Pasar Modal Syariah Pengembangan Pasar Modal Indonesia

Salah satu embrio OJK adalah Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Bapepam-LK yang sekarang masih di bawah Kementerian Keuangan. Dengan adanya OJK maka Bapepam-LK akan lepas dari Kementerian Keuangan. Ide pembentukan OJK berasal dari pengalaman Indonesia dalam menghadapi krisis keuangan. Alhasil, setelah munculnya krisis keuangan global dan ditambah dengan isu panas Bank Century maka pembentukan OJK semakin ramai dibicarakan. Bahkan UU No 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia mengamanatkan bahwa sebelum 31 Desember 2010, OJK sudah harus terbentuk. 67

B. Pengembangan Pasar Modal Indonesia

Oleh karena OJK merupakan hal yang baru dan berkembang dalam pasar modal Indonesia maka pembahasan mengenai OJK ini akan dibahas pada bagian selanjutnya yaitu Bab II bagian b mengenai Pengembangan Pasar Modal Indonesia.

1. Pasar Modal Syariah

Perkembangan pasar modal di negara-negara maju, termasuk di negara-negara muslim sekalipun, kiranya menarik untuk dicermati lebih lanjut. Hal demikian menjadi keharusan, selain terkait dengan semakin membesarnya peran pasar modal di dalam memobilisasi dana ke sektor riil, juga disebabkan adanya tuntutan bahwa sekuritas yang 67 http:shiningsiko.multiply.comjournalitem5Dilema_Terlupakan_dari_Pem bentukan_Otoritas_Jasa_Keuangan, diakses tanggal 14 September 2010 Universitas Sumatera Utara diperdagangkan harus selaras dengan syariat Islam. 68 Hal demikian sependapat dengan hipotesa Fauzi bahwa masyarakat yang semakin terdidik akan semakin tidak suka menanamkan dana mereka di bank komersial karena bank komersial memberikan return yang relatif kecil, meskipun risikonya juga relatif kecil. Tetapi, justru di situlah masalahnya, masyarakat yang semakin paham akan pasar keuangan, semakin mengerti akan penilaian dan pengendalian risiko investasi, serta akan semakin berani memasuki area yang akan lebih beresiko. 69 Dalam konteks investasi syariah di pasar modal, pemahaman akan pengendalian risiko dan return saja tidak cukup, hal lain yang tak kalah penting untuk dipahami adalah pengenalan akan sekuritas-sekuritas mana yang selaras dengan syariah Islam. 70 68 Adrian Sutedi, op. cit., Hal. 60. 69 Iggie H. Achsien, Investasi Syariah di Pasar Modal : Menggagas Konsep dan Praktik Manajemen Portofolio Syariah , Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003, Hal. 15. 70 Adrian Sutedi, op.cit., Hal.60. Pada industri pasar modal, prinsip syariah telah diterapkan pada instrumen obligasi, saham dan fund reksa dana. Adapun negara yang pertama kali mengintrodusir untuk menginmplementasikan prinsip syariah di sektor pasar modal adalah Jordan dan Pakistan, dan kedua negara tersebut telah menyusun dasar hukum penerbitan obligasi syariah. Selanjutnya, pada tahun 1978, pemerintah Jordan telah mengizinkan Jordan Islamic Bank untuk menerbitkan muqaradah bond act pada tahun 1981. Sementara Universitas Sumatera Utara pemerintah Pakistan, baru pada tahun 1980 menerbitkan The Madarabas Company dan Madarabas Ordinance. 71 Obligasi syariah di dunia internasional dikenal dengan istilah sukuk. Sukuk berasal dari bahasa Arab “sak” tunggal dan “sukuk” jamak, yang memiliki arti mirip dengan sertifikat atau note. Dalam pemahaman praktisnya, sukuk merupakan bukti claim kepemilikan. Sebuah sukuk mewakili kepentingan, baik penuh maupun proporsional dalam sebuah atau sekumpulan aset. 72 Berbeda dengan konsep obligasi konvensional selama ini, yakni obligasi yang bersifat utang dengan kewajiban membayar berdasarkan bunga, obligasi syariah adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil margin fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. 