Analisis Willingness to Pay dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Respon Jasa Angkutan Barang terhadap Kenaikan Harga BBM (Kasus : Mobil Pick Up di Wilayah Jakarta dan Bogor)

(1)

1.1 Latar Belakang

Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio ekspor minyak bumi Indonesia dibandingkan konsumsi dalam negerinya pun telah semakin kecilBagi Indonesia, memanfaatkan pendapatan minyak secara lebih bijaksana adalah lebih baik daripada menggunakannya untuk membiayai konsumsi BBM yang boros oleh masyarakat. Indonesia lebih banyak memiliki energi lain seperti batubara, gas, CBM (Coal Bed Methane), panas bumi, air, BBN (Bahan Bakar Nabati) dan sebagainya

Dampak krisis global yang terjadi sudah mulai terasa di dalam negeri. Perkembangan perekonomian global tetap menghadirkan kerawanan, ketidakpastian, bahkan dampak secara langsung atau tidak langsung mulai dirasakan bangsa-bangsa sedunia. Apalagi krisis ekonomi di kawasan Eropa belum teratasi dan muncul geopolitik baru di kawasan Timur Tengah. Kenaikan harga BBM sebagai antisipasi perekonomian global yang kini sudah terasa rawan dan tidak pasti. Embargo minyak Iran ke Inggris dan Prancis juga membuat runyam sehingga turut mendorong kenaikan harga minyak mentah dunia.

Harga minyak mentah dunia melonjak hingga US$ 120 per barel. Namun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012, pemerintah menetapkan subsidi sebesar Rp 123 triliun dengan asumsi harga minyak US$ 90 per barel. Dokumen UU APBN 2012 tertanggal 24 November 2011 disebutkan, sesuai pasal 7 ayat 4, pengendalian anggaran subsidi BBM 2012 dilakukan melalui pengalokasian yang lebih tepat sasaran dan kebijakan pengendalian konsumsi BBM. Penjelasan ayat 4 pasal tersebut adalah pengalokasian BBM bersubsidi secara tepat sasaran dilakukan melalui pembatasan konsumsi premium untuk kendaraan roda empat milik pribadi. Selain itu, pasal 7 ayat 6 tertanggal 24 November 2011 juga menyebutkan, harga jual BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan. Setelah tanggal 1 April 2012 DPR memutuskan bahwa ada perubahan yang terjadi pada pasal 7 ayat 6 tersebut. Pasal 7 ayat 6a yang menyebutkan


(2)

bahwa, “Dalam hal harga rata-rata ICP dalam kurun waktu kurang dari 6 bulan berjalan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen, pemerintah diberi kewenangan menyesuaikan harga BBM bersubsidi dengan kebijakan

pendukungnya”. Pemerintah sekarang ini menjalankan pembatasan dan pelaranggan penggunaan premium bersubsidi untuk jenis mobil pribadi tertentu dan mobil milik pemerintah. Kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi antara lain melalui optimalisasi program konversi minyak tanah ke elpiji 3 kg, meningkatkan pemanfaatan bahan bakar nabati dan gas, menghemat konsumsi BBM subsidi, dan menyempurnakan regulasi kebijakan subsidi BBM dan elpiji 3 kg.Selanjutnya, program akan menjangkau kota-kota lainnya di Indonesia hingga tuntas 2014.1

Tabel 1. Skenario APBN Indonesia Sektor Migas Tahun 2012 dalam Rupiah

Rincian APBN

RAPBN-P RAPBN-P Kenaikan 1500 Tanpa Kenaikan Subsidi BBM (triliun) 123.6 137.4 185.4 Subsidi Listrik (triliun) 44.9 93.1 98.1 Net Minyak (triliun) 23.7 51.4 3.4 Net Migas (triliun) 96.8 116.8 68.8 Defisit Energi (triliun) -18.4 -119.4 Asumsi:

ICP (triliun) 90 105 105

Lifting (triliun) 950 930 930

Kurs 8.800 9.000 9.000

Harga Premium 4.500 6.000 4.500 Kenaikan Harga BBM 0 1.500 0 Sumber: Ditjen Migas, 2012

Dalam data pokok APBN 2012 tertulis bahwa pendapatan negara dan hibah pada tahun 2012 untuk migas sebesar Rp 159.471,9 miliar. Terdiri dari pendapatan minyak bumi sebesar Rp 113.681,5 miliar dan gas alam sebesar Rp 45.790,4 miliar. Sedangkan, belanja pemerintah pusat dalam APBN tertulis subsidi sebesar Rp 208.850,2 miliar.

1

Skenario APBN Indonesia Sektor Migas Tahun 2012. www.esdm.go.id [April 2012]


(3)

Terdiri dari subsidi energi sebesar Rp 168.559,9 miliar dan subsidi non-energi sebesar Rp 40.290,3 miliar. Subsidi non-energi sebesar Rp 168.559,9 miliar terbagi menjadi dua yaitu subsidi BBM sebesar Rp 123.599,7 miliar dan subsidi listrik sebesar Rp 44.960,2 miliar.2

Tabel 2. Produksi, Impor, Konsumsi, Ekspor Bahan Bakar Minyak di Indonesia Tahun 2004-2010

Tahun Produksi BBM (Ribu Barel)

Impor BBM (Ribu KL)

Konsumsi BBM (Ribu Barel)

Ekspor Minyak (Ribu Barel)

2004 283.153 - - 178. 869

2005 268.529 26.502 397.802 159.703

2006 257.821 21.184 374.691 134.960

2007 244.396 24.032 383.453 135.267

2008 251.531 24.615 388.107 134.872

2009 246.289 22.157 379.142 133.282

2010 241.156 23.633 388.241 121.000

Sumber : Ditjen Migas, 2011

Kenaikan harga BBM bersubsidi (premium) tentu akan berpengaruh secara langsung kepada sistem transportasi nasional. Sistem transportasi nasional memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung pembangunan nasional. Transportasi sangat dibutuhkan untuk menjamin terselenggaranya mobilitas penduduk maupun barang. Sebagai bagian dari sistem perekonomian, transportasi memiliki fungsi sangat penting dalam pembangunan nasional. Indonesia merupakan negara kepulauan di mana pembangunan sektor transportasi dirancang untuk tiga tujuan yaitu: mendukung gerak perekonomian, stabilitas nasional dan menggurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah dengan memperluas jangkauan arus distribusi barang dan jasa ke seluruh pelosok nusantara.

Selalu adanya kebutuhan konsumen akan jasa angkut umum, usaha jasa angkutan barang sangat diperlukan oleh masyarakat. Usaha ini umumnya bisa dijalankan oleh masyarakat yang memiliki mobil terbuka atau biasa disebut dengan mobil pick up. Untuk memulai bisnis ini, tidak memerlukan lokasi usaha seperti menyewa tempat atau membangun sebuah kios usaha. Cukup menyediakan mobil dengan tipe terbuka, dan memasang papan nama di mobil tersebut. Selain

2

Produksi, Impor, Konsumsi, Ekspor Bahan Bakar Minyak di IndonesiaTahun 2004-2010. www.esdm.go.id [April 2012]


(4)

bisa melakukannya di rumah, bisnis ini juga bias dijalankan di pinggir jalan. Memarkirkan mobil pick up di pinggir jalan, para konsumen sudah mengetahui tentang keberadaan usaha ini.

Jika harga BBM dinaikkan maka usaha angkutan barang dengan mobil pick up akan mengalami kesulitan. Tarif angkutan barang berbeda dengan tarif angkutan penumpang. Tarif angkutan penumpang memiliki ketetapan tarif dari pusat yaitu Dinas Perhubungan (Dishub) sedangkan tarif angkutan jasa tidak ada ketetapan tarif. Tarif angkutan barang yang dipatok disesuaikan dengan keadaan akan harga BBM dan jarak yang ditempuh. Kenaikan harga BBM akan meningkatkan tarif angkutan barang yang berdampak pada kelangsungan usaha dan para pengguna dari jasa angkutan barang ini.

1.2. Rumusan Masalah

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan akan terjadi penghematan dalam anggaran belanja. Jika harga BBM bersubsidi dinaikan sebesar Rp 1.000 maka akan menghemat Rp 21 triliun. Jika harga BBM bersubsidi dinaikkan sebesar Rp 1.500 maka akan menghemat Rp 23 triliun. Jika harga BBM bersubsidi dinaikkan sebesar Rp 2.000 maka akan menghemat Rp 33 triliun. Inilah yang menjadi pertimbangan Kementrian ESDM. Di sisi lain, presentase masyarakat yang menikmati BBM bersubsidi yaitu, masyarakat miskin 15 persen, masyarakat menengah 77 persen, dan masyarakat kaya 8 persen. Jika harga BBM bersubsudi dinaikan maka yang akan merasakan dampak yang sangat besar adalah golongan masyarakat menengah. Hanya 15 persen rakyat miskin yang menikmati subsidi BBM. Hal ini dikarenakan umumnya BBM bersubsidi adalah BBM kendaraan bermotor sedangkan, tidak banyak rakyat miskin yang memiliki kendaraan bermotor. Tidak dapat dipungkiri subsidi energi adalah subsidi yang paling besar dibandingkan dengan subsidi pendidikan dan subsidi pangan, subsidi pertanian dan subsidi lainnya. Penggurangan subsidi energi dalam hal ini adalah bahan bakar minyak (BBM) dilakukan dengan cara menaikkan harga jual di masyarakat.


(5)

Pada 2011 konsumsi BBM bersubsidi mencapai 40,49 juta kiloliter. Jumlah ini pasti bertambah pada 2012 karena penjualan mobil tahun 2012 diduga mendekati satu juta unit. Harga BBM seperti di Cina dan Brasil berkisar Rp 9.000 sampai dengan Rp 14.000 per liter. Namun, di negara kaya minyak, harganya jauh lebih murah. Iran misalnya, hampir sama dengan Indonesia, yaitu Rp 4.000 per liter. Perbedaanya Iran membatasi jumlah BBM untuk pemakaian warganya. Sebagian besar diekspor ke luar negeri. Sehari-hari mereka menggunakan bahan bakar gas untuk listrik, transportasi, dan masak. Indonesia berbeda seperti Arab Saudi atau Nigeria yang punya cadangan minyak 10 kali dan produksi tiga kali lipat, namun konsumsinya hanya separuh dari Indonesia.

Definisi subsidi BBM adalah selisih harga keekonomian BBM dengan harga jual Pertamina. Harga BBM saat ini adalah Rp 4.500 per liter, sedangkan harga keekonomian BBM adalah Rp 8.400 per liter, sehingga besaran subsidi BBM per liter adalah Rp 3.900 per liter. Usulan RAPBN 2012, harga BBM bersubsidi dinaikkan sebesar Rp 1.500 per liter menjadi Rp 6.000 per liter. Kenaikan harga BBM bersubsidi menjadi Rp 6.000 per liter, besaran subsidi BBM masih sebesar Rp 2.400 per liter.3

Tabel 3. Perhitungan Harga Keekonomian untuk Indonesia Tahun 2012 dalam Rupiah Per Liter BBM

Rincian Perhitungan Harga Keekonomian Rupiah Per Liter a. Harga dasar minyak mentah: ICP*9.000/159 5.940 b. Harga LRT (Lifting, Refinery, Trnsportation) = $24.1/barel 1.360

Subtotal 7.300

c. Pajak dan lain-lain 15 persen 1.100

Total Harga Keekonomian 8.400

Sumber: Ditjen Migas, 2012

Meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM) secara keseluruhan yang memengaruhi tarif produksi jasa transportasi, pemerintah menyadari akan pentingnya transportasi bagi roda perekonomian, apabila peningkatan harga BBM

3

Perhitungan Harga Keekonomian untuk Indonesia Tahun 2012.


