4.2 Analisis Willingness to Pay Jasa Angkutan Barang Terhadap Kenaikan
Harga BBM
Pendekatan dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis WTP responden terhadap kenaikan harga BBM terutama harga bahan bakar premium.
Pemilik dari jasa angkutan barang dengan mobil pick up yang menggunakan bahan bakar premium di wilayah Jakarta dan Bogor yang menjadi responden
dalam penelitian ini. 1. Memperoleh Nilai WTP
Berdasarkan pertanyaan untuk besaran nilai yang bersedia dibayar untuk kenaikan harga BBM dalam kuisioner maka diperoleh nilai yang terlalu
bervariasi karena besaran nilai dari jawaban responden terdiri dari kelipatan Rp 500 per liter. Adapun besaran nilai yang bersedia dibayarkan adalah Rp
4.500, Rp 5.000, Rp 5.500 dan Rp 6.000. Besaran dari nilai ini juga dipengaruhi oleh kabar akan kenaikan harga premium sebesar Rp 6.000 oleh
pemerintah sehingga menyebabkan responden enggan untuk membayar lebih tinggi dari Rp 6.000 atau lebih tinggi dari harga bahan bakar Pertamax.
2. Menghitung Nilai WTP Nilai WTP responden dihitung berdasarkan data distribusi WTP responden
dan dengan menggunakan rumus 4. Data distribusi WTP responden dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Penghitungan Nilai WTP untuk Kenaikan Harga BBM Per Liter
No. WTP Rupiah
Frekuensi Frekuensi Relatif
Jumlah Rupiah 1.
5.000 27
0,6 2.755,1
2. 5.500
12 0,2
1.234,6 3.
6.000 10
0,2 1.346,9
Total 49
1,0 5.336,7
Responden secara umum bersedia membayar harga premium tetapi dengan syarat tidak akan terjadi kelangkaan premium. Mudah untuk mendapatkan
premium merupakan hal yang penting bagi responden. Jika terjadi kelangkaan
atau kesulitan mendapatkan Premium, maka responden tidak setuju dengan kenaikan harga premium. Pada kenyataanya banyak responden yang setuju
dengan kenaikan harga BBM, hal ini dapat dilihat dari Tabel 16 hasil WTP. Kelas WTP responden diperoleh dengan menentukan terlebih dahulu nilai terkecil
sampai nilai terbesar WTP. Diperoleh nilai WTP sebesar Rp 5.336,7 per liter premium. Jika rencana
pemerintah menaikkan harga premium dari harga Rp 4.500 menjadi Rp 6.000 dengan kenaikan harga sebesar Rp 1.500 maka, willingness to pay pemilik jasa
angkutan barang sebesar hanya 55,7 persen dari rencana kenaikan harga premium oleh pemerintah. Willingness to pay yang tidak terlalu besar ini dikarenakan
omzet jasa angkutan barang yang tidak tetap untuk setiap bulannya, tergantung terhadap banyaknya sewa dan jarak yang ditempuh. Tidak adanya ketetapan tarif
yang dipatok menjadi kendala, terkadang pelanggan melakukan tawar-menawar tarif sewa jasa angkutan barang. Pemilik jasa angkutan barang dengan willingness
to pay tersebut mengharapkan agar tidak terjadi kesulitan atau kelangkaan untuk
mendapatkan premium. Harga per liter premium saat ini adalah Rp 4.500 sedangkan, nilai
willingness to pay dari pemilik jasa sewa angkutan barang sebesar Rp 5.336,7 per
liter premium. Nilai willingness to pay yang lebih besar dibandingkan dengan harga saat ini memiliki pengertian bahwa responden setuju dengan kenaikan harga
BBM. Jika pemerintah menaikkan harga per liter premium sebesar Rp 5.500, bukan masalah bagi responden karena nilai tersebut tidak berbeda jauh dengan
nilai willingness to pay. Nilai tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan pemerintah jika nantinya jadi untuk menaikkan harga BBM untuk jenis premium.
3. Kurva WTP dari Jasa Angkutan Barang terhadap Kenaikan Harga BBM Tabel 17 menggambarkan distribusi willingness to pay dengan jumlah
responden usaha jasa angkutan barang yang besedia membayar premium per liter di atas harga yang berlaku. Sehingga dapat diketahui berapa banyak responden
yang memiliki WTP yang lebih tinggi. Dari tabel tersebut maka kita dapat mengetahui bentuk dari kurva permintaan premium yang digunakan sebagai bahan
bakar jasa angkutan barang.
Tabel 17. Distribusi Responden dengan Nilai Willingness to Pay Jasa
Angkutan Barang terhadap Kenaikan Harga BBM
No. WTP Rupiah
Frekuensi 1.
5.000 27
2. 5.500
12 3.
6.000 10
Total 49
Kurva permintaan dari jumlah responden yang bersedia membayar dapat dilihat pada Gambar 14. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa hubungan
antara besar harga yang bersedia dibayarkan untuk per liter premium berbanding terbalik dengan jumlah responden yang bersedia membayar. Semakin besar harga
premium per liter maka akan semakin sedikit responden yang bersedia. Kurva yang didapat dari penelitian mengenai willingness to pay jasa angkutan barang
terhadap BBM per liter sesuai dengan hukum permintaan demand. Jika harga mengalami penurunan maka jumlah yang diminta akan meningkat.
