Analisis Perbandingan Profitabilitas, Likuiditas dan Leverage Sebelum dan Setelah Penerapan PSAK 50/55 Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(1)

SKRIPSI

Analisis Perbandingan Profitabilitas, Likuiditas dan Leverage Sebelum dan Setelah Penerapan PSAK 50/55 Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar

di Bursa Efek Indonesia

OLEH Mahfisyah Putri Isa

110503263

PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : “Analisis Perbandingan

Profitabilitas, Likuiditas dan Leverage Sebelum dan Setelah Penerapan PSAK 50/55 Pada

Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia” adalah benar hasil karya

sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dipublikasikan dan diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penelitian Skripsi Program Strata I Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas dan benar apa adanya. Apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.

Medan, 10 Agustus 2015

Mahfisyah Putri Isa NIM: 110503263


(3)

ABSTRAK

ANALISIS PERBANDINGAN PROFITABILITAS, LIKUIDITAS DAN LEVERAGE SEBELUM DAN SETELAH PENERAPAN PSAK 50/55 PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI

BURSA EFEK INDONESIA

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat perbedaan antara profitabilitas, likuiditas dan leverage sebelum penerapan PSAK 50/55 dengan setelah penerapan PSAK 50/55. Sampel dari 31 perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 dan 2010, penelitian ini menemukan bahwa terdapat perubahan yang signifikan antara profitabilitas sebelum dan setelah penerapan PSAK 50/55. Komponen yang mempengaruhi profitabilitas adalah laba dan rata-rata total aset. Penelitian ini juga menemukan bahwa tidak terdapat perubahan yang signifikan antara likuiditas dan leverage

sebelum dan setelah penerapan PSAK 50/55.


(4)

ABSTRACT

COMPARATIVE ANALYSIS OF PROF ITABILITY, LIQUIDITY AND LEVERAGE BEF ORE AND AF TER THE APPLICATION OF PSAK 50/55 ON BANKING

COMPANIES LISTED IN INDONESIA STOCK EXCHANGE

This study aims to examine whether there is a difference between profitability, liquidity and leverage before and after the application of PSAK 50/55. With a sample of 31 banking companies listed in Indonesia Stock Exchange during 2009-2010, this study found that there is significant change between profitability before and after the application of PSAK 50/55. Components that affect the profitability is profit and average total assets. The study also found that there is no significant change between liquidity and leverage before and after the application of PSAK 50/55.


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang tiada henti

dirasakan penulis hingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis

Perbandingan Profitabilitas, Likuiditas, dan Leverage Sebelum dan Setelah Penerapan PSAK

50/55 Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia“.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan baik moril maupun materil dari berbagai pihak secara langsung dan tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapyhkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec., Ak., CA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS., Ak., CPA selaku Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs.

Hotmal Ja’far, M.M., Ak., CA selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Drs. Firman Syarief, M.Si., Ak. Selaku Ketua Program Studi S-1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan dosen pembimbing saya dan Ibu Dra. Mutia Ismail, M.Si., Ak. Selaku Sekretaris Program Studi S-1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan dosen penguji saya.

4. Bapak Drs. Rustam, M.Si., Ak. selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan saran dalam penulisan dan perbaikan skripsi ini.

5. Kedua orang tua penulis, Ayahanda Ir. H. Marilsyah dan Ibunda Mangasi Yusliani G. yang selalu memberikan semangat, kasih sayang, dan doa kepada penulis. Untuk adik-adik penulis, Eja, Amal dan Fahim yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Teman-teman seperjuangan penulis Doddy Dwi Abdillah Ritonga, Muthia Resa Pratiwi dan Anggita Putri yang telah mendukung dan menyemangati si penulis dalam menyelesaikan skripsi.


(6)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyajian skripsi ini, sehingga kritik dan saran sangat diharapkan. Akhir kata, penulis mengharapkan skripsi ini bermanfaat bagi pembacanya.

Medan, 10 Agustus 2015 Penulis,

Mahfisyah Putri Isa NIM: 110503263


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBENTUKAN HIPOTESIS 10 2.1 Tinjauan Teoritis ... 10

2.1.1 Pengertian Perbankan ... 10

2.1.2 Kegiatan Bank ... 10

2.1.3 Kredit ... . 12

2.1.4 PSAK 50/55... ... 17

2.1.5 Dampak Penerapan PSAK 50/55 Terhadap Perbankan ... ... 19

2.1.6 Instrumen Keuangan ... 20

2.1.7 Cadangan Kerugian Penurunan Nilai ... 22

2.1.8 Profitabilitas ... 26

2.1.9 Likuiditas ... ... 28


(8)

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 30

2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 32

2.3.1 Kerangka Konseptual ... 32

2.3.2 Hipotesis ... 34

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 36

3.1 Jenis Penelitian ... 36

3.2 Defenisi Operasional Variabel ... 36

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 38

3.4 Jenis Data ... 40

3.5 Metode Pengumpulan Data... 40

3.6 Metode Analisis ... 41

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

4.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 43

4.2 Uji Asumsi Normalitas ... 48

4.3 Pengujian Hipotesis ... 50

4.4 Analisis dan Pembahasan Hasil Pengujian ... 53

4.5 Analisis Tambahan ... 55

BAB V : PENUTUP... 57


(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 31

3.1 Daftar Populasi dan Sampel Penelitian ... 39

4.1 Statistik Deskriptif dari ROA, CR dan DER... 43

4.2 Uji Normalitas... 49

4.3 Hasil Pengujian Statistik Rata-Rata Sebelum dan Setelah Penerapan PSAK 50/55... 50

4.4 Hasil Pengujian Statistik Rata-Rata Sebelum dan Setelah Penerapan PSAK 50/55 dengan Uji Nonparametrik Wilcoxon... 53


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman 2.1 Kerangka Konseptual ... 33 4.1 Perhitungan Nilai Krits t dengan Microsoft Excel...


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran 1 Daftar Populasi dan Sampel Penelitian...………. 61

Lampiran 2 Data Penelitian...………. 63

Lampiran 3 Hasil Output SPSS...……….... 66

Lampiran 4 Common-size...………... 68


(12)

ABSTRAK

ANALISIS PERBANDINGAN PROFITABILITAS, LIKUIDITAS DAN LEVERAGE SEBELUM DAN SETELAH PENERAPAN PSAK 50/55 PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI

BURSA EFEK INDONESIA

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat perbedaan antara profitabilitas, likuiditas dan leverage sebelum penerapan PSAK 50/55 dengan setelah penerapan PSAK 50/55. Sampel dari 31 perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 dan 2010, penelitian ini menemukan bahwa terdapat perubahan yang signifikan antara profitabilitas sebelum dan setelah penerapan PSAK 50/55. Komponen yang mempengaruhi profitabilitas adalah laba dan rata-rata total aset. Penelitian ini juga menemukan bahwa tidak terdapat perubahan yang signifikan antara likuiditas dan leverage

sebelum dan setelah penerapan PSAK 50/55.


(13)

ABSTRACT

COMPARATIVE ANALYSIS OF PROF ITABILITY, LIQUIDITY AND LEVERAGE BEF ORE AND AF TER THE APPLICATION OF PSAK 50/55 ON BANKING

COMPANIES LISTED IN INDONESIA STOCK EXCHANGE

This study aims to examine whether there is a difference between profitability, liquidity and leverage before and after the application of PSAK 50/55. With a sample of 31 banking companies listed in Indonesia Stock Exchange during 2009-2010, this study found that there is significant change between profitability before and after the application of PSAK 50/55. Components that affect the profitability is profit and average total assets. The study also found that there is no significant change between liquidity and leverage before and after the application of PSAK 50/55.


