2.3 Tinjauan Pustaka
Penelitian ini tentang fonotaktik fonem dalam bahasa Pesisir Sibolga. Penelitian ini memuat uraian yang sistematik dan relevan dari fakta, hasil
penelitian sebelumnya yang bersifat mutakhir yang memuat teori atau pendekatan terbaru yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan. Berikut ini
beberapa penelitian yang telah dilakukan para peneliti-peneliti bahasa tentang fonotaktik yang dapat dijadikan sebagai bahan dasar rujukan penelitian ini.
Hasibuan 2009 meneliti problematika fonotaktik bahasa Indonesia, menyatakan setiap bahasa mempunyai ketentuan sendiri yang berkaitan dengan
kaidah kebahasaan termasuk di dalamnya kaidah deretan fonem. Kaidah yang mengatur deretan fonem mana yang terdapat dalam bahasa dan mana yang tidak
dinamakan fonotaktik. Bahasa Indonesia juga mempunyai kaidah semacam itu seperti deretan vokal, deretan konsonan, dan suku kata dalam bahasa Indonesia,
seperti: deretan vokal: -iu- pada kata tiup, nyiur. Deretan vokal di atas adalah deretan vokal yang lazim dan berterima dalam
bahasa Indonesia. Deretan konsonan misalnya -mp- pada kata empat dan -nd- pada kata indak. Deretan konsonan di atas adalah deretan konsonan yang lazim
dan berterima dalam bahasa Indonesia. Deretan vokal dan konsonan dalam suku kata:
a. V
: a - mal b.
VK : ar - ti
c. KV
: pa - sar d.
KVK : pak - sa
e. KKV
: slo - gan
Universitas Sumatera Utara
f. KKVK
: trak - tor g.
KVKK : teks - til
h. KKKV
: stra – te - gi i.
KKKVK : struk - tur
j. KKVKK
: kom - pleks k.
KVKKK : korps
Hasibuan 1979 dalam bukunya Deskripsi Bahasa Batak Toba menguraikan inventarisasi fonem Bahasa Toba, sebagai berikut:
1. Vokal: a, i, u, e, o dengan kata lain, vokal e dan o masing-masing
mempunyai alofon, yaitu: E
[sEhat] bahasa Indonesia
e e
[binje] ucapan suku Jawa
ɵ [t
ɵlɵŋ] bahasa Indonesia
o o
[bodo] bahasa Jawa
2. Konsonan: b, p, d, t, j, g, k, m, n, ŋ, h, l, r, s, Ɂ.
3. Fonem bahasa Indonesia yang tidak dijumpai pada bahasa Batak Toba yaitu:
e ∂
[b∂nar] bahasa Indonesia
c c
[cacat] bahasa Indonesia
ñ ñ ñ
[ñañi] bahasa Indonesia
w w
[du
w
a] bunyi pelancar
Universitas Sumatera Utara
y y
[ba
y
ion] bunyi pelancar
dengan catatan: fonem w dan y dalam bahasa Toba hanya dipakai sebagai bunyi pelancar
saja. 4.
Bahasa Batak Toba mempunyai klaster tidak produktif yaitu: nd - ndang artinya ‘tidak’, dan ndada ‘tidak ada’.
5. Diftong tidak dijumpai dalam bahasa Batak Toba seperti: balai [balE],
damai [damE], dan pulau [pulo]. Chaiyanara 2007 meneliti Fonotaktik Bahasa Melayu. Transfonologisasi
Internal dan Eksternal, maksudnya satu penyesuaian dan pemunculan bentuk fonem yang baru serta kemajuan secara diakronik tentang sistem dan penyusunan
fonem bahasa Melayu. Transfonologisasi dimaksudkan sebagai satu fenomena pembentukan sistem fonologi baru dalam suatu bahasa disebabkan oleh kebutuhan
tertentu dalam pembentukan kata dan penentuan makna. Mengingat bahasa Austronesia Purba pada asalnya memiliki 4 empat
vokal yaitu [i, e, a, u], setelah berkembang menjadi bahasa Melayu induk, vokal i dan u diperoleh masing-masing memiliki variasi fonemik dan berkembang
menjadi dua bunyi yang baru yaitu bunyi [i] menurunkan bunyi [i] dan [e] sedangkan bunyi [u] menurunkan bunyi [u] dan [o] kepada bahasa Melayu induk.
