279
Bab 8 Dampak Pendudukan Militer Jepang Terhadap Kehidupan Masyarakat Indonesia
organisasi-organisasi itu untuk menggembleng mental dan membangkitkan semangat nasionalisme serta menumbuhkan rasa
percaya diri serta harga diri sebagai bangsa. Mereka selalu menekankan pentingnya persatuan, pentingnya memupuk terus-
menerus semangat cinta tanah air, dan harus lebih memperhebat semangat antiimperialisme- kolonialisme. Organisasi Putera
mendapat sambutan yang hangat dari seluruh rakyat. Namun, karena Putera nyatanya bermanfaat bagi bangsa Indoensia,
pemerintah Jepang akhirnya membubarkannya pada April 1944.
Selain melalui Putera, para pemimpin pergerakan juga berjuang melalui Badan Pertimbangan Pusat atau Cou Sangi In yang
dibentuk Jepang pada 5 September 1943. Badan ini beranggotakan 43 orang dan diketuai oleh Ir. Soekarno. Dalam sidangnya pada 20
Oktober 1943, Cuo Sangi In menetapkan bahwa agar Jepang menang dalam perang, perlu dikerahkan segala potensi dan produksi dari
rakyat Indoensia. Untuk melaksanakan ketetapan itu dibentuklah berbagai kesatuan pemuda, sebagai wadah penggemblengan mental
dan semangat juang agar mereka menjadi tenaga-tenaga pejuang yang militan. Berbagai kesatuan pemuda yang berhasil dibentuk
antara lain: Seinendan Barisan Pemuda, Keibodan Barisan Pembantu Polisi, Seisyintai Barisan Pelopor, Gakutotai Barisan
Pelajar, dan Fujinkai Barisan Wanita.
Pada saat penggemblengan mental itulah Ir. Soekarno selalu menyisipkan penanaman jiwa dan semangat nasionalisme,
pentingnya persatuan dan kesatuan serta keberanian berjuang dengan risiko apa pun untuk menuju Indonesia merdeka. Dengan
demikian, kebijakan pemerintah Jepang dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh nasional untuk perjuangan. Para pemimpin
Indonesia memanfaatkan organisasi ini untuk memupuk rasa persatuan dan kesatuan. Jelas sekali, para pemimpin Indonesia
tidak bodoh untuk dibohongi oleh Jepang.
2. Perjuangan Bawah Tanah
Perjuangan bawah tanah adalah perjuangan yang dilakukan secara tertutup dan rahasia. Perjuang bawah tanah ini dilakukan oleh
para tokoh nasionalis yang bekerja pasa instansi-instansi pemerintahan buatan Jepang. Jadi, di balik kepatuhannya
terhadap Jepang, tersembunyi kegiatan-kegiatan yang bertujuan menghimpun dan mempersatukan rakyat untuk meneruskan
perjuang untuk mecapai Indonesia merdeka.
Perjuangan bawah tanah ini tersebar di berbagai tempat: Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya, serta Medan. Di Jakarta
terdapat beberapa kelompok yang melakukan perjuangan model ini. Antara kelompok perjuangan yang satu dengan kelompok
perjuangan yang lain, selalu terjadi kontak hubungan. Kelompok- kelompok perjuang tersebut, antara lain:
280
Sejarah SMAMA Program IPS Jilid 2 Kelas XI
a. Kelompok Sukarni
Sukarni adalah tokoh pergerakan pada zaman Hindia Belanda. Pada masa pendudukan Jepang, ia bekerja di Sendenbu Barisan
Propaganda Jepang bersama-sama dengan Muhammad Yamin. Sukarni
menghimpun tokoh-tokoh pergerakan yang lain, antara
lain: Adam Malik, Kusnaeni, Pandu Wiguna, dan Maruto Nitimiharjo
. Gerakan yang dilakukan kelompok Sukarni adalah menyebarluaskan cita-cita kemerdekaan, menghimpun orang-
orang yang berjiwa revolusioner, dan mengungkapkan kebohongan-kebohongan yang dilakukan oleh Jepang.
