Pandangan Subyek Mengenai Gender dalam Musik Metal
4.4. Pandangan Subyek Mengenai Gender dalam Musik Metal
Pada bagian ini, peneliti mencoba mencari tahu bagaimana tanggapan dan pendapat dari ketiga personel Psychotic Angels terkait isu gender di dalam musik metal . Peneliti meminta mereka untuk menanggapi pernyataan mengenai musik metal yang dianggap sebagai domain dari laki-laki, yang ditunjukkan dari segi agresivitas bermusiknya, citra yang ditampilkan oleh para metalhead , dan juga terkait teknik vokal yang tidak lazim di dalamnya. Peneliti juga menanyakan tentang teknik vokal dikarenakan dalam salah satu literatur yang digunakan oleh peneliti terdapat pembahasan mengenai bagaimana teknik vokal seperti scream, growl, grind, dan lainnya dalam musik metal dianggap sebagai men’s voice sehingga ketika ada perempuan yang menggunakan teknik-teknik vokal tersebut mereka dilihat sebagai peniru. Diawali dari Chumi, dirinya sebagai vokalis tidak setuju jika perempuan yang menggunakan teknik-teknik vokal yang tidak lazim di Pada bagian ini, peneliti mencoba mencari tahu bagaimana tanggapan dan pendapat dari ketiga personel Psychotic Angels terkait isu gender di dalam musik metal . Peneliti meminta mereka untuk menanggapi pernyataan mengenai musik metal yang dianggap sebagai domain dari laki-laki, yang ditunjukkan dari segi agresivitas bermusiknya, citra yang ditampilkan oleh para metalhead , dan juga terkait teknik vokal yang tidak lazim di dalamnya. Peneliti juga menanyakan tentang teknik vokal dikarenakan dalam salah satu literatur yang digunakan oleh peneliti terdapat pembahasan mengenai bagaimana teknik vokal seperti scream, growl, grind, dan lainnya dalam musik metal dianggap sebagai men’s voice sehingga ketika ada perempuan yang menggunakan teknik-teknik vokal tersebut mereka dilihat sebagai peniru. Diawali dari Chumi, dirinya sebagai vokalis tidak setuju jika perempuan yang menggunakan teknik-teknik vokal yang tidak lazim di
“Yang penting gue bisa kan haha.” (Wawancara bersama Chumi, 11 Oktober 2015)
“…kalo yang gue rasain ya gue bisa kok gitu, maksudnya nggak ada masalah. Emm, dan alhamdullilah suara gue juga sampe sekarang baik- baik aja gitu hahaha. Bisa atau enggaknya, atau bagus atau enggaknya juga kan orang lain yang denger gitu. Sebenernya nggak bisa di-judge juga
keadaannya…” (Wawancara bersama Chumi, 11 Oktober 2015) Selain itu, dirinya juga tidak setuju dengan anggapan perempuan yang
dilihat sebagai peniru karena menurutnya teknik-teknik vokal yang tak lazim tersebut juga adalah teknik-teknik yang bisa dipelajari, sehingga siapa pun bisa saja mempelajarinya. Seperti dirinya yang belajar secara otodidak dengan banyak mendengarkan lagu-lagu metal . Selain dengan cara sering mendengarkan lagu metal , dirinya juga sering bertanya kepada teman-teman musisi lainnya yang menurutnya sudah lebih ahli untuk melakukan teknik-teknik vokal tersebut.
“…kalo kayak gitu sih cuma sering-sering denger lagu terus kebanyakan temen-temen gue juga lingkungannya kan anak band, jadi bisa nanya sama cowok-cowok. Terus juga ada dulu, sekarang vokalisnya Siksa Kubur tuh, si Tian, dulu gue kayak yang lumayan temenan juga kan, jadi dulu pernah ngajarin. Dulu dari yang minum air asem katanya harus minum air asem, dari yang digurah lah, terus sering-sering teriak di dalem air, yang kayak gitu sih… sama teknik sih belajar otodidak aja.” (Wawancara bersama Chumi, 11 Oktober 2015)
Kemudian, peneliti menanyakan bagaimana pendapat Chumi tentang musik metal yang dianggap sebagai domainnya laki-laki, yang tercermin dari agresivitas pada stage act yang ditampilkan dan kecenderungan kekerasan yang tercitrakan dari aktivitas moshing dari para metalhead sebagai cara mereka menikmati musik metal . Oleh karenanya, ketika ada perempuan yang masuk ke dalam kultur metal , agar diterima dengan baik oleh masyarakat metal lainnya,
dikatakan mau tidak mau akan melakukan yang disebut sebagai ‘ mens doing ’ dalam kultur metal . Chumi sendiri tidak membantah terkait citra kekerasan yang timbul dari lingkungan metal yang disebabkan oleh aktivitas moshing tersebut, namun dirinya menolak dan tidak setuju jika hal tersebut, kemudian, membuat musik metal dikatakan sebagai domain dari laki-laki saja. Menurutnya zaman sudah berubah, kita sudah hidup di zaman modern, yang seharusnya sudah tidak ada lagi stigma semacam itu karena sudah terbukti bahwa banyak juga perempuan yang bisa untuk masuk dan bertahan di kultur dan lingkungan metal .