Kemudian bunyi [a] memiliki variasi fonemik yaitu [a] dan [e] dalam perkembangan bahasa Melayu induk. Dengan perubahan tersebut maka sistem
vokal dalam beberapa dialek bahasa Melayu induk terdiri dari sistem 6 vokal yaitu [i, e, u, o,
a, ∂].
Universitas Sumatera Utara
Perubahan hasil Transfonologisasi Austronesia Purba bunyi [e] memiliki variasi fonemik yaitu [e] dan [E], sedangkan bunyi [o] memiliki variasi fonemik
yaitu [o] dan [ↄ]. Hasil transfonologisasi yang berlaku dalam bahasa Austronesia
Purba dan bahasa Melayu induk terwujud dalam delapan vokal [i, e, a, ↄ, o, u, ∂].
Contoh: [ada], [ ad∂], [adↄ], [ado], [gali], [biru], [bek]. Ahli berikut yang
menyinggung fonotaktik bahasa Melayubahasa Indonesia adalah Spat 1900 dalam Chayanara 2007. Fonem-fonem homorgan yang dapat berkombinasi telah
menjadi bagian dari perhatiannya. Antara lain adalah ñ yang homorgan dengan c dan j, dan tidak menemukan adanya penerimaan kehadiran gugus konsonan.
Upaya Spat yang lain berkaitan dengan fonotaktik adalah penyukuan kata. Setidaknya Spat telah memberikan rumusan tentang penyukuan kata dasar
stamwoorden dan kata berawalan. Untuk kata dasar Spat berpendapat bahwa suku pertama senantiasa terbuka, sedangkan yang terakhir boleh terbuka ataupun
tertutup. Kata dasar seperti tampar, jantan, angkat, mengikuti rumusannya dalam penyukuan akan menjadi ta-mpar, ja-
ntan, aŋ-kat. Hasil penyukuan kata dasar seperti yang dikemukakan oleh Spat terlihat lebih tepat disebut sebagai
hasil penggalan kata dasar daripada penyukuan atas dasar fonemik yang tetap memperhatikan sistem fonem dan kenyataan berbahasa. Penyertaan dua konsonan
antara sekaligus kepada suku kedua untuk memperoleh suku pertama terbuka, seperti dimaksudkan oleh Spat, tidak dapat diterima karen hal demikian
menyebabkan pemunculan gugus konsonan yang tidak ditemukan sebagai awal kata dalam bahasa Indonesia. Penyukuan Spat dalam hal ini juga terlihat belum
menunjukkan dasar yang jelas. Spat setidaknya telah memuat penyukuan yang
Universitas Sumatera Utara
kontradiktif dengan ketentuan sebelumnya yang tidak membenarkan adanya gugus konsonan dalam bahasa Melayu bahasa Indonesia.
Hasibuan 1996 meneliti Fonotaktik dalam Suku Kata Bahasa Indonesia. Ada dua upaya pokok yang dilakukan dalam telaah tersebut. Pertama adalah
penyukuan terhadap kata, dan yang kedua merupakan uraian suku atas komponen fonemisnya. Kedua upaya tersebut bertujuan menemukan kaidah. Upaya pertama
diharapkan dapat menghasilkan seperangkat kaidah penyukuan, dan upaya kedua dapat menemukan kaidah fonotaktis yang berlaku pada suku kata bahasa
Indonesia. Telaah fonotaktik dalam suku bahasa Indonesia ternyata dapat mengungkapkan lebih banyak fonem yang dapat berdistribusi pada akhir suku
daripada di akhir kata. Terdapatnya konsonan nasal palatal ɲ sebagai akhir suku
pada berbagai suku memperjelas bahwa konsonan tunggal yang dapat berdistribusi di akhir kata tidak dapat disamakan dengan yang dapat berdistribusi
di akhir suku. Konsonan ɲ pada kenyataannya dapat ditemukan sebagai akhir
suku dalam banyak contoh seperti berikut ini. gincu
giñ.cu incar
iñ.car renceng
reñ.ce ɲ
benjol beñ.jol
gencar g
ɜñ.car senjata
s ɜñ.ja.ta
ancam añ.cam
ganjaran gañ.ja.ran
bonjol boñ.jol
konco koñ.co
kuncup kuñ.cup
tunjuk tuñ.juk
Konsonan ñ, sebagaimana terlihat di atas, terdapat sebagai akhir suku apabila fonem kedua konsonan antara sesudahnya terdiri dari hambat palatal.
