Penampil Perempuan dalam Musik Metal Underground : Sebuah

5.3. Penampil Perempuan dalam Musik Metal Underground : Sebuah

Counter-culture Pada bagian-bagian sebelumnya, peneliti telah menjelaskan bahwa praktik-praktik ketidaksetaraan berbasis gender yang terjadi di dalam kebudayaan metal disebabkan oleh sistem patriarki yang bersifat crosscultural . Berdasarkan asumsi tersebut, peneliti melihat bahwa kebudayaan metal merupakan sebuah kebudayaan populer, yang dikembangkan oleh anak-anak muda, yang juga tumbuh di dalam kebudayaan masyarakat dengan sistem masyarakat patriarkal. Sehingga penggambaran relasi dan identitas gender yang ada di dalamnya pun serupa dengan yang ada di dalam masyarakat secara luas, yakni relasi dan identitas gender yang berlandaskan pada cita-cita patriarki, yang secara jelas menempatkan perempuan pada posisi yang tersubordinasi.

Kemudian, peneliti juga menjelaskan bahwa perempuan yang memutuskan untuk masuk ke dalam kebudayaan metal , dalam konteks ini adalah mereka yang menjadi penampil perempuan di dalam musik metal underground , mengalami tekanan berganda terkait keputusannya tersebut. Terdapat parktik-praktik yang menghambat dan membatasi perempuan di dalam pilihan bermusiknya tersebut, yang juga berujung pada bentuk stigmatisasi terhadap perempuan. Tekanan berganda yang harus dihadapi oleh perempuan di dalam musik metal underground adalah, pertama, dirinya harus menghadapi cap negatif masyarakat yang melekat pada kebudayaan metal itu sendiri, sebagai dampak dari metal panic , dan kedua,

harus menghadapi ekspektasi masyarakat mengenai perempuan yang ‘normal’, sebagai bentuk sosialisasi relasi dan identitas gender yang melemahkan perempuan.

Pada bagian ini, peneliti akan masuk pada pemahaman peneliti dalam memaknai keputusan dari para personel Psychotic Angels untuk menjadi penampil di dalam musik metal underground adalah sebagai upaya counter-culture . Gagasan mengenai counter-culture itu sendiri memiliki tujuan untuk dapat “menghancurkan sistem” dan memasang sebuah sistem yang baru dan lebih baik, selain itu juga berupaya menggantikan kepercayaan-kepercayaan yang tumbuh di dalam kebudayaan yang mainstream (Issitt, 2011). Sejalan dengan gagasan tersebut, keberadaan Psychotic Angels di dalam kebudayaan metal merupakan sebuah bentuk upaya counter-culture perempuan terhadap sistem seks-gender yang menempatkan perempuan di posisi yang tidak setara dengan laki-laki di dalam kehidupan bermasyarakat serta berbudayanya. Peneliti melihat bentuk kebudayaan yang menjadi ‘ mainstream ’ di dalam masyarakat Indonesia itu sendiri adalah kebudayaan patriarkal. Oleh karena itu, kepercayaan-kepercayaan yang tumbuh mengenai keperempuanan di dalam masyarakat mengenai peran dan perilaku gender perempuan yang pasif, lemah lembut, penyayang, penurut, dan lainnya, merupakan kepercayaan-kepercayaan yang merupakan manifestasi dominasi laki-laki terhadap perempuan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Chris Weedon, relasi-relasi kuasa dalam masyarakat patriarkal, di mana perempuan tersubordinasi oleh laki-laki, terjadi hingga pada norma-norma yang terintenalisasi mengenai femininitas (dalam Gamble, 2006).

Kepercayaan-kepercayaan mengenai femininitas perempuan, kemudian, membuat laki-laki cenderung untuk mendominasi perempuan dalam interaksi- interaksi personalnya, dan terus meluas hingga ke seluruh lembaga dan organisasi dalam masyarakat yang lebih luas (Vold, Bernard, Snipes, 1998). Perluasan praktik dominasi yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan tersebut jelas sangat merugikan perempuan dalam kehidupan sehari-harinya karena perempuan menjadi terbatas dalam usaha melakukan pengembangan dirinya sebagai manusia secara utuh. Tidak berbeda dengan masyarakat dominan, masyarakat metal juga tetap menempatkan laki- laki sebagai ‘yang berkuasa’. Kondisi tersebut tergambarkan dari pengalaman dari para personel Psychotic Angels selama mereka berkarier di dalam musik metal underground . Mereka mengakui bahwa mereka juga mengalami kesulitan untuk menembus dominasi musisi metal underground laki-laki ketika mereka pertama kali memutuskan untuk berkarier di dalam musik metal underground .

Berdasarkan wawancara dengan Chumi (11/10/2015), Chacha (1/11/2015), dan Onenk (6/11/2015), mereka menegaskan bahwa keputusan mereka untuk berkarier di dalam musik metal underground adalah untuk membuktikan bahwa musik ini bukanlah musik yang hanya milik laki-laki. Selain itu, hal ini juga menjadi pembuktian diri mereka terhadap khalayak bahwa perempuan juga bisa berbuat lebih dan memiliki peran lebih di dalam skena musik metal underground . Mereka mengakui bahwa mayoritas penikmat dan penggiat musik metal underground adalah laki-laki. Terkait dengan kondisi sedikitnya penampil perempuan di dalam musik metal underground , Chacha dan Onenk berpendapat

salah satu yang membuat perempuan tidak ‘keluar’ untuk menunjukkan keberadaan mereka di dalam musik metal underground adalah karena tidak semua perempuan berani untuk menunjukkan dirinya ke khalayak. Ketidakberanian perempuan untuk menunjukkan diri, sebagaimana yang dikatakan oleh para personel Psychotic Angels , sangat besar kemungkinannya dipengaruhi oleh ekspektasi masyarakat terhadap identitas gender yang dilekatkan pada perempuan. Krenske dan McKay (2000) mengatakan bahwa gender merupakan praktik-praktik

yang terlembagakan yang semua dari kita ‘boleh atau harus lakukan’. Berdasar pada patokan boleh-tidak boleh dan harus-tidak harus tersebut, perempuan yang yang terlembagakan yang semua dari kita ‘boleh atau harus lakukan’. Berdasar pada patokan boleh-tidak boleh dan harus-tidak harus tersebut, perempuan yang

Para personel Psychotic Angels menolak argumen yang mengatakan bahwa musik metal underground adalah domain dari laki-laki. Chacha, ketika diwawancarai pada tanggal 1 November 2015, mengatakan wajar sebenarnya jika musik metal underground kemudian dianggap oleh masyarakat sebagai musiknya laki-laki karena sejak dahulu secara sosial laki-laki telah distereotipekan sebagai manusia yang keras sehingga masih banyak orang yang memiliki pemikiran seperti demikian hingga saat ini. Weinstein (2000) mungkin mengatakan bahwa perempuan yang ingin masuk ke dalam lingkungan metal harus bergaya seperti laki-laki sehingga memberi kesan bahwa perempuan yang ingin diterima di dalam lingkungan metal harus melakukan imitasi terhadap apa yang dilakukan laki-laki. Namun demikian, para personel Psychotic Angels menganggap bahwa apa yang mereka lakukan sejauh ini di dalam lingkungan metal dan dalam karier musiknya bukanlah sesuatu yang bisa dipahami sebagai upaya imitasi terhadap laki-laki, melainkan memang benar-benar sesuatu yang bisa dan mampu mereka lakukan sebagai perempuan. Lebih jauh lagi, Chumi, Chacha, dan Onenk mempercayai bahwa maskulinitas dan femininitas bukanlah sesuatu yang bersifat kaku. Pandangan tersebut, menurut peneliti, dapat dihubungkan dengan pandangan Britton (2011) yang melihat gender sebagai sesuatu yang bersifat performatif. Britton (2011) berargumen bahwa gender dicapai melalui pertunjukan dan tampilan dari sifat dan perilaku maskulin dan feminin. Berdasarkan aspek performatif dari gender tersebutlah dimungkinkan adanya perempuan yang bertindak maskulin, dan begitu pun sebaliknya.

Upaya counter-culture dari band Psychotic Angels terhadap sistem seks- gender yang melemahkan posisi perempuan juga tertuang di dalam salah satu lagu mereka, yakni Silent . Lagu Silent ini diakui sebagai salah satu lagu yang benar- Upaya counter-culture dari band Psychotic Angels terhadap sistem seks- gender yang melemahkan posisi perempuan juga tertuang di dalam salah satu lagu mereka, yakni Silent . Lagu Silent ini diakui sebagai salah satu lagu yang benar-

culture karena dalam melakukan upaya “menghancurkan sistem”-nya tidaklah dengan jalan legislatif atau pun kekerasan, melainkan menggunakan musik sebagai media mereka dalam menyuarakan perubahan. Seperti yang dikatakan oleh Roberts (1978), dalam upaya menciptakan masyarakat yang lebih baik, counter-culture tidak melakukannya dengan cara pembaharuan legislatif atau dengan perlawanan yang menggunakan kekerasan terhadap kebudayaan dominan (Roberts, 1978). Dengan demikian, mereka berharap pandangan masyarakat dominan mengenai perempuan dapat berubah seiring dengan berjalannya waktu melalui penampilan diri mereka di dalam musik metal underground sehingga perubahan yang terjadi di dalam masyarakat bukan dikarenakan pemaksaan yang dilakukan oleh Psychotic Angels , melainkan secara sukarela sebagaimana dengan yang dikatakan oleh Roberts (1978).