“Pendapat gue sih ya enggak lah ya. Maksudnya, eee, kita hidup udah di zaman modern kali ya, masih ada aja stigma yang kayak gitu, toh memang udah kebukti banyak yang bisa, perempuan banyak yang bisa. Mungkin memang keliatannya, eee, apa ya, memang keras, di moshing pit-nya gitu.” (Wawancara bersama Chumi, 11 Oktober 2015)
“Mungkin yang dilihat orang itu adalah lebih sering lingkungannya yang kayak gitu, ngeliat ada moshing areanya, jadi yang diliat kan kayak gitu, ‘Kok ini keras banget ya’ kayak gitu. Orang jadi mikir kok cara nikmatinnya kayak gitu.” (Wawancara bersama Chumi, 11 Oktober 2015)
Terkait dengan mens doing , menurut Chumi, yang sejauh ini dilakukannya di dalam komunitas metal dan juga dalam karier musiknya bukanlah sesuatu yang disebut sebagai peniruan dari laki-laki, tetapi adalah memang benar-benar sesuatu yang bisa dan mampu dilakukannya sebagai perempuan, dan yang dilakukannya pun bukanlah sesuatu yang negatif. Chumi juga berharap sudah saatnya setiap orang mulai memiliki pemikiran yang terbuka terkait isu gender. Chumi mengatakan dirinya dan teman-teman lainnya di Psychotic Angels memang benar- benar bisa meskipun mereka semua adalah perempuan. Chumi juga mengatakan Terkait dengan mens doing , menurut Chumi, yang sejauh ini dilakukannya di dalam komunitas metal dan juga dalam karier musiknya bukanlah sesuatu yang disebut sebagai peniruan dari laki-laki, tetapi adalah memang benar-benar sesuatu yang bisa dan mampu dilakukannya sebagai perempuan, dan yang dilakukannya pun bukanlah sesuatu yang negatif. Chumi juga berharap sudah saatnya setiap orang mulai memiliki pemikiran yang terbuka terkait isu gender. Chumi mengatakan dirinya dan teman-teman lainnya di Psychotic Angels memang benar- benar bisa meskipun mereka semua adalah perempuan. Chumi juga mengatakan
“Terus kalo masalah ‘ mens doing ’ itu, gimana ya, karena memang gue merasa gue bisa kok gitu, nggak ada masalah, dan nggak merubah sesuatu dalam hidup gue, maksudnya nggak yang, gue ngeliatnya nggak negatif
juga gitu… Hemm, bisa kok gitu kan, maksudnya nggak ada masalah kan. Kita walau pun cewek semua bisa tetep jalan. Kalo menurut gue sih yaa,
yaa itu kan… coba pikiran lu lebih terbuka lagi deh gitu kan.” (Wawancara bersama Chumi, 11 Oktober 2015)
“…jangan di-judge orang dari covernya aja gitu, kayaknya keras begitu. Coba deh lu dengerin, coba lu liat, kan nggak, nggak… maksudnya, bisa kok perempuan juga, nggak harus cowok kok.” (Wawancara bersama Chumi, 11 Oktober 2015)
“Itu kan cuman cara nikmatin aja kali ya. Cara nikmatin hidup. Salah satunya mungkin suka lagu metal.” (Wawancara bersama Chumi, 11 Oktober 2015)
Selanjutnya, peneliti menanyakan kepada Chacha bagaimana tanggapan dirinya mengenai musik metal yang dikatakan sebagai musiknya laki-laki. Chacha sendiri merasa wajar saja jika musik metal dianggap sebagai musiknya laki-laki. Hal tersebut dikarenakan sejak dahulu laki-laki telah distereotipekan sebagai manusia yang keras dan hingga sekarang pun masih banyak orang yang memiliki pemikiran seperti itu. Namun demikian, Chacha berpendapat bahwa tidak menutup kemungkinan untuk perempuan juga masuk ke dalam lingkungan metal dan bermain musik metal karena menurutnya perempuan pun bisa melakukannya.
