Eksistensi Pemena Garamata : Sebuah Gerakan Nativistik Di Dataran Tinggi Karo

dijajah. Seraplah secara baik apa yang diberikan orang untuk kepentingan membangun diri, namun jangan sekali-sekali melupakan adat-istiadat dan kebudayaan. Kata-kata bijak inilah yang selalu ditanamkan beliau kepada anak-anak muda. Garamata menjalani sisa hidupnya di tanah kelahirannya Batukarang, menutup usia dalam usia ke 90 tahun. Garamata meninggal karena penyakit tua. Beliau dimakamkan pada tanggal 20 November 1942 di pemakaman kabu-kabu desa Batu karang. Sampai pada akhir hayatnya, Garamata selalu mengatakan orang Karo tidak memerlukan siapapun untuk mengurusi segala urusan dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat Karo mempunyai kebudayaan dan adat-istiadat yang mampu mengatur kehidupannya. Semula semua sudah baik-baik saja dengan aturan kebudayaan dan adat- istiadat dalam tatanan kehidupan, tetapi karena dicampuri oleh bangsa lain berarti sama juga artinya kita dijajah oleh bangsa lain. Dijajah sangat menyakitkan maka untuk itu kita harus selalu belajar untuk tidak dijajah, karena ketika kita dijajah berarti akan menjadi budak di negri kita sendiri.

4.2 Eksistensi Pemena

Setelah dilepaskan dari tempat pengasingan akhirnya Garamata diijinkan kembali hidup dan menjalani hari tuanya di Desa Batukarang pada tahun 1909, beliau tidak pernah punya kesempatan lagi untuk mengatur strategi melawan penjajahan Belanda karena diawasi terus menerus Garamata menolak segala sesuatu yang berkaitan dengan Belanda, karena apapun yang dibawa oleh Belanda semata-mata hanya untuk memuluskan keinginan Belanda sendiri untuk Universitas Sumatera Utara dapat menguasai Dataran Tinggi Karo. Beberapa hal baru yang dibawa dan diperkenalkan oleh Belanda adalah agama Kristen, pendidikan modern, perekonomian melalui tanaman komersial. Garamata merupakan tokoh adat yang kuat serta memegang teguh setiap hal yang berkaitan dengan adat- istiadat, termasuk di dalamnya religi pemena. Pemena adalah kepercayaan pertama sekali pada masyarakat Karo. Pemena meyakini adanya kekuatan yang melindungi manusai yang masih hidup. Kekuatan ini diyakini berasal dari roh atau dalam bahasa Karo disebut tendi. Roh orang yang sudah meninggal yang disebut dengan begu. Yang utama sekali dipercaya menjaga kehidupan manusia adalah begu jabu dan begu kuta. Kepercayaan pemena sebagai kepercayaan leluhur juga erat sekali kaitannya dengan adat- istiadat. Pelaksanaan hukum kekerabatan daliken sitelu merupakan salah satu pilar dalam berjalannya kepercayaan pemena. Garamata yang merupakan tokoh adat yang kuat tentu merupakan penganut pemena yang kuat juga tentunya. Datangnya pendeta Guillaume yang diutus oleh Belanda dianggap akan mengancam kepercayaan pemena yang sudah mapan hidup di tengah masyarakat Karo. Dengan masuknya agama Kristen, maka pemena akan terancam serta tergeser. Dampaknya sistem kekerabatan, adat-istiadat tentu juga akan memudar. Inilah yang merupakan salah satu latarbelakang perlawanan yang dipimpin oleh Garamata. Penyebaran agama Kristen pada masa itu memang terkesan mempunyai hubungan yang saling bersimbiosis mutualisme dengan pihak kolonial. Sebenarnya sebelum akhirnya Guillaume ke Kabanjahe, usul pertama sekali untuk membuka penginjilan di daerah Karo muncul dari anjuran seorang pegawai perkebunan bernama J.T Cremer pada 16 November 1888, maka kemudian pada tahun 1889 diadakan penandatanganan perjanjian pendanaan penginjilan NZG ke Universitas Sumatera Utara Tanah Karo oleh perusahaan perkebunan sehingga tahun 1890 H.C Kruyt tiba di Belawan sebagai zendeling perintis dan diputuskan Buluh Hawar sebagai tempat pertama mendirikan pos penginjilan kepada orang-orang Karo. 30 Setelah berada di Buluh Hawar selama lebih kurang dua tahun, H.C. Kruyt tetap tidak berhasil mengkristenkan satu orangpun melalui pembabtisan, beliau akhirnya pulang ke negaranya dan digantikan oleh J.K Winjngaarden, lalu melalui pasang surut usaha yang dilakukannya pada 20 Agustus 1893 J.K Winjngaarden berhasil membabtis enam orang penduduk Buluh Hawar. 31 Berjuang selama kurang lebih lima tahun secara terbuka dan empat tahun diasingkan, Garamata akhirnya meyerah dengan perlawanan fisik yang terbuka. Setelah berhenti berjuang dalam masyarakat Karo keberadaan agama Kristen tetap sulit mendapat tempat di hati masyarakat. Menurut informasi sampai tahun 1950an setelah 60 tahun agama Kristen diperkenalkan ke masyarakat Karo, yang menerima barulah sekitar 5000an orang saja. Keberhasilan ini tentu menjadi motivasi sendiri bagi para missionaris, sehingga pada saat Belanda melihat bahwa Dataran Tinggi Karo harus ”dijinakkan” maka Pendeta Guillaume di utus ke Kabanjahe dan diberi ijin oleh Sibayak Kabanjahe membuka pos penginjilan . Kedatangan pendeta ini menjadi awal mula perlawanan Garamata dalam mempertahankan pemena. 32 30 Makalah Pdt. Jadiaman Perangin-angin, DTh. dalam Hasil Seminar Nasional Perjuangan Kiras Bangun Garamata Melawan Penjajahan Belanda Di Tanah Karo 31 Wara Sinuhaji, Op.Cit, hal. 64-65 32 Tridah Bangun, Op.Cit.hal. 37 Hal ini dikarenakan kepercayaan pemena itu memang masih sangat kental di kalangan masyarakat Karo, serta agama Kristen itu sendiri mempunyai ajaran yang memang tidak sesuai dengan adat-istiadat masyarakat Karo, seperti apa yang ada pada ajaran pemena. Di samping itu, pemikiran bahwa agama Kristen adalah produk Belanda yang dipakai sebagai alat untuk merubah pandangan Universitas Sumatera Utara masyarakat Karo terhadap Belanda adalah faktor lain yang menyebabkan Kristen sulit berkembang di Karo Walaupun agama Kristen akhirnya diterima oleh orang-orang Karo, namun sampai akhir hayatnya Garamata tetap mempertahankan kepercayaannya. Bahkan setelah Indonesia merdeka religi pemena tetap sebagai keyakinan mayoritas orang-orang Karo, sebaliknya agama Kristen masih sangat sulit untuk merubah kepercayaan orang-orang Karo, namun sudah mulai berpengaruh dan merubah keyakinan walaupun awalnya oleh sekelompok minoritas. Secara evolutif akhirnya eksistensi pemena menjadi minoritas dan bahkan hilang sebagai sebuah kepercayaan.

4.3 Struktur Pemerintahan