PROSES MASUK DAN MENYEBARNYA AGAMA HINDU-BUDDHA DI INDONESIA

3 Bab 1 Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia Di Indonesia, kerajaan bercorak Hindu lebih berkembang daripada yang Buddha. Pada perkembangannya, bahkan muncul agama “baru” atau agama sinkretis, yakni perpaduan dari Hindu Siwa dengan Buddha. Agama Siwa-Buddha mulai berkembang pesat pada masa Singasari di Jawa Timur, masa orang-orang Jawa telah menciptakan karya seni dan arsitektur di mana unsur Jawa lebih ditonjolkan daripada unsur India. Disebutkan dalam kitab- kitab dan pada bangunan candi-candi bahwa raja-raja Singasari seperti Kertanegara dan Wisnuwardhana adalah penganut agama baru ini. Adapun proses dan waktu kapan masuknya agama Hindu dan Buddha ke Indonesia sampai sekarang masih menjadi perdebatan di antara para sejarawan. Setidaknya terdapat empat pendapat, yang masing-masing pendapat sesungguhnya saling menguatkan. Adapun pendapat-pendapat tentang masuknya Hindu-Buddha ke Indonesia adalah sebagai berikut: 1 Teori Brahmana, mengatakan bahwa yang membawa agama Hindu ke Indonesia adalah orang-orang Hindu berkasta brahmana. Para brahmana yang datang ke Indonesia meru- pakan tamu undangan dari raja-raja penganut agama tradi- sonal di Indonesia. Ketika tiba di Indonesia, para brahmana ini akhirnya ikut menyebarkan agama Hindu di Indonesia. Ilmuan yang mengusung teori ini adalah Van Leur. 2 Teori Waisya, mengatakan bahwa yang telah berhasil menda- tangkan Hindu ke Indonesia adalah kasta waisya, terutama para pedagang. Para pedagang banyak memiliki relasi yang kuat dengan para raja yang terdapat di kerajaan Nusantara. Agar bisnis mereka di Indonesia lancar, mereka sebagai peda- gang asing tentunya harus membuat para penguasa pribumi senang, dengan cara dihadiahi barang-barang dagangan. Dengan demikian, para pedagang asing ini mendapat perlin- dungan dari raja setempat. Di tengah-tengah kegiatan perda- gangan itulah, para pedagang tersebut menyebarkan budaya dan agama Hindu ke tengah-tengah masyarakat Indonesia. Ilmuwan yang mencetuskan teori ini adalah N.J. Krom. 3 Teori Ksatria, mengatakan bahwa proses kedatangan agama Hindu ke Indonesia dilangsungkan oleh para ksatria, yakni golongan bangsawan dan prajurit perang. Menurut teori ini, kedatangan para ksatria ke Indonesia disebabkan oleh persoalan politik yang terus berlangsung di India sehingga mengakibatkan beberapa pihak yang kalah dalam peperangan tersebut terdesak, dan para ksatria yang kalah akhirnya men- cari tempat lain sebagai pelarian, salah satunya ke wilayah Indonesia. Ilmuan yang mengusung teori ini adalah C.C. Berg dan Mookerji. 4 Sejarah SMAMA Program IPS Jilid 2 Kelas XI 4 Teori Arus Balik, mengatakan bahwa yang telah berperan dalam menyebarkan Hindu di Indonesia adalah orang Indo- nesia sendiri. Mereka adalah orang yang pernah berkunjung ke India untuk mempelajari agama Hindu dan Buddha. Di pengembaraan mereka mendirikan sebuah organisasi yang sering disebut sanggha. Setelah kembali di Indonesia, akhir- nya mereka menyebarkan kembali ajaran yang telah mereka dapatkan di India. Pendapat ini dikemukakan oleh F.D.K. Bosch . Kedatangan brahmana—dari India maupun lokal—dip- ergunakan pula oleh sebagian golongan pedagang pribumi atau kepala suku yang ingin kedudukan dan tingkat sosialnya mening- kat. Melalui persetujuan kaum brahmana, mereka dinobatkan menjadi penguasa secara politis raja. Para penguasa baru ini lalu belajar konsep dewa-raja devaraja agar kekuasaannya semakin kuat. Dengan demikian, baik secara ekonomi, sosial, dan politik, golongan pedagang atau pemimpin suku tersebut menjadi lebih terhormat karena kekuasaannya pun bertambah luas. Setelah menjadi raja, mereka mempersenjatai dirinya dengan pengikut- pengikutnya yang setia untuk dijadikan tentara agar keamanannya terjamin. Dalam memperluas wilayah pun, mereka lebih leluasa dan percaya diri. Setelah sebuah kerajaan didirikan, sistem feodal pun berlaku. Feodalisme adalah “sistem sosial atau politik yang memberikan kekuasaan yang besar kepada golongan bangsawan” KBBI, 2002. Dengan demikian, raja adalah yang menentukan ke arah mana kerajaan akan bergulir. Praktik feodalisme ini cukup berkembang pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha, terutama di Jawa. Pengkastaan dalam masyarakat membuat hubungan feodalistik semakin menguat. Feodalisme menjamin stabilitas politik yang dibutuhkan seorang raja untuk keberlangsungan kerajaannya. Sistem kasta ini membagi masyarakat dalam beberapa ting- katan sosial, yakni: 1 Brahmana yang berperan sebagai penasehat raja dan pendidik agama. 2 Ksatria yang terdiri atas penyelenggara dan penata pemerin- tahan serta pembela kerajaan raja, pembantu raja, tentara. 3 Waisya yang berperan sebagai pedagang, pengrajin, petani, nelayan, dan pelaku seni. 4 Sudra yang terdiri atas pekerja rendah, buruh, budak, pem- bantu. Sementara itu, dalam kerajaan Buddhis pengkastaan tak terlalu berperan karena ajaran Buddha tidak mengenal peng- kastaan. Dalam hal ini, masyarakat Buddhis lebih demokratis Sumber: Indonesian Heritage1 Gambar 1.3 F.D.K. Bosch, pencetus Teori Arus Balik Sumber: AngkasaMuseum Sri Baduga Gambar 1.4 Prasasti replika yang memperlihatkan telapak kaki Purnawarman Raja Taruma- nagara, yang diresmikan oleh para brahmana 5 Bab 1 Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia dan egalitis. Maka dari itu, sistem feodal lebih berkembang di kerajaan-kerajaan bercorak Hindu. Dalam menentukan kebijakan, raja dibantu oleh kaum pandita pendeta dan brahmana sebagai penasehat spiritual dan duniawi. Merekalah kelompok yang mengetahui isi kitab suci yang ditulis dalam Sansekerta. Akibatnya, masyarakat awam tak mungkin mengetahui isi kitab suci tanpa perantara brahmana. Mereka me- miliki hak mutlak dalam mengatur sebuah upacara agama, seperti peringatan hari-hari suci, pengangkatan raja, peresmian piagam atau prasasti, atau pernikahan golongan bangsawan. Mereka pula yang merintis pembangunan sekolah-sekolah dan asrama-asrama dalam masyarakat Buddha. Kedudukan mereka dapat disamakan dengan kalangan ulama dan cendikiawan zaman sekarang.