(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PSAK 50 dan 55 merupakan standar akuntansi yang mengacu pada International Accounting Standard (IAS) 39 mengenai Recognition and Measurement of Financial Instruments dan IAS 32 mengenai Presentation and Disclosures of Financial Instruments. PSAK 50 dan 55 (revisi 2006) diharapkan dapat mendorong proses harmonisasi penyusunan dan analisis laporan keuangan. Itu juga akan mendorong terciptanya market discipline.

Permasalahan-permasalaan yang bisa timbul akibat berlakunya PSAK No. 50 (revisi 2006) sebagai pengganti PSAK No. 50 (1998) dalam industri perbankan Indonesia adalah sebagai berikut.

Pertama adalah mengenai Penyisihan Kerugian Kredit (Loan-Loss Provisioning) atau Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Penyisihan kerugian kredit (Loan-Loss Provisioning) adalah penyisihan kerugian atas portfolio kredit dan pendanaannya yang mengalami penurunan nilai ekonomi. Nilai ekonomi dari portfolio kredit dan pendanaannya dapat naik atau turun disebabkan karena adanya perubahan dengan kualitas kredit yaitu jika terjadi masalah terhadap itikad baik (willingness to pay) dan kemampuan debitur untuk melunasi kredit beserta pinjamannya (ability to pay). Penyisihan kerugian ini penting untuk dilakukan sehingga laporan keuangan bank tersebut mencerminkan keadaan yang sebenarnya.

Selama ini kalau mengacu pada PSAK lama, penentuan cadangan memakai konsep ekspektasi kerugian kredit (expectation loss) sehingga bank bisa menumpuk cadangan besar-besaran kalau bankir merasa default kredit-nya besar. Celah ini banyak dimanfaatkan bank


(15)

untuk memoles laporan keuangannya dan melakukan window dressing yaitu merekayasa laporan keuangan bank untuk tujuan tertentu.

Namun, dengan diterapkannya PSAK 50&55 (revisi 2006) dan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) tahun 2008 yang menyesuaikan PSAK tersebut, bank dituntut untuk menentukan CKPN berdasarkan data historis kerugian kredit yang sudah terjadi atau incurred loss.

Adapun CKPN dihitung dari perkalian beberapa komponen, yakni potensi gagal bayar (potential of default) dikalikan jumlah kredit yang bersangkutan. Komponen lainnya loss given default (LGD) yang merupakan porsi kerugian riil akibat gagal bayar yang benar-benar tak tertagih, di luar tingkat kembalian tagihan (recovery rate). Potential of default dihitung dari pengalaman kerugian yang sudah terjadi berdasarkan data historis setiap jenis kredit bank tersebut minimal selama 3 tahun terakhir.

Kesulitan yang dialami bank dalam penentuan CKPN ini adalah tuntutan kepada bank untuk mempunyai data historis mengenai pengalaman kerugian dari setiap jenis kredit bank, minimal 3 tahun. Bank dituntut untuk mempunyai data mengenai jumlah tingkat kerugian suatu kredit dari setiap nasabah. Dan tentunya untuk mendapatkan data ini, cukup rumit karena banyaknya jenis kredit dan jangka waktu yang berbeda.

Kedua, dengan memakai standar baru ini dapat mengurangi sumber pendapatan bunga bank dalam hal:

- Pendapatan provisi dan komisi kredit kini menjadi pengurang dari nilai kredit yang diberikan guna menghitung pendapatan bunga efektif.

- Bunga surat berharga misalnya Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tidak boleh masuk sebagai pendapatan operasional bunga. Reklasifikasi bunga SBI ini berdampak pada


(16)

bank yang banyak menempatkan dananya di luar kredit dengan ciri rasio pinjaman terhadap dana (LDR)-nya yang relatif kecil.

- Kredit sebagai asset bank digolongkan pada “Loan and Receivables” yang mana valuasinya adalah dengan cara amortizad cost, hal ini membawa konsekuensi bahwa nilai kredit (dalam hal ini asset bank) akan dipengaruhi oleh proyeksi cashflow dari asset tersebut, sehingga kredit yang dikenakan bunga dibawah bunga pasar akan terdiskon menjadi lebih kecil dari harga perolehannya (kredit yang dikucurkan).

Ketiga, penerapan PSAK 50 dan PSAK 55 membutuhkan sistem dan persiapan yang cukup lama dan cukup mahal karena harus menggabungkan semua laporan keuangan dalam satu paket. Dari sisi investasi, paling sedikit setiap bank harus mengeluarkan dana sebesar US$ 1 juta untuk membeli sistem informasi dan teknologi untuk aplikasi pelaporan keuangan berdasarkan PSAK No 50 & 55 (revisi 2006).

Keempat, selain masalah teknologi, Sumber Daya Manusia yang menguasai mengenai PSAK ini juga terbatas, jadi akan menambah masalah bagi perbankan untuk penerapan PSAK ini. Bank harus menilai sumber daya manusia yang dimiliki dan melakukan training-training secara kontinu agar sumber daya manusia yang tersedia dapat dengan cepat mengadopsi PSAK 55 (revisi 2006). Misalkan untuk menghitung penyisihan kerugian kredit, kaitannya dengan internal rating model, bank memiliki sumber daya manusia yang mampu menganalisis data-data statistik yang ada.

Beberapa hal di atas itulah yang merupakan alasan mengapa industri perbankan Indonesia mengalami kesulitan menerapkan PSAK No. 50 & 55 (revisi 2006) dan sekarang pun BI telah mengijinkan diperpanjang sampai dengan akhir tahun 2011. Sekalipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwasanya banyak manfaat dan kelebihan implentasi PSAK No. 50 & 55 (revisi 2006).


(17)

Manfaat dan kelebihan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Dengan adanya standar akuntansi Indonesia yang mengacu pada standar Internasional ini, akan meningkatkan keandalan, keterbandingan dan representative faithfullness.

b. Transparansi terhadap pelaporan keuangan bank yang akan meningkat. Transparansi ini sangat urgent, mengingat kasus atas jatuhnya raksasa finansial Lehman Brothers saat krisis menghantam tahun 2008 silam yang diindikasi karena adanya aspek akuntansi atas transaksi repo yang wajar karena kurangnya transparansi laporan keuangan, maka kecurangan-kecurangan akan dapat diminimalisir.

Selain itu, aturan-aturan baru pada PSAK revisian mempersempit kemungkinan adanya kecurangan. Seperti pada contoh yang dijelaskan di atas, yaitu masalah reklasifikasi dari dan

ke kategori “FVTPL” dari kategori manapun dilarang, untuk menghindari usaha untuk

menaikkan laba. Selain itu, adanya aturan yang tegas mengenai penentuan CKPN akan mengurangi kesempatan manajemen bank untuk melakukan kecurangan seperti window dressing. Bila dulu bank dapat menumpuk pencadangan besar dengan alasan kehati-hatian, meski kualitas kredit tidak mengkhawatirkan sehingga laba ikut turun. Tujuannya menghindari pajak atau mengatur ritme kinerja. Namun dengan diberlakukan PSAK revisian ini, bank tidak bisa lagi melakukan hal itu.

Salah satu contoh pada kasus Bank Mandiri misalnya, dimana setelah di konversi menurut IAS 39, pada tahun 2005 sebelumnya mencatat laba bersih sebesar 603 milyar rupiah, akhirnya malah menderita kerugian sebesar 1,4 trilyun rupiah. Jika dilihat lebih detil lagi, maka kerugian tersebut diakibatkan karena penyisihan untuk aktiva produktif yang lebih besar dibandingkan dengan aturan BI, yakni sebesar 2,6 trilyun.