“Eee, kalo menurut gue wajar sih karena kalo emang dari dulu akarnya sih laki-laki kan, eee, apa ya, stereotipenya itu yang mesti gahar gitu kan,
awalnya emang kalo disebut musiknya laki-laki ya wajar aja mungkin karena memang sampe sekarang pun masih kayak gitu walaupun udah banyak yang… cuma ya, eee, nggak tertutup, maksudnya, eee, cewek pun bisa seperti itu. ” (Wawancara bersama Chacha, 1 November 2015)
Tidak tertutupnya kemungkinan perempuan untuk juga ikut andil dalam perkembangan metal , menurut Chacha, juga dikarenakan saat ini pemikiran orang-orang sudah mulai terbuka terkait hak perempuan untuk memilih kariernya dimana saja karena sudah ada emansipasi wanita. Sehingga ketika ada perempuan
di dalam lingkungan metal yang terlihat keras dan ‘gahar’ tidak langsung mudah mendapat cap buruk oleh orang-orang. Oleh karena itu, Chacha juga menganggap dunia metal pun bukan hanya milik dan untuk laki-laki saja, tetapi perempuan juga bisa.
“Kalo misalnya sekarang soalnya udah lebih terbuka sih ya orang-orang, jadi kalo ada cewek yang gahar sedikit mungkin nggak akan yang terlalu di-judge juga kayak zaman-zaman dulu belom ada emansipasi wanita gitu kan. Kalo sekarang sih kalo gue ngeliatnya nggak cuma buat cowok doang, kalo untuk sekarang, gue juga bisa kok haha. ” (Wawancara bersama Chacha, 1 November 2015)
Kemudian, peneliti menanyakan kepada Chacha terkait teknik vokal di dalam musik metal yang dilihat sebagai men’s voice dan hanya laki-laki yang mampu melakukannya. Chacha sangat tidak setuju dengan pandangan tersebut karena dia melihat Chumi, meskipun seorang perempuan, mampu untuk menggunakan teknik-teknik vokal tersebut. Bahkan, menurut cerita Chacha, saat
Psychotic Angels sedang sering-seringnya perform , suara Chumi ketika menggunakan teknik growl terdengar lebih berat dari suara laki-laki. Selain itu, berbicara mengenai teknik vokal, Chacha mengatakan bahwa suara Chumi bisa terdengar lebih gahar dan mengalahkan suara dari vokalis laki-laki sekalipun. Dengan demikian, Chacha mengatakan hal tersebut membuktikan bahwa Psychotic Angels sedang sering-seringnya perform , suara Chumi ketika menggunakan teknik growl terdengar lebih berat dari suara laki-laki. Selain itu, berbicara mengenai teknik vokal, Chacha mengatakan bahwa suara Chumi bisa terdengar lebih gahar dan mengalahkan suara dari vokalis laki-laki sekalipun. Dengan demikian, Chacha mengatakan hal tersebut membuktikan bahwa
“Kalo gue sih ya nggak setuju lah. Soalnya vokalis gue aja juga bisa. Bahkan ada nih ya dulu, eee, si Chumi lagi sering-seringnya manggung, ini lagi emas-emasnya nih suaranya dia, itu dia bisa lebih berat dari cowok. Kalo misalnya dari suara, suaranya bisa yang gahar banget, yang cowok pun bisa kalah. Dulu kan ada band Bogor, ada lah, vokalisnya cowok, suaranya malah, eee, tekniknya mungkin pengambilannya beda kali ya, malah suaranya itu lebih cempreng dari si Chumi. Chumi tuh bisa yang bulet banget gitu. Ya berarti itu aja udah membuktikan kalo anggapan itu tuh tidak benar hahaha. ” (Wawancara bersama Chacha, 1 November 2015)