(6)

tersebut dilepas pada mekanisme pasar maka akan menggerakkan harga-harga khususnya pemanfaatan jasa transportasi.

Angkutan darat, udara dan laut memiliki kelebihan dan kekurangan dalam melakukan pengangkutan terutama dalam pengangkutan barang dalam jumlah besar. Jarak tempuh yang dekat akan lebih murah dalam biaya pengangkutan barang jika menggunakan angkutan darat. Waktu yang perlu ditempuh dengan menggunakan angkutan darat juga lebih efisien jika yang ditempuh adalah jarak dekat dibandingkan dengan angkutan laut dan udara. Angkutan darat memiliki kelebihan yaitu cocok untuk pengangkutan barang dalam jumlah banyak jika yang ditempuh adalah jarak tempuh yang dekat.

Sektor transportasi merupakan konsumen bahan bakar bersubsidi yang paling besar. Jika terjadi kenaikan harga bahan bakar maka akan memberikan dampak yang besar dalam sektor transportasi. Angkutan umum penumpang dan barang akan menaikkan tarif angkutannya. Tarif angkutan penumpang secara resmi ditentukan oleh Dinas Perhubungan (Dishub). Angkutan barang untuk darat dengan menggunakan truk dan mobil pick up tidak memiliki ketetapan tarif dari Dinas Perhubungan (Dishub). Sehingga pengusaha jasa angkutan barang sendiri yang menetapkan tarif angkutannya.

Agar dapat menentukan kebijakan yang tepat dalam penetapan subsidi BBM, maka perlu dilakukan analisis mengenai kesediaan membayar dan faktor yang memengaruhi respon masyarakat mengenai penurunan subsidi BBM. Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu, bagaimana kesediaan membayar (willingness to pay) untuk per liter premium dan faktor-faktor yang memengaruhi respon terhadap kenakan harga BBM?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1. Menghitung besaran kesediaan membayar (WTP) pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap harga BBM.

2. Menganalisis respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM.


(7)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu:

1. Memberikan gambaran mengenai faktor-faktor yng memengaruhi respon (setuju atau tidak setuju) terhadap kenaikan harga BBM.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah untuk merumuskan mekanisme kebijakan subsidi BBM yang paling efektif dalan sektor jasa angkutan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini untuk menghitung willingness to pay dari jasa angkutan barang terhadap harga BBM. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi respon jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM. Data yang diambil dari hasil wawancara adalah data-data yang berhubungan dengan faktor-faktor yang memengaruhi setuju atau tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. Besaran willingness to pay langsung ditanyakan kepada responden saat wawancara. Wilayah yang diteliti hanya Jakarta dan Bogor yang merupakan kota dan wilayah pinggir kota yang memiliki tingkat aktivitas yang tinggi. Angkutan barang jenis pick up yang menjadi responden karena mobil pick up menggunakan bahan bakar premium. Hanya mobil pick up yang benar-benar untuk disewakan saja yang menjadi responden atau sumber data pada penelitian ini.


(8)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Subsidi

Menurut Mangkoesoebroto (2001) bahwa subsidi kepada konsumen dapat diberlakukan apabila manfaat sosial marjinal lebih besar dibandingkan manfaat privat marginal. Sebaliknya, subsidi kepada produsen dapat diberlakukan bila manfaat privat marjinal lebih besar dibandingkan manfaat sosial marginal.

Dalam Spencer dan Amos (1993) bahwa subsidi adalah pembayaran yang dilakukan pemerintah kepada perusahaan atau rumah tangga untuk mencapai tujuan tertentu yang membuat mereka dapat memproduksi atau mengkonsumsi suatu produk dalam kuantitas yang lebih besar atau pada harga yang lebih murah. Secara ekonomi tujuan subsidi adalah untuk mengurangi harga atau menambah keluaran (output). Menurut Suparmoko (2003), subsidi adalah salah satu bentuk pengeluaran pemerintah yang juga diartikan sebagai pajak negatif yang akan menambah pendapatan mereka yang menerima subsidi atau mengalami peningkatan pendapatan riil apabila mereka mengkonsumsi atau membeli barang-barang yang disubsidi oleh pemerintah dengan harga jual yang rendah.

Subsidi dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu subsidi dalam bentuk uang (cash transfer) dan subsidi dalam bentuk barang (in kind subsidy). Subsidi dalam bentuk uang atau cash transfer diberikan kepada konsumen sebagai tambahan penghasilan atau kepada produsen untuk dapat menurunkan harga barang. Sementara subsidi dalam bentuk barang adalah subsidi yang dikaitkan dengan jenis barang tertentu yaitu pemerintah menyediakan suatu jenis barang tertentu dengan jumlah yang tertentu pula kepada konsumen tanpa dipungut bayaran atau pembayaran di bawah harga pasar (Suparmoko, 2003).

2.2 Bahan Bakar Minyak (BBM)

BBM (bahan bakar minyak) adalah jenis bahan bakar (fuel) yang dihasilkan dari pengilangan (refining) minyak mentah (crude oil). Minyak mentah dari perut bumi diolah dalam pengilangan (refinery) terlebih dulu untuk menghasilkan produk-produk minyak (oil products), yang termasuk di dalamnya


(9)

adalah BBM. Selain menghasilkan BBM, pengilangan minyak mentah menghasilkan berbagai produk lain terdiri dari gas, hingga ke produk-produk seperti naphta, light sulfur wax residue (LSWR) dan aspal.

Bahan bakar minyak seperti didefinisikan oleh pemerintah Indonesia untuk keperluan pengaturan harga dan subsidi sekarang meliputi: (i) bensin (premium gasoline), (ii) solar (IDO & ADO: industrial diesel oil & automotive diesel oil), (iii) minyak bakar (FO: fuel oil) serta (iv) minyak tanah (kerosene). Definisi ini merupakan perkembangan dari periode sebelumnya yang masih mencantumkan avgas (aviation gasoline) dan avtur (aviation turbo gasoline), yaitu jenis-jenis bahan bakar yang dipergunakan untuk mesin pesawat terbang, dalam kategori sebagai BBM.

Secara umum bahan bakar minyak (BBM) memiliki dua pengertian. Pertama, secara umum BBM adalah semua jens bahan bakar cair yang dihasilkan dari pengolahan minyak bumi. Pengertian kedua, BBM yang dimaksud oleh pemerintah atau PT Pertamina adalah semua jenis bahan bakar cair dari pengolahan minyak bumi yang harganya ditentukan oleh pemerintah atau PT Pertamina. BBM yang dimaksud dalam pengertian kedua adalah minyak tanah, bensin, minyak solar, minyak diesel, dan minyak bakar (Said, 2001).

Premium adalah bahan bakar minyak jenis distilat berwarna kekuningan yang jernih. Premium merupakan BBM untuk kendaraan bermotor yang paling populer di Indonesia. Premium di Indonesia dipasarkan oleh PT Pertamina dengan harga yang relatif murah karena memperoleh subsidi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada umumnya, premium digunakan untuk bahan bakar kendaraan bermotor bermesin bensin, seperti: mobil, sepeda motor, motor tempel, dan lain-lain. Bahan bakar ini sering juga disebut motor gasoline atau petrol.

Berdasarkan kajian Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas, ketidaktepatan sasaran dari subsidi BBM dikarenakan oleh tidak adanya pengawasan dalam pendistribusian baik BBM bersubsidi maupun BBM tidak bersubsidi. Lemahnya pengawasan ini terjadi karena tidak adanya koordinasi lintas sektoral antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hal ini menyebabkan kelangkaan BBM dan penyalahgunaan BBM bersubsidi.


(10)

2.3 Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi

Harga BBM di Indonesia adalah harga yang diatur oleh pemerintah dan berlaku sama di seluruh wilayah Indonesia. Pada dasarnya pemerintah bersama DPR menetapkan harga BBM setelah memperhatikan biaya-biaya pokok penyediaan BBM yang diberikan PT Pertamina serta tingkat kemampuan (willingness to pay) masyarakat. Belakangan ini dalam upaya menyesuaikan harga BBM di dalam negeri dengan perkembangan harga BBM internasional, dikeluarkan Keputusan Presiden yang memungkinkan PT Pertamina untuk secara berkala menyesuaikan penyesuaian harga otomatis tersebut tidak terus dapat dipertahankan.

Subsidi BBM di Indonesia pertama kali diperkenalkan pada tahun 1977. Subsidi BBM sendiri yang umumnya dilakukan oleh negara-negara berkembang cenderung mensubsidi tingkat konsumsi energi terutama untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengembangkan pertumbuhan di bidang industri, dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di negara-negara tersebut. Subsidi energi kita pada umumnya ditekankan pada bahan bakar fosil seperti, bahan bakar minyak dan batubara (Santosa, 2002).

Teori ilmu ekonomi menyatakan bahwa tingkat harga suatu barang ditentukan oleh tingkat permintaan dan penawaran di pasar, namun teori tersebut tidak berlaku untuk harga BBM di suatu negara. Nilai strategis BBM sangat tinggi, sehingga memaksa campur tangan pemerintah dalam menetapkan harganya karean alasan ekonomi maupun politik (Hasyim, 2000). Alasan ekonomi yang mengakibatkan perlunya campur tangan pemerintah dalam penetapan harga BBM adalah:

1. Untuk meningkatkan pendapatan negara yang akan dipergunakan untuk pembangunan yang telah dirancang sebelumnya

2. Melindungi industri dalam negeri untuk berkompetisi dengan industri luar negeri

3. Mendukung daya saing komoditi ekspor dengan komoditi dari negara lain dalam perdagangan internasional


(11)

Selain alasan ekonomi juga terdapat alasan politik yang menyebabkan perlunya campur tangan pemerintah yaitu:

1. Mengatasi persoalan polusi melalui penetapan harga BBM yang lebih tinggi dan pengolahan dengan kualitas yang lebih baik dengan menggunakan kelebihan pendapatan yang didapat dari penetapan harga minyak tersebut 2. Melindungi masyarakat berpendapatan rendah

3. Menggalakkan konservasi sumber-sumber energi, terutama energi yang tidak terbarukan

Di Indonesia subsidi BBM merupakan salah satu pengeluaran rutin pemerintah yang dianggarkan dalam APBN. Dalam APBN jumlah subsidi BBM diperkirakan dengan menggunakan asumsi-asumsi seperti asumsi harga minyak internasional dan asumsi penerimaan negara, sehingga tidak jarang terjadi perbedaan antara jumlah yang ditargetkan dengan jumlah subsidi yang terealisasi. Jumlah subsidi BBM yang terealisasi cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dalam jumlah nominal maupun dalam presentasenya terhadap pengeluaran negara secara total. Dilihat dari sisi beban fiskal, subsidi BBM memiliki beban fiskal yang lebih tinggi dibandingkan dengan subsidi yang lain. Hal ini dikarenakan subsidi BBM memiliki efek pengganda yang lebih luas dibandingkan dengan subsidi non BBM (Handoko, 2005).