Dari segi distribusi terlihat juga bahwa ñ dapat ditemukan sesudah vokal bahasa
Universitas Sumatera Utara
Indonesia pada akhir suku. Kenyataan ini menguatkan sekaligus pendapat Pulgram 1970 yang menyatakan bahwa fonem atau gugus konsonan yang
menjadi batas kata dapat dipastikan sebagai awal atau akhir suku, tetapi fonem dapat dipastikan sebagai awal atau akhir suku belum bisa dipastikan dapat
menjadi batas kata. Melalui penyukuan kata, batas suku perolehan diupayakan sedemikian rupa sehingga susun taut fonemisnya memenuhi kaidah fonotaktik
batas kata bahasa Indonesia. Dalam upaya penyukuan kata bahasa Indonesia yang dilakukan terdapat kombinasi konsonan antara jl- yang dalam telaah bahasa
Indonesia, hingga sejauh ini, beliau belum melihat statusnya sebagai awal suku. Tidak diterimanya jl- sebagai awal suku bahasa Indonesia, dari segi kaidah
penyukuan, dengan mudah dapat dipahami. Alasannya, kombinasi konsonan antara tersebut tidak terlihat sebagai batas awal atau sebagai pendahulu kata.
Awal atau akhir suku tidak dapat disamakan dengan batas kata, kombinasi konsonan antara tersebut potensial untuk menjadi awal suku. Sebagai contohnya
dapat dilihat pada suku perolehan penyukuan kata anjlok añ.jlok. Kontribusi penelitia Hasibuan ini dijadikan acuan oleh penulis dalam
mendukung keberhasilan penelitian ini terutama dalam mencari kaidah yang berlaku dalam bahasa Pesisir Sibolga dalam hal urutan fonem dalam pembentukan
kata. Selain itu, penelitian tersebut juga berkontribusi dalam menemukan fonotaktik fonem dalam bahasa Pesisir Sibolga karena materi dan teori yang
digunakan adalah sama. Siahaan 2009 meneliti Fonotaktik Bahasa Toba. Dari penelitannya tersebut
menemukan 21 dua puluh satu deret vokal dalam bahasa Toba yaitu: ai, au, ae, ao, ia, iu. io, ua, ui, ue, ea, eu, eo, oa, oi, ou, uo, aoa,
Universitas Sumatera Utara
uae, aio, dan auo. Deret vokal yang berada di awal, tengah dan akhir yaitu: ai, au, ae, ia, ua, ea, oi. Deret vokal yang berada di tengah dan di akhir
yaitu ao, iu, io, ue, eu, eo, oa, io, aoa. Deret vokal yang berada di tengah dan di akhir yaitu: oa, iu, io, ue, eu, eo, oa, aoa. Deret vokal
yang hanya berada di akhir yaitu: ou, uo. Keduapuluh satu deret vokal di atas mempunyai jenis kata verba, nomina,
adjektiva, pronomina, dan adverbia. Deret konsonan dalam bahasa Toba ada 50 lima puluh yaitu: -kp-, -kj-, -kd-, -kh-, -kt-, -kl-, -ks-, -lb-, -lg-, -lm-
, -ld-, -lh-, -lt-, -lp-, - lŋ-, -ls-, -mb-, -mp-, -ml-, -nd-, -ŋj-, -ns-, -
nt-, - ŋg-, -ŋt-, -ŋk-, -ŋs-, -ŋp-, -pr-, -pt-, -ph-, -ps-, -rb-, -rl-, -rt-,
-rh-, -rs-, -rj-, -rp-, -rg-, -rn-, -sp-, -sb-, -sn-, -st-, -sd-, -tm-, - tŋ-,
-ts-. Suku kata dalam bahasa Toba terdiri atas: vokal V, vokal konsonan VK,
konsonan vokal KV dan konsonan vokal konsonan KVK. Dalam bahasa Toba tidak ditemui gugus vokal, gugus konsonan, dan diftong. Dalam bahasa Toba
hanya ditemui cluster seperti nd ‘ndang’ yang artinya ‘tidak’ dikatakan tidak produktif.