Selanjutnya, Chacha juga tidak setuju jika perempuan yang masuk ke dalam musik metal dikatakan mengimitasi apa yang dilakukan oleh laki-laki. Chacha sebenarnya tidak menyangkal bahwa ada beberapa teknik vokal yang memang identik dengan suara laki-laki, suara yang terdengar lebih berat, dan perempuan yang menjadi vokalis dalam sebuah band metal juga mengikuti dan menggunakan teknik vokal tersebut. Akan tetapi, menurut Chacha, hal tersebut tidak bisa serta-merta disebut sebagai tindakan mengimitasi karena pada dasarnya perempuan memang bisa dan mampu untuk menggunakan teknik-teknik vokal tersebut. Selain itu, kalau ingin berbicara tentang tindakan mengimitasi, menurut Chacha, bahkan sejak dahulu banyak laki-laki yang justru menirukan suara-suara perempuan dalam teknik vokalnya, contohnya teriakan-teriakan melengking pada teknik screaming . Selain dari teknik vokal, juga terdapat beberapa gaya perempuan yang ditirukan oleh laki-laki di dalam metal , misalnya seperti rambut panjang yang sering dijadikan gaya oleh laki-laki penikmat maupun penampil musik metal , yang padahal laki-laki identiknya dengan rambut pendek. Chacha menambahkan, pada awal-awal musik heavy metal pun penampilan yang ditunjukkan oleh para performer -nya, yang adalah laki-laki, justru terlihat jelas dalam menirukan gaya perempuannya, seperti penggunaan make up dan cat kuku.
Oleh karena itu, menurutnya, yang ditampilkan di dalam kultur metal justru merupakan gabungan-gabungan dari citra laki-laki dan perempuan.
“Yaa, emang nggak salah sih. Emang bener kan, kita menirukan suara, apa, cowok kan, yang memang cowok kan identiknya suaranya yang berat, kita emang niruin, tapi ya memang karena kita bisa dan kita suka gitu kan. Toh yang cowok- cowok juga kebalikannya kan… banyak juga yang niruin cewek, ya nggak? Imitasi juga kan sama…” (Wawancara bersama Chacha,
1 November 2015) “Iya kayak gitu. Justru malah kayak cewek kan, mereka rambutnya malah
panjang, kan cowok identiknya rambutnya pendek cepak, yang panjang kan cewek. Kalo di metal kan rambut cowok malah panjang-panjang, pake kutek, ya kan? Pake make up. Dia kan cowok padahal. Sebenernya nggak ini banget, jadi ya menurut gue ya apanya yang mengimitasi? Malah gabungan kan ya. ” (Wawancara bersama Chacha, 1 November 2015)
Serupa dengan Chumi dan Chacha, Onenk juga berpendapat bahwa musik metal bukan hanya musiknya laki-laki. Ketika perempuan mampu menunjukkan bahwa mereka juga memiliki kemampuan yang sama seperti laki-laki di dalam musik metal , menurut Onenk sah-sah saja jika perempuan juga merasa memiliki musik metal . Hal tersebut juga dikarenakan sudah adanya emansipasi wanita sehingga tidak masalah jika ada perempuan yang memilih untuk mausk ke dalam kultur metal dan berkarier di dalam musik metal . Selain itu, menurut Onenk munculnya anggapan yang melihat bahwa perempuan hanya mengimitasi apa yang dilakukan oleh laki-laki di dalam musik metal adalah karena adanya pandangan sebelah mata yang selalu ditujukan kepada perempuan. Karena bagi Onenk pada kenyataannya yang dilakukannya bukanlah sebuah tindakan imitasi terhadap citra laki-laki dalam lingkungan dan kultur metal .
“Eee, gue sih mikirnya fine fine aja sih ya. Emansipasi ya sekarang mah zamannya. Jadi fine fine aja sih selama bisa menunjukkan kebolehan kita sama kayak laki-laki juga di musik metal itu, ya nggak apa-apa sih menurut gue. ” (Wawancara bersama Onenk, 6 November 2015)
“Nggak lah, nggak setuju. Nggak banget. Soalnya pada kenyataannya ya kita nggak mengimitasi. Selama yang gue jalanin sih ya nggak seperti itu,
itu hanya pandangan sebelah mata aja. ” (Wawancara bersama Onenk, 6 November 2015)