73 Untuk investor muslim, Achsien berpendapat, investasi pada saham equity investment memang sudah semestinya menjadi preferensi untuk menggantikan investasi pada interest yielding bonds atau sertifikat deposito, walaupun jika kemudian dinyatakan dalam fikih klasik bahwa ekuitas, dalam hal ini saham tidak bisa dipersamakan dengan instrumen keuangan Islam, seperti kontrak mudharabah. Saham dapat diperdagangkan kapan saja di pasar sekunder, tanpa memerlukan 71 Ibid, Hal. 58. 72 Cecep Makanul Hakim, Obligasi Syariah di Indonesia : Kendala dan Prospek, dikutip dari Adrian Sutedi, Segi-Segi Hukum Pasar Modal , Jakarta:Ghalia Indonesia, 2009, Hal. 58. 73 Adrian Sutedi, op.cit., Hal.58. Universitas Sumatera Utara persetujuan dari perusahaan yang mengeluarkan saham, sementara mudharabah ditetapkan berdasarkan persetujuan rab al mal investor dan perusahaan sebagai mudharib untuk suatu periode tertentu. Karena batasan periode kontrak yang mengikat tersebut, yang kemudian menjadikan mudharabah sering kali dianggap tidak likuid. Sementara saham, memungkinkan untuk dijual kapan saja sehingga sudah pasti lebih likuid dan lebih atraktif, meskipun kemudian terjadi modifikasi untuk membuat kontrak keuangan Islam menjadi likuid 74 Tidak semua saham yang terdaftar di pasar modal memenuhi prinsip-prinsip syariah. Untuk itulah, Bursa Efek Jakarta yang saat ini namanya Bursa Efek Indonesia BEI bekerja sama dengan Danareksa Investment Management mengembangkan suatu indeks untuk me-listing saham-saham mana saja yang layak dianggap memenuhi prinsip-prinsip syariah, indeks ini disebut juga Jakarta Islamic Index JII. Saham-saham yang masuk dalam indeks ini adalah saham yang kegiatan emitennya tidak bertentangan dengan syariah, misalnya: . 75 1. usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan terlarang; 2. usaha lembaga keuangan konvensional ribawi, termasuk perbankan dan asuransi konvensional; 3. usaha yang memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan makanan dan minuman yang tergolong haram; 74 Ibid, Hal. 59. 75 Ibid, Hal. 60. Universitas Sumatera Utara 4. usaha yang memproduksi, mendistribusi dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat. Perbedaan mendasar antara pasar modal konvensional dengan pasar modal syariah dapat dilihat pada instrumen dan mekanisme transaksinya, sedangkan perbedaan nilai indeks saham syariah dengan nilai indeks saham konvensional terletak pada kriteria saham emiten yang harus memenuhi prinsip-prinsip dasar syariah. Secara umum, konsep pasar modal syariah disebutkan bahwa saham yang diperdagangkan harus berasal dari perusahaan yang bergerak dalam sektor yang memenuhi kriteria syariah dan terbebas dari unsur ribawi, serta transaksi saham dilakukan dengan menghindarkan berbagai praktik spekulasi. 76 Spekulasi dilarang bukan karena ketidakpastian yang ada di hadapannya, melainkan tujuan niat dan cara orang mempergunakan ketidakpastian tersebut. Manakala seseorang meninggalkan sense of responsibility dan rule of law-nya untuk memperoleh keuntungan semata dari adanya ketidakpastian, itulah yang dilarang dalam konsep gharar dan maysir dalam Islam. Al gharar dan maysir sendiri adalah konsep yang sangat berkaitan dengan mudharat, negative result, atau bahaya hazard. 77 76 Ibid, Hal. 63. 