menggeser nilai adat itu sendiri dalam pemerintahan. Rasa persaudaraan yang dimiliki dahulu juga akhirnya memudar seiring diberlakukannya sistem pemerintahan baru oleh Belanda.
Persaingan merebut tampuk pemerintahan antara sesama saudara semakin jelas terlihat, sehingga hubungan kekerabatan satu sama lainnya di antara keluarga sibayak potensial pecah dan menjadi
renggang.
4.4 Pendidikan dan Ekonomi
Pendidikan dengan nilai-nilai modern merupakan hal yang diperkenalkan Belanda setelah mampu menancapkan kekuasaannya di Dataran Tinggi Karo. Pendidikan diperkenalkan oleh
zending Belanda yang bernama Nederlandsche Zending Genoodshcap NZG. Selain berusaha mengkristenkan orang Karo di Dataran Tinggi, zending ini juga berupaya memberikan
pendidikan bagi orang Karo. Pendidikan yang diberikan merupakan pendidikan dasar yang dikenal dengan sebutan SR
sekolah rakyat. SR merupakan sekolah semacam sekolah dasar. Kemudian sekolah menengah yang disebut sekolah dua. Pada kenyataannya sesungguhnya pendidikan yang diberikan kepada
orang-orang Karo bertujuan untuk mempersiapkan tenaga-tenaga yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kolonial Belanda.
Kekhawatiran bahwa kelak para anak muda yang telah mengecap pendidikan dengan nilai modern yang diperkenalkan oleh Belanda akan dipakai sebagai tenaga yang membantu
kepentingan Belanda, mengakibatkan para orangtua saat itu enggan untuk memberi ijin kepada anak-anaknya untuk bersekolah. Rasa memusuhi Belanda yang masih kental dalam hati orang-
orang Karo pada masa itu menjadi embrio munculnya pemikirian sedemikian rupa. Kebanyakan
Universitas Sumatera Utara
dari orangtua juga menganggap kalau kelak anaknya dipekerjakan oleh Belanda di tempat yang jauh dari tanah leluhurnya sehingga semakin membuat orangtua enggan menyekolahkan anak-
anaknya. Akhirnya perkembangan pendidikan modern di Dataran Tinggi Karo terbilang jalan di
tempat atau bahkan cenderung mengalami penurunan. Penurunan pendidikan terlihat dari apa yang terjadi sekitar tahun 1920 perhatian masyarakat Karo akan pendidikan merosot tajam,
delapan puluh persen murid bolos sekolah sehingga banyak sekolah yang akhirnya harus ditutup karena kekurangan murid.
37
Kecurigaan terhadap Belandalah yang menjadikan masyarakat Karo sulit berkembang saat itu. Hal tersebut terlihat dari jumlah yang mengecap pendidikan. Bahkan sampai pada kurun
waktu yang cukup jauh pasca Belanda bercokol di Dataran Tinggi Karo, orang Karo yang merupakan seorang sarjana masih satu orang, bernama Bena Sitepu Pande Besi, yang berhasil
menyelesaikan studi sarjananya pada tahun 1948 di UI, pertama dan satu-satunya. Orang tua pada masa itu lebih mengingini anaknya membantu di ladang ataupun membantu
orang tua untuk berternak namun hidup bersama di tanah leluhurnya, dari pada harus pergi jauh seperti yang dikhawtirkan oleh para orangtua.
38
Berbeda dengan pendidikan yang sulit terserap di Dataran Tinggi Karo, ekonomi yang diperkenalkan Belanda justru diserap oleh orang-orang Karo. Sebelum Belanda datang ke
Dataran Tinggi Karo, masyarakat Karo memang sudah bercocok tanam, namun sebagian besar tanaman yang di tanam adalah tanaman untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Tanaman yang
dominan adalah padi dan jagung, semuanya ini dimaksudkan untuk pemenuhan kebutuhan
37
Ibid.hal. 69
38
Ibid. hal. 70
Universitas Sumatera Utara
sehari-hari self sufficient sedangkan untuk bahan pangan yang tidak mampu dihasilkan alam mereka di Dataran Tinggi Karo, seperti garam atau ikan asin mereka peroleh dengan cara barter
dengan orang-orang yang ada di daerah pantai. Adapun tanaman yang bersifat komersil hanyalah lada.
Pasca mampu mematahkan perlawanan Garamata dan telah berhasil menguasai Dataran Tinggi Karo, maka daerah ini mulai banyak didatangi oleh orang di luar orang-orang Karo
seperti misalnya Lembaga Batak. Belanda juga mengadakan pembangunan infrastrukutur demi kepentingan kelancaran
mobilitasnya ke Dataran Tinggi Karo seperti misalnya jalan darat. Pembangunan infrastruktur juga dilakukan oleh Belanda. Pembangunan jalan pertama sekali selesai dibangun oleh Belanda
yaitu pada tahun 1912.
39
Dengan ijin Belanda, pada 1912 Lembaga Batak yang dibiayi oleh gereja mendirikan sebuah kebun percobaan di Kuta Gadung, 3 km dari Berastagi ke arah Kabanjahe dan Sibolangit
dengan memperkenalkan tanaman-tanaman komersil seperti sayuran, bunga, dan buah-buahan. Pembangunan jalan darat ini akhirnya berefek domino terhadap
keberhasilan ekonomi masyarakat Karo pada periode selanjutnya. Bagaimana tidak, dengan adanya akses jalan yang lebih mudah ke Dataran Tinggi Karo, maka daerah ini semakin banyak
berinteraksi dengan orang-orang yang membawa pengaruh baik, terkhusus bidang ekonomi.
40
39
Ibid. hal. 72
40
Ibid. hal. 71
Dengan diperkenalkannya tanaman-tanaman komersil tersebut, orang Karo yang memang dari awal juga sudah memiliki jiwa wirausaha semakin berkembang. Tanaman yang di bawa oleh
Lembaga Batak ini akhirnya berkembang menjadi sebuah tanaman yang unggul. Hal tersebut didukung dengan keberadaan alam Dataran Tinggi Karo yang memang dikelilingi gunung serta
Universitas Sumatera Utara
adanya gunung berapi juga menyebabkan tanahnya menjadi sangat subur serta mendukung pengembangan tanaman komersil yang dibawa ke Dataran Tinggi Karo.
Keberhasilan tanaman ini mendorong hampir seluruh masyarakat untuk ikut membudidayakannya sebagai sebuah tanaman yang membangun perekonomian. Pada akhirnya
bunga, sayuran dan buah-buahan menjadi tanaman yang diunggulkan oleh orang-orang Karo. Memang seiring dengan hukum-hukum ekonomi yang berlaku, terjadi beberapa kali pasang
surut harga yang tidak jarang juga memberi kerugian bagi masyarakat. Terlepas dari itu semua, tidak dapat dipungkiri bahwa ekonomi adalah satu warisan baik yang dibawa oleh Belanda yang
mampu diserap dengan sangat baik oleh orang-orang Karo di dataran tinggi.
4.5 Kepemilikan Tanah