Tarigan 2001 meneliti fonotaktik bahasa Karo. Dari penelitian tersebut ditemukan struktur fonotaktik bahasa Karo yang ditinjau dari deret vokal, diftong,
gugus konsonan, deret konsonan dan suku kata. Deret vokal dalam bahasa Karo ada 13 tiga belas yaitu: ia, io, ea, eo, ai, ao, au, ou, ua, ue, ui, ie,
dan iu. Deret vokal ia, io, ea, ai, au, ua, ui, dan iu berada pada posisi awal, tengah dan akhir kata dasar, deret vokal ou berada pada posisi awal dan
tengah kata dasar, sedangkan deret vokal ue berada pada posisi awal dan akhir
Universitas Sumatera Utara
kata dasar. Jenis yang memuat ketiga belas deret vokal di atas adalah verba, nomina, adjektiva, pronomina dan adverbia. Terdapat dua diftong yaitu ou dan
ei. Kedua diftong tersebut berada pada posisi akhir kata dasar. Jenis yanng memuat kedua diftong tersebut adalah nomina, adjektiva dan verba. Gugus
konsona dalam bahasa Karo ada enam yaitu: mb-, mp-, nd-, nt- , ŋg-, dan
ŋk-. Keenam gugus konsonan tersebut berada pada posisi awal dan tengah kata dasar. Dari data yang didapatkan diketahui bahwa gugus konsonan dalam bahasa
Karo tidak dijumpai yang terdiri atas perpaduan tiga atau empat segmen seperti halnya bahasa Inggris dijumpai gugus konsonan yang terdiri dari perpaduan tiga
atau empat segmen dalam satu suku kata yang sama yang terdapat pada posisi awal dan akhir kata. Pembatas-pembatas gugus konsonan berdasarkan analisis
data dapat disimpulkan bahwa hanya diju mpai dalam bentuk nasal m, n, ŋ dan
bunyi positif b, p, t, d, k, dan g sehingga terbentuklah gugus mb-, mp-, nd-, nt-
, ŋg-, dan ŋk- yang disebut nasal homorganik sehingga gugus konsonan dalam bahasa Karo hanya terbatas pada bunyi nasal + bunyi plosif dan gugus
konsonan bm-, pm-, dn-, tn- , gŋ-, dan kŋ- seperti gugus konsonan ini tidak
dijumpai dalam bahasa Karo. Deret konsonan juga ditemukan ada sepuluh jenis yaitu:
1. Deret konsonan yang dimulai dengan p berada pada posisi tengah. Jenis
deret konsonan ini adalah verba dan adjektiva. 2.
Deret konsonan yang dimulai dengan m berada pada posisi tengah. Jenis deret konsonan ini adalah verba dan adjektiva.
3. Deret konsonan yang dimulai dengan t berada pada posisi tengah. Jenis
deret konsonan ini adalah nomina, verb, adjektiva, dan adverba.
Universitas Sumatera Utara
4. Deret konsonan yang dimulai dengan n berada pada posisi tengah. Jenis
deret konsonan ini adalah nomina, verba dan adjektiva. 5.
Deret konsonan yang dimulai dengan s berada pada posisi tengah. Jenis deret konsonan ini adalah nomina, verba dan adjektiva.
6. Deret konsonan yang dimulai dengan l berada pada posisi tengah. Jenis
deret konsonan ini adalah nomina, verba dan adjektiva. 7.
Deret konsonan yang dimulai dengan r berada pada posisi tengah. Jenis deret konsonan ini adalah nomina, verba dan adjektiva.
8. Deret konsonan yang dimulai dengan k berada pada posisi tengah kata
dasar. Jenis deret konsonan ini adalah nomina, verba dan adjektiva. 9.
Deret konsonan yang dimulai dengan ŋ berada pada posisi tengah. Jenis
deret konsonan ini adalah nomina, verba dan adjektiva. 10.
Deret konsonan yang dimulai dengan h berada pada posisi tengah. Jenis deret konsonan ini adalah nomina, verba dan adjektiva.