(18)

Untuk mengetahui besarnya nilai penyisihan atau cadangan dana kredit suatu bank berdasarkan perhitungan PPAP, maka kredit bank tersebut tinggal dikalikan saja dengan persentase dari kolektibilitas kredit tersebut yang sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh BI.

Sedangkan untuk menentukan besarnya nilai penyisihan atau cadangan dana dari kredit suatu bank berdasarkan perhitungan CKPN, maka kita harus menentukan terlebih dahulu kredit dari debitur mana saja yang mengalami impairment (penurunan nilai). Setelah itu, maka besarnya nilai cadangan dana kredit itu ditentukan dari selisih antara nilai tunggakan kredit debitur tersebut sebelum dan sesudah terjadinya impairment (penurunan nilai).

Jika kita bandingkan cara pembentukan dana menurut PPAP dan CKPN, maka dapat kita lihat bahwa perhitungan PPAP lebih sederhana dibandingkan dengan perhitungan CKPN, karena kita hanya memperhitungkan penyisihan dananya berdasarkan tingkat kolektibilitas kredit dari debitur tersebut. Sedangkan untuk perhitungan CKPN, kita perlu mengecek satu per satu apakah kredit debitur tersebut mengalami impairment atau tidak. Setelah itu kita baru akan membentuk cadangan dana setelah terdapat bukti bahwa kredit debitur tersebut mengalami impairment.

Walaupun perhitungan CKPN lebih rumit, tetapi dengan adanya pengecekan kredit tersebut secara satu per satu, maka pengontrolan kredit tersebut pun menjadi lebih terarah, karena apabila terjadi impairment, maka bank akan segera mencari jalan keluar agar kredit debitur tersebut tidak sampai dapat merugikan bank tersebut. Oleh karena itu, dengan adanya perhitungan pembentukan atau penyisihan dana kredit berdasarkan perhitungan CKPN ini, maka setidaknya bank dapat mengurangi terjadinya risiko kredit yang akan dialaminya.

Bank Indonesia telah menentukan Non Performing Loan (NPL) sebesar 5% (Martono, 2002: 43). Apabila bank mampu menekan rasio NPL di bawah 5%, maka potensi keuntungan


(19)

yang akan diperoleh akan semakin besar, karena bank-bank akan menghemat uang yang diperlukan untuk membentuk cadangan kerugian kredit bermasalah. Dengan semakin kecil CKPN yang di bentuk oleh bank-bank maka profitabilitas akan semakin besar sehingga kinerja bank secara keseluruhan akan menjadi baik.

Dalam terminologi keuangan dan perbankan, likuiditas dapat diartikan sebagai kemampuan bank untuk memenuhi kemungkinan ditariknya deposito/simpanan oleh deposan/penitip. Dengan kata lain, suatu bank dikatakan likuid apabila memiliki sejumlah likuiditas sama dengan jumlah kebutuhan likuiditasnya. Likuiditas dapat dipengaruhi oleh kredit bermasalah, karena dengan munculnya kredit bermasalah, kas yang semestinya masuk dan menambah likuiditas bank tidak terjadi, sehingga mengakibatkan bank tersebut tidak mampu lagi membayar kewajiban jangka pendeknya sehingga bank tersebut berada dalam keadaan illikuid. Apabila bank dalam keadaan illikuid, maka akan mengurangi kesempatan bank untuk mendapatkan laba (Dahlan Siamat, 2005: 339).

Rasio leverage adalah rasio yang mengukur perbandingan dana yang disediakan oleh pemiliknya dengan dana yang dipinjam dari kreditur perusahaan tersebut. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang rasio ini menunjukkan indikasi tingkat keamanan dari para pemberi pinjaman (Bank).

Untuk menjamin likuiditas, leverage dan profitabilitas memerlukan langkah-langkah yang harus ditempuh. Sebagai contoh perlunya pertimbangan untuk menentukan calon debitur atau penentuan syarat pembayaran dan penilaian kredit, sehingga dapat dihindari keterlambatan pelunasan kredit atau macet.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti masalah perbandingan ROA sebelum dan setelah penerapan PSAK 50/55 pada Perbankan di


(20)

Profitabilitas, Likuiditas dan Leverage Sebelum dan Setelah Penerapan PSAK 50/55 Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

- Apakah terdapat perbedaan profitabilitas, likuiditas dan leverage sebelum dan setelah penerapan PSAK 50/55 pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

- Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan profitabilitas, likuiditas dan leverage sebelum dan setelah penerapan PSAK 50/55 pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1. Penulis

Hasil penelitian ini bermanfaat dengan menambah wawasan penulis tentang perbandingan profitabilitas, likuiditas dan leverage sebelum dan setelah penerapan PSAK 50/55 pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2. Perusahaan (Bank)

Hasil diharapkan sebagai bahan informasi dan masukan bagi perusahaan tentang perbandingan profitabilitas, likuiditas dan leverage sebelum dan setelah penerapan PSAK 50/55 pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.


(21)

3. Penelitian Selanjutnya

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan inspirasi bagi penelitian selanjutnya.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1. Pengertian Perbankan

Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan demokrasi ekonomi dan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.

Perbankan memiliki kedudukan yang strategis, yakni sebagai penunjang kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem keuangan, sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.

2.1.2. Kegiatan Bank

Sebagai lembaga keuangan yang berorientasi bisnis, bank juga melakukan berbagai kegiatan, seperti telah dijelaskan sebelumnya. Sebagai lembaga keuangan, kegiatan perbankan sehari-hari tidak terlepas dari bidang keuangan. Kegiatan perbankan yang paling pokok adalah membeli uang dengan cara menghimpun dana dari masyarakat luas.


(23)

Kemudian menjual uang yang berhasil dihimpun dengan cara menyalurkan kembali kepada masyarakat melalui pemberian pinjaman atau kredit.

Dari kegiatan jual beli uang inilah bank akan memperoleh keuntungan, yaitu dari selisih harga beli (bunga simpanan) dengan harga jual (bunga pinjaman). Di samping itu, kegiatan bank lainnya dalam rangka mendukung kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana adalah memberikan jasa-jasa lainnya. Kegiatan ini ditujukan untuk memperlancar kegiatan menghimpun dan menyaklurkan dana.

Dalam praktiknya kegiatan bank dibedakan sesuai dengan jenis bank tersebut. Setiap jenis bank memiliki ciri dan tugas tersendiri dalam melakukan kegiatannya, misalnya dilihat dari segi fungsi bank, yaitu antara kegiatan bank umum dengan Bank Perkreditan Rakyat, jelas memiliki tugas atau kegiatan yang berbeda.

Kegiatan bank umum lebih luas dari Bank Perkreditan Rakyat. Artinya, produk ditawarkan oleh bank umum lebih beragam, hal ini disebabkan bank umum mempunyai kebebasan untuk menentukan produk dan jasanya. Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat mempunyai keterbatasan tertentu, sehingga kegiatannya lebih sempit.

2.1.3. Kredit

Pengertian kredit menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.


(24)

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kredit dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang. Contoh berbentuk tagihan (kredit barang), misalnya bank membiayai kredit untuk pembelian mobil. Kredit in berarti nasabah tidak memperoleh uang tetapi mobil, karena bank membayar langsung ke developer dan nasabah hanya membayar cicilan mobil tersebut setiap bulan. Kemudian adanya kesepakatan antara bank (kreditor) dengan nasabah penerima kredit (debitur), bahwa mereka telah sepakat sesuai perjanjian yang telah dibuatnya. Dalam perjanjian kredit tercakup hak dan kewajiban masing-masing pihak, termasuk jangka waktu serta bunga yang ditetapkan bersama. Demikian pula, dengan masalah sanksi apabila si debitu ingkar janji terhadap perjanjian yang telah dibuat bersama.

Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai beberapa tujuan yang hendak dicapai yang tentunya tergantung dari tujuan bank itu sendiri. Tujuan pemberian kredit juga tidak akan terlepas dari misi bank tersebut didirikan.

Dalam praktiknya tujuan pemberian suatu kredit sebagai berikut:

1. Mencari Keuntungan

Mencari keuntungan merupakan tujuan utama pemberian kredit. Hasil keuntungan ini diperoleh dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah.


(25)

Membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana untu investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan memperluaskan usahanya.

3. Membantu pemerintah

Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit berarti adanya kucuran dana dalam rangka peningkatan pembangunan di berbagai sektor, terutama sektor riil.

Disamping memiliki tujuan pemberian suatu fasilitas kredit juga memiliki suatu fungsi yang sangat luas. Fungsi kredit yang secara luas tersebut antara lain:

1. Untuk meningkatkan daya guna uang

Maksudnya jika uang hanya disimpan saja dirumah tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan diberikannya kredit uang tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh si penerima kredit. Kemudian juga dapat memberikan penghasilan tambahan kepada pemilik dana.

2. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang

Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayak ke wilayah yang lainnya, sehingga suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh kredit, maka daerah tersebut akan memperoleh uang tambahan dari daerah lainnya.


(26)

Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan oleh si debitur untuk mengolah barang yang semula tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat.

4. Meningkatkan peredaran barang

Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari satu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah barang yang beredar dari suatu wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan jumlah barang yang beredar. Kredit untuk meningkatkan peredaran barang biasanya untuk kredit perdagangan atau kredit ekspor.

5. Sebagai alat stabilitas ekonomi

Dengan memberikan kredit dapat dikatakan sebagai alat stabilitas ekonomi, karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat.

6. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha

Bagi si penerima kredit tentu akan dapat meningkatkan kegairahan berusaha, apa lagi bagi si nasabah yang memang modalnya pas-pasan. Dengan memperoleh kredit nasabah bergairah untuk dapat memperbesar atau memperluas usahanya.

7. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan

Semakin banyak kredit yang disalurkan, maka akan semakin baik, terutama dalam hal meningkatkan pendapatan.

8. Untuk meningkatkan hubungan internasional

Dalam hal pinjaman internasional akan dapat menigkatkan saling membutuhkan antara di penerima kredit dengan si pemberi kredit. Pemberian kredit oleh negara lain


(27)

akan meningkatkan kerja sama di bidang lainnya, sehingga dapat pula tercipta perdamaian dunia.

Bagi dunia perbankan kredit merupakan unsur utama untuk memperoleh keuntungan. Artinya besarnya laba suatu bank sangatlah dipengaruhi dari jumlah kredit yang disalurkan dalam suatu periode. Makin banyak kredit yang disalurkan, maka makin besar pula perolehan laba dari bidang ini.

Dalam praktiknya agar laba bank optimal, maka jumlah kredit yang disalurkan haruslah sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Manajemen harus menetapkan berapa target kredit yang harus disalurkan setiap periode. Manajemen juga harus memeriksa kualitas kreditnya. Hal ini penting karena kualitas kredit berkaitan dengan risiko kemacetan suatu kredit yang disalurkan. Artinya makin berkualitas kredit yang diberikan, maka akan memperkecil risiko terhadap kemungkinan kredit tersebut macet. Untuk menghindari kredit yang disalurkan bermasalah, maka dalam melepas kreditnya pihak perbankan perlu memerhatikan ada dua unsur penting, yaitu:

1. Tingkat perolehan laba

Artinya jumlah laba yang akan diperoleh atas penyaluran kredit dalam suatu periode. Jumlah perolehan laba tersebut harus memenuhi ketentuan yang berlaku apabila ingin dinilai baik kesehatannya. Perbankan harus menerapkan target yang akan dicapai.

Dalam rangka memenuhi tingkat perolehan laba, perbankan harus memerhatikan faktor-faktor seperti:

a. Tingkat Return On Asset (ROA)


(28)

c. Timing of Return (waktu perolehan laba)

d. Future Prospect (prospek ke depan/ di masa yang akan datang)

Dengan memerhatikan faktor-faktor diatas, maka kesehatan bank dapat diukur sesuai ketentuan tersebut.

2. Tingkat risiko

Artinya tingkat risiko yang akan dihadapi terhadap kemungkinan melesetnya perolehan laba bank dari kredit yang disalurkan. Risiko kredit perlu diperhatikan mengingat berbagai kondisi yang dapat memengaruhinya, baik ekonomi, hukum, politik atau lainnya penuh dengan ketidakpastian.

2.1.4. PSAK 50/55

PSAK 50 menghasilkan pengungkapan instrumen keuangan yang lebih luas termasuk beberapa pengungkapan kualitatif yang berkaitan dengan risiko keuangan dan tujuan perusahaan. Perusahaan yang ada di Indonesia wajib untuk mengadopsi penuh dan menerapkannya dalam penyajian dan penyusunan laporan keuangan sehingga pelaporan keuangan yang disajikan dalam bentuk kuantitatif, dimana informasi yang disajikan didalamnya merupakan sumber utama informasi keuangan yang disampaikan oleh manajemen kepada pihak-pihak di dalam maupun di luar perusahaan sehingga menjadi titik perhatian.

Tujuan diterbitkan PSAK 50 adalah menentukan prinsip penyajian dan pengungkapan instrumen keuangan, sebagai liabilitas atau ekuitas, saling hapus aset keuangan dan liabilitas keuangan. Pernyataan ini juga membantu perusahaan mengklasifikasikan instrumen keuangan dalam aset keuangan, liabilitas keuangan, instrumen ekuitas, termasuk juga klasifikasi yang terkait dengan bunga, dividen,


(29)

kerugian dan keuntungan dan keadaan dimana aset keuangan dan liabilitas keuangan saling hapus.

PSAK 55 memberikan panduan pada pengakuan dan pengukuran instrumen keuangan dan kontrak untuk membeli item non-keuangan. Antara lain, pada tanggal 1 Januari 2010, perusahaan harus melakukan klasifikasi atas aset dan kewajiban keuangan yang dimilikinya dan perhitungan metode suku bunga efektif ketika aset atau kewajiban diukur pada biaya perolehan diamortisasi yang diperoleh sebelumnya dan masih bersaldo pada saat penerapan awal PSAK ini ditentukan berdasarkan arus kas masa depan yang akan diperoleh sejak penerapan awal PSAK ini sampai dengan jatuh tempo instrumen keuangan tersebut. Selain itu, PSAK ini juga mengubah cara perussahaan dalam mengukur penurunan nilai aset keuangan tergantung pada klasifikasi instrumen keuangan. Karena PSAK ini diterapkan secara prospektif, penerapan awal tidak memiliki pengaruh atas jumlah yang dilaporkan di tahun 2009, apabila ada kerugian penurunan nilai aset keuangan maka dibebankan ke saldo laba sebagai penyesuaian sehubungan dengan penerapan awal PSAK 55. Hal tersebut sesuai dengan Buletin Teknis No. 4, Ketentuan Transisi Penerapan Awal PSAK 50 dan PSAK 55. Tujuan diterbitkannya PSAK 55 adalah untuk mengatur prinsip-prinsip dasar pengakuan dan pengukuran aset keuangan, kewajiban keuangan dan kontrak pembelian atau penjualan item non-keuangan.