Sebagai pegawai Sendenbu, Sukarni bebas mengunjungi asrama Peta Pembela Tanah Air yang tersebar di seluruh Jawa. Karena
itu, Sukarni mengetahui seberapa besar kekuatan revolusioner yang anti-Jepang. Untuk menutupi gerakannya, kelompok Sukarni
mendirikan asrama politik, yang diberi nama “Angkatan Baru Indonesia
” yang didukung Sendenbu. Di dalam asrama ini
terkumpul para tokoh pergerakan antara lain: Ir. Sukarno, Mohammad Hatta
, Ahmad Subarjo, dan Sunarya yang bertugas
mendidik para pemuda tantang masalah politik dan pengetahuan umum.
b. Kelompok Ahmad Subarjo
Ahmad Subarjo pada masa pendudukan Jepang menjabat sebagai
Kepala Biro Riset Kaigun Bukanfu Kantor Penghubung Angkatan Laut di Jakarta. Ahmad Subarjo berusaha menghimpun tokoh-tokoh
bangsa Indonesia yang bekerja dalam Angkatan Laut Jepang. Atas dorongan dari kelompok Ahmad Subarjo, Angkatan Laut berhasil
mendirikan asrama pemuda yang bernama “Asrama Indonesia Merdeka
”. Di asrama Indonesia Merdeka inilah para pemimpin bangsa Indonesia memberikan pelajaran-pelajaran guna
menanamkan semangat nasionalisme kepada para pemuda Indonesia.
c. Kelompok Sutan Syahrir
Sutan Syahrir merupakan tokoh besar pergerakan nasional, yang
pada zaman Hindia Belanda tahun 1935 dibuang ke Boven Digul di Irian Jaya, kemudian dipindahkan ke Banda Neira dan terakhir
ke Sukabumi. Pada masa pendudukan Jepang, Syahrir berjuang diam-diam dengan cara menghimpun teman-teman sekolahnya
dulu dan rekan-rekan seorganisasi pada zaman Hindia Belanda. Terbentuklah satu kelompok rahasia, Kelompok Syahrir. Dalam
perjuangannya, Syahrir juga menjalin hubungan dengan pemimpin-pemimpin bangsa yang terpaksa bekerja sama dengan
Jepang. Di samping itu, hubungan kelompok Syahrir dengan kelompok perjuangan yang lain berjalan cukup baik. Karena gerak
langkah Syahrir dicurigai Jepang, untuk menghilangkan
Sumber: Ensiklopedi Nasional Indonesia
Gambar 8.5 Adam Malik
Sumber: Ensiklopedi Nasional Indonesia
Gambar 8.6 Ahmad Subarjo
281
Bab 8 Dampak Pendudukan Militer Jepang Terhadap Kehidupan Masyarakat Indonesia
kecurigaan pihak Jepang Syahrir bersedia memberi pelajaran di Asrama Indonesia Merdeka milik Angkatan Laut Jepang Kaigun,
bersama dengan Ir. Sukarno, Mohammad Hatta, Ahmad Subarjo, dan Iwa Kusumasumantri.
d. Kelompok Pemuda
Kelompok Pemuda pada masa Jepang mendapat perhatian khusus dari pemerintah Jepang. Jepang berusaha memengaruhi para
pemuda Indoensia dengan propaganda yang menarik. Dengan demikian, nantinya para pemuda Indonesia merupakan alat yang
ampuh guna menjalankan kepentingan Jepang. Jepang menanamkan pengaruhnya pada para pemuda Indonesia melalui
kursus-kursus dan lembaga-lembaga yang sudah ada sejak zaman Hindia Belanda. Jepang mendukung berdirinya kursus-kursus
yang diadakan dalam asrama-asrama, misalnya di Asrama Angkatan Baru Indonesia yang terdapat Sendenbu dan Asrama
Indonesia Merdeka yang didirikan Angkatan Laut Jepang. Namun, pemuda Indonesia baik pelajar maupun mahasiswa tidak
gampang termakan oleh propaganda Jepang. Mereka menyadari bahwa imperialisme yang dilakukan oleh Jepang pada hakikatnya
sama dengan imperialisme bangsa Barat.