77 http:www.pesantrenvirtual.comindex.phpekonomi-syariah1156-pasar- modal-syariah,diakses tanggal 21 September 2010 Universitas Sumatera Utara Di pasar modal, larangan syariah di atas mesti diimplementasikan dalam bentuk aturan main yang mencegah praktek spekulasi, riba, gharar dan maysir. Salah satunya adalah dengan menetapkan minimum holding period atau jangka waktu memegang saham minimum. Dengan aturan ini, saham tidak bisa diperjualkan setiap saat, sehingga meredam motivasi mencari untung dari pergerakan harga saham semata. Pembatasan itu memang meredam spekulasi, akan tetapi juga membuat investasi di pasar modal menjadi tidak likuid. Padahal bukan tidak mungkin seorang investor yang rasional betul-betul membutuhkan likuiditas mendadak sehingga harus mencairkan saham yang dipegangnya, sedangkan ia terhalang karena belum lewat masa minimum holding period-nya. Metwally, seorang pakar ekonomi Islam dan modelling economics mengusulkan minimum holding period setidaknya satu pekan. Selain itu Ia juga memandang perlu adanya celling price berdasarkan nilai pasar perusahaan. Lebih lanjut Akram Khan melengkapi, untuk mencegah spekulasi di pasar modal maka jual beli saham harus diikuti dengan serah terima bukti kepemilikan fisik saham yang diperjualbelikan. 78 Mengenai kekhawatiran bahwa penjualan saham di tengah masa usaha, akan menimbulkan kemungkinan gharar, seperti halnya jual beli ikan di dalam laut dapat diatasi dengan praktek akuntasi modern dan adanya kewajiban disclosure laporan keuangan kepada pemilik saham. Dengan berbagai model penilaian modern saat ini, investor dan pasar 78 Ibid. Universitas Sumatera Utara secara luas akan dapat memiliki pengetahuan tentang nilai sebuah perusahaan, sehingga saham-saham dapat diperjual belikan secara wajar dengan harga pasar yang rasional. Dalam hal ini, market value tampaknya lebih mencerminkan nilai yang lebih wajar dibandingkan dengan book value . Dengan demikian dapat ditarik kjesimpulan bahwa sekuritas – sekuritas dapat diperjual belikan dengan menggunakan mekanisme pasar sebagai penentu harga, sehingga capital gain maupun profit sharing dari dividen dapat diperoleh. 79 Dalam perjalanannya, perkembangan pasar modal syariah di Indonesia telah mengalami kemajuan, sebagai gambaran bahwa setidaknya terdapat beberapa perkembangan dan kemajuan pasar modal syariah yang patut dicatat hingga tahun 2004, di antaranya adalah telah diterbitkan 6 enam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia DSN-MUI yang berkaitan dengan industri pasar modal. Adapun keenam fatwa dimaksud adalah sebagai berikut : 80 1. Fatwa No. 05DSN-MUIIV2000 tentang Jual Beli Saham. 2. Fatwa No. 20DSN-MUIIX2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah. 3. Fatwa No.32DSN-MUIIX2002 tentang Obligasi Syariah. 4. Fatwa No.33DSN-MUIIX2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah. 79 Ibid. 80 Adrian Sutedi, op.cit., Hal. 64. Universitas Sumatera Utara 5. Fatwa No.40DSN-MUIIX2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip syariah di Bidang Pasar Modal. 6. Fatwa No.41DSN-MUIIII2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah. Fatwa-fatwa tersebut di atas mengatur prinsip-prinsip syariah di bidang pasar modal, yang meliputi bahwa suatu efek telah memenuhi prinsip-prinsip syariah apabila telah memperoleh pernyataan kesesuaian syariah secara tertulis dari DSN-MUI. Adapun tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk memperoleh sertifikatpredikat syariah dari DSN- MUI, yaitu bahwa calon emiten terlebih dahulu harus mempresentasikan, terutama struktur bagi hasilnya dengan nasabahinvestor, struktur transaksinya, bentuk perjanjiannya, seperti perjanjuan perwaliamanatan, dan lain-lain. 81

2. Otoritas Jasa Keuangan OJK