Hambatan dalam Pelaksanaan Permohonan Eksekusi Putusan BPSK

BAB IV HAMBATAN DAN EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

A. Hambatan dalam Pelaksanaan Permohonan Eksekusi Putusan BPSK

Penyelesaian sengketa di BPSK pada hakikatnya bertujuan untuk mendapatkan ganti kerugian bagi konsumen. Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian danatau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen. Dan dalam proses pelaksanaan putusannya, BPSK menemui hambatan yang berpengaruh terhadap efektivitas pelaksanaan putusannya. Seperti terhadap putusan arbitrase BPSK, ada 2 kemungkinan yang terjadi, yakni putusan dilaksanakan secara sukarela atau putusan tersebut dimintakan fiat eksekusi ke pengadilan. Pasal 42 Kepmenperindag No. 350MPPKep122001 menyebutkan bahwa putusan BPSK yang telah final dan mengikat dimintakan penetapan eksekusinya oleh BPSK kepada pengadilan negeri di tempat konsumen yang dirugikan. Ketentuan pasal ini bertentangan dengan ketentuan hukum acara pada umumnya yang mengatur bahwa pihak yang dimenangkan dalam putusan hakim, Universitas Sumatera Utara yang memohon kepada pengadilan negeri untuk dilakukan eksekusi baik secara tertulis atau secara lisan 88 Apabila BPSK dikenakan kewajiban untuk mengajukan eksekusi seperti yang ditentukan dalam Pasal 42 Kepmenperindag No. 350MPPKep122001, maka kedudukan BPSK sebagai badan yang netral dan imparsial menjadi diragukan. Selain itu apabila BPSK melakukan pengajuan permohonan eksekusi, maka akan menambah beban kerja dari BPSK itu sendiri. Untuk itulah demi mendorong kinerja BPSK yang baik hendaknya BPSK tidak dikenakan kewajiban mengajukan permohonan eksekusi ke pengadilan. Di samping itu, ketentuan Pasal 42 Kepmenperindag No. 350MPPKep122001 tidak sesuai dengan Pasal 7 Ayat 1 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK yang menyebutkan bahwa konsumen mengajukan permohonan eksekusi atas putusan BPSK yang tidak diajukan keberatan kepada pengadilan negeri di tempat kedudukan hukum konsumen yang bersangkutan atau dalam wilayah hukum BPSK yang mengeluarkan putusan. Meskipun tujuan utama pendirian BPSK adalah untuk memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen, tetapi ini tidak berarti bahwa dalam upaya pelaksanaan ganti kerugian, BPSK yang harus mengajukan permohonan eksekusinya ke pengadilan. Oleh karena ganti kerugian diberikan untuk kepentingan konsumen, maka yang dapat mengajukan eksekusi terhadap putusan BPSK hanyalah konsumen sendiri, bukan lembaga BPSK. 89 Dan dikaitkan dengan Pasal 52 UUPK, maka sudah seharusnya kewajiban untuk mengajukan permohonan eksekusi ke pengadilan tidak menjadi tugas dan wewenang dari BPSK karena UUPK sendiri tidak mengatur demikian. 88 Ibid., hal. 345. 89 Ibid., hal. 348. Universitas Sumatera Utara Bapak Drs.H.M.Dharma Bakti Nasution, S.E.,S.H.,M.H. selaku wakil ketua BPSK Kota Medan menjelaskan bahwa proses eksekusi yang dilaksanakan oleh pengadilan negeri berdasarkan permohonan BPSK Kota Medan dilakukan melalui beberapa tahap, antara lain: 90 1. Permohonan pelaksanaan eksekusi atas putusan BPSK Kota Medan. 91 2. Pengadilan Negeri Medan melaksanakan pemanggilan para pihak aan maning, 3. Kemudian setelah 8 hari maka diadakan pertemuan antara para pihak untuk perdamaian. 