Latar Belakang Pola Permukiman Masyarakat di Pinggiran Rel Kereta Api (Studi Kasus : Permukiman Lingkungan XII Jalan Arteri Ringroad Medan)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Permukiman adalah kawasan lingkungan hidup baik di perkotaan maupun di pedesaan yang dilengkapi oleh sarana dan prasarana lingkungan yang mendukung kegiatan penduduknya. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan ruang hunian semakin meningkat. Penambahan jumlah penduduk yang berdampak pada penambahan kebutuhan ruang hunian sementara kemampuan secara finansial tidak mencukupi, ternyata telah menimbulkan beberapa permasalahan, yang antara lain adalah bermunculannya permukiman-permukiman kumuh. Saat ini di Indonesia terdapat beberapa permasalahan permukiman khususnya permukiman kumuh. Permukiman kumuh yang erat kaitannya dengan kemiskinan, sebenarnya telah banyak diupayakan oleh pemerintah untuk mengatasinya. Namun pertumbuhan permukiman liar semakin lama terus berkembang di kota- kota besar di Indonesia karena kemiskinan meningkat dan kebutuhan ruang yang bertambah. Pada umumnya, permukiman liar tersebut tumbuh dari masyarakat yang ekonomi dan pendidikannya rendah serta masyarakat yang datang dari daerah pedesaan untuk mencari pekerjaan di kota dan tidak mempunyai daya beli yang Universitas Sumatera Utara 2 tinggi. Perpindahan penduduk yang sangat pesat tidak diimbangi oleh kemampuan pelayanan kota, akibatnya permukiman kumuh di daerah perkotaan semakin luas. Terbentuknya permukiman liar di kota-kota besar seperti Medan tersebut dipandang dapat menimbulkan banyak persoalan perilaku menyimpang seperti kejahatan dan timbulnya penyakit sosial lainnya. Menurut Mc Gee 1971 dalam Simollah 2011 perpindahan penduduk ke kota sering mengakibatkan urban berlebih yang pada akhirnya menimbulkan banyak masalah yang berhubungan dengan pengangguran, ketidakpuasan di bidang sosial dan ekonomi. Saat ini Medan memiliki beberapa permukiman kumuh baik di bantaran sungai maupun di bantaran rel kereta api. Seiring kebutuhan ruang hunian dan pertambahan jumlah penduduk, wilayah rel kereta api seringkali menjadi permukiman karena lahan tersebut merupakan lahan yang tidak digunakan serta tidak ada beban biaya penggunaan tanah secara resmi. Hal tersebut memberi kesempatan kepada orang yang berpenghasilan rendah untuk menggunakan lahan tersebut sebagai tempat tinggal dikarenakan tidak mengeluarkan biaya untuk membeli tanah dan tidak ada yang mempermasalahkan. Lemahnya pengelolaan tersebut menjadikan semakin kumuhnya daerah rel kereta api, banyak bangunan liar yang tumbuh yang akhirnya menjadi ruang negatif kota. Kasus yang diambil pada penelitian ini adalah permukiman Lingkungan XII di Jalan Arteri Ringroad Kel. Helvetia Kec. Medan Helvetia yang berada di bantaran rel kereta api. Pemilihan lokasi ini sebagai objek penelitian dikarenakan permukiman tersebut adalah permukiman yang ilegal dan termasuk salah satu permukiman kumuh yang ada di kota Medan serta letaknya yang dekat dengan Jl. Universitas Sumatera Utara 3 Arteri Ringroad sehingga cenderung pesat dan strategis. Selanjutnya, dimana masyarakat yang mampu bertahan hidup di permukiman kumuh dan di bantaran rel kereta api tersebut dan tidak jelasnya status kepemilikan tanah yang dimiliki oleh masyarakat terhadap bangunan tempat tinggalnya.

1.2. Perumusan Masalah