Kebijakan penurunan subsidi BBM merupakan kebijakan pemerintah yang kurang populer. Hal ini dikarenakan penurunan subsidi BBM cenderung mengakibatkan dampak inflationary yang cukup tinggi yang terlihat dari naiknya harga-harga barang kebutuhan masyarakat. Kebijakan penurunan atau penghilangan subsidi termasuk ke dalam kebijakan fiskal yang konstraktif. Kebijakan penurunan subsidi BBM memiliki dilema yang sangat kuat. Menaikkan harga produk-produk minyak dalam negeri agar menyamai atau mendekati tingkat harga dunia dari segi politik akan sukar dan dari segi ekonomi akan meningkatkan inflasi. Namun kebijakan untuk menaikkan harga BBM ini akan menyediakan rupiah dalam jumlah besar yang dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran dalam negeri dengan pengaruh inflasi yang sedang saja (Papanek, 1987).

Beberapa alasan yang mendasari kebijakan penghapusan subsidi BBM adalah sebagai berikut:


(12)

a. Apabila laju pertumbuhan pemakaian minyak bumi pada masa mendatang masih sebesar laju saat ini, diperkirakan Indonesia akan menjadi negara pengimpor minyak bumi netto (net oil importer country) sehingga subsidi tidak dapat lagi diberlakukan.

b. Pendapatan negara dari migas hampir setengahnya dialokasikan untuk membiayai subsidi BBM

c. Manfaat subsidi BBM lebih dirasakan oleh golongan masyarakat mampu, karena tingkat konsumsi BBM golongan tersebut (dengan harga subsidi) lebih besar dibandingkan dengan kelompok miskin

d. Perbedaan yang cukup besar antara harga BBM domestik dan harga BBM internasional mendorong terjadinya penyelundupan BBM dan praktek pengoplosan minyak tanah dengan solar atau bensin

Kenaikan harga minyak mentah internasional sangat memengaruhi alokasi anggaran untuk subsidi BBM. Hal ini dikarenakan biaya produksi BBM ditentukan oleh harga minyak mentah dan nilai tukar rupiah. Saat ini penyediaan BBM dalam negeri tidak dapat seluruhnya dipenuhi oleh kilang minyak domestik, untuk membantu memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri sudah harus diimpor dari luar negeri (Said, 2001).

Pada kurva permintaan D yang memengaruhi pergerakan pada kurva tersebut adalah harga barang itu sendiri. Jika harga barang tersebut mengalami penurunan maka akan meningkatkan kuantitas permintaan. Dalam hal ini penurunan harga terjadi karena pemerintah melakukan subsidi pada suatu komoditas tertentu. Pada harga P1 jumlah yang diminta sebesar G1, jika terjadi penurunan harga karena adanya subsidi maka akan terjadi penurunan harga menjadi P2 dan jumlah yang diminta akan semakin meningkat menjadi G2. Untuk subsidi BBM merupakan barang publik tidak murni yang disediakan oleh pemerintah karena BBM bias didapat oleh siapapun, tetapi dalam memperolehnya diperlukan pengorbanan, yaitu ada harga yang harus dibayarkan.


(13)

Gambar 1. Pengaruh Subsidi terhadap Permintaan Barang Sumber : Hanley and Spash (1993)

2.4 Tranportasi

Transportasi merupakan suatu jasa yang diberikan, guna menolong orang dan barang untuk dibawa dari suatu tempat ke tempat lainnya. Dengan demikian, transportasi dapat diberi definisi sebagai usaha dan kegiatan mengangkut atau membawa barang dan/atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lainnya (Kamaluddin, 2003). Ekonomi transportasi adalah ilmu yang mempelajari upaya pemenuhan kebutuhan manusia tentang jasa pengangkutan dalam rangka pemenuhan kebutuhan manusia dan pembangunan (Maringan, 2003). Usaha transportasi ini, bukan hanya berupa gerakan barang dan orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan cara dan kondisi yang statis tanpa perubahan, tetapi transportasi selalu diusahakan perbaikan dan kemajuannya sesuai dengan perkembangan peradaban dan teknologi. Dengan demikian, transportasi selalu diusahakan perbaikan dan peningkatannya, sehingga akan tercapai efisiensinya yang lebih baik (Kamaluddin, 2003).

Angkutan darat sebagai bagian dari sistem transportasi secara keseluruhan turut memberikan kontribusi yang sangat besar dalam meningkatkan perekonomian di suatu wilayah, ini dapat dilihat bahwa pada umumnya daerah


(14)

yang memiliki jaringan angkutan darat sebagai sarana yang dapat menghubungankan daerah tersebut dengan daerah lain, akan memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan daera-daerah yang terisolir.

Mobil truk atau mobil pick up adalah setiap kendaran bermotor yang digunakan untuk angkutan barang, selain mobil penumpang, mobil bis dan kendaraan bermotor roda dua. Untuk mengangkut berbagai macam barang, maka pada angkutan jalan ini truk memegang peran yang sangat penting. Angkutan truk atau pick up berguna untuk angkutan lokal bagi barang-barang dari suatu tempat ke tempat lainnya. Dalam hubungan ini terdapat lima keuntungan dari angkutan truk dibandingkan dengan angkutan lainnya yaitu, angkutan truk seringkali lebih murah dari pada angkutan lain, misalnya kereta api. Dikarenakan barang-barang yang diangkut dalam jumlah yang tidak terlalu besar dan jarak yang tidak terlalu jauh. Biaya kereta api juga lebih mahal dibandingkan dengan tarif dari truk. Truk lebih cepat jika digunakan dalam jarak yang terhitung dekat dan dapat melalui pilihan jalan yang secepat mungkin (Kamaludin, 2003).

Jasa pengangkutan adalah kegunaan atau manfaat yang disediakan oleh seseorang atau suatu badan usaha berupa fasilitas angkutan untuk dipergunakan oleh orang atau pihak lain, sehubungan dengan kebutuhan untuk memindahkan suatu barang atau orang dari asal ke tempat tujuan (Rustiningrum, 1999).

Transportasi memberikan jasanya kepada masyarakat yang disebut jasa transportasi (Mesak, 2002). Jasa transportasi merupakan hasil output perusahaan transportasi yang menurut jenis sarana jasa pelayanannya meliputi, jasa pelayanan kereta api, jasa pelayanan penerbangan, jasa pelayanan transportasi bus dan sebagainya. Sebaliknya, jasa transportasi sebagai salah satu masukan (input) dari kegiatan produksi, perdagangan dan kegiatan ekonomi lainnya. Peran jasa transportasi tidak hanya memperlancar arus barang dan mobilitas penduduk (manusia), tetapi transportasi juga membantu tercapainya pengalokasian sumber-sumber ekonomi secara optimal. Oleh karena itu, jasa transportasi harus cukup tersedia secara merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Setijowarno (2003) mengemukakan bahwa kegiatan transportasi bukan merupakan tujuan melainkan mekanisme untuk mencapai tujuan. Lebih lanjut diuraikan bahwa peran dari kegiatan transportasi, yaitu:


(15)

1. Peran Ekonomi

Tujuan dari kegiatan ekonomi adalah memenuhi kebutuhan manusia dengan menciptakan manfaat. Transportasi adalah suatu jenis kegiatan yang menyangkut peningkatan kebutuhan manusia dengan mengubah letak geografi orang maupun barang. Adanya transportasi memungkinkan bahan baku dibawa menuju tempat produksi dan dengan transportasi jugalah hasil produksi dibawa ke pasar atau tempat pelayanan kebutuhan. Perkembangan ekonomi atau naiknya kemakmuran akan mengakibatkan bertambahnya perjalanan.

2. Peran sosial

Jasa transportasi memberikan kemudahan untuk manusia yang pada umumnya bermasyarakat antara lain: (a) pelayanan untuk perorangan maupun kelompok; (b) pertukaran antara penyampaian informasi; (c) perjalanan untuk bersantai; (d) perluasan jangkauan perjalanan sosial; dan (e) pemendekan jarak antar rumah dengan tempat lainnya.

3. Peran Politis

Peran politis dari suatu sistem transportasi bagi suatu negara sangatlah penting. Pada dasarnya sistem transportasi yang baik akan mempermudah interaksi spasial antar wilayah dari suatu negara yang pada gilirannya akan turut memperkokoh rasa persatuan dan kesatuan. Menurut Schumer dalam Setijowarno (2003) beberapa peran politis dari transportasi yang dapat berlaku bagi negara manapun, yaitu: (a) transportasi menciptakan persatuan nasional yang semakin kuat dengan meniadakan isolasi; (b) transportasi menyebabkan pelayanan kepada masyarakat yang dapat dikembangkan atau diperluas dengan lebih merata pada setiap bagian wilayah negara; (c) keamanan negara terhadap serangan dari luar yang tidak dikehendaki mungkin sekali bergantung pada transportasi yang efisien untuk memudahkan mobilitas nasional serta memungkinkan perpindahan pasukan perang selama masa perang berlangsung; dan (d) sistem transportasi yang efisien memungkinkan negara memindahkan dan mengangkut penduduk dari daerah bencana.


(16)

2.5 Willingness to Pay

Dasar dalam merancang strategi harga adalah untuk mengatur harga barang-barang dalam melihat berapa banyak pelanggan bersedia membayar untuk setiap barang. Hal ini penting bagi pemasar untuk memprediksi berapa banyak produk yang ditawarkan akan dibeli dengan harga yang berbeda. Memprediksi permintaan produk yang berbeda pada harga yang berbeda, pemasar membutuhkan pemahaman yang mendalam dari reaksi pelanggan untuk jadwal harga yang berbeda. Ada dua konsep berbeda yang menentukan berapa banyak pelanggan bersedia membayar untuk barang atau jasa yaitu harga maksimum dan ahrga pemesanan (Breidert, 2005)

Harga maksimum suatu produk dibentuk oleh konsumen sebagai harga refrensi yang dirasakan dari produk refrensi ditambah nilai direfrensi antara produk refrensi dan produk yang menarik. Harga resevasi dari beberapa produk adalah harga dimana konsumen tidak peduli antara mengonsumsi atau tidak mengonsumsi (atau barang lain dari kelas produk yang sama) yang baik di semua (Nagle dan Holden, 2002).

Willingness to pay (WTP) adalah kesediaan membayar untuk suatu kondisi lingkungan atau penelitian terhadap sumberdaya alam atau jasa dalam rangka memperbaiki kualitas. Konsep WTP atau kesediaan membayar menghasilkan nilai ekonomi yang didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang atau jasa untuk memperoleh barang atau jasa lainnya. Pengukuran dengan menggunakan konsep WTP ini dapat menerjemahkan misalnya nilai ekologis ekosistem kedalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai moneter suatu barang dan jasa. Willingness to pay juga dapat diartikan sebagai maksimal seseorang mau membayar untuk menghindari terjadinya penurunan terhadap sesuatu (Fauzi, 2006).

