negeri.
95
Menurut Ahsanul Fuad Saragih, S.H. selaku anggota Majelis BPSK dari unsur pelaku usaha, bahwa BPSK memang tidak memiliki kewenangan untuk
melaksanakan putusannya, oleh karena itu seharusnya BPSK diberikan amunisi tambahan untuk dapat menjadikan putusannya menjadi putusan yang executable
dengan merevisi pasal-pasal yang mengatur mengenai BPSK dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, sehingga
putusan BPSK tidak lagi harus dimintakan penetapan eksekusinya ke pengadilan negeri.
Hal ini yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan eksekusi putusan BPSK menjadikan BPSK tidak dapat secara mandiri melaksanakan eksekusi
putusannya, sehingga putusan BPSK yang tidak dilaksanakan secara sukarela oleh pelaku usaha harus dimintakan penetapan eksekusinya kepada pengadilan negeri.
Namun dalam UUPK dan Kepmenperindag No. 350MPPKep122001 menyatakan bahwa BPSK yang wajib mengajukan ke pengadilan negeri. Dan
menurut Beliau bahwa hal tersebut keliru, karena seharusnya konsumenlah yang mengajukan permohonan penetapan eksekusi kepada pengadilan negeri.
96
B. Hambatan dari Peran serta Lembaga Peradilan Umum dalam Memeriksa Upaya Hukum Keberatan
Hambatan yang dialami oleh BPSK adalah mengenai hal yang diatur dalam Pasal 56 Ayat 2 UUPK yang memberi peluang kepada para pihak yang
95
Wawancara pada tanggal 7 September 2011 di Sekretariat BPSK Kota Medan pukul 13.30 WIB.
96
Wawancara pada tanggal 5 September 2011 pukul 15.00 WIB di Ruang Perdata Gedung B Fakultas Hukum USU.
Universitas Sumatera Utara
tidak setuju dengan putusan BPSK, untuk mengajukan keberatan ke pengadilan. Namun UUPK tidak mengatur mekanisme seperti yang ditentukan dalam Undang-
Undang No. 30 Tahun 1999, melainkan membuat suatu aturan yang berbeda. Perlu pula dipahami bahwa sistem hukum di Indonesia hanya mengenal
Perlawanan, Banding dan Kasasi sebagai upaya hukum biasa dan Peninjauan Kembali serta Perlawanan Pihak Ketiga sebagai upaya hukum luar biasa,
sedangkan keberatan seperti dimaksud dalam Pasal 56 Ayat 2 UUPK tidak dikenal sebagai suatu upaya hukum dalam sistem hukum Indonesia. Oleh karena
itu, harus disepakati bahwa keberatan dalam UUPK tidak dilihat sebagai suatu upaya hukum namun harus dilihat sebagai suatu upaya yang diberikan oleh
undang-undang bagi pelaku usaha dan konsumen yang tidak menerima putusan BPSK.
97
Dalam hal para pihak sudah memilih penyelesaian sengketa di BPSK dilakukan cara arbitrase, maka secara yuridis putusan BPSK haruslah dipandang
sebagai suatu putusan badan arbitrase. Oleh karena itu, keberatan terhadap putusan BPSK harus ditinjau dan dipertimbangkan dalam konteks keberatan
terhadap putusan lembaga arbitrase, sehingga penerapan hukumnya harus memerhatikan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang No. 30 Tahun
1999.
98
1. Dalam hal diajukan permohonan penetapan eksekusi, atau
Pasal 3 UU No. 30 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pengadilan negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam
perjanjian arbitrase. Namun dalam Pasal 56 Ayat 2 UUPK membuka peluang pengajuan keberatan kepada pengadilan negeri terhadap putusan arbitrase yang
dikeluarkan oleh BPSK. UU No . 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, hanya memberi peluang masuknya lembaga peradilan pada 2 kondisi, yaitu:
97
Dedi Harianto, Op.cit., hal. 253.
98
Susanti Adi Nugroho, Op.cit., hal. 326.
Universitas Sumatera Utara
2. Manakala diajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase.
Mengenai permohonan penetapan eksekusi, Pasal 62 UU No. 30 Tahun 1999 mengatur bahwa ketua pengadilan negeri dalam mengeluarkan penetapan
eksekusi, harus memeriksa terlebih dahulu apakah putusan arbitrase memenuhi ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5 UU No. 30 Tahun 1999,
99
Oleh karena itu, dalam upaya menyelesaikan berbagai permasalahan yang menyangkut proses beracara yang disebabkan karena kurang jelasnya pengaturan
hukum acara pada UUPK, maka Mahkamah Agung dengan tujuan untuk menyamakan persepsi pada seluruh lembaga peradilan di Indonesia, pada tanggal
serta memastikan bahwa putusan tersebut tidak bertentangan dengan kesusialaan dan ketertiban umum.