Dan suku kata yang terdapat dalam bahasa Karo pada penelitian tersebut terbagi atas:
1. Suku kata deret vokal berbentuk V. KV-VK, KV-V, V-VK dan KKV-V.
2. Suku kata diftong berbentuk KVK-KV dan KV-KV.
3. Suku kata gugus konsonan berbentuk KKV dan KKVK.
4. Suku kata deret konsonan berbentuk KK yang dijumpai hanya pada satu
posisi yaitu posisi tengah kata dasar. Penelitian yang juga digunakan sebagai bahan pemikiran tesis ini adalah
hasil penelitian Lauder 1996 pada artikelnya yang berjudul “Khazanah Fonem Bahasa Indonesia: Menilik Frekuensi dan Fonotaktiknya”. Penelitian itu
Universitas Sumatera Utara
mengupas masalah fonotaktik bahasa Indonesia. Pengetahuan fonotaktik bahasa Indonesia diperlukan sebagai acuan dalam menelaah fonotaktik fonem dalam
bahasa Pesisir Sibolga. Lauder melakukan penilikan frekuensi dan fonotaktik fonem-fonem bahasa
Indonesia dalam rangka mengenali konstruksi bunyi bahasa Indonesia. Ada dua prinsip konstruksi suku kata bahasa Indonesia yaitu ortografis dan gramatikal.
Data yang digunakan Lauder adalah Kompas dan Suara Pembaharuan, kemudian diperoleh 255.704 kata, yang sudah diperiksa dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Lauder meneliti kata-kata yang diperoleh berdasarkan: 1.
Frekuensi pemunculan vokal 2.
Frekuensi pemunculan konsonan 3.
Fonotaktik. Ada dua kecenderungan yaitu: a pola yang cenderung berderet konsonan nasal-non nasal homorganik, contohnya [nan-ti], b pola yang
cenderung berkonsonan getar atau konsonan tak bersuara, contohnya [mus- ti]
4. Gugus konsonan pada awal dan tengah kata yang paling menonjol dalam
kosakata bahasa Indonesia adalah konstruksi bunyi [kr-] dan [pr-]. Konstruksi yang cenderung digunakan adalah gugus konsonan di awal atau
tengah kata yang konsonan keduanya berupa konsonan getar [r] atau konsonan sampingan [l]
5. Ada tujuh konstruksi diftong, gugus vokal, dan deret vokal yang ditemukan
yaitu ai, au, eu, oi, ae, ui dan ei. Dari penelitian itu, Lauder menyimpulkan bahwa penilikan frekuensi fonem
menunjukkan bahwa bahasa Indonesia mempunyai ciri tersendiri, yaitu
Universitas Sumatera Utara
kecenderungan lebih pada pemakaian bunyi letup dan bunyi sengau. Lauder juga menyebutkan bahwa sistem ejaan bahasa Indonesia cenderung fonemis.
Kontribusi yang dapat dijadikan bahan acuan terkait dengan penelitian yang akan dilakukan ini adalah sama dan dengan adanya perbedaan kajian termasuk di
dalamnya penggunaan teori dan pendekatan yang berbeda maka diharapkan dapat membantu peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini yaitu untuk mencari tahu
tentang fonotaktik fonem dalam bahasa Pesisir Sibolga yang terfokus pada deret vokal, deret konsonan, suku kata, dan pola struktur fonotaktik fonem dalam
bahasa Pesisir Sibolga.
Universitas Sumatera Utara
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
3.1 Sejarah Singkat Kota Sibolga
Awal berdirinya Sibolga dibuka oleh Ompu Datu Hurinjom yang berasal dari daerah Silindung Tapanuli Utara di Simaninggir yang pada saat ini
Simaninggir merupakan wilayah yang termasuk ke dalam wilayah administratif Kabupaten Tapanuli Tengah. Letak Simaninggir tersebut berada di gunung dekat
dengan teluk Tapian Nauli. SimaninggirTinggir yang dalam bahasa Batak Toba mempunyai arti tajam pendengaran pemantauan. Oleh para parlanja daerah ini
sering dijadikan sebagai tempat istirahatnya ketika hendak menuju daerah pesisir pantai atau pun sesudah kembali dari daerah pesisir pantai sebelum kembali ke
daerahnya. Kawasan teluk Tapian Nauli diwarnai dengan perdagangan paksa antara
penduduk dengan pihak Inggris sejak Ompu Datu Hurinjom bermukim di Simaninggir, yang akhirnya menjadi perang. Walaupun demikian, Ompu Datu
Hurinjom, yang memiliki postur tubuh tinggi besar, tidak gentar menghadapi keadaan, bahkan memindahkan pemukiman mendekati teluk, yaitu di Simare-
mare salah satu daerah di Kecamatan Sibolga Kota di bawah kaki Dolok Simarbarimbing dan terus melakukan perlawanan terhadap pihak Inggris yang
memonopoli perdagangan di teluk Tapian Nauli.
Universitas Sumatera Utara