2.1.5. Dampak Penerapan PSAK 50/55 Terhadap Perbankan

PSAK 50/55 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan merupakan adopsi standar akuntansi keuangan internasional (IFRS). Penerapan PSAK revisi ini berdampak signifkan terhadap industri perbankan terutama terkait dengan penentuan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Kredit (CKPN) atau loan


(30)

loss provision. Sebelumnya penghitangan CKPN berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia (No.7 /2/PBI/2005 dan perubahannya No.8/2/PBI/2006, No.9/6/PBI/2007, dan No.11/2/PBI/2009). Didalam peraturan ini ditetapkan kriteria penentuan kualitas kredit (lancar, kurang lancar, diragukan, dan macet) beserta persentase pencadangan yang dibutuhkan untuk masing-masing klasifikasi kualitas kredit. Sedangkan berdasarkan pada PSAK 50/55 (revisi 2006) lebih memberikan penekanan pada bukti objektif yang menjadi dasar dari penurunan nilai tersebut dan juga penekanan bahwa evaluasi akan 8 adanya penurunan tersebut dilakukan pada setiap tanggal neraca. Dimana perhitungan CKPN estimasi dilakukan secara individual dan kolektif dan membutuhkan data-data probability of default dan kerugian historis minimal 3 tahun kebelakang dan untuk kolektif dibutuhkan data-data kerugian historis yang pernah dialami aset-aset keuangan yang memiliki karakteristik risiko kredit yang serupa dengan karakteristik risiko kredit kelompok aset keuangan tersebut.

Selain berdampak pada penentuan CKPN (loan loss provison), PSAK 50/55 (revisi 2006) juga berdampak terhadap perlakuan investasi efek tertentu terkait dengan masalah reklasifikasi antar instrumen keuangan yang lebih ketat dibandingkan PSAK 50 (1998). PSAK 50 (1998) memperbolehkan perusahaan untuk melakuan reklasifikasi instrumen keuangannya, dengan mengakui keuntungan atau kerugian. Sedangkan berdasarkan PSAK 50/55 (revisi 2006) perlakuan reklasifikasi antar instrumen keuangan lebih ketat.

Di India seperti juga di Indonesia, Firoz et al. (2011) berdasarkan studi mengenai dampak penerapan IAS 39 mengenai instrumen keuangan dan IFRS 9 mengenai klasifikasi dan pengukuran instrumen keuangan pada perbankan di India menemukan bahwa penerapan kedua standar ini akan sangat mempengaruhi industri perbankan terutama dalam klasifikasi financial aset yang lebih ketat dan valuasi pencadangan penurunan nilai untuk pinjaman yang diberikan dan porfolio piutang. Selain itu untuk


(31)

penurunan nilai pinjaman, IFRS mengajukan model yang berdasarkan kerugian yang diekspektasi (expected loss) dan bukan kerugian yang terjadi (incurred loss).

2.1.6. Instrumen Keuangan

Instrumen keuangan ( financial instruments) adalah setiap kontrak yang menambah nilai aset keuangan ( financial assets) entitas dan liabilitas keuangan ( financial liability) atau instrumen ekuitas (equity instruments) entitas lain. Maka dari itu Instrumen keuangan dibagi menjadi tiga yaitu:

a. Aset keuangan merupakan setiap aset yang berbentuk:

i. Kas

ii. Instrumen ekuitas yang diterbitkan oleh entitas lain

iii.Hak kontraktual untuk menerima kas atau aset dan mempertukarkan aset keuangan.

iv.Kontrak yang mungkin diselesaikan dengan menggunakan instrumen ekuitas yangditerbitkan oleh entitas dan merupakan non-derivatif dan derivatif.

b. Kewajiban Keuangan adalah setiap kewajiban yang berupa:

i. Kewajiban kontraktual untuk menyerahkan kas atau aset keuangan lain dan untukmempertukarkan instrumen keuangan lain dengan kondisi yang tidakmenguntungkan entitas tersebut.


(32)

ii.Kontrak yang akan mungkin diselesaikan selain dengan mempertukarkansejumlah tertentu kas atau aset keuangan lain dengan sejumlah tertentu instrumenekuitas yang diterbitkan entitas.

c. Instrumen Ekuitas adalah setiap kontrak yang memberikan hak residual atas aset suatu entitas setelah dikurangi dengan seluruh kewajibannya. Penerbit instrumen keuangan pada saat pengakuan awal harus mengklasifikasikan instrumen tersebut atau komponen-komponennya sebagai kewajiban keuangan, aset keuanganatau instrumen ekuitas sesuai substansi perjanjian kontraktual dan definisi kewajiban keuangan,aset keuangan dan instrumen ekuitas.

2.1.7. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai

Cadangan Kerugian Penurunan Nilai yang untuk selanjutnya disebut CKPN, adalah penyisihan yang dibentuk apabila nilai tercatat aset keuangan setelah penurunan nilai kurang dari nilai tercatat awal.

Estimasi penurunan nilai secara kolektif terhadap kelompok aset keuangan dimaksud didasarkan pada kerugian historis yang pernah dialami aset-aset keuangan yang memiliki karakteristik risiko kredit yang serupa dengan karakteristik risiko kredit kelompok aset keuangan tersebut. Jika bank tidak atau kurang memiliki pengalaman kerugian yang spesifik, maka bank juga dapat menggunakan pengalaman peer group atas kelompok aset keuangan yang sebanding.

Dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998, pembentukan atau penyisihan dana itu disebut dengan istilah PPAP atau Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif. Dalam PPAP, menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/148/KEP/DIR tentang Pembentukan Penyisihan


(33)

Penghapusan Aktiva Produktif, pembentukan cadangan atau penyisihan tersebut dinilai berdasarkan tingkat kolektibilitas dari kredit debitur dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Cadangan Umum PPAP : Kredit Kategori Lancar < 1% 2. Cadangan Khusus PPAP :

a. 5% x Kredit Kategori Dalam Perhatian Khusus

b. 15% x (Kredit Kategori Kurang Lancar – Nilai Agunan) c. 50% x (Kredit Kategori Diragukan – Nilai Agunan) d. 100% x (Kredit Kategori Macet – Nilai Agunan)

Setelah adanya revisi PSAK 50/55 pada tahun 2006, maka istilah dari PPAP pun diganti menjadi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai atau yang sering disebut dengan istilah CKPN. Dalam CKPN, pembentukan atau penyisihan dana dinilai dari hasil evaluasi kredit debitur yang dilakukan oleh bank. Jika menurut suatu bank terdapat bukti objektif bahwa kredit dari debitur itu mengalami impairment (penurunan), maka bank itu harus membentuk dana atau cadangan atas kredit tersebut. Karena hasil evaluasi kredit debitur tersebut didasarkan kepada keputusan masing-masing bank, maka tiap-tiap bank memiliki kebijakan tersendiri dalam membentuk cadangan dana untuk kreditnya. Walaupun begitu, kebijakan bank itupun tidak boleh melenceng dari beberapa kriteria yang terdapat dalam PAPI (Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia) setelah adanya revisi PSAK 50/55. Adapun ketentuan pengukuran cadangan menurut CKPN berdasarkan PAPI (Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia) Revisi 2008 dibagi menjadi:


(34)

1. Individual

Setiap bank dapat memilih perhitungan untuk mengukur nilai CKPN Individual dengan menggunakan metode seperti di bawah ini :

a. Discounted Cash Flow: Estimasi arus kas masa akan datang (pembayaran pokok + bunga) yang didiskonto dengan suku bunga

b. Fair Value of Collateral : Dengan memperhitungkan nilai arus kas atas jaminan atau agunan di masa yang akan datang

c. Observable Market Price : Ditentukan dari harga pasar dari kredit tersebut

2. Kolektif

Setiap bank dapat memilih beberapa ketentuan dalam menentukan nilai CKPN pada kelompok kolektif ini sebagai berikut :

a. Dilihat dari perhitungan arus kas kontraktual kreditur di masa akan datang

b. Dilihat dari perhitungan tingkat kerugian historis dari kredit debitur setelah dikurangi tingkat pengembalian kreditnya

Dari beberapa metode pengukuran CKPN diatas, maka akan diperoleh besarnya cadangan atau penyisihan dana atas kredit debitur tersebut. Untuk mengetahui besarnya nilai penyisihan atau cadangan dana kredit suatu bank berdasarkan perhitungan PPAP, maka kredit bank tersebut tinggal dikalikan saja dengan persentase dari kolektibilitas kredit tersebut yang sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh BI.