Apabila putusan arbitrase tenyata tidak memenuhi persyaratan tersebut, maka ketua pengadilan negeri dapat menolak mengeluarkan penetapan eksekusi
yang berakibat putusan tidak dapat dieksekusi. Putusan pengadilan negeri tersebut tidak terbuka upaya hukum apapun.
99
Pasal 4 UU No. 30 Tahun 1999: Ayat 1: dalam hal para pihak telah menyetujui bahwa sengketa di antara mereka akan
diselesaikan melalui arbitrase, dan para pihak telah memberikan wewenang, maka arbiter berwenang menentukan dalam putusannya mengenai hak dan kewajiban para pihak jika hal ini
tidak diatur dalam perjanjian mereka. Ayat 2: persetujuan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase sebagaimana dimaksud
dalam ayat 1 dimuat dalam suatu dokumen yang ditandatangani oleh para pihak. Ayat 3: dalam hal disepakati penyelesaian sengketa melalui arbitrase terjadi dalam bentuk
pertukaran surat, maka pengiriman teleks, telegram, faksimili, e-mail atau dalam bentuk saran komunikasi lainnya, wajin disertai dengan suatu catatan penerimaan oleh para
pihak. Pasal 5 UU No. 30 Tahun 1999
Ayat 1: sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-
undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Ayat 2: sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut
peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian.
Universitas Sumatera Utara
15 Maret 2006 telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung RI PERMA No. 1 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK.
Mahkamah Agung hanya berwenang memberi penjelasan terhadap acara yang tidak jelas, atau undang-undang tidak memberi aturan pelaksanaannya,
namun ketentuan PERMA ini tidak mengikat. Dan seperti pendapat dari Bapak Dharma Bakti Nasution, yang menyatakan bahwa mengenai Kepmenperindag RI
No.350MPPKep122001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK dengan Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2006 Tentang Tata Cara
Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK, Kepmenprindag RI tersebut tetap diberlakukan sebagai hukum acara dari UUPK mengenai BPSK, walaupun telah
terbitnya PERMA tersebut.
100
PERMA No. 1 Tahun 2006 mengatur bahwa keberatan hanya dapat diajukan terhadap putusan arbitrase yang dikeluarkan oleh BPSK
101
dan dalam hal diajukan keberatan, BPSK bukan merupakan pihak.
102
Keberatan diajukan melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri sesuai dengan prosedur pendaftaran perkara
perdata.
103
Dan dalam hal keberatan diajukan oleh konsumen dan pelaku usaha terhadap putusan BPSK yang sama, maka perkara tersebut harus didaftar dengan
nomor yang sama.
104
100
Wawancara pada tanggal 7 September 2011 di Sekretariat BPSK Kota Medan pukul 13.30 WIB.
101
Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK.
102
Pasal 3 Ayat 3 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK.
103
Pasal 5 Ayat 2 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK..
104
Pasal 5 Ayat 4 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK.
Adapun alasan yang dapat dijadikan sebagai dasar pengajuan keberatan terhadap putusan arbitrase BPSK adalah apabila memenuhi
Universitas Sumatera Utara
persyaratan pembatalan putusan arbitrase sebagaimana diatur dalam Pasal 70 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, yaitu:
105
1. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan
dijatuhkan diakui palsu atau dinyatakan palsu; 2.
Setelah putusan arbitrase BPSK diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan yang disembunyikan oleh pihak lawan;
3. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak
dalam pemeriksaan sengketa. Dalam hal keberatan diajukan atas dasar hal-hal disebut di atas, maka
Majelis Hakim dapat mengeluarkan pembatalan putusan BPSK.
106
Dan dalam hal keberatan diajukan atas dasar alasan lain di luar ketentuan sebagaimana dimaksud
pada Pasal 6 Ayat 3 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK, Majelis Hakim dapat
mengadili sendiri sengketa konsumen yang bersangkutan.
107
Pengadilan negeri dalam memeriksa keberatan atas putusan BPSK tidak melakukan pemeriksaan ulang terhadap keseluruhan perkara, pemeriksaan
keberatan dilakukan hanya atas dasar putusan BPSK dan berkas-berkas perkara
105
Pasal 6 Ayat 3. Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK.
106
Pasal 6 Ayat 4 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK.
107
Pasal 6 Ayat 5 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK.
Universitas Sumatera Utara
saja.
108
Dan Majelis Hakim harus memberikan putusan dalam waktu 21 dua puluh satu hari sejak sidang pertama dilakukan.
109
C. Efektivitas Pelaksanaan Putusan Sengketa Konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Medan