Secara umum, WTP atau kemauan atau keinginan untuk membayar didefinisikan sebagai jumlah yang dapat dibayarkan seorang konsumen untuk memperoleh suatu barang atau jasa. WTP adalah harga maksimum dari suatu barang yang ingin dibeli oleh konsumen pada waktu tertentu. Sedangkan, pengertian WTP pada konsumen adalah kesanggupan konsumen untuk membeli suatu barang. WTP itu sebenarnya adalah harga pada tingkat konsumen yang


(17)

merefleksikan nilai barang atau jasa dan pengorbanan untuk memperolehnya. Di sisi lain, WTP ditujukan untuk mengetahui daya beli konsumen berdasarkan persepsi konsumen. Memahami konsep WTP konsumen terhadap suatu barang atau jasa harus dimulai dari konsep utilitas, yaitu manfaat atau kepuasan karena mengkonsumsi barang atau jasa pada waktu tertentu. Setiap individu ataupun rumah tangga selalu berusaha untuk memaksimumkan utilitasnya dengan pendapatan tertentu, dan ini akan menentukan jumlah permintaan barang atau jasa yang akan dikonsumsi. Permintaan diartikan sebagai jumlah barang atau jasa yang mau atau ingin dibeli atau dibayar (willingness to buy or willingness to pay) oleh konsumen pada harga tertentu dan waktu tertentu. Sejumlah uang yang ingin dibayarkan oleh konsumen akan menunjukkan indikator utilitas yang diperoleh dari barang tersebut.

Beberapa pendekatan yang digunakan dalam WTP untuk menghitung peningkatan atau kemunduran kondisi lingkungan adalah:

1. Menghitung biaya yang bersedia dikeluarkan oleh individu untuk mengurangi dampak negatif pada lingkungan karena adanya suatu kegiatan pembangunan 2. Menghitung pengurangan nilai atau harga dari suatu barang akibat semakin

menurunnya kualitas lingkungan

3. Melalui suatu survei untuk menentukan tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar dalam rangka mengurangi dampak negatif pada lingkungan atau untuk mandapatkan lingkungan yang lebih baik

2.5.1 Metode Memperoleh Besarnya Nilai WTP

Penghitungan WTP dapat dilakukan secara langsung (direct method) dengan melakukan survei, dan secara tidak langsung (indirect method), yaitu penghitungan terhadap nilai dari penurunan kualitas lingkungan yang telah terjadi. Terdapat empat metode bertanya (Elicitaion Method) yang digunakan untuk memperoleh penawaran besarnya nilai WTP responden (Hanley and Spash, 1993), yaitu:

1. Metode tawar menawar (bidding game)

Metode ini dilaksanakan dengan menanyakan kepada responden apakah bersedia membayar sejumlah uang tertentu yang diajukan sebagai titik awal


(18)

(starting point). Jika “ya”, maka besarnya nilai uang dinaikan sampai ke tingkat yang disepakati.

2. Metode pertanyaan terbuka (open-ended question)

Metode ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah maksimal uang yang ingin dibayarkan atas perubahan. Sehingga diketahui secara pasti berapa besar responden bersedia membayar.

3. Metode kartu pembayaran (payment card)

Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar dimana responden tersebut dapat memilih nilai maksimal atau minimal yang sesuai dengan preferensinya. Untuk menggunakan metode ini, diperlukan pengetahuan statistik yang relatif baik. 4. Metode pertanyaan pilihan dikotomi (dichotomous choice)

Metode ini menawarkan responden sejumlah uang tertentu dan menanyakan apakah responden mau membayar atau tidak sejumlah uang tersebut untuk memperoleh peningkatan kualitas lingkungan tertentu.

5. Metode Contingent Ranking

Metode ini responden tidak ditanya secara langsung berapa nilai yang ingin dibayarkan, tetapi responden diperlihatkan ranking dari kombinasi kualitas lingkungan yang berbeda dan nilai moneternya kemudian diminta mengurut beberapa pilihan dari yang paling memungkinkan sampai yang paling tidak memungkinkan.

Memperoleh nilai WTP dari resonden cukup dengan menggunakan satu metode bertanya, tidak perlu menggunakan lebih dari satu metode. Setiap metode bertanya besaran nilai WTP terdapat kelebihan dan kekurangan dalam penentuan nilai tawaran. Hal tersebut dapat dilihat dalam Tabel 4.

Tabel 4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Penentuan Nilai WTP Kriteria Open-ended

Question Bidding Game Payment Card Dichotomous Chioce Contingent Ranking Penerapan W/T/P W/T W/P W/T/P W/T/P Kesesuaian Rendah Menengah Menengah Tinggi Tinggi Kemungkinan Bias - √ √ √ √ Kesulitan Estimasi - - - √ √ Kecocokan - - - √ √ W = Wawancara langsung; T = Melalui Telepon; P = Melalui Pos


(19)

2.5.2 Tahap-Tahap dalam Penerapan Analisis Willingness to Pay

Tahap-tahap dalam penilaian penerapan kesediaan membayar (Hanley dan Spash, 1993) :

1. Membuat Pasar Hipotetik

Tahap awal adalah membuat pertanyaan mengenai nilai dari barang atau jasa. Pasar hipotetik tersebut membangun suatu alasan mengapa masyarakat seharusnya membayar terhadap barang atau jasa.

2. Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTP

Tahap kedua ini adalah administrasi suvei. Tahap ini dilakukan memalui wawancara dengan panduan kuisioner.

3. Memperkirakan Nilai Rata-Rata WTP

Setelah data mengenai WTP terkumpul, tahap selanjutnya adalah perhitungan nilai rata-rata (mean).

2.6 Analisis Crosstab – Chi Square

Analisis Crosstab merupakan analisis dasar untuk hubungan antar variabel kategori (nominal dan ordinal). Penambahan variabel kontrol untuk mempertajam analisis sangat dimungkinkan. Crosstab data digunakan untuk mengetahui hubungan atau distribusi respons antara variabel data dalam bentuk baris dan kolom. Sedangkan analisis crosstab chi square adalah suatu analisis hubungan antar variabel data nominal.

Tabulasi silang (crosstab) digunakan untuk menggambarkan jumlah data dan hubungan antar variabel. Selain itu, untuk menguji ada tidaknya hubungan antar variabel pengaruh dengan variabel terpengaruh dimana salah satu variabel minimal nominal dilakukan uji hipotesa. Crosstab digunakan untuk menyajikan deskripsi data dalam bentuk tabel silang yang terdiri atas baris dan kolam. Data input yang dimasukan dalam penggunaan crosstab adalah data nominal atau ordinal.

Uji ketergantungan untuk crosstab pada statistik ditentukan melalui chi-square test dengan mengamati ada tidaknya hubungan antarvariabel yang dimasukan (baris dan kolam). Penentuan chi-square test menggunakan hipotesis yaitu :


(20)

H0 : Tidak ada hubungan antara baris dan kolam H1 : Ada hubungan antara baris dan kolam

Pengambilan keputusan akan lebih mudah jika menggunakan program SPSS dengan menggunakan nilai Asymp. Sig. (2-sided) yang terdapat pada Chi-Square Test. Apabila nilai Asymp. Sig. (2-sided) lebih dari α (taraf nyata) maka H0 diterima. Apabila nilai Asymp. Sig. (2-sided) kurang dari α (taraf nyata) maka H0 ditolak yang artinya ada hubungan antara baris dan kolam (Wahana, 2007).

2.7 Model Logit

Analisis regresi logit merupakan bagian dari analisis regresi. Analisis ini mengkaji hubungan pengaruh-pengaruh peubah penjelas (χ) terhadap peubah respon (Y) melalui model persamaan matematis tertentu. Namun jika peubah respon dari analisis regresinya berupa kategorik, maka analisis regresi yang digunakan adalah analisis regresi logit (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Peubah kategori bisa merupakan suatu pilihan ya/tidak atau suka/tidak. Sedangkan peubah penjelas pada analisis regresi logit ini dapat berupa peubah kategori maupun numerik, untuk menduga besarnya peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon.

Model logit diturunkan berdasarkan fungsi peluang logistik kumulatif yang dispesifikasikan sebagai berikut:

Pi = F(Zi) = F(α+βXi) = = (2.1) = (2.2)

Peubah Pi/(1-Pi) dalam persamaan di atas disebut odds, yang sering juga diistilahkan dengan risiko atau kemungkinan, yaitu rasio peluang terjadi pilihan satu terhadap peluang terjadinya pilihan nol alternatifnya. Nilai Odds adalah suatu indikator kecenderungan seseorang menentukan pilihan satu. Jika persamaan (2.2) ditransformasikan dengan logaritma natural maka:

= ln → ln = = α+βXi (2.3) Persamaan (3) ini menunjukan bahwa salah satu karakteristik penting dari model logit adalah bahwa model ini mentransformasikan masalah prediksi


(21)

peluang dalam selang (0;1) ke masalah prediksi log odds tentang kejadian (Y=1) dalam selang bilangan riil (Juanda, 2009).

2.8 Analisis Regresi Linear Berganda

Pada regresi berganda (multiple regression model) dengan asumsi bahwa peubah tak bebas (respons) Y merupakan fungsi linier dari beberapa peubah bebas X1, X2, ... , Xk dan komponen sisaan ε (error). Model ini sebenarnya merupakan pengembangan model regresi sederhana dengan satu peubah bebas sehingga

asumsi mengenai sisaan ε, peubah bebas X dan peubah tak-bebas Y juga sama. Persamaan model regresi liner berganda secara umum adalah sebagai berikut :

Yi = β1X1i+ β2X2i+ β3X3i+ ... + βkXki+ εi (2.4) Subskrip i menunjukkan nomor pengamatan dari 1 sampai N untuk data populasi atau sampai n untuk data contoh (sample). Xki merupakan pengamatan ke-i untuk

peubah bebas Xk . Koefisien β1 dapat merupakan intersep model regresi

berganda.

Untuk mendapatkan koefisien regresi parsial digunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square atau OLS). Metode OLS dilakukan dengan pemilihan parameter yang tidak diketahui sehingga jumlah kuadrat kesalahan pengganggu (Residual Sum of Square atau RRS) yaitu Σei 2 = minimum (terkecil). Pemilihan model ini didasarkan dengan pertimbangan metode ini mempunyai sifat-sifat karakteristik optimal, sederhana dalam perhitungan dan umum digunakan. Asumsi utama yang mendasari model regresi berganda dengan metode OLS adalah sebagai berikut (Firdaus, 2004) :

1. Nilai yang diharapkan bersyarat (Conditional Expected Value) dari εi tergantung pada Xi tertentu adalah nol.

2. Tidak ada korelasi berurutan atau tidak ada korelasi (non-autokorelasi) artinya dengan Xi tertentu simpangan setiap Y yang manapun dari nilai rata-ratanya tidak menunjukkan adanya korelasi, baik secara positif atau negatif. 3. Varians bersyarat dari € adalah konstan. Asumsi ini dikenal dengan nama

asumsi homoskedastisitas.