(35)

Sedangkan untuk menentukan besarnya nilai penyisihan atau cadangan dana dari kredit suatu bank berdasarkan perhitungan CKPN, maka kita harus menentukan terlebih dahulu kredit dari debitur mana saja yang mengalami impairment (penurunan nilai). Setelah itu, maka besarnya nilai cadangan dana kredit itu ditentukan dari selisih antara nilai tunggakan kredit debitur tersebut sebelum dan sesudah terjadinya impairment (penurunan nilai).

Jika kita bandingkan cara pembentukan dana menurut PPAP dan CKPN, maka dapat kita lihat bahwa perhitungan PPAP lebih sederhana dibandingkan dengan perhitungan CKPN, karena kita hanya memperhitungkan penyisihan dananya berdasarkan tingkat kolektibilitas kredit dari debitur tersebut. Sedangkan untuk perhitungan CKPN, kita perlu mengecek satu per satu apakah kredit debitur tersebut mengalami impairment atau tidak. Setelah itu kita baru akan membentuk cadangan dana setelah terdapat bukti bahwa kredit debitur tersebut mengalami impairment.

Walaupun perhitungan CKPN lebih rumit, tetapi dengan adanya pengecekan kredit tersebut secara satu per satu, maka pengontrolan kredit tersebut pun menjadi lebih terarah, karena apabila terjadi impairment, maka bank akan segera mencari jalan keluar agar kredit debitur tersebut tidak sampai dapat merugikan bank tersebut. Oleh karena itu, dengan adanya perhitungan pembentukan atau penyisihan dana kredit berdasarkan perhitungan CKPN ini, maka setidaknya bank dapat mengurangi terjadinya risiko kredit yang akan dialaminya.

2.1.8. Profitabilitas

Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan, dalam hal ini perusahaan perbankan, untuk menghasilkan laba. Profitabilitas biasanya diukur menggunakan rasio perbandingan. Rasio yang biasa digunakan untuk mengukur dan membandingkan kinerja


(36)

profitabilitas bank adalah ROE (Return On Equity) dan ROA (Return On Asset). Menurut Dendawijaya (2003), ROE merupakan perbandingan antara laba bersih 1 bank dengan modal sendiri. Rasio ini digunakan untuk mengukur kinerja manajemen bank dalam mengelolah modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. (Almilia, 2005). Sedangkan ROA menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam menghasilkan pendapatan dari pengelolaan aset yang dimiliki.

Perlu dicatat disini bahwa dalam penentuan tingkat kesehatan suatu bank, Bank Indonesia lebih mementingkan penilaian besarnya Return On Asset dan tidak memasukkan unsur Return On Equity. Hal ini dikarenakan karena bank Indonesia, sebagai Pembina dan pengawas perbankan, lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan aset yang dananya sebagian besar dari dana simpanan masyarakat (Dendawijaya, 2003).

Rasio Profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

ROA

Return on Asset (ROA) adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan total aktiva yang ada dan setelah biaya-biaya modal (biaya yang digunakan mendanai aktiva) dikeluarkan dari analisis. Semakin besar Return On Asset (ROA), semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik.


(37)

Return On Asset (ROA) dipilih sebagai indikator pengukur kinerja keuangan perbankan karena Return On Asset (ROA) digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (2004), kriteria yang dikeluarkan Bank Indonesia untuk sebuah bank bisa menjadi bank jangkar (anchor bank) memiliki rasio Return On Asset (ROA) minimal 1,5%. Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa, ROA merupakan salah satu cara perusahaan mengukur profitabilitasnya, semakin meningkat ROA maka perusahaan memiliki laba yang tinggi. Bank Indonesia menyatakan bahwa bank harus memiliki rasio ROA minimal 1,5% jika bank memiliki ROA dibawah 1,5 maka bank dalam bermasalah.

Return On Asset (ROA) merupakan rasio antara laba sebelum pajak terhadap rata-rata total aset. Semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank (Almilia, 2005). Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, yang tercantum dalam Surat Edaran BI No. 9/24/DPbS, secara matematis, ROA dirumuskan sebagai berikut:

ROA =

2.1.10. Likuiditas

Likuiditas adalah kemampuan manajemen bank dalam menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi semua kewajibannya maupun komitmen yang telah dikeluarkan kepada nasabahnya setiap saat (Mudrajat, 2002: 279) dalam Hetna Darma (2007). Kewajiban yang timbul dari sisi aktiva misalnya penyediaan dana bagi penarikan pinjaman yang disetujui atau penarikan atas kelonggaran tarik pinjaman. Sedangkan


(38)

kewajiban yang timbul dari sisi pasiva atau liabilities, misalnya penyediaan dana bagi penarikan tabungan dan simpanan lainnya oleh nasabah. Bank dikatakan likuid bila mempunyai alat pembayaran berupa harta lancar lebih besar dibandingkan dengan seluruh kewajibannya (Mamduh dan Halim2003: 199) dalam Hetna (2008).

Rasio likuiditas adalah rasio yang digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangannya pada saat dilakukan penagihan. Rasio likuiditas terdiri dari current ratio, Cash Ratio dan Quick Ratio. Rasio likuiditas yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Current Ratio

Menurut Husnan (2003), current ratio adalah rasio yang mengukur sejauh mana kemampuan aktiva lancar perusahaan untuk memenuhi kewajiban lancarnya. Alasan digunakannya Current Ratio secara luas sebagai ukuran likuiditas karena kemampuannya untuk menggambarkan (Wild, 2008):

1. Kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban lancarnya (kewajiban jangka pendek).

2. Kemampuan perusahaan dalam menyangga kerugian.

3. Kemampuan perusahaan untuk menyediakan cadangan dana lancar. Current Ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Current Ratio =

2.1.11. Leverage

Leverage atau Solvabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan apabila perusahaan dilikuidasi baik kewajiban jangka panjang maupun kewajiban jangka pendek, suatu perusahaan dapat dikatakan solvable apabila perusahaan tersebut mempunyai aktiva yang cukup untuk membayar semua hutangnya.


(39)

DER

DER (Debt to Equity Ratio) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat leverage (penggunaan hutang) terhadap total shareholder’s equity yang dimiliki perusahaan. Debt to Equity Ratio mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh modal sendiri yang digunakan sebagai pembayaran hutang. Dengan demikian debt to equity ratio dapat memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan, sehingga dapat dilihat risiko tidak tertagihnya suatu hutang. Semakin tinggi beban/ hutang (DER) maka resiko yang ditanggung juga besar. Hal ini akan mempengaruhi tingkat kepercayaan investor terhadap perusahaan dan selanjutnya akan mempengaruhi return saham investor tersebut.