B. BUKTI-BUKTI PROSES INDIANISASI DI INDONE- KEGIATAN 1.1

Dari keempat teori tentang proses masuknya Hindu-Buddha di Indonesia, pendapat mana yang menurutmu benar, berikan bukti dan penjelasannya. Untuk mengembangkan kecaka- pan sosial dan akademik, diskusikan bersama temanmu di kelas SIA 1. Berita Luar Negeri Kronik-kronik Tiongkok pada masa Dinasti Han, Dinasti Sung, Dinasti Yuan dan Dinasti Ming menyebutkan bahwa sejak awal Masehi telah terjadi hubungan dagang antara Cina dan Indonesia. Salah satu buktinya adalah ditemukannya artefak-artefak berupa keramik Cina di Indonesia. Fa-Hien , seorang rahib Buddha dari Cina yang terdampar di To lo mo maksudnya Kerajaan Taruma atau Tarumanegara di Jawa Barat selama 5 bulan, dalam perjalanannya dari India ke Cina, menulis apa-apa yang dilihatnya. Fa-Hien terkesan dengan keterampilan para pedagang di To lo mo dalam menawarkan da- gangannya, terutama beras dan kayu jati. Sementara itu, I-Tsing, peziarah dan rahib Buddha yang juga dari Cina, menuliskan kesan tentang Sriwijaya sebagai salah satu pusat Buddhisme di Asia, abad ke-7 M yang dapat disejajarkan dengan India dan Cina. Di Sriwijaya itulah para calon rahib dan rahib Cina maupun pribumi, belajar bahasa Sansekerta dan Pali sebelum berangkat ke India. Seorang ahli geografi Yunani, Claudius Ptolomeus, membe- Kata Kunci Tolomo, Ramayana, piagam Nalanda, Zabag, prasasti, Yupa, kawi, Jawadwipa, Swarnadipa 6 Sejarah SMAMA Program IPS Jilid 2 Kelas XI ritakan bahwa kapal-kapal dari Aleksandria di Laut Mediterania Mesir berlayar melalui Teluk Persia ke bandar-bandar Baybaza di Cambay, India dan Majuri di Kochin, India Selatan. Dari daerah ini kapal-kapal melanjutkan pelayaran mereka ke bandar-bandar di pantai timur India sampai ke kepulauan Aurea Chersonnesus. Di kepulauan itu, kapal-kapal singgah di Barousae, Sinda, Sabadiba, dan Iabadium. Aurea Chersonnesus merupakan pengucapan Yunani untuk Kepulauan Indonesia, sedangkan Barousae adalah Baros, sebuah bandar dagang kuno di pantai barat Sumatera. Semen- tara itu, Sinda adalah ejaan lain untuk Sunda, Sabadiba adalah Svarnadwipa Sumatera, dan Iabadium adalah Javadwipa Jawa. Indonesia juga disebutkan dalam petunjuk pelayaran laut dari Yunani Erythraea bersama 27 mancanegara lainnya. Kitab Ramayana karya Valmiki dari India abad ke-3 SM juga secara tidak langsung menyebutkan tentang Indonesia. Di- Gambar 1.5 Peta kuno Asia Tenggara yang digambar kembali: peta aslinya didasarkan pada sumber-sum- ber Yunani abad ke-2 M, hal 50 Sumber: Indonesian Heritage 1 ceritakan bahwa setelah Sita Dewi Sinta diculik oleh Ravana Rahwana Raja Lanka Alengka, Hanuman Hanoman atas perintah Rama mencari Sita hingga ke Javadwipa. Meski bukan kejadian nyata, Ramayana telah menginformasikan bahwa penu- lisnya setidaknya telah mengenal nama Jawa terlepas dari apa ia pernah pergi sendiri ke Jawa atau hanya mengenal namanya dari pelaut India yang pernah pergi ke Jawa. Yang jelas, dari kitab tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa Pulau Jawa merupakan tempat strategis dalam dunia perdagangan pada masanya. Di samping Ramayana, Piagam Nalanda berasal dari Beng- gala, India sebelah timur menyebutkan bahwa Sriwijaya memiliki dua pelabuhan penting di Selat Malaka sebagai pintu gerbang memasuki bandar-bandar lain di Indonesia. Kedua bandar itu be-