37
3.5. Tahapan Analisa Data
Metode analisa data yang digunakan adalah metode analisa deskriptif, untuk mengkaji kondisi sosial budaya masyarakat serta pola permukiman di kawasan
penelitian. Metode analisa deskriptif yaitu cara menafsirkan data yang ada sehingga memberikan suatu gambaran yang jelas mengenai kecenderungan
bermukim secara umum. Sebagaimana rincian analisanya sebagai berikut : 1.
setelah data-data dikumpulkan kemudian dilakukan kompilasi data. Temuan yang diperoleh dari observasi lapangan yang di dukung oleh hasil wawancara
dengan responden serta penelusuran literatur kemudian dikelompokan kedalam tema-tema tertentu yang mengilustrasikan fenomena yang ada
2. analisa dimulai dengan data fisik mengenai eksisting lapangan yang
digambarkan kembali sesuai dengan hasil survey. Data tersebut dikaji sesuai dengan tujuan di dalam penelitian ini yang sudah dibahas pada bab
sebelumnya. 3.
data hasil penelitian mengenai pola permukiman dan kecenderungan masyarakat bermukim di pinggiran rel kereta api yang diperoleh melalui hasil
observasi dan wawancara ke lapangan disusun dan dianalisis sesuai dengan temuan-temuan yang ada dan dikaitkan dalam teori-teori terkait pada bab
sebelumnya. 4.
membuat kesimpulan dari keseluruhan data yang telah dianalisis.
Universitas Sumatera Utara
38
BAB IV PERMUKIMAN PINGGIRAN REL KA DI LINGKUNGAN XII
KELURAHAN HELVETIA
4.1. Lokasi Penelitian
4.1.1. Deskripsi Kecamatan Medan Helvetia
Kecamatan Medan Helvetia terletak di wilayah Barat Kota Medan dengan batas-batas sebagai berikut :
sebelah Utara : Kabupaten Deli Serdang
sebelah Timur : Kecamatan Medan Petisah sebelah Selatan : Kecamatan Medan Sunggal
sebelah Barat : Kecamatan Medan Sunggal
Gambar 4.1. Peta Kecamatan Medan Helvetia Sumber : Pemko Medan
Universitas Sumatera Utara
39
Kecamatan Medan Helvetia merupakan wilayah dengan luas 11,55 km² yang jumlah penduduknya sebesar 144.257 Jiwa 2011. Jumlah penduduk Kecamatan
Medan Helvetia sebanyak 144.257 penduduk yang terdiri dari 70.507 orang laki- laki serta 73.552 orang perempuan. Kecamatan Medan Helvetia terdiri dari tujuh
kelurahan yang membentuknya, yaitu : 1.
Kelurahan Cinta Damai 2.
Kelurahan Dwikora 3.
Kelurahan Helvetia 4.
Kelurahan Sei Sikambing C II 5.
Kelurahan Helvetia Timur 6.
Kelurahan Helvetia Tengah 7.
Kelurahan Tanjung Gusta Sumber : Pemko Medan
4.1.2. Deskripsi Kelurahan Helvetia
Kelurahan Helvetia merupakan salah satu dari tujuh kelurahan yang membentuk Kecamatan Medan Helvetia dengan luas 1,003 km² yang berbatasan
dengan : sebelah Utara
: Kabupaten Deli serdang sebelah Timur : Kelurahan Helvetia Tengah
sebelah Selatan : Kelurahan Dwi Kora sebelah Barat
: Kelurahan Tanjung Gusta
Universitas Sumatera Utara
40
` Gambar 4.2. Peta Kelurahan Helvetia Sumber : Pemko Medan
Penelitian yang akan dilakukan berada di Lingkungan XII Kelurahan Helvetia :
Gambar 4.3. Peta Lingkungan XII Kelurahan Helvetia Sumber : Google Earth
Universitas Sumatera Utara
41
4.2. Lingkungan XII Kelurahan Helvetia
Menurut hasil survey permukiman di Lingkungan XII Kelurahan Helvetia merupakan permukiman yang berada di atas tanah ilegal yaitu tanah milik
Perusahaan Jawatan Kereta Api. Awal mula permukiman ini dimulai dari tahun 1981 hingga sekarang dengan adat turun temurun. Pada tahun 1981-1984 hanya
ada 3 bangunan saja di permukiman tersebut. Permukiman ini berada di bagian utara rel kereta api yang menuju ke kota Binjai. Di bagian selatan permukiman
Lingkungan XII berbatasan dengan permukiman liar pinggiran rel kereta api juga tetapi di Kelurahan Dwi Kora. Sampai saat ini belum ada program pemerintah
yang mengatasi permukiman liar tersebut.
4.2.1. Kondisi Sosial Budaya dan Perekonomian Masyarakat
Permukiman Lingkungan XII Kel. Helvetia terlihat cukup padat dari kondisi hunian yang tidak beraturan. Walaupun masyarakat tinggal diatas tanah
milik negara, rata-rata penghuni di permukiman Lingkungan XII memiliki kartu tanda penduduk. Berikut ialah kondisi sosial budaya dan perekonomian
masyarakat di Lingkungan XII :
1. Keadaan Penduduk
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kepala Lingkungan di Lingkungan XII tersebut terdapat 100 rumah dengan 110 KK, beberapa diantaranya terdapat 5
rumah dengan 2 KK dalam satu bangunanrumah. Terkait dengan teori menurut Sinulingga 2005 dalam Hutapea 2012 yang
menyatakan salah satu dari ciri permukiman kumuh ialah penduduk sangat padat
Universitas Sumatera Utara
42
antara 250-400 jiwaHa. Pendapat para ahli perkotaan menyatakan bahwa apabila kepadatan suatu kawasan telah mencapai 80 jiwaHa maka timbul masalah akibat
kepadatan ini, antara perumahan yang dibangun tidak mungkin lagi memiliki persyaratan fisiologis dan psikologis.
2. Sosial Ekonomi
Kondisi sosial ekonomi penduduk di lingkungan tersebut rata-rata ialah masyarakat berpenghasilan rendah. Mata pencaharian penduduk sekitar menurut
hasil survey adalah tukang bangunan, tukang becak, pedagang baju bekas, pedagang kios, pemulung, dan lainnya. Rata-rata penghasilan masyarakat di
Lingkungan XII sekitar Rp 50.000 – Rp 150.000 per harinya.
Hal tersebut terkait dengan pernyataan menurut Sumarwanto 2014 yang menyatakan bahawa potret masyarakat berpenghasilan rendah tercermin dari
kondisi sosial ekonomi dalam kehidupannya dan ditunjukkan dengan kondisi perumahan yang tidak memadai seperti di pinggiran rel kereta api.
3. Sosial Budaya
Penduduk di Lingkungan XII memiliki keragaman suku etnis dan agama. Variasi suku yang telah diketahui ialah suku batak dan jawa yang mayoritasnya
beragama Nasrani Kristen Protestan. Sebagian penduduk adalah masyarakat yang berpindah dari tanah jawa dan sebagian lagi pindahan dari sekitaran kota
Medan. Pada awal-awal penduduk bertempat tinggal di permukiman Lingkungan XII,
rata-rata penduduk di permukiman tersebut merasa gelisah dengan suasana
Universitas Sumatera Utara
43
permukiman yang hanya jarak beberapa meter dari rel kereta api tersebut, tetapi setelah bertahun-tahun penduduk sudah terbiasa dengan suasana kereta api yang
berlalu lalang setiap jamnya. Sampai saat ini selama 10 tahun hanya ada 4 kejadiankecelakaan yang telah terjadi di rel kereta api tersebut.
4. Fungsi dan Kegiatan
Permukiman Lingkungan XII merupakan hunian diatas tanah milik Perusahaan Jawatan Kereta Api, tetapi bangunan rumah adalah milik tiap
penghuni. Pada permukiman ini rata-rata masyarakat bekerja diluar permukiman dan fungsi hunian hanya untuk tempat tinggal saja, tetapi ada salah satu
masyarakat yang membuka usaha koperasi di permukiman tersebut. Permukiman Lingkungan XII memiliki ciri-ciri permukiman kumuh terkait
dengan teori menurut Budihardjo 1987 yang menyatakan bahwa ciri-ciri permukiman kumuh antara lain berada pada lahan yang tidak sesuai dengan
peruntukantata ruang dan kepadatan bangunan sangat tinggi. Masyarakat di permukiman Lingkungan XII memanfaatkan beberapa
kegiatan di sekitar rel kereta api seperti tempat penjemuran, duduk santai bagi warga di sore hari, maupun aktifitas lainnya.
5. Ruang Hunian Penduduk
Pada permukiman Lingkungan XII fungsi rumah hanya untuk hunian saja. Luas rumah pada permukiman tersebut bervariasi. Menurut hasil survey pada
awal lahan permukiman masih tanah kosong, penduduk yang pertama
Universitas Sumatera Utara
44
membangun rumah yang mendapat tanah lebih besar dari penduduk lain yang terakhir mendapatkan lahan untuk membangun rumah mereka.
Dari gambar berikut ini, luas rumah di permukiman tersebut ±35 m² yaitu 6x5 m untuk memenuhi kehidupan penduduk sehari-hari. Hunian berfungsi sebagai
penunjang kegiatan sehari-hari seperti tempat beristirahat, memasak, menjemur pakaian, dan kegiatan rumah tangga lainnya.
Gambar 4.4. Kondisi Ruang Hunian Penduduk Sumber : Peneliti, 2015
Berikut gambaran penggunaan ruang hunian oleh penduduk di permukiman Lingkungan XII :
Universitas Sumatera Utara
45
Gambar 4.5. Penggunaan Ruang Hunian Sumber : Peneliti, 2015
6. Status Kepemilikan Lahan
Bangunan yang berdiri di pinggiran rel kereta api tersebut adalah bangunan yang dibangun langsung oleh penduduk di atas tanah milik Perusahaan Jawatan
Kereta Api dengan membayar sewa hak pakai tanah terakhir pada tahun 2006 ke pihak yang bersangkutan, dengan kata lain tanah tersebut merupakan tanah ilegal
dan tidak jelasnya status kepemilikan terhadap tanah dan bangunannya. Hal itu sesuai dalam Budihardjo 1997 dalam Sulaiman 2005 yang menyatakan bahwa
permukiman kumuh liar menenempati lahan yang tidak ditetapkan untuk kawasan hunian, misalnya di sepanjang rel KA. Pada kenyataannya, keadaan permukiman
di bantaran rel kereta api tersebut merupakan daerah padat permukiman.
Universitas Sumatera Utara
46
Berikut gambaran aktifitas masyarakat di Lingkungan XII :
Gambar 4.6. Aktifitas Masyarakat di Sekitar Rel KA Sumber : Peneliti, 2015
Universitas Sumatera Utara
47
Berikut gambaran kondisi sosial ekonomi masyarakat di Lingkungan XII :
Gambar 4.7. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sumber : Peneliti, 2015
Universitas Sumatera Utara
48
4.2.1.1.Tumbuhnya Permukiman Lingkungan XII
Kondisi sosial budaya dan ekonomi sangat memprihatinkan bagi penduduk di permukiman Lingkungan XII. Kurangnya sarana dan prasarana serta fasilitas di
lingkungan tersebut serta status kepemilikan tanah yang ilegal tetapi tetap ada pungutan biaya sewa hak pakai atas tanah milik negara ke perusahaan yang
bersangkutan. Minimnya pendapatan bagi penduduk yang menyebabkan tumbuhnya permukiman liar di pinggiran rel kereta api Lingkungan XII.
Terkait dengan teori menurut Komarudin 1997 yang mengatakan bahwa penyebab utama tumbuhnya lingkungan kumuh adalah urbanisasi dan migrasi
yang tinggi terutama bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, sulitnya mencari pekerjaan serta sulitnya mencicil atau menyewa rumah. Menurut hasil
survey, beberapa warga yang berpindah dari permukiman sebelumnya dikarenakan :
ketidakmampuan mereka dalam membayar sewa, karena pendapatan yang kecil sehingga tidak mampu untuk membayar sewa rumah dan pindah ke
permukiman pinggiran rel kereta api digusur dari permukiman mereka sebelumnya
sudah turun temurun dari keluarga, dahulu dihuni oleh orang tua mereka sebelumnya
pindahan dari pulau Jawa
Berikut merupakan foto kawasan permukiman di Lingkungan XII :
Universitas Sumatera Utara
49
Gambar 4.8. Foto Kawasan Permukiman Lingkungan XII Sumber : Peneliti, 2015
Universitas Sumatera Utara
50
4.2.1.2. Pola Permukiman
Permukiman Lingkungan XII terletak dekat dengan Jl. Arteri Ringroad sehingga cenderung pesat dan strategis. Terkait dengan karakteristik lingkungan
kumuh menurut Siswono 1991 dalam Sulaiman 2005 yaitu permukiman tersebut berada pada lokasi yang tidak dibenarkan bagi perumahan serta berada
pada lokasi yang berbahaya seperti bantaran sungai, jalur jalan kereta api dan jalur tegangan listrik.
Tipe pola permukiman di Lingkungan XII ini berbentuk linier membentang di sepanjang rel kereta api. Secara linier membentuk pusat aktifitas di halaman
bangunan maupun di rel kereta api seperti tempat penjemuran, duduk santai bagi warga di sore hari, maupun aktifitas lainnya.
Gambar 4.9. Pola Permukiman Linier Sumber : Peneliti, 2015
Universitas Sumatera Utara
51
Permukiman ini berada sekitar ±4m dari rel kereta api dan ada juga yang sekitar ±2m dari rel kereta api. Hal itu tidak sesuai dari peraturan pemerintah yang
manyatakan bahwa garis sempadan rel kereta api bagi bangunan adalah 20m. Kondisi kampung secara fisik menurut Yudohusodo 1991, tidak memenuhi
persyaratan teknis dan kesehatan, yaitu kurangnya atau tidak tersedianya prasarana, fasilitas dan utilitas lingkungan serta kehidupan sosial yang tidak
teratur.
Gambar 4.10. Jarak Antara Bangunan dan Rel KA : kiri ±4 m dan kanan ±2 m Sumber : Peneliti, 2015
Universitas Sumatera Utara
52
4.2.1.3.Material Bangunan
Salah satu karakteristik dari permukiman kumuh ialah tampilan dari bangunan yaitu material yang dipakai untuk sebuah rumah. Secara fisik
permukiman kumuh dibangun dengan material yang tidak layak dan pada umumnya tidak permanen. Menurut Yudohusodo 1991 bangunan di
permukiman liar biasanya kondisi bangunan yang sangat buruk serta bahan-bahan bangunan yang digunakan adalah bahan bangunan yang bersifat semi permanen.
Material bangunan di Lingkungan XII rata-rata menggunakan bahan permanen dan semi-permanen. Masyarakat membangun rumah mereka sesuai
dengan kondisi ekonomi masing-masing. Maka dari itu, bangunan rumah di permukiman Lingkungan XII menggunakan material yang berbeda-beda.
a. Dinding Bata
Bangunan rumah di permukiman Lingkungan XII hampir seluruhnya menggunakan dinding bata. Dari data survey, yang menggunakan dinding bata
rata-rata sudah bermukim sejak lama di permukiman tersebut. Pada awalnya sebelum menggunakan dinding bata masyarakat membangun rumah mereka
menggunakan kayutepas terlebih dahulu. Seiring dengan waktu, perlahan-lahan masyarakat mulai membangun rumah mereka menggunakan dinding bata agar
lebih kokoh dan nyaman untuk ditinggali.
Universitas Sumatera Utara
53
Gambar 4.11. Bangunan yang Menggunakan Material Dinding Bata Sumber : Peneliti, 2015
b. Dinding Kayu