DER dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: DER =

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Berikut disajikan tinjauan hasil penelitian terdahulu untuk mendukung kerangka konseptual penelitian:

Pratama (2014) melakukan penelitian tentang Perbedaan Kualitas Laba Sebelum dan Sesudah Adopsi International Accounting Standards (IAS). Menemukan hasil yaitu tidak terdapat peningkatan kualitas laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) setelah mengadopsi International Accounting Standards (IAS) 39. Dengan kata lain hipotesis dalam penelitian ini tidak diterima.


(40)

Anggraita (2012) melakukan penelitian tentang Dampak penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006) terhadap manajemen laba diperbankan: Peranan Mekanisme Corporate Governance, Struktur Kepemilikan, dan Kualitas Audit. Menemukan hasil yaitu terjadi penurunan praktik manajemen laba diperbankan setelah penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006). Menemukan hasil terjadi penurunan praktik manajemen laba setelah penerapan PSAK 50/55.

Arieftiara (2012) melakukan penelitian tentang Pengaruh PSAK no. 55 (Revisi 2006): Pengakuan dan Pengukuran Instrumen Keuangan, terhadap Earnings Informativeness dan Kemampuan Laba Mendatang. Menemukan hasil bahwa, pertama, koefisien laba meningkat setelah penerapan PSAK No. 55 (revisi 2006), dibandingkan dengan sebelum penerapan. Kedua, penerapan PSAK No. 55 (revisi 2006) mampu meningkatkan kemampuan pasar dalam memprediksi laba mendatang.

Tabel 2.1.

Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama

Peneliti

Judul Penelitian Variabel Penelitian

Kesimpulan Pratama

(2014)

Perbedaan Kualitas Laba Sebelum dan Sesudah Adopsi International Accounting Standards (IAS) 39 Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

Return On Assets Tidak terdapat peningkatan kualitas

laba pada

perusahaan

perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) setelah mengadopsi

International Accounting

Standards (IAS) 39. Viska

Anggrita (2012)

Dampak penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006) terhadap

manajemen laba

diperbankan: Peranan Mekanisme Corporate Governance, Struktur Kepemilikan, dan Kualitas

PSAK 50/55, Manajemen Laba

Terjadi penurunan praktik manajemen laba diperbankan setelah penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006).


(41)

Audit Dian

Wicaksih (2012)

Pengaruh PSAK no. 55 (Revisi 2006): Pengakuan dan Pengukuran Instrumen Keuangan, terhadap Earnings Informativeness dan Kemampuan Laba Mendatang.

Return Saham, Penyisihan

Penuruna Nilai

dan Tak

Tertagihnya Aset

Pertama, koefisien laba meningkat setelah penerapan PSAK No. 55 (revisi 2006), dibandingkan

dengan sebelum penerapan. Kedua, penerapan PSAK No. 55 (revisi 2006) mampu

meningkatkan kemampuan pasar dalam memprediksi laba mendatang.

2.3. Kerangka Konseptual dan Hipotesis 2.3.1. Kerangka Konseptual

Kerangka berpikir merupakan penjelasan sementara gejala-gejala yang menjadi objek permasalahan tentang hubungan antarvariabel, yakni variabel bebas dan variabel terkait yang disusun dari berbagai teori yang telah diuraikan (Sugiono, 2007: 47).

Perbandingan antara profitabilitas, likuiditas dan leverage sebelum dan setelah penerapan PSAK 50/55 digambarkan sebagai berikut:

Perusahaan Perbankan di

BEI

Profitabilitas Profitabilitas

Sebelum Penerapan PSAK 50/55

Setelah Penerapan PSAK 50/55


(42)

PSAK 50/55 PSAK 50/55 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan merupakan adopsi standar akuntansi keuangan internasional (IFRS). Penerapan PSAK revisi ini berdampak signifkan terhadap industri perbankan terutama terkait dengan penentuan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Kredit (CKPN) atau loan loss provision. Selain berdampak pada penentuan CKPN (loan loss provison), PSAK 50/55 (revisi 2006) juga berdampak terhadap perlakuan investasi efek tertentu terkait dengan masalah reklasifikasi antar instrumen keuangan yang lebih ketat dibandingkan PSAK 50 (1998). PSAK 50 (1998) memperbolehkan perusahaan untuk melakuan reklasifikasi instrumen keuangannya, dengan mengakui keuntungan atau kerugian. Sedangkan berdasarkan PSAK 50/55 (revisi 2006) perlakuan reklasifikasi antar instrumen keuangan lebih ketat.

Return On Asset (ROA) dipilih karena Return On Asset (ROA) digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (2004), kriteria yang dikeluarkan Bank Indonesia untuk sebuah bank bisa menjadi bank jangkar (anchor bank) memiliki rasio Return On Asset (ROA) minimal 1,5%.

Current Ratio (CR) adalah rasio yang mengukur sejauh mana kemampuan aktiva lancar perusahaan untuk memenuhi kewajiban lancarnya. Menurut Munawir (2005:72) Ratio yang paling umum digunakan untuk menganalisis posisi modal kerja suatu perusahaan adalah current ratio yaitu perbandingan antara jumlah aktiva lancar dengan

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual


(43)

hutang lancar. Ratio ini menunjukkan bahwa nilai kekayaan lancar yang segera dapat dijadikan uang ada sekian kalinya hutang jangka pendek.

Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat

leverage (penggunaan hutang) terhadap total shareholder’s equity yang dimiliki

perusahaan. Debt to Equity Ratio mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh modal sendiri yang digunakan sebagai pembayaran hutang.

2.3.2. Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan tentatif yang merupakan dugaan apa saja yang sedang kita amati dalam usaha untuk memahamainya. Hipotesis merupakan kebenaran sementara yang harus diuji. Hipotesis yang dapat diambil berdasarkan latar belakang, tinjauan teoritis dan kerangka konseptual adalah:

H1: Terdapat perbedaan yang signifikan antara profitabilitas sebelum dan setelah penerapan PSAK 50/55 pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI.

H2:Terdapat perbedaan yang signifikan antara likuiditas sebelum dan setelah penerapan PSAK 50/55 pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI.

H3: Terdapat perbedaan yang signifikan antara leverage sebelum dan setelah penerapan PSAK 50/55 pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI.


(44)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif. Menurut Nazir (2005: 58) dalam Lestari (2013), penelitian komparatif adalah sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab-akibat, dengan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu. Penelitian komparatif merupakan penelitian yang bersifat membandingkan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang di teliti berdasarkan kerangka pemikiran tertentu. Pada penelitian ini variabelnya masih mandiri tetapi untuk sampel yang lebih dari satu atau dalam waktu yang berbeda. Jadi, penelitian komparatif adalah jenis penelitian yang digunakan untuk membandingkan antara dua kelompok atau lebih dari suatu variabel tertentu.