4. Variabel bebas adalah nonstokastik yaitu tetap dalam penyampelan berulang jika stokastik maka didistribusikan secara independent dari gangguan €.


(22)

5. Tidak ada multikolinearitas antara variabel penjelas satu dengan yang lainnya.

6. € didistibusikan secara normal dengan rata-rata dan varians yang diberikan oleh asumsi 1 dan 2.

Apabila semua asumsi yang mendasari model tersebut terpenuhi maka suatu fungsi regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan pendugaan dengan metode OLS dari koefisien regresi adalah penduga tak bias linier terbaik (best linier unbiased estimator atau BLUE). Sebaliknya jika ada asumsi dalam model regresi yang tidak terpenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh maka kebenaran pendugaan model tersebut atau pengujian hipotesis untuk pengambilan keputusan dapat diragukan. Penyimpangan 2, 3, dan 5 memiliki pengaruh yang serius sedangkan asumsi 1,4, dan 6 tidak.

2.9 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai dampak kenaikan harga BBM terhadap omzet dan pengeluaran konsumsi rumah Tangga di kota Bogor yang dilakukan oleh yang dilakukan oleh Rahmadini (2007). Penelitian dilakukan dengan menggunakan uji statistik berupa uji t terhadap pendapatan dan pengeluaran sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM serta analisis data kemudian dilakukan secara kualitatif dan dijabarkan dalam pendeskripsian. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa adanya kenaikan harga BBM berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pendapatan rumah tangga pengojeg motor. Sementara itu, kenaikan harga BBM berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga pengojeg motor.

Analisis antara sistem transportasi, struktur kota dan konsumsi BBM diteliti oleh Mudjiastuti (2004). Mudjiastuti menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara struktur kota dengan konsumsi BBM, ada hubungan yang erat anatara transportasi terhadap konsumsi BBM dan truk merupakan indikator paling kuat.

Analisis evaluasi kebijakan subsidi nonBBM yang dilakukan oleh Handoko (2005) menyimpulkan bahwa beban subsidi nonBBM lebih ringan dibandingkan dengan subsidi BBM. Secara total beban subsidi non-BBM relatif


(23)

stabil dari tahun ke tahun walaupun ada beberapa subsidi yang mengalami penurunan, akan tetapi ada juga subsidi yang mengalami kenaikan. Beban subsidi listrik, bunga kredit program, dan pangan mengalami penurunan pada 2006 sedangkan beban subsidi pupuk dan benih mengalami peningkatan.

Analisis mengenai persoalan pada subsidi BBM yang dilakukan oleh Nugroho (2004) menyimpulkan bahwa secara akuntansi subsidi BBM tidak terdapat kaitan antara pendapatan dan penjualan minyak mentah dengan biaya yang dibutuhkan untuk menyediakan BBM di dalam negeri. Subsidi BBM telah berkembang melampaui kemampuan dari pendapatan ekspor minyak bumi untuk menanggung beban subsidi BBM tersebut. Oleh karena itu, secara bertahap subsidi BBM perlu dihapuskan.

2.10 Kerangka Pemikiran Operasional

Krisis energi merupakan salah satu kabar yang melanda dunia saat ini. Krisis energi yang terjadi saat ini disebabkan oleh tingginya penggunaan sumber energi yang tidak terbarukan, terutama minyak bumi. Di sisi lain, kenaikan harga minyak dunia memberikan dampak yang sangat besar bagi Indonesia sejak status negara berubah menjadi net impotir karena konsumsi dan penurunan produksi BBM dalam negeri. Tingginya konsumsi yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi BBM, sehingga untuk mencukupi kebutuhan minyak dalam negeri dilakukan dengan cara impor.

Harga jual BBM bersubsidi yang lebih murah jika dibandingkan dengan harga bahan bakar lainnya serta dibandingkan dengan negara berkembang lainnya menunculkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Mencari keuntungan besar dengan menjual BBM bersubsidi dengan harga yang lebih tinggi. Hal ini tentu saja merugikan pemerintah karena nilai subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah akan meningkat yang akan menyebabkan defisit APBN.

Dalam APBN, jumlah subsidi BBM diperkirakan dengan menggunakan asumsi-asumsi seperti asumsi harga minyak internasional dan asumsi penerimaan negara, sehingga tidak jarang terjadi perbedaan antara jumlah yang ditargetkan dengan jumlah subsidi yang terealisasi. Jumlah subsidi BBM yang terealisasi cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dalam jumlah nominal


(24)

maupun dalam presentasenya terhadap pengeluaran negara secara total. Harga minyak mentah dunia melonjak hingga US$ 120 per barel. Padahal dalam Anggaran Pendapatandan Belanja Negara (APBN) 2012, pemerintah menetapkan subsidi sebesar Rp 123 triliun dengan asumsi harga minyak US$ 90 per barel. Hal tersebut juga menyebabkan terjadinya defisit APBN.

Kenaikan harga minyak dunia dan defisit APBN memaksa pemerintah untuk menurunkan subsudi BBM. Hal ini dianggap solusi untuk mengatasi defisit APBN yang besar untuk subsidi. Tidak dapat dipungkiri subsidi energi adalah subsidi yang paling besar dibandingkan dengan subsidi pendidikan dan subsidi pangan, subsidi pertanian dan subsidi lainnya. Penggurangan subsidi energi dalam hal ini adalah bahan bakar minyak (BBM) dilakukan dengan cara menaikkan harga jual di masyarakat.

Jasa angkutan barang merespon kebijakan penggurangan subsidi BBM dengan berbagai tanggapan. Responden dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diduga akan memberikan respon positif terhadap kenaikan harga BBM. Responden dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi dianggap lebih mengerti tentang keadaan ekonomi Indonesia.

Kenaikan harga BBM memberikan dampak secara langsung bagi jasa transportasi. Jasa transportasi angkutan penumpang juga angkutan barang karena jasa tersebut adalah pengguna subsidi BBM terbesar untuk jenis bensin. Berbagai macam respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang perihal kenaikan harga BBM perlu dipertimbangkan. Oleh karena itu diperlukan analisis mengenai respon terhadap kenaikan harga BBM dan kesediaan membayar harga BBM dari pemilik usaha jasa angkutan barang. Diharapkan dengan analisis ini dapart dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan subsidi BBM. Secara ringkas kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 2.


(25)

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

Naiknya harga minyak dunia Defisit anggaran belanja negara

Kebijakan menggurangi subsidi

Kenaikan harga BBM

Faktor-faktor yang memengaruhi respon dari pemilik jasa angkutan barang

terhadap kenaikan harga BBM

Kesediaan untuk membayar harga

BBM

Rekomendasi untuk kebijakan subsidi BBM Analisis Tabulasi

Silang(Crosstab)

Analisis Regresi Logit

Penghitungan Willingness to Pay


(26)

2.11 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari variabel yang dianalisis adalah:

a. Willingness to pay; Rodriguez et al (2007) dalam penelitiannya mengenai willingness to pay for organic food in Argentina menyebutkan bahwa banyak konsumen mencari keamanan pangan dan bersedia membayar harga lebih tinggi untuk dapat sehat dan mengurangi risiko penyakit. Sehingga diduga nilai willingness to pay yang diperoleh akan lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang berlaku sekarang.

b. CC kendaraan; Menurut Maxensius dan tim penilitian ekonomi LIPI (2007) yang melakukan penelitian mengenai konsumsi dan transportasi, CC kendaraan secara signifikan berpengaruh positif terhadap konsumsi BBM. Semain besar CC kendaraan yang dimiliki maka akan semakin besar konsumsi BBM. Hal tersebut memengaruhi respon jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM.

c. Omzet; Rahmadini (2007) dalam penelitiannya mengenai dampak kenaikan harga BBM menyebutkan bahwa kenaikan harga BBM berpengaruh negatif terhadap pendapatan tukang ojeg. Sehingga variabel omzet akan memengaruhi respon jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM.


(27)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Jakarta dan Bogor. Pemilihan wilayah Jakarta dengan pertimbangan wilayah tersebut merupakan Ibu Kota Indonesia yang merupakan pusat berbagai aktivitas. Sedangkan wilayah Bogor merupakan wilayah pinggiran Jakarta yang berkembang dan termasuk dalam wilayah yang memiliki aktivitas yang tinggi. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2012.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data skunder. Data primer mengenai kesediaan membayar dan respon dari pemilik usaha jasa transportasi angkutan barang jenis pick up yang menggunakan bahan bakar bersubsidi (premium), diperoleh melalui survei dengan menggunakan teknik wawancara yang dipandu oleh kuisioner. Survei yang dilakukan adalah survei mengenai kebijakan pemerintah terhadap BBM bersubsidi (premium) dengan respondennya adalah pemilik usaha jasa transportasi angkutan barang jenis pick up. Data Skunder dalam penelitian ini diperoleh dari PT Pertamina dan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral.

3.3 Metode Pengumpulan Contoh

Metode pengambilan sampel data primer untuk penelitian ini menggunakan metode Convenience Sampling (Accidental Sampling). Pemilihan teknik ini karena tidak semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi anggota responden. Di sisi lain, tidak ada informasi yang pasti mengenai jumlah dari usaha jasa mobil pick up yang khusus untuk disewakan dalam jasa angkutan barang di wilayah Jakarta dan Bogor. Dalam hal ini siapa saja pemilik usaha jasa transportasi angkutan barang jenis pick up yang


(28)

ditemui dan bersedia diwawancarai maka orang tersebut yang menjadi sampel. Sampel yang diwawancarai sebanyak 60 sampel.

3.4 Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program software Microsoft Excel 2007 dan SPSS version 16.0 for Windows.

3.4.1 Analisis Besaran Willingness To Pay Responden Terhadap Kenaikan Harga BBM

Tahap-tahap dalam melakukan penelitian untuk menentukan WTP meliputi :

1. Membangun Pasar Hipotetis

Setelah kuisioner selesai dibuat, maka dilakukan kegiatan pengambilan contoh. Hal ini dapat dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner sebagai panduan. Pasar hipotetis dalam penelitian ini dibentuk atas dasar kabar kenaikan harga BBM pada tanggal 1 April 2012. Kabar tersebut menimbulkan banyak respon dari masyarakat. Penelitian ini mengambil respon dari para pemilik jasa angkutan barang yang menggunakan bahan bahak premium yaitu mobil pick up di wilayah Jakarta dan Bogor. Jika pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi subsidi BBM dengan menaikkan harga bahan bakar premium dengan alasan naiknya harga minyak dunia sehingga menyebabkan defisit APBN. Di sisi lain cadangan minyak bumi di dunia terutama di Indonesia yang semakin berkurang karena diekstraksi untuk keperluan minyak bumi dalam negeri. Penegeboran minyak bumi secara terus menerus akan berdampak pada habisnya cadangan minyak bumi yang dimiliki. Sehubungan dengan hal itu, akan ditanyakan apakah responden setuju dengan kenaikan harga BBM dan berapa besar nilai kesediaan membayar dari responden untuk kenaikan harga BBM tersebut? Apakah dengan harga BBM yang semakin mahal akan berdampak pada penngurangan penggunaan bahan bakar yang menyebabkan polusi?