4. Apabila perdamaian dinyatakan gagal oleh pengadilan negeri, maka dilaksanakan eksekusi terhadap putusan tersebut sebagai konsekuensi hukum. Peringatan atau Aanmaning merupakan salah satu syarat pokok eksekusi, tanpa peringatan lebih dulu eksekusi tidak boleh dijalankan. Dan berfungsinya eksekusi secara efektif terhitung sejak tenggang waktu peringatan dilampaui. Peringatan dihubungkan dengan menjalankan putusan ten uitvoer legging van vonnissen merupakan tindakan dan upaya yang dilakukan Ketua Pengadilan Negeri berupa “teguran” kepada tergugat agar tergugat menjalankan isi putusan pengadilan dalam tempo yang ditentukan pengadilan negeri setelah ternyata tergugat tidak mau menjalankan putusan secara sukarela. Peringatan atau annmaning ini mempunyai tenggang waktu peringatan, pasal 196 HIR atau pasal 207 RBG menentukan batas maksimum yakni 8 hari, yang diberikan kepada ketua pengadilan negeri. Pemberian batas masa peringatan dimaksudkan agar si tergugat pihak yang kalah menjalankan putusan secara sukarela, dan apabila batas waktu peringatan yang ditentukan dilampaui dan tergugat tetap tidak mau manjalankan putusan, maka sejak saat itu putusan sudah dapat dieksekusi dengan paksa. 92 90 Wawancara pada tanggal 7 September 2011 di Sekretariat BPSK Kota Medan pukul 13.30 WIB. 91 Wawancara dengan Ibu Dana yang merupakan anggota Sekretariat BPSK Kota Medan tanggal 8 Agustus Pukul 11.00 WIB, menyatakan bahwa konsumen meminta pada BPSK untuk mengeluarkan surat pengantar untuk permohonan eksekusi ke pengadilan negeri. 92 M. Yahya Harahap, Op. cit., hal. 27. Universitas Sumatera Utara Dalam hal mengenai putusan BPSK yang dimintakan penetapan eksekusinya ke pengadilan negeri, peringatan dilakukan untuk menghadirkan para pihak dan kemudian dipertanyakan apakah para pihak ingin melakukan perdamaian, dan jika tidak, maka dilaksanakanlah eksekusi. Sebagai lanjutan proses peringatan adalah pengeluaran surat penetapan yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang dimana isi dari surat penetapan ini ialah perintah menjalankan eksekusi dan perintah ditujukan kepada panitera atau jurusita ketentuan ini diatur didalam pasal 197 ayat 1 HIR atau pasal 208 ayat 1 RBG. Disamping surat penetapan ini berisi perintah menjalankan eksekusi, surat penetapan itu berisi “penunjukan” nama pejabat yang diperintahkan, dimana penujukan tersbut harus memperhatikan pasal 197 ayat 3 HIR dan pasal 208 ayat 3 RBG yang merupakan syarat bagi pejabat yang ditunjuk menjalankan perintah ekseskusi. 93 Kesemua tata cara ekseskusi ini harus dimuat dalam berita acara seperti yang tercantum dalam pasal 197 ayat 5 HIR dan pasal 209 ayat 4 RBG, Dalam pasal tersebut secara tegas memerintahkan pejabat yang menjalankan eksekusi membuat berita acara eksekusi, oleh karena itu tanpa berita acara, eksekusi dianggap tidak sah. Keabsahan formal eksekusi hanya dapat dibuktikan dengan berita acara. 94 Menurut Bapak Dharma Bakti, BPSK tidak mempunyai lembaga juru sita sebagaimana yang dimiliki oleh pengadilan negeri sehingga putusan BPSK harus ditindaklanjuti oleh BPSK untuk dilaksanakan eksekusinya oleh pengadilan 93 Ibid., hal. 32. 94 Ibid., hal. 33. Universitas Sumatera Utara negeri. 95 Menurut Ahsanul Fuad Saragih, S.H. selaku anggota Majelis BPSK dari unsur pelaku usaha, bahwa BPSK memang tidak memiliki kewenangan untuk melaksanakan putusannya, oleh karena itu seharusnya BPSK diberikan amunisi tambahan untuk dapat menjadikan putusannya menjadi putusan yang executable dengan merevisi pasal-pasal yang mengatur mengenai BPSK dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, sehingga putusan BPSK tidak lagi harus dimintakan penetapan eksekusinya ke pengadilan negeri. Hal ini yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan eksekusi putusan BPSK menjadikan BPSK tidak dapat secara mandiri melaksanakan eksekusi putusannya, sehingga putusan BPSK yang tidak dilaksanakan secara sukarela oleh pelaku usaha harus dimintakan penetapan eksekusinya kepada pengadilan negeri. Namun dalam UUPK dan Kepmenperindag No. 350MPPKep122001 menyatakan bahwa BPSK yang wajib mengajukan ke pengadilan negeri. Dan menurut Beliau bahwa hal tersebut keliru, karena seharusnya konsumenlah yang mengajukan permohonan penetapan eksekusi kepada pengadilan negeri. 96

B. Hambatan dari Peran serta Lembaga Peradilan Umum dalam Memeriksa Upaya Hukum Keberatan