Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan bermasyarakat tidak terlepas dari bahasa. Bahasa merupakan alat untuk berinteraksi atau alat untuk komunikasi, dalam arti, alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan. Dalam hal ini, fungsi bahasa adalah alat komunikasi manusia, baik tertulis maupun lisan. Sebagai alat komunikasi dan alat interaksi yang hanya dimiliki manusia, bahasa dapat dikaji secara internal maupun eksternal. Adapun kajian secara internal artinya pengkajian itu hanya dilakukan terhadap struktur internal bahasa itu saja, seperti struktur fonologisnya, struktur morfologisnya atau struktur sintaksisnya. Sebaliknya, kajian secara eksternal berarti kajian itu dilakukan terhadap hal-hal atau faktor-faktor yang berada di luar bahasa yang berkaitan dengan pemakaian bahasa itu oleh para penuturnya di dalam kelompok-kelompok sosial kemasyarakatan. Dalam kajian bahasa secara internal mencakup seluruh aspek atau komponen kebahasaan yang ada sesuai dengan kenyataan pemakaian bahasa. Komponen kebahasaan meliputi fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan wacana. Fonologi, misalnya, mempunyai fonem sebagai objek telaah. Dalam morfologi, mengkaji morf, morfem, dan alomorf. Bidang sintaksis meneliti kata, frase, klausa, dan kalimat sebagai satuan analisisnya. Wacana merupakan satuan yang ditelaah dalam bidang analisis wacana. Dalam bidang sintaksis, Kridalaksana 1994:47 mengatakan bahwa pembagian kelas kata dalam bahasa Indonesia ada tiga belas yaitu: verba, adjektiva, nomina, pronominal, numeralia, adverbial, interogativa, demonstratif, artikula, preposisi, konjungsi, interjeksi, dan kategori fatis. Menurutnya Kridalaksana 2005:116 kategori fatis merupakan ciri ragam lisan yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, mengukuhkan atau mengakhiri pembicaraan antara penutur dan lawan penuturnya. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam bahasa lisan non-standar sehingga kebanyakan kalimat-kalimat non- standar banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional. Hal ini menunjukkan bahwa kategori fatis berada dalam keanggotaan kelas kata yang tidak bermakna apa-apa dalam komunikasi, melainkan memenuhi suatu fungsi sosial serta membuat bahasa yang disampaikan komunikatif. Kridalaksana 2005:116 membagi bentuk kategori fatis yang terdiri atas partikel, kata fatis, dan frase fatis. Partikel dalam bahasa Jawa dibedakan menjadi partikel tunggal dan partikel campuran. Adapun partikel tunggal bahasa Jawa di Desa Karaban Kecamatan Gabus Kabupaten Pati yaitu partikel ek [Ʃ?] , misalnya pada tuturan apa ek [ﬤpﬤ Ʃ?], partikel tek, misalnya kuwe tek ngono ? [kuwe te? ono] „kamu kok begitu‟, partikel hare, misalnya iya hare [iy ﬤ hare] yang bersinonim iya e [iyﬤ e]. Partikel campuran misalnya, piye leh tek ngono? [piye lƩh te? ono]. Mengenai partikel tunggal yang ada di Desa Karaban Kecamatan Gabus Kabupaten Pati terdapat bentuk variasi, misalnya partikel hare [hare]. Variasi partikel hare terdapat are [are] dan re [re]. Selain itu, partikel kok [ko?], misalnya pada kalimat lho kok ngono? [lho ko? ono] dan kalimat gak ngono ok [ga? ono o?]. Berdasarkan kedua kalimat tersebut terdapat variasi bentuk partikel kok [ko?] yaitu kok [ko?] dan ok [o?]. Dalam pemakaian partikel tunggal, ada bentuk partikel yang berbeda bila dilihat dari segi penutur, yaitu penutur yang sama-sama masyarakat Desa Karaban Kecamatan Gabus Kabupaten Pati dengan yang bukan warga desa tersebut, seperti dalam tuturan 1 di bawah ini: P1 : “Kathah Bu, ingkang pesen wonten mriki?” „Banyak Bu, yang pesan disini?‟ P2 : “Okeh leh mbak…nek ape dadi nganten ngunu ku, akeh-akehe pesene ya ning aku e .” „Banyak mbak…kalau mau jadi pengantin kebanyakan pesannya dengan Ibu.‟ P1 : “ehmmm dados nggih nampi bayak nganten nggih, Bu?” „ehmmm jadi menerima pesan kebayak juga ya, Bu?‟ P2 : “Ya mbak…lha ki ana anakku sing ngiwangi, meh tak sekolahna dhuwur, piye leh, wong wedok, ben njahit-njahit kono ngewangi aku.” „Ya mbak…ini ada anak saya yang membantu, maunya saya sekolahkan yang tinggi, tetapi bagaimana ya, perempuan masalahnya biar njahit saja bantu saya.‟ Tuturan di atas dilakukan oleh peneliti warga Desa Tanjang dengan Ibu Warti, salah satu warga Desa Karaban Kecamatan Gabus Kabupaten Pati. Berbeda dengan tuturan 2 di bawah ini: Di counter HP: sesama warga Desa Karaban P1 : “Tuku apa ek, Mas?” „Beli apa, Mas?‟ P2 : “Ana perdana AS ora?” „Ada perdana AS nggak?‟ P1 : “Ana ek, ki telungewunan.” „Ada ni. Tigaribuan.‟ Berdasarkan tuturan 1 dan 2 dapat dilihat perbedaan pada partikel yang digunakan antara yang bukan sesama warga Desa Karaban Kecamatan Gabus Kabupaten Pati dengan sesama warga desa tersebut. Tuturan 1 merupakan tuturan antara peneliti, salah satu warga Desa Tanjang dengan Ibu Warti, salah satu warga desa Karaban, menggunakan partikel leh [lƩh] dan e [e], sedangkan pada tuturan 2 yang merupakan sesama warga desa Karaban menggunakan partikel ek [ Ʃ?]. Disinilah letak variasi bentuk partikel yang pada umumnya e [e] menjadi bentuk partikel lain, yaitu ek [Ʃ?] yang dipengaruhi oleh penutur. Bila dilihat dari distribusinya, partikel di Desa Karaban Kecamatan Gabus Kabupaten Pati juga bervariasi. Ada partikel lak yang biasanya terletak di tengah kalimat, misalnya takok mbake lak gak ntuk [tako? mba?e la? ga? ntU?]. Partikel lek yang bisa berada di awal dan tengah kalimat, misalnya partikel lek yang berada di awal kalimat lek ndang [le? ndaƞ] dan di tengah kalimat, misalnya ndang digarap ben lek bar [ndaƞ digarap ben le? bar]. Bentuk partikel tersebut ada yang tunggal terletak di tengah kalimat dan ada yang terletak di awal dan tengah kalimat. Menurut Wedhawati, dkk 2006:405 kalimat bahasa Jawa memiliki struktur informasi yang bergatra-gatra. Setiap gatra memiliki pola intonasi tertentu. Tiga macam gatra yang terpenting ialah 1 Gatra pendahulu antisipatori yang berpola intonasi menaik 2 Gatra utama fokal yang berpola intonasi menaik dan akhirnya menurun , dan 3 Gatra pelengkap suplementer yang berpola intonasi mendatar Gatra utama merupakan gatra yang mengandung berita utama. Setiap kalimat bahasa Jawa setidaknya memiliki sebuah gatra utama. Gatra utama itu dapat diawali dengan sebuah atau beberapa gatra pelengkap. Dalam hubungan dengan itu, partikel sering berfungsi sebagai unsur pembentuk macam-macam gatra yang dimaksud. Namun, partikel dalam kalimat bisa membentuk macam-macam gatra yang dimaksud secara jelas bila terdapat dalam suatu peristiwa tutur. Peristiwa tutur adalah berlangsungnya interaksi linguistik dalam suatu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu, seperti dalam tuturan di bawah ini. Di counter HP: sesama warga Desa Karaban Kecamatan Gabus Kabupaten Pati. Penutur menjaga counter dan kemudian datang mitra tutur sebagai pembeli P1 : “Tuku apa ek, Mas?” „Beli apa, Mas?‟ P2 : “Ana perdana AS ora?” „Ada perdana AS nggak?‟ Partikel ek [ Ʃ? ] berdasarkan distribusinya terletak pada tengah kalimat. Bila dilihat dari konteks tuturan, partikel ini mempunyai fungsi untuk memulai pembicaraan. Berbeda dengan tuturan di bawah ini dengan partikel yang sama. Di toko: Penutur sedang duduk di teras rumahnya, kemudian datang mitra tutur membawa jajan P1 : “Tuku apa maeng, Yu?” „Beli apa tadi, Mbak?‟ P2 : “Ki ek tuku jajan.”masuk ke dalam rumah „Ini lho beli jajan.‟ Partikel ek [ Ʃ? ] berdasarkan distribusinya juga terletak di tengah kalimat. Bila dilihat dari konteks tuturan, partikel ini mempunyai fungsi mengakhiri pembicaraan. Bentuk partikel ek [ Ʃ? ] yang biasanya berada di tengah kalimat berfungsi untuk mengawali pembicaraan, tetapi ternyata dengan distribusi yang sama bisa mempunyai fungsi yang berbeda. Berdasarkan dua contoh tuturan tersebut, dapat diketahui bahwa bentuk partikel yang sama dengan distribusi yang sama pula akan mempunyai fungsi yang berbeda bergantung pada konteks yang menyertainya. Jadi, bentuk partikel di Desa Karaban Kecamatan Gabus Kabupaten Pati bervariasi bila dilihat dari segi penutur. Selain itu, fungsi pemakaiannya juga bervariasi, bila dilihat dari distribusi dan konteks yang menyertainya. Hal tersebut yang menjadi alasan pemilihan pemakaian partikel bahasa Jawa di Desa Karaban Kecamatan Gabus Kabupaten Pati.

1.2 Rumusan Masalah