(29)

2. Memperoleh Nilai WTP

Teknik yang digunakan dalam mendapatkan nilai WTP dilakukan dengan metode pertanyaan terbuka (open-ended question). Metode ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah maksimal uang yang ingin dibayarkan atas perubahan. Sehingga mendapatkan jawaban serta angka pasti yang sesuai dengan responden tanpa adanya pengaruh dari luar.

3. Menghitung Nilai Willingness to Pay

Cara untuk menghitung besaran nilai WTP dengan melakukan nilai rata-rata dari penjumlahan keseluruhan nilai WTP dibagi dengan jumlah responden. Nilai WTP dibagi dengan rumus :

WTP = ∑in Wi . Pfi (2.5)

dimana:

WTP = Dugaan WTP (Rupiah)

Wi = Batas bawah WTP pada kelas ke- i

Pfi = Frekuensi relatif kelas ke-i n = Jumlah kelas

i = Sampel

4. Analisis Willingness to Pay Jasa Angkutan Barang terhadap Kenaikan Harga BBM.

Faktor-faktor yang mempengaruhi WTP jasa angkutann barang terhadap kenaikann harga BBM dapat dianalisa dengan menggunakan model regresi linear berganda. Model regresi dalam penelitian ini adalah:

WTPi = 0 + 1JTGi + 2PNDKi + 3OMZi + 4PBHi + 5CMi +

6FS i+ 7JMi+ εi (2.6)

dimana:

WTPi = Besaran kesediaan membayar (Rp. / liter)

0 = Intersep

1 , 2, 3,…, 10 = Koefisien dari regresi

JTG = Jumlah tanggungan dari responden (Orang)


(30)

OMZ = Omzet per bulan (Jutaan Rupiah) PBH = Penggunaan BBM per hari (Liter) CM = CC mobil pick up (CC)

FS = Frekuensi sewa per minggu

JM = Jumlah mobil yang dimiliki (Mobil)

ε = Galat

Pengujian secara statistik perlu dilakukan untuk memeriksa kebaikan suatu model yang telah dibuat. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Uji Kenormalan

Pengujian normalitas residual dapat dilihat dari grafik normal P-P Plot. Apabila setiap pancaran data residual berada di sekitar garis lurus melintang, maka dikatakan bahwa residual mengikuti fungsi distribusi normal. Selain dengan metode grafik normal P-Plot, untuk memvalidasi data bahwa residual mengikuti distribusi normal, perlu dilakukan pengujian normalitas dengan statistic uji Kolmogorov-Smirnov, dimana apabila diperoleh p-value lebih besar dari taraf nyata, maka dapat disimpulkan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal.

2. Uji Keragaman (R2 test)

Uji keragaman digunakan untuk melihat sejauh mana besar keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Uji ini juga digunakan untuk melihat seberapa kuat variabel yang dimasukkan ke dalam model

dapat menerangkan model. Dua sifat R2adalah besaran negatif dan batasnya antara

nol sampai satu. Suatu R2sebesar 1 berarti kecocokan sempurna sedangkan R2yang

bernilai nol berarti tidak ada hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel yang menjelaskan.

3. Uji F Statistik

Uji F digunakan untuk membuktikan secara statistik bahwa seluruh koefisien regresi juga signifikan dalam menentukan nilai dari variabel tak bebas. Untuk uji F hipotesis diuji adalah:

H0 : β0 = β1 = … = βn = 0


(31)

Jika seluruh nilai sebenarnya dari parameter regresi sama dengan nol, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan linear antara variabel tak bebas dengan variabel-variabel bebas.

4. Uji Multikolinearitas

Multikolinear adalah situasi adanya korelasi variabel-variebel bebas di antara satu dengan yang lainnya. Variabel-variabel bebas yang bersifat orthogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi di antara sesaman ya adalah nol. Jika korelasi di antara sesama variabel bebas ini sama dengan satu, maka konsekuensinya adalah koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir, nilai standard error setiap koefisien menjadi tak terhingga. Gujarati (2006) menyatakan indikasi terjadinya multikolinearitas dapat terlihat melalui:

a. Nilai R-squared yang tinggi tetapi sedikit rasio yang signifikan.

b. Korelasi berpasangan yang tinggi antara variabel-variabel independennya. c. Melakukan regresi tambahan (auxiliary) dengan memberlakukan variabel

independen sebagai salah satu variabel dependen dan variabel independen lainnya tetap diberlakukan sebagai variabel independen.

5. Uji Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi metode pendugaan metode kuadrat terkecil adalah homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas asumsi homoskedastisitas adalah heteroskedastisitas. Langkah-langkah pengujian heteroskedastisitas dengan uji white heteroskedastisitas sebagai berikut:

H0 : tidak ada heteroskedastisitas H1 : ada masalah heteroskedastisitas

Tolak H0 jika obs* R2 > λ2 df-2 atau probability obs* R2 < α Gejala heteroskedastisitas juga dapat dideteksi dengan melihat dari plot grafik hubungan antar residual dengan fits-nya. Jika pada gambar ternyata residual menyebar dan tidak membentuk pola tertentu, maka dapat dikatakan bahwa dalam model tersebut tidak terdapat gejala heteroskedastisitas atau ragam error sama.


(32)

6. Uji Autokorelasi

Salah satu asumsi dari model regresi linier adalah bahwa tidak ada

autokorelasi atau korelasi serial antara sisaan (εt), atau dengan kata lain sisaan menyebar bebas. Masalah autokorelasi sering terjadi dalam data time series, meskipun demikian masalah ini dapat juga dalam data cross section. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dapat digunakan metode grafik atau dengan menggunakan uji Durbin-Watson, yaitu dengan asumsi sebagai berikut:

H0 : tidak ada autokorelasi H1 : ada autokorelasi

Kriteria keputusan: tolak H0 bila nilai Durbin-Watson d<du atau (4-du)<du atau terima H0 bila du<d<4-du.

3.4.2 Analisis Respon Terhadap Kenaikan Harga BBM 3.4.2.1 Analisis Crosstab

Tabulasi silang (crosstab) digunakan untuk menggambarkan jumlah data dan hubungan antar variabel. Selain itu, untuk menguji ada tidaknya hubungan antar variabel pengaruh dengan variabel terpengaruh dimana salah satu variabel minimal nominal dilakukan uji hipotesa. Crosstab digunakan untuk menyajikan deskripsi data dalam bentuk tabel silang yang terdiri atas baris dan kolam. Data input yang dimasukan dalam penggunaan crosstab adalah data nominal atau ordinal.

Fungsi dari analisis crosstab adalah untuk menggambarkan jumlah data dan hubungan antarvariabel. Uji ketergantungan untuk crosstab pada statistik ditentukan melalui chi-square test dengan mengamati ada tidaknya hubungan antarvariabel yang dimasukan (baris dan kolam). Penentuan chi-square test menggunakan hipotesis yaitu:

H0 : Faktor yang diuji tidak berhubungan nyata dengan respon responden H1 : Faktor yang diuji berhubungan nyata dengan respon responden

Pengambilan keputusan dengan menggunakan nilai Asymp. Sig. (2-sided) yang terdapat pada chi square test. Apabila nilai Asymp. Sig. (2-sided) lebih dari


(33)

α (taraf nyata) maka H0 ditolak yang artinya ada hubungan antara baris dan kolam (Wahana, 2007).

3.4.2.2 Analisis Model Logit

Menentukan tingkat penerimaan responden terhadap pembayaran jasa lingkungan sebagai upaya konservasi dikumpulkan berupa data binner. Jika peubah respon dari analisis regresinya berupa kategorik, maka analisis regresi yang digunakan adalah analisis regresi logit (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Peubah kategori bisa merupakan suatu pilihan ya/tidak atau suka/tidak. Sedangkan peubah penjelas pada analisis regresi logit ini dapat berupa peubah kategori maupun numerik, untuk menduga besarnya peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon.

Data binner merupakan bentuk data yang menggambarkan pilihan “Ya atau Tidak”. Kondisi seperti ini, jenis penggunaan regresi yang sesuai untuk pemodelan adalah regresi logit. Hal yang membedakan model regresi logit dengan regresi biasa adalah peubah terikat dalam model bersifat dikotomi (Hosmer dan Lameshow, 1989). Bentuk fungsi ini model logit adalah :

   

 

 

pi 1

pi log

Logit(pi) e (2.7)

Logit(pi) = 0 + 1JTGi+ 2NDKi+ 3OMZi+ 4PBHi+ 5WTPi+ 6CMi+

7FSi+ 8JMi+ εi (2.8)

dimana:

Logit(pi) = Peluang responden Setuju dengan kenaikan harga BBM (bernilai 1 untuk “setuju” dan bernilai 0 untuk “tidak setuju”)

0 = Intersep

1 , 2, 3,…, 10 = Koefisien dari regresi

JTG = Jumlah tanggungan dari responden (Orang)

PNDK = Tingkat pendidikan (“1” untuk SD, “2” untuk SMP, “3” untuk SMA) OMZ = Omzet per bulan (Jutaan Rupiah)


(34)

WTP = Kesediaan membayar (Rupiah/ liter) CM = CC mobil pick up (CC)

FS = Frekuensi sewa per minggu

JM = Jumlah mobil yang dimiliki (Mobil)

ε = Galat

Pengujian terhadap parameter model dilakukan untuk memeriksa kebaikan model. Uji statistik yang dilakukan adalah dengan menggunakan statistik Odds Ratio. Pengertian dari Odd Ratio adalah Rasio peluang terjadi pilihan-1 terhadap peluang terjadi pilihan-0 (Juanda, 2009). Koefisien bertanda positif menunjukan nilai odds ratio yang lebih besar dari satu, hal tersebut mengindikasikan bahwa peluang kejadian sukses lebih besar dari peluang kejadian tidak sukses. Sedangkan koefisien yang bertanda negatif mengindikasikan bahwa peluang kejadian tidak sukses lebih besar dari peluang kejadian sukses.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

Variabel yang akan dimasukan ke dalam regresi dan diduga berpengaruh terhadap respon kenaikan harga BBM adalah:

1. Variabel terikat (dependent) yang digunakan memiliki nilai nol “0” dan satu “1”. Nilai nol “0” mewakili jawaban responden yang tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. Nilai satu “1” mewakili jawaban responden yang setuju

dengan kenaikan harga BBM.

2. Variabel jumlah tanggungan diduga akan memengaruhi respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM. Dikarenakan jumlah tanggungan terkait dengan besarnya pengeluaran responden setiap hari, semakin besar jumlah tanggungan maka akan semakin tidak setuju dengan kenaikan harga BBM yang pasti berdampak pada kenaikan harga kebutuhan sehari-hari.

3. Variabel tingkat pendidikan diduga memengaruhi respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM karena dengan tingginya pendidikan seseorang dapat membuat orang tersebut mengetahui perkembangan ekonomi sehingga bersedia membayarkan harga BBM lebih tinggi dari harga sekarang dan setuju dengan kenaikan harga BBM.


(35)

4. Variabel omzet juga diduga akan memengaruhi respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM, semakin besar omzet seseorang maka akan semakin besar peluang untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM.

5. Variabel penggunaan BBM per hari diduga akan memengaruhi respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM. Semakin besar penggunaan BBM per hari maka akan semakin meningkatkan pengeluaran akan alokasi dana untuk bahan bakar. Hal tersebut akan menyebabkan semakin besar penggunaan BBM per hari maka responden semakin tidak bersedia membayar kenaikan harga BBM. Sehingga semakin besar penggunaan BBM per hari semakin tidak setuju dengan kenaikan harga BBM.

6. Variabel besaran kesediaan membayar atau willingness to pay (WTP) oleh responden diduga sangat kuat merpengaruhi respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM. Semakin besar kesediaan membayar (WTP) maka peluang untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM akan semakin besar. Kesediaan membayar yang lebih tinggi dapat disebabkan tingkat pendidikan atau pengetahuan akan keadaan perekonomian negara Indonesia.

7. Variabel CC mobil diduga akan memengaruhi respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM. Semakin besar CC mobil maka akan semakin boros dalam penggunaan bahan bakarnya.

8. Variabel frekuensi sewa per minggu diduga akan memengaruhi respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM. Semakin banyak sewa maka akan semakin besar omzet dan akan memberikan peluang yang lebih besar untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM.

9. Variabel jumlah mobil diduga akan memengaruhi respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM. Semakin banyak mobil yang dimiliki responden maka semakin setuju karena semakin banyak jumlah mobil yang dimiliki mengindikasikan tingkat kemakmuran atau tingkat pendapatan yang lebih tinggi.


(36)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Angkutan Barang (Mobil Pick Up) yang Berbahan Bakar Premium di Jakarta dan Bogor

Angkutan darat, udara dan laut memiliki kelebihan dan kekurangan dalam melakukan pengangkutan terutama dalam pengangkutan barang dalam jumlah besar. Jarak tempuh yang dekat akan lebih murah dalam biaya pengangkutan barang jika menggunakan angkutan darat. Waktu yang perlu ditempuh dengan menggunakan angkutan darat juga lebih efisien jika yang ditempuh adalah jarak dekat dibandingkan dengan angkutan laut dan udara. Angkutan darat memiliki kelebihan yaitu cocok untuk pengangkutan barang dalam jumlah banyak jika yang ditempuh adalah jarak tempuh yang dekat.

Sektor transportasi merupakan konsumen bahan bakar bersubsidi yang paling besar. Jika terjadi kenaikan harga bahan bakar maka akan memberikan dampak yang besar dalam sektor transportasi. Angkutan umum penumpang dan barang akan menaikkan tarif angkutannya. Tarif angkutan penumpang secara resmi ditentukan oleh Dinas Perhubungan (Dishub). Angkutan barang untuk darat dengan menggunakan truk dan mobil pick up tidak memiliki ketetapan tarif dari Dinas Perhubungan (Dishub).

Wilayah Jakarta dan Bogor merupakan wilayah dengan aktivitas masyarakatnya yang tinggi. Sehingga membutuhkan transportasi untuk angkutan penumpang maupun angkutan barang. Hal tersebut yang menyebabkan banyaknya masyarakat yang menggunakan jasa penyewaan truk dan mobil pick up untuk mengangkut barang. Sehingga usaha sewa angkutan barang di wilayah Jakarta dan Bogor menjadi banyak. Hal yang membedakan truk dengan mobil pick up adalah bahan bakar dan kapasitas muatan. Truk menggunakan bahan bakar solar sedangkan pick up menggunakan bahan bakar jenis premium. Truk memiliki kapasitas muatan yang lebih besar dibandingkan dengan mobil pick up.

Responden usaha jasa penyewaan mobil pick up yang digunakan untuk mengangkut barang adalah usaha yang tidak memiliki rental resmi atau kios


(37)

khusus penyewaan mobil. Pangkalan penyewaan mobil pick up banyak terdapat di Jakarta dan Bogor, beberapa pemilik usaha yang meyewakan mobil pick up di pangkalan inilah yang menjadi responden. Lokasi pangkalan yang menjadi tempat penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Lokasi Penelitian dan Distribusi Responden Jasa Angkutan Barang terhadap Kenaikan Harga BBM

No. Lokasi Jasa Usaha Angkutan Barang Jumlah Responden 1. Pasar Tanah Abang, Jakarta 3

2. Darmawangsa, Jakarta 11 3. Adiyaksa, Lebak Bulus, Jakarta 2 4. Pasar Kebayoran Lama, Jakarta 9 5. Pasar Cibinong, Bogor 3 6. Hotel Duta Berlian, Bogor 2 7. Sindang Barang, Bogor 8 8. Pasar Induk Kemang Bogor 9 9. Jalan Yasmin, Bogor 2

10. Pasar Bogor 5

11. Pasar Anyar, Bogor 1

12. Jalan Cipaku, Bogor 5

Total Responden 60

4.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM

Respon pengusaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM, diperoleh sebanyak 60 responden yang dimintai pendapatnya mengenai kenaikan harga BBM , sebanyak 25 responden (41, 67 persen) menyatakan tidak setuju dengan kenaikan harga BBM dan 35 responden (58,33 persen) menyatakan setuju dengan kenaikan harga BBM. Responden yang tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM memiliki alasan yang sama. Mereka khawatir dengan kenaikan harga semua barang terutama harga kebutuhan pokok sehari-hari serta biaya perawatan mobil yang mereka gunakan untuk usaha sewa jasa angkutan barang. Sedangkan responden yang setuju dengan kenaikan harga BBM tidak serta merta begitu saja setuju dengan kenaikan harga BBM tetapi, mereka mengajukan beberapa syarat, diantaranya: (i) tidak boleh adanya kelangkaan BBM atau tidak sulit untuk


(38)

memperoleh BBM; (ii) naiknya harga barang-barang kebutuhan pokok tidak terlalu tajam; (iii) diringankannya biaya pengobatan di rumah sakit; (iv) diringinkannya biaya sekolah; (v) tidak diberlakukannya Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau Bantuan Langsung Sementara (BLS). Mereka tidak setuju dengan adanya BLT atau BLS karena tidak semua rakyat miskin yang menikmati, sebaliknya yang terjadi adalah korupsi dana BLT atau BLS oleh aparat negara yang bersangkutan.

Gambar 3. Distribusi Responden Berdasarkan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM

Pemilik jasa sewa angkutan barang yang setuju lebih besar dibandingkan dengan pemilik yang tidak setuju. Pemilik yang setuju dengan kenaikan harga BBM tidak terlalu mempedulikan kenaikan haraga BBM. Apabila harga BBM naik dalam hal ini adalah premium maka, pengusaha jasa sewa angkutan barang akan menaikan tarif atau harag sewa mereka kepada pelanggan. Kenaikkan harga sewa tersebut merupakn beban yang ditanggung oleh pelanggan karena kenaikan harga BBM. Usaha sewa angkutan barang tidak memiliki penetapan tarif dari Dinas Perhubungan (Dishub) setempat. Penetapan tarif yang diberlakukan merupakan tarif yang ditawarkan kepada pelanggan berdasarkan perhitungan pemilik usaha sendiri.

4.1.2 Karakteristik rersponden Berdasarkan Besaran Kesediaan Membayar Harga BBM

Kesediaan membayar dari responden yang diwawancarai berbeda-beda tetapi, besaran kesediaan membayar responden selalu kelipatan Rp 500. Besaran kesediaan membayar responden adalah Rp 4.500, Rp 5.000, Rp 5.500 dan Rp


(39)

6.000. Walaupun pada kenyataanya para responden telah mengetahui bahwa pemerintah akan menaikan harga premium dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.000. kabar tersebut mereka dapatkan dari media cetak dan media elektronik.

Gambar 4. Distribusi Responden Berdasarkan Kesediaan Membayar BBM Per Liter

Kesediaan membayar dengan harga Rp 5.000 menjadi jawaban mayoritas responden. Alasan mereka adalah agar mudah dalam penghitungan dan pembulatan jika membeli bahan bakar. Besaran kesediaan membayar Rp 5.000 tidak terlalu jauh dari harga premium saat ini yaitu Rp 4.500 dan ini dirasa relevan oleh responden yang rata-rata beromzet rendah. Tidak ada dari responden yang menyatakan kesediaan membayar lebih besar dari harga Rp 6.000 atau lebih dari harga pertamax saat ini. Apabila harga premium sama dengan harga pertamax maka, responden akan pindah menjadi pengguna pertamax, karena pertamax memiliki kualitas yang lebih bagus dibandingkan dengan premium.

Tabel 6. Hubungan Antara Kesediaan Membayar dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM

Respon Terhadap Kenaikan Harga BBM

Kesediaan Membayar (Rupiah) Total 4.500 5.000 5.500 6.000

Respon Tidak Setuju 8 13 4 0 25

Setuju 3 14 8 10 35


(40)

Hubungan kesediaan untuk membayar dengan respon terhadap kenaikan harga BBM memiliki kecenderungan. Semakin tinggi kesediaan membayar maka akan semakin setuju dengan kenaikan harga BBM. Hal ini disebabkan oleh tingkat omzet dan tingkat pendidikan yang berbeda.

4.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan pengusaha jasa angkutan barang sebagian besar adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat. Sebagian dari responden adalah mereka yang telah pensiun dari pekerjaan sebelumnya. Sehingga mereka memutuskan untuk berwirausaha di bidang usaha ini.

Gambar 5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Respon terhadap kenaikan harga BBM berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan responden disajikan pada Tabel 7. Semakin rendah tingkat pendidikan semakin tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. Sebaliknya, semakin tinggi pendidikan maka responnya semakin setuju dengan kenaikan harga BBM. Hal tersebut disebabkan oleh tingkat pengetahuan yang semakin tinggi terhadap perekonomian dan situasi di negara.

Tabel 7. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM

Respon Terhadap Kenaikan Harga BBM

Tingkat Pendidikan Total SD SMP SMA

Respon Tidak Setuju 3 10 12 25

Setuju 0 9 26 35


(41)

4.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan

Jumlah tanggungan sebanyak tiga orang merupakan nilai yang paling tinngi atau dengan kata lain kebanyakan dari responden memiliki tiga orang tanggungan. Sebagai rincian sebanyak dua anak dan satu orang istri. Jumlah tanggungan yang beragam juga membuat pengeluaran rumah tangga yang beragam. Terutama biaya sekolah anak untuk respon yang memiliki anak usia sekolah. Serta ditambah dengan kebutuhan sehari-harinya yaitu kebutuhan untuk makan. Semakin banyak jumlah tanggungan semakin banyak kebutuhan akan makan sehari-hari. Hal inilah yang perlu diperhatikan dalam omzet dan pengeluaran dari rumah tangga pemilik usaha jasa angkutan barang.

Gambar 6. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Hubungan jumlah tanggungan dengan respon pemilik usaha jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM dapat dilihat pada Tabel 8. Hubungan antara jumlah tanggungan dan respon tidak memiliki hubungan. Hal ini disebabkan latar belakang dan karakteristik responden yang berbeda-beda seperti tingkat pendidikan, tingkat omzet, jumlah mobil yang dimiliki, dan karakteristik lainnya.

Tabel 8. Hubungan Antara Jumlah Tanggungan dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM

Respon Terhadap Kenaikan Harga BBM

Jumlah Tanggungan (Orang) Total 1-2 3-4 5-6 7-8

Respon Tidak Setuju 2 16 7 0 25

Setuju 7 18 9 1 35


(42)

4.1.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Usaha Jasa Angkutan Barang dengan Mobil Pick Up

Usaha jasa angkutan barang bukan usaha yang terbilang baru, hal ini terbukti dari lamanya usaha yang dijalani oleh para penyewa mobil pick up. Sekarang ini usaha tersebut sudah mulai menjamur di wilayah Jakarta dan sekitarnya, termasuk Bogor. Wilayah Jakarta yang terdapat banyak usaha jasa sewa angkutan barang (mobil pick up) adalah wilayah Jakarta Selatan. Banyaknya usaha di bidang ini disebabkan sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan di sektor formal dan modal usaha yang tidak terlalu besar.

Gambar 7. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Usaha Jasa Angkutan Barang dalam Tahun

Hubungan antara lama usaha dengan respon yang disajikan pada Tabel 9 tidak memiliki kecenderungan. Semakin lama usaha tidak memengaruhi respon untuk setuju atau tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. Lama usaha tidak memengaruhi pemakaian bahan bakar dan omzet secara langsung.

Tabel 9. Hubungan Antara Lama Usaha dengan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM

Respon Terhadap Kenaikan Harga BBM

Lama Usaha (Tahun) Total 1-6 7-12 13-18 19-24 25-30 31-36

Respon Tidak Setuju 5 2 4 2 6 6 25 Setuju 8 9 4 8 4 2 35 Total 13 11 8 10 10 8 60


(1)

15. Berapa hari Anda beroperasi dalam satu minggu? Jawaban : ...kali

16. Berdasarkan apa Anda menentukan besar tarif angkutan barang? a. Berdasarkan jarak pengangkutan

b. Berdasarkan waktu pengangkutan

c. Berdasarkan banyaknya barang yang diangkut 17. Berapa besar pengeluaran Anda untuk tiap bulannya?

Jawaban : Rp………

18. Berapa besar pendapatan bersih dari usaha dibidang jasa transportasi angkutan barang?

Jawaban : Rp………..

19. Berapa besar biaya perawatan yang dikeluarkan untuk setiap mobil per bulannya? Jawaban : Rp………. /mobil / bulan

C. Respon Terhadap Isu Kenaikan Harga BBM Bersubsidi (Premium) 20. Kenapa Anda memilih menggunakan premium?

a. Harganya murah b. Mudah diperoleh

c. Lainnya………

21. Menurut Anda apakah harga BBM bersubsidi (Premium) saat ini sudah sesuai dengan yang diharapkan?

a. Iya b. Tidak

22. Berapa banyak BBM yang Anda gunakan dalam satu hari?...liter 23. Apakah Anda pernah merasakan kelangkaan BBM bersubsidi (Premium)?


(2)

24. Apakah Anda mengetahui bahwa harga BBM bersubsidi (premium) akan naik tertanggal 1 April 2012?

a. Iya b. Tidak

25. Darimana Anda mengetahui tentang hal tersebut? a. Televisi c. Surat kabar

b. Radio d. Lainnya,………..

26. Apakah Anda menyetujui kenaikan harga BBM bersubsidi (Premium)? a. Setuju b. Tidak setuju

Alasannya ;………..

27. Apakah kenaikan harga BBM bersubsidi akan mempengaruhi jumlah pemakaian bahan bakar untuk usaha jasa Anda?

a. Iya b. Tidak

Alasannya :………

28. Apakah Anda akan mengurangi frekuensi pembelian bahan bakar mobil Anda? a. Iya b. Tidak

Jika iya, pengurangan frekuensi sebesar….……… / hari

29. Apakah Anda akan beralih ke mobil pengangkut yang lebih besar? a. Iya b. Tidak

Jika iya, beralih ke jenis mobil……….. 30. Apakah Anda akan beralih ke bahan bakar jenis lain?

a. Iya b. Tidak

Jika iya, beralih ke bahan bakar jenis………

31. Apakah Anda akan menggurangi tenaga kerja/ supir/ tukang angkut barang yang bekerja pada jasa anguktan barang Anda?


(3)

Jika iya, tenaga kerja yang dikurangi sebanyak……….. orang

32. Apakah Anda akan menaikkan tarif jasa angkutan barang dengan mobil pick up Anda?

a. Iya b. Tidak

Jika iya, menaikan tarif sebesar………..

33. Jika harga BBM bersubsidi (premium) dinaikan sebesar Rp 500, Rp 1000, Rp 1500, berapa besar kenaikan tarif jasa angkutan barang sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM?

Kenaikan Harga BBM (Rp.)

Tarif Sebelum Kenaikan BBM (Rp.)

Tarif Sesudah Kenaikan BBM (Rp.) 500

1000 1500

34. Menurut Anda, apakah strategi yang akan Anda jalankan berhasil? a. Iya b. Tidak

35. Jika kenaikan harga BBM bersubsidi (Premium) sebesar Rp.500 – Rp.1,500, masih relevankah harga tersebut?

a. Masih relevan b. Tidak relevan

Alasannya : ……….… 36. Menurut Anda, berapakah harga BBM bersubsidi jika mengalami kenaikan?

Jawaban : Rp.………./liter

37. Jika harga BBM bersubsidi (Premium) harganya jadi dinaikan, berapa harga maksimum yang bersedia Anda bayar?

Jawaban : Rp…..……….……/liter

38. Apakah dengan menggunakan BBM bersubsidi dapat memperbesar skala usaha dibidang jasa transportasi angkutan barang?


(4)

Jawaban: ……… 39. Menurut Anda apakah kebijakan BBM bersubsidi masih perlu dilaksanakan?

a. Iya b. Tidak

40. Jika iya, alasan mengapa kebijakan BBM bersubsidi masih perlu dilaksanakan? a. Harga BBM non subsidi mahal

b. Kebutuhan akan bahan bakar kendaraan yang besar c. Keuntungan dari usaha jasa ini sedikit

d. Lainnya, sebutkan………. 41. Apabila kebijakan BBM bersubsidi dihilangkan atau dikurangi, apakah

berpengaruh terhadap usaha dibidang jasa transportasi angkutan barang? Jawaban :………..

42. Menurut Anda apabila terjadi kenaikan harga BBM , apakah akan mempengaruhi harga barang-barang kebutuhan sehari-hari?

a. Iya b. Tidak

Alasannya : ……….. 43. Bagaimana biaya pengangkutan sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM?

Biaya Jumlah Sebelum Kenaikan Harga BBM

Jumlah Sesudah Kenaikan Harga BBM

Harga Sebelum Kenaikan Harga BBM

(Rp.)

Harga Sesudah Kenaikan Harga BBM

(Rp.)

Biaya Variabel:

Bahan Bakar Liter Liter Tenaga Kerja Orang Orang Perawatan dan /bulan /bulan


(5)

onderdil

Biaya Tetap :

Pajak Kendaraan

/tahun /tahun

44. Berapa rata-rata penggunaan jasa angkutan Anda per hari sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM?

Sebelum Kenaikan Harga BBM Sesudah kenaikan Harga BBM Jumlah Harga Jumlah Harga

45. Apakah pelanggan jasa angkutan barang Anda berkurang setelah kenaikan harga BBM?

a. Iya b. Tidak

Jika iya, pelanggan berkurang sebanyak……… pelanggan.

46. Apakah saran Anda untuk kebijakan BBM bersubsidi (Premium) kedepannya? Jawaban :……… TERIMA KASIH ATAS WAKTU DAN INFORMASI YANG ANDA


(6)

AYU SAFITRIANI

. Analisis

Willingness to Pay dan Faktor-Faktor yang

Memengaruhi Respon Jasa Angkutan Barang (Kasus : Mobil

Pick Up di Wilayah

Jakarta dan Bogor). Di bawah bimbingan

MUHAMMAD FIRDAUS

.

Dampak krisis global yang terjadi sudah mulai terasa di dalam negeri.

Perkembangan

perekonomian

global

tetap

menghadirkan

kerawanan,

ketidakpastian, bahkan dampak secara langsung atau tidak langsung mulai

dirasakan bangsa-bangsa sedunia. Harga minyak mentah dunia melonjak hingga

US$ 120 per barel. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012,

pemerintah menetapkan subsidi sebesar Rp 123 triliun dengan asumsi harga

minyak US$ 90 per barel.

Definisi subsidi BBM adalah selisih harga keekonomian BBM dengan

harga jual Pertamina. Harga BBM saat ini adalah Rp 4.500 per liter, sedangkan

harga keekonomian BBM adalah Rp 8.400 per liter, sehingga besaran subsidi

BBM per liter adalah Rp 3.900 per liter. Usulan RAPBN 2012, harga BBM

bersubsidi dinaikkan sebesar Rp 1.500 per liter menjadi Rp 6.000 per liter.

Kenaikan harga BBM bersubsidi menjadi Rp 6.000 per liter, besaran subsidi

BBM masih sebesar Rp 2.400 per liter.

Penelitian ini menghitung besaran willingness to pay jasa angkutan barang

terhadap harga BBM (premium) per liter. Selain itu, penelitian ini juga

menganalisis faktor faktor yang memengaruhi respon jasa angkutan barang

terhadap kenaikan harga BBM. Penghitungan besaran

willingness to pay

menggunakan rumus

willingness to pay dengan alat bantu

Microsoft Excel 2007.

Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi

respon jasa angkutan barang terhadap kenaikan BBM adalah analisis logit dengan

alat bantu yaitu SPSS version 16.0 for Windows.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka besaran

willingness to pay

yang didapatkan adalah Rp. 5.336,7. Jika rencana pemerintah menaikkan harga

premium dari harga Rp 4.500 menjadi Rp 6.000 dengan kenaikan harga sebesar

Rp 1.500 maka,

willingness to pay pemilik jasa angkutan barang sebesar hanya

55,7 persen dari rencana kenaikan harga premium oleh pemerintah. Jika

pemerintah menaikkan harga per liter premium sebesar Rp 5.500, bukan masalah

bagi responden karena nilai tersebut tidak berbeda jauh dengan nilai willingness to

pay.

Hasil penelitian dengan menggunakan metode analisis logit menunjukan

bahwa faktor-faktor yang memengaruhi respon jasa angkutan barang adalah

kesediaan membayar per liter premium, pendidikan, frekuensi sewa per minggu

dan CC mobil

pick up yang dimiliki. Kesediaan membayar, frekuensi sewa per

minggu dan pendidikan berbanding lurus dengan respon terhadap kenaikan harga

BBM. Faktor CC mobil pick up yang dimiliki berbanding terbalik dengan respon

jasa angkutan barang terhadap kenaikkan harga BBM.