3.2. Definisi Operasional Variabel

Menurut Tia Mutiara variabel adalah sesuatu yang menjadi fokus perhatian atau pusat yang memberikan pengaruh dan mempunyai nilai. Hal ini membuat variabel dapat berubah. Variabel dapat disebut juga sebagai peubah. Objek penelitian yang dapat menentukan hasil penelitian juga merupakan variabel. Operasional variabel adalah sebuah konsep yang mempunyai penjabaran dari variabel yang ditetapkan dalam suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memastikan agar variabel yang diteliti secara jelas dapat ditetapkan indikatornya. Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah:


(45)

Return on Asset (ROA) adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan total aktiva yang ada dan setelah biaya-biaya modal (biaya yang digunakan mendanai aktiva) dikeluarkan dari analisis. Cara menghitung Return On Assets adalah sebagai berikut:

Current Ratio (CR)

Current Ratio (CR) adalah rasio yang mengukur sejauh mana kemampuan aktiva lancar perusahaan untuk memenuhi kewajiban lancarnya. Menurut Munawir (2005:72) Ratio yang paling umum digunakan untuk menganalisis posisi modal kerja suatu perusahaan adalah current ratio yaitu perbandingan antara jumlah aktiva lancar dengan hutang lancar. Ratio ini menunjukkan bahwa nilai kekayaan lancar yang segera dapat dijadikan uang ada sekian kalinya hutang jangka pendek.

Debt to Equity Ratio (DER)

Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat leverage

(penggunaan hutang) terhadap total shareholder’s equity yang dimiliki perusahaan. Debt

to Equity Ratio mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh modal sendiri yang digunakan sebagai pembayaran hutang.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut Indrianto dan Soepomo (1997), populasi adalah sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu. Penelitian ini mengambil objek pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jumlah bank umum di Indonesia sampai dengan tahun 2015 sebanyak 41 bank.


(46)

Metode penentuan sampel dilakukan dengan teknik Purposive Sampling yaitu penentuan sampel berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Adapun kriteria yang ditentukan adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2010.

2. Perusahaan perbankan yang menjalankan usaha Bank Umum Konvensional. Tidak termasuk didalamnya perbankan yang menjalankan usaha berdasarkan prinsip syariah.

3. Perusahaan perbankan yang melaporkan secara lengkap “Laporan Keuangan” dan

“Annual Report” dari tahun 2009 sampai 2010.

Tabel 3.1.

Daftar Populasi Dan Sampel Penelitian

No NAMA BANK Kriteria Sampel

1 2 3

1

Bank Rakyat Indonesia

Agroniaga Tbk √ √ √ Sampel 1

2 PT Bank Agris Tbk - √ - -

3

PT Bank MNC Internasional

Tbk. √ √ √ Sampel 2

4 Bank Capital Indonesia Tbk √ √ √ Sampel 3

5 Bank Ekonomi Raharja Tbk √ √ √ Sampel 4

6 Bank Central Asia Tbk √ √ √ Sampel 5

7 Bank Bukopin Tbk √ √ √ Sampel 6

8

PT Bank Mestika Dharma

Tbk. - √ - -

9 Bank Negara Indonesia Tbk √ √ √ Sampel 7

10

Bank Nusantara Parahyangan

Tbk √ √ √ Sampel 8

11

Bank Rakyat Indonesia

(Persero) Tbk √ √ √ Sampel 9

12

Bank Tabungan Negara

(Persero) Tbk √ √ √ Sampel 10


(47)

14 Bank Mutiara Tbk √ √ √ Sampel 11 15 Bank Danamon Indonesia Tbk √ √ √ Sampel 12

16 Bank Pundi Indonesia Tbk √ √ √ Sampel 13

17 PT Bank Ina Perdana Tbk. - √ - -

18

Bank Pembangunan Daerah

Jawa Barat dan Banten Tbk √ √ √ Sampel 14

19

Bank Pembangunan Daerah

Jawa Timur Tbk - √ - -

20 PT Bank QNB Indonesia Tbk √ √ √ Sampel 15

21

PT Bank Maspion Indonesia

Tbk. - √ - -

22 Bank Mandiri (Persero) Tbk √ √ √ Sampel 16

23 Bank Bumi Arta Tbk √ √ √ Sampel 17

24 Bank CIMB Niaga Tbk √ √ √ Sampel 18

25

Bank Internasional Indonesia

Tbk √ √ √ Sampel 19

26 Bank Permata Tbk √ √ √ Sampel 20

27 Bank Sinarmas Tbk √ √ √ Sampel 21

28 Bank of India Indonesia Tbk √ √ √ Sampel 22 29

Bank Tabungan Pensiunan

Nasional Tbk √ √ √ Sampel 23

30

Bank Victoria International

Tbk √ √ √ Sampel 24

31 PT Bank Dinar Indonesia Tbk. - √ - -

32

Bank Artha Graha

Internasional Tbk √ √ √ Sampel 25

33

Bank Mayapada Internasional

Tbk √ √ √ Sampel 26

34

Bank Windu Kentjana

International Tbk √ √ √ Sampel 27

35 Bank Mega Tbk √ √ √ Sampel 28

36 PT Bank Mitraniaga Tbk. - √ - -

37 Bank OCBC NISP Tbk √ √ √ Sampel 29

38 PT Bank Nationalnobu Tbk. - √ - -

39 Bank Pan Indonesia Tbk √ √ √ Sampel 30

40 PT Bank Panin Syariah Tbk. - - - -

41

PT Bank Woori Saudara

Indonesia 1906 Tbk √ √ √ Sampel 31

3.4. Jenis Data

Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau bilangan. Sesuai dengan bentuknya, data kuantitatif dapat diolah atau dianalisis menggunakan teknik perhitungan matematika atau statistika. Data kuantitatif


(48)

berfungsi untuk mengetahui jumlah atau besaran dari sebuah objek yang akan diteliti. Data ini bersifat nyata atau dapat diterima oleh panca indera sehingga peneliti harus benar-benar jeli dan teliti untuk mendapatkan keakuratan data dari objek yang akan diteliti.

3.5. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dan disatukan oleh studi-studi sebelumnya atau yang diterbitkan oleh berbagai instansi lain. Penulis menggunakan riset kepustakaan dengan cara mengumpulkan dan mengolah berbagai buku, literatur, jurnal dan data di internet.

3.6. Metode Analisis

3.6.1. Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai maksimum, nilai minimum, nilai rata-rata (mean), dan nilai standar deviasi, dari variabel Return on Assets (ROA), Current Ratio (CR), dan Debt to Equity Ratio (DER).

3.6.2. Uji Normalitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal. Uji normalitas ditujukan untuk mendapatakan kepastian terpenuhinya syarat normalitas yang akan menjamin dapat dipertanggungjawabkannya langkah-langkah analisis statistik sehingga kesimpulan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan.


(49)

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini berkaitan dengan apakah Return On Assets meningkat setelah penerapan PSAK 50/55 pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Paired-Sample T Test

Uji perbedaan rata-rata dua sampel berpasangan atau uji paired sample t test digunakan untuk menguji ada tidaknya perbedaan mean untuk dua sampel bebas (independen) yang berpasangan. Adapun yang dimaksud berpasangan adalah data pada sampel kedua merupakan perubahan atau perbedaan dari data sampel pertama atau dengan kata lain sebuah sampel dengan subjek sama mengalami dua perlakuan.

Analisis didasarkan pada pembandingan antara nilai signifikansi 0,05 di mana syarat syaratnya adalah sebagai berikut :

a. Jika signifikansi T < 0,05 maka Ho ditolak yang berarti terdapat perbedaan Return On Assets yang signifikan antara sebelum dan sesudah penerapan PSAK 50/55 di Perbankan Indonesia.

b. Jika signifikansi T > 0,05, maka Ho diterima yang berarti tidak terdapat perbedaan Return On Assets yang signifikan antara sebelum dan sesudah penerapan PSAK 50/55 di Perbankan Indonesia.


(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai maksimum, nilai minimum, nilai rata-rata (mean), dan nilai standar deviasi, dari variabel Return on Assets (ROA), Current Ratio (CR), dan Debt to Equity Ratio (DER).

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan. Sampel data