Harga Premium Rp.liter
6.000
5.500
5.000 Permintaan D
10 12 27 Jumlah Responden Gambar 14. Kurva Permintaan dari Jumlah Responden yang Bersedia
Membayar Premium Per Liter Kenaikan harga premium per liter akan diikuti dengan kenaikkan tarif oleh
jasa angkutan barang. Kenaikkan tarif yang tidak sama dikarenakan tidak ada keputusan resmi dari Dinas Perhubungan Dishub. Tarif yang ditetapkan oleh
jasa angkutan barang disesuaikan dengan kenaikkan harga premium. Kenaikan
harga premium per liter diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu sebesar Rp. 500, Rp. 1.000 dan Rp. 1.500. Setiap kelas atau setiap kenaikan harga premium
memiliki kenaikan tarif untuk jasa angkutan barang yang berbeda-beda
Tabel 18. Rencana Kenaikkan Tarif Jasa Angkutan Barang Wilayah Jakarta dan Bogor 2012
Besaran Rencana Kenaikan Harga Premium
RupiahLiter Harga Premium Jika
Terjadi Kenaikan Harga RupiahLiter
Presentase Kenaikan Tarif Rata-Rata Persen
500 5.000
22,72 1.000
5.500 43,58
1.500 6.000
72,50
Pada Tabel 18, presentase kenaikaan tarif rata-rata diperoleh dari seluruh jawaban responden secara terbuka terhadap besaran tarif yang akan ditetapkan
jika terjadi kenaikan harga premium per liter. Responden bebas menentukan jawaban atas pertanyaan kenaikan tarif, tanpa ada campur tangan dari pihak lain.
Jasa angkutan barang merupakan usaha pribadi yang tidak ada peraturan khusus terhadap tarif dan wilayah usaha. Kenaikan tarif tersebut berlaku untuk jarak jauh
ataupun jarak dekat.
4. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Besaran Nilai Willingness to Pay Angkutan Barang terhadap Kenaikan Harga BBM
Analisis ini menggunakan metode analisis regresi linear berganda dengan menggunakan aplikasi SPSS version 16.0. Pengujian secara statistik perlu
dilakukan untuk memeriksa kebaikan suatu model yang telah dibuat. Hasil pengolahan data pada Tabel 19 menunjukkan bahwa nilai R
2
adalah 0,408 yang artinya 40,8 persen keragaman nilai WTP dapat dijelaskan oleh masing-masing
variabel bebas yang ada dalam model. Selain itu, tidak ada pelanggaran asumsi autokorelasi yang terjadi pada setiap persamaan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
Durbin-Watson yang mendekati 2. Untuk uji kenormalan didapatkan nilai p-value sebesar 0,412 yang lebih besar dari alpha 10 persen maka asumsi untuk
kenormalan terpenuhi. Sedangkan untuk asumsi heteroskedastisitas didapatkan nilai p-value sebesar 0,325 yang lebih besar dari alpha 10 persen maka terima H0
yang artinya homoskedastisitas. Apabila semua asumsi yang mendasari model tersebut terpenuhi maka suatu fungsi regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan
pendugaan dengan metode OLS dari koefisien regresi adalah penduga tak bias linier terbaik best linier unbiased estimator atau BLUE. Berdasarkan hasil
analisis faktor-faktor yang memengaruhi willingness to pay jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM, maka diperoleh model regresi linear berganda
yaitu model 4.1.
WTP
i
= 3450,59 + 13,37 JTG
i
+ 71,98 PNDKi + 158.44 OMZ
i
+ 14,67PBH
i
+ 0,68CM
i
+ 17,33 FS
i
- 237,20JM
i
4.1
Tabel 19. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Besaran WTP Jasa Angkutan Barang di Jakarta dan Bogor terhadap Kenaikan Harga BBM
Tahun 2012 Variabel
Koefisien p-value
Intersep 3450,59
0,000 Tingkat Pendidikan
71,98 0,741
Omzet 158.44
0,025 Jumlah Tanggungan
13,37 0,757
Penggunaan BBM per Hari 14,67
0,256 Frekuensi Sewa
17,33 0,501
Jumlah Mobil -237,20
0,374 CC Mobil
0,68 0.152
R
2
= 0,408 F
hitung
= 1,190 Durbin-Watson = 1,744
Tabel 19 menunjukan bahwa faktor omzet yang memengaruhi besaran dari willingness to pay
jasa angkutan barang. Nilai dari p-value sebesar 0,025 yang lebih kecil dari alpha 5 persen. Tanda koefisien yang positif juga menunjukan
bahwa antara omzet dengan besaran WTP memiliki hubungan yang berbanding lurus. Semakin besar omzet usaha jasa angkutan barang maka akan semakin besar
nilai WTP yang dibayarkan untuk per liter premium. Sedangkan faktor-faktor yang lainnya tidak memengaruhi WTP jasa angkutan barang. Hal ini disebabkan
frekuensi sewa, jumlah mobil, pengguanaan bahan bakar per hari, CC mobil,
jumlah tanggungan, tingkat pendidikan memiliki nilai p-value yang lebih besar dari alpha , sehingga faktor-faktor tersebut tidak memengaruhi besaran nilai WTP
jasa angkutan barang di Jakarta dan Bogor terhadap kenaikan harga premium.
4.3 Analisis Faktor-faktor Yang Memengaruhi Respon Pemilik Jasa Usaha