BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
3.1 Sejarah Singkat Kota Sibolga
Awal berdirinya Sibolga dibuka oleh Ompu Datu Hurinjom yang berasal dari daerah Silindung Tapanuli Utara di Simaninggir yang pada saat ini
Simaninggir merupakan wilayah yang termasuk ke dalam wilayah administratif Kabupaten Tapanuli Tengah. Letak Simaninggir tersebut berada di gunung dekat
dengan teluk Tapian Nauli. SimaninggirTinggir yang dalam bahasa Batak Toba mempunyai arti tajam pendengaran pemantauan. Oleh para parlanja daerah ini
sering dijadikan sebagai tempat istirahatnya ketika hendak menuju daerah pesisir pantai atau pun sesudah kembali dari daerah pesisir pantai sebelum kembali ke
daerahnya. Kawasan teluk Tapian Nauli diwarnai dengan perdagangan paksa antara
penduduk dengan pihak Inggris sejak Ompu Datu Hurinjom bermukim di Simaninggir, yang akhirnya menjadi perang. Walaupun demikian, Ompu Datu
Hurinjom, yang memiliki postur tubuh tinggi besar, tidak gentar menghadapi keadaan, bahkan memindahkan pemukiman mendekati teluk, yaitu di Simare-
mare salah satu daerah di Kecamatan Sibolga Kota di bawah kaki Dolok Simarbarimbing dan terus melakukan perlawanan terhadap pihak Inggris yang
memonopoli perdagangan di teluk Tapian Nauli.
Universitas Sumatera Utara
Sekitar tahun 1700 M cucu Datu Horinjom bernama Raja Luka Hutagalung yang dalam perjalanan sejarahnya kemudian lebih dikenal sebagai
Tuanku Dorong, membuka perkampungan baru di sekitar aliran sungai Aek Doras sungai di wilayah Kecamatan Sibolga Kota. Ompu Datu Horinjom sebagai
pemuka kampung pertama di Simaninggir merupakan seorang yang dihormati oleh masyarakatnya. Di samping memiliki postur tubuh tinggi besar ompu
tersebut juga memiliki kesaktiantenaga. Hal ini juga turun kepada anak dan cucunya yang juga memiliki tubuh tinggi, sehingga yang ingin bertemu
dengannya sering disampaikan dengan sebutan : beta tu huta ni Sibalga’i, yang artinya ayo ke tempatkampung orang yang tinggi besar itu, kata tersebut
merupakan awal kata dimana kemudian dalam perjalanan sejarah berikutnya berkembang menjadi Sibolga Hutagalung, 1998:111.
Periode 1815 pihak Inggris mengadakan perjanjian yang disebut dengan perjanjian Tigo Badusanak dengan Raja Siboga serta Datuk-datuk yang berada di
pulau-pulau kecil di sekitar teluk Tapian Nauli yaitu pulau Poncan Ketek kecil dan Poncan Gadang besar yang saat itu tunduk di bawah kekuasaan Inggris,
pihak Inggris menyebut Poncan dengan Fort Tapanooly dikarenakan di sanalah Inggris mendirikan benteng dan pada tahun 1801 ditetapkan Jhon Prince sebagai
residennya. Dari hasil catatan riset seorang pembesar Belanda EB. Kielstra, dalam
periode 1833-1838 di Sibolga penduduknya berasal dari segala bangsa terutama orang Batak yang berasal dari wilayah Angkola yang mengungsi, dan setelah
pusat pemerintahan asisten residensi Tapanuli bertempat di sekitar Aek Doras, Sibolga menjadi ramai, meskipun dikelilingi oleh sawah dan rawa-rawa,
Universitas Sumatera Utara
penduduk asal Batak yang sudah beragama Islam sudah menjadi “Pesisir” dengan adat sendiri yang spesifik. Berikut ini adalah silsilah raja-rajakepala kuria di
Sibolga, yaitu: 1.
Raja Luka Hutagalung gelar Tuanku Dorong pembuka kampung pertama di sekitar sungai Aek Doras yang kemudian berkembang
menjadi kuria Sibolga. 2.
Sutan Manukar 3.
Raja Ombun 4.
Sipalenta 5.
Sultan Parhimpunan 6.
Muhammad Sahib merupakan kepala kuria terakhir, karena setelah zaman kemerdekaan istilah rajakepala kuria sudah tidak ada lagi.
Periode selanjutnya antara tahun 1838-1842 setelah Belanda membuka jalan dari Sibolga sampai portibi Tapanuli Selatan, pada saat itu Sumatera Barat sudah
meningkat menjadi “Gouvernement”provinsi dan Tapanuli menjadi salah satu “Resident”nya, dimana dengan Beslit Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal
7 Desember 1842 Sibolga ditetapkan menjadi Ibukota Residen Tapanuli yang dipimpin oleh seorang Afdelinghoof kepala daerah.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3 Afdeling di bawah Keresidenan Sibolga
Wilayah yang termasuk distrik afdeling Sibolga ialah: Sibolga, Tapian Nauli, Badiri, Sarudik, Kolang, Tukka, Sai Ni Huta, dan pulau-pulau kecil di
depan teluk Tapian Nauli, yang mana setiap distrik dikepalai oleh seorang Districhoof Demang. Selanjutnya di tahun 1871 Belanda menghapuskan sistem
pemerintahan Raja-RajaKepala Kuria dan diganti oleh Demang tetapi sebagian masyarakat masih menganggap RajaKepala Kuria sebagai pemangku adat yang
sah, pada tahun 1898 hampir semua daerah di Sibolga ditelan amukan api akibat dari perlawanan masyarakat terhadap Belanda, dan pada tahun 1906 ibukota
residen Tapanuli dipindahkan ke Padang Sidempuan. Pada masa pemerintahan militer Jepang, Sibolga dipimpin oleh seorang Sityotyo baca: sico yang
NO NAMA
1 Afdeling Singkil
2 Afdeling Barus
3 Afdeling Mandailing
4 Afdeling Natal
5 Afdeling Angkola
6 Afdeling Nias
7 Afdeling Sibolga
Universitas Sumatera Utara
memegang pimpinan kota, sebagai kelanjutan dari kepala distrik yang masih dijabat oleh bekas Districhoof Demang pada masa pendudukan Belanda yaitu :
Z.A. Sutan Kumala Pontas. Periode berikutnya tahun 1947 , A.M Djalaluddin diangkat menjadi kepala
daerah di Sibolga di waktu jabatan beliau inilah Sibolga dibentuk menjadi daerah otonom tingkat B sesuai dengan surat keputusan residen Tapanuli N.R.I Negara
Republik Indonesia tanggal 29 November1946 nomor 999 dan selaku realisasi dari surat keputusan Gubernur Sumatera Utara
N.R.I tangagal 17 Mei 1946 no.103, dan kota otonom Sibolga itu dipimpin oleh seorang Walikota yang
dirangkapkan kepada Bupati Tapanuli Tengah Lubis,1998 :16. Terhitung tanggal 24 Nopember 1956, sejak berlakunya undang-undang
darurat nomor 8 tahun 1956, yang mengatur pembentukan daerah otonom kota- kota besar dalam lingkungan daerah provinsi Sumatera Utara, dimana dalam pasal
1 UUD darurat nomor 8 tahun 1956 itu ditetapkan pembentukan empat kota besar yaitu : Medan, Pematang Siantar, Sibolga dan Kuta Raja, menurut UUD darurat
ini Sibolga menjadi Kota besar, dengan batas wilayah sesuai dengan keputusan Residen Tapanuli tanggal 29 Nopember 1946 nomor 999.
Setelah keluar Surat Keputusan Menteri dalam Negeri tanggal 14 Desember 1957 No. U. PL 521 diangkatlah D.E. Sutan Raja Bungaran menjadi walikota
Sibolga, dan sejak 1 Januari 1958 berakhir pula perangkapan jabatan Walikota Sibolga oleh Bupati Tapanuli Tengah dan secara administratif menjadi daerah
Kota Madya di luar Kabupaten Tapanuli Tengah.
Universitas Sumatera Utara
3.2 Masyarakat Pesisir