Pada masa itu, di Jakarta terdapat 2 kelompok pemuda yang aktif berjuang, yakni yang terhimpun dalam asrama Ika Daikagu
Sekolah Tinggi Kedokteran dan kelompok pemuda yang terhimpun dalam Badan PermusyawaratanPerwakilan Pelajar
Indonesia Baperpri. Kelompok terpelajar tersebut mempunyai ikatan organisasi yang bernama Persatuan Mahasiswa.
Organisasi ini merupakan wadah untuk menyusun aksi-aksi terhadap penguasa Jepang dan menyusun pertemuan-pertemuan
dengan para pemimpin bangsa. Dalam perjuangannya, kelompok pemuda juga selalu berhubungan dengan kelompok-kelompok
yang lain, yaitu kelompok Sukarni, kelompok Ahmad Subarjo, dan Kelompok Syahrir. Tokoh-tokoh Kelompok Pemuda yang
terkenal antara lain: Chaerul Saleh, Darwis. Johar Nur, Eri Sadewo
, E.A. Ratulangi, dan Syarif Thayeb. 3.
Perlawanan Angkat Senjata
Perlakuan Jepang yang tak berperikemanusian menimbulkan reaksi dan perlawanan dari rakyat Indonesia di berbagai wilayah.
Kebencian ini bertambah ketika di beberapa tempat, Jepang menghina aspek-aspek keagamaan. Berikut ini beberapa
perlawanan rakyat pada masa penjajahan Jepang.
a. Perlawanan di Cot Plieng, Aceh
Perlawanan di Aceh ini dipimpin oleh Tengku Abdul Djalil, seorang ulama pemuda. Pada 10 November 1942, tentara Jepang
Sumber: Ensiklopedi Nasional Indonesia
Gambar 8.7 Iwa Kusumasumantri
Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka
Gambar 8.9 Chaerul Saleh
282
Sejarah SMAMA Program IPS Jilid 2 Kelas XI
menyerang Cot Plieng pada saat rakyat sedang melaksanakan shalat subuh. Penyerangan pagi buta ini akhirnya dapat digagalkan oleh
rakyat dengan menggunakan senjata kelewang, pedang, dan rencong. Begitupun dengan dengan serangan kedua, tentara Jepang
berhasil dipukul mundur. Namun pada serangan yang ketiga, pasukan Teungku Abdul Jalil dapat dikalahkan Jepang.
Peperangan ini telah merenggut 90 tentara Jepang dan sekitar 3.000 masyarakat Cot Plieng.
b. Perlawanan di Tasikmalaya, Jawa Barat
Perlawanan di Singaparna, Tasikmalaya, ini dipimpin oleh Kyai Haji Zaenal Mustofa
. Perlawanan ini terkait dengan tidak bersedianya K.H. Zaenal Mustofa untuk melakukan Seikeirei,
memberikan penghormatan kepada Kaisar Jepang. Dalam pandangan Zaenal Mustofa, membungkuk seperti itu sama saja
dengan memberikan penghormatan lebih kepada matahari, sementara dalam hukum Islam hal tersebut terkarang karena
dianggap menyekutukan Tuhan.
Pemerintahan Jepang kemudian mengutus seseorang untuk menangkapnya. Namun utusan tersebut tidak berhasil karena
dihadang rakyat. Dalam keadaan luka, perwakilan Jepang tersebut memberitahukan peristiwa tersebut kepada pimpinannya di
Tasiklamalaya. Karena tersinggung, Jepang pada 25 Februari 1944 menyerang Singaparna pada siang hari setelah shalat Jumat. Dalam
pertempuran tersebut Zaenal Mustofa berhasil ditangkap dan kemudian diasingkan ke Jakarta hingga wafatnya. Jenazahnya
dikuburkan di daerah Ancol, dan kemudian dipindahkan ke Tasikmalaya.
c. Perlawanan Sejumlah Perwira Pembela Tanah Air di Blitar,
Buana dan Paudrah Aceh, dan Cilacap Perlawanan sejumlah perwira Pembela Tanah Air Peta di Blitar
terjadi pada 14 Februari 1945 yang dipimpin oleh Syudanco Supriyadi
. Ia adalah seorang syodanco komandan peleton Peta. Perlawanan Supriyadi ini disebabkan karena tidak tahan lagi
melihat kesengsaraan rakyat yang mati karena romusha. Namun perlawanan tersebut dapat diredam oleh Jepang.
Perlawanan ini tampaknya tidak direncanakan dengan matang sehingga mudah untuk digagalkan. Akhirnya para anggota Peta
yang terrlibat perlawanan diadili di Mahkamah Militer Jepang. Orang yang berhasil membunuh Jepang langsung dijatuhi
hukuman mati, antara lain: dr. Ismangil, Muradi, Suparyono, Halir Mangkudidjaya
, Sunanto, dan Sudarmo. Dalam
persidangan tersebut, Supriyadi sendiri sebagai pemimpin perlawanan tidak diikutsertakan. Beberapa pihak mengatakan
bahwa Supriyadi sesungguhnya sudah ditangkap dan dibunuh
Sumber: Ensiklopedi Nasional Indonesia
Gambar 8.9 KH. Zaenal Musthafa
283
Bab 8 Dampak Pendudukan Militer Jepang Terhadap Kehidupan Masyarakat Indonesia
secara diam-diam, ada pula pihak yang percaya bahwa Supriyadi mokswa
alias menghilangkan diri tanpa jejak Selain di Blitar, perlawanan pemuda Peta juga meletus di
dua daerah di Aceh, yaitu Buana dan Paudrah. Pemimpinnya adalah Guguyun Teuku Hamid; ia bersama 20 peleton pasukan
melarikan diri dari asrama pada November 1944 untuk merencanakan pemberontakan. Namun Jepang berhasil
mengancam keluarga Teuku Hamid sehingga Teuku Hamid kembali lagi. Tampaknya rencana perlawanan Teuku Hamid
menambah simpati dan semangat masyarakat sehingga kemudian muncul kembali perlawanan. Lahirlah perlawanan Padrah di
daerah Bireun, Aceh Utara, yang dipimpin oleh seorang kepala kampung yang dibantu oleh regu Guguyun. Perlawanan tersebut
menelan banyak korban dari pihak Aceh karena semua yang tertawan akhirnya dibunuh oleh Jepang.
Di Gumilir, Cilacap perlawanan dipimpin oleh seorang
komandan regu bernama Khusaeri. Serangan pertama tentara Jepang terdesak, namun setelah bala bantuan datang Khusaeri
mampu dikalahkan. Di Pangalengan, Jawa Barat, pun meletus perlawanan dari para personil Peta yang juga dapat dilumpuhkan.
Sumber: Album Pahlawan Bangsa
Gambar 8.10 Supriyadi
KEGIATAN 8.2
Untuk menumbuhkan wawasan Anda tentang gerakan kepemudaan.Coba Anda Analisis mengenai peranan gerakan pemuda pada masa kependudukan Jepang baik bentukan Jepang
maupun bentukan para pemuda Indonesia saat itu. Setelah itu, tulislah hasil analisis kamu dan kumpulkan pada gurumu. Selamat menganalisis
C. DAMPAK PENDUDUKAN MILITER JEPANG TER-
HADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT INDONESIA DALAM BIDANG SOSIAL-EKOMONI- POLITIK,
BUDAYA, SERTA MILITER DI INDONESIA
1. Dampak terhadap Kehidupan Ekonomi
Pendudukan Jepang membawa dampak yang besar terhadap kehidupan ekonomi Indonesia. Ketika Jepang menduduki
Indonesia, objek-objek vitak alat-alat produksi telah hancur sehingga pada awal pendudukan Jepang sebagian besar kehidupan
ekonomi lumpuh. Pemerintah pendudukan Jepang mulai mengeluarkan peraturan-peraturan untuk menjalankan roda
ekonomi. Pengawasan terhadap peredaran dan penggunaan sisa- sisa persedian barang diperketat. Untuk mencegah meningkatnya
harga barang, dikeluarkan peraturan pengendalian harga dan dijatuhkan hukuman berat bagi pelanggarnya.
Kata Kunci Cou Sangi In, Seinendan,
Keibodan, Seisyintai, Gakutotai, Fujinkai, Sendenbu,
Kaigun, Ika Daikagu, Baperpri, Persatuan Mahasiswa, Peta,
Tonarigumi, Gunseikan, Gunseikanbu, syucokan, Jawa
Hohokai, mobilitas sosial, Keimin Bunka Shidoso,
Kempeitai, MIAI, BPUPKI, Tonariguna, Dokuritsu Junbi
Cosakai, Jakarta Charter, UUD, Panitia Kecil, PPKI
284
Sejarah SMAMA Program IPS Jilid 2 Kelas XI
Pemerintah Jepang mengembangkan pola Ekonomi Perang di mana setiap wilayah harus melaksanakan autarki, artinya setiap
daerah harus memenuhi kebutuhannya sendiri dan memenuhi kebutuhan perang. Tuntutan kebutuhan pangan pada tahun 1942
semakin meningkat. Pengerahan kebutuhan perang semakin meningkat. Dilancarkanlah kampanye pengerahan dan
penambahan bahan pangan secara besar-besaran. Rakyat dituntut untuk menaikkan produksi tanaman jarak dan menjadi pekerja
romusha
.
2. Dampak terhadap Mobilitas Sosial
Di samping menguras sumber daya alam, Jepang juga melakukan eksploitasi tenaga manusia. Puluhan hingga ratusan penduduk
dikerahkan untuk kerja paksa guna membangun sarana dan prasarana perang. Mereka dipaksa bekerja keras sepanjang hari
tanpa diberi upah, makan pun sangat terbatas, sehingga banyak yang kelaparan, sakit dan meninggal. Untuk mengerahkan tenaga
kerja, tiap-tiap desa dibentuk panitia pengerahan tenaga yang disebut Rumokyokai. Jepang memobilisasi para pemuda untuk
membentuk tentara cadangan, yang diharapkan membantu Jepang melawan Sekutu.
Pengerahan tenaga di desa-desa, menimbulkan perubahan sosial yang luas. Para romusha yang berhasil melarikan diri kembali
ke desanya masing-masing membawa pengalaman baru dan membuka isolasi desa. Pada Januari 1944, Jepang
memperkenalkan sistem tonarigumi rukun tetangga. Tonarigumi merupakan kelompok-kelompok yang masing-masing terdiri dari
10-20 rumah tangga. Sistem tonarigumi ini bertujuan mengawasi aktivitas penduduk yang dicurigai. Untuk situasi perang,
tonarigumi difungsikan untuk latihan pencegahan bahaya udara, kebakaran, pemberantasan kabar bohong dan mata-mata musuh.
3. Dampak dalam Bidang Birokrasi
Setelah Jepang berhasil menguasai wilayah Indonesia maka Jepang segera membagi wilayah Indonesia, dalam tiga pemerintahan
militer pendudukan sebagai berikut. a Wilayah I, meliputi Jawa dan Madura, yang diperintah oleh
angkatan darat yang berpusat di Jakarta Tentara Keenam Belas.
b Wilayah II, meliputi Sumatera seluruhnya, diperintah oleh angkatan darat yang berpusat di Bukittinggi Tentara Kedua
Puluh Lima. c Wilayah III, meliputi Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa
Tenggara dan Maluku yang Diperintah oleh angkatan laut yang berpusat di Makasar Armada Selatan Kedua.