendengarnya yang kebanyakan adalah anak muda.
2.4.3. Muhamad Robbyansyah. (2011). Sebuah Kajian Cultural Criminology atas Moshing di dalam Konser Underground . 2011. Jurnal Kriminologi Indonesia, Vol. 7, No. III, Desember 2011: 340-354.
Berbeda dengan kedua penelitian yang bersifat psiko-behavioral di atas, Robbyansyah (2011) memberikan suguhan lain terkait penelitian mengenai musik underground . Penelitian yang dilakukan mencoba memahami fenomena moshing di dalam konser-konser musik underground dengan menggunakan kajian kriminologi budaya. Jika pada dua contoh penelitian sebelumnya lebih
memperlihatkan pandangan “orang luar” terhadap musik underground , Robbyansyah mengangkat pandangan “orang dalam” untuk mendekonstruksi makna moshing yang sebelumnya terkonstruksi secara negatif oleh pandangan budaya dominan. Moshing , sebagai produk budaya underground , terkriminalisasi oleh budaya dominan karena dianggap sebagai sebuah kekerasan. Akan tetapi, dengan analisis kriminologi budayanya, Robbyansyah memberikan paparan bahwa moshing merupakan sebuah produk budaya underground , yang terdapat di dalam budaya dominan yang terpinggirkan, dan merupakan hasil dari bentukan budaya dominan pula sebagai suatu bentuk perlawanan terhadap rutinitas dan konformitas dinamika nilai-nilai yang dianut secara luas dimasyarakat. Moshing itu sendiri dilakukan dengan beberapa aturan-aturan dan moral yang juga dapat dipertanggungjawabkan sebagai suatu kegiatan yang memiliki unsur ekspresi diri, memperlihatkan pandangan “orang luar” terhadap musik underground , Robbyansyah mengangkat pandangan “orang dalam” untuk mendekonstruksi makna moshing yang sebelumnya terkonstruksi secara negatif oleh pandangan budaya dominan. Moshing , sebagai produk budaya underground , terkriminalisasi oleh budaya dominan karena dianggap sebagai sebuah kekerasan. Akan tetapi, dengan analisis kriminologi budayanya, Robbyansyah memberikan paparan bahwa moshing merupakan sebuah produk budaya underground , yang terdapat di dalam budaya dominan yang terpinggirkan, dan merupakan hasil dari bentukan budaya dominan pula sebagai suatu bentuk perlawanan terhadap rutinitas dan konformitas dinamika nilai-nilai yang dianut secara luas dimasyarakat. Moshing itu sendiri dilakukan dengan beberapa aturan-aturan dan moral yang juga dapat dipertanggungjawabkan sebagai suatu kegiatan yang memiliki unsur ekspresi diri,
2.4.4. Aspek Pembeda dengan Penelitian Yang Dilakukan
Namun demikian, dari penelitian-penelitian yang ada di atas, dalam melakukan kajian terhadap kebudayaan dan juga musik metal underground masih luput atau masih belum memberikan perhatian lebih jauh bahwa di dalam komunitas metal underground yang dikatakan menunjukkan hipermaskulinitas tersebut juga terdapat masyarakat perempuan di dalamnya. Hal tersebut menyebabkan dari penelitian-penelitian di atas belum ada yang membahas bagaimana ketika di dalam lingkungan yang dikatakan hipermaskulin tersebut juga ada perempuan –yang di masyarakat lebih diharapkan untuk menunjukkan sifat-sifat feminin. Dan lebih jauh lagi, membahas bagaimana ketika perempuan tersebut lebih memilih untuk keluar dari “pakem” yang diharapkan masayarakat dari dirinya.
2.5. Skema Analisis
Kebudayaan
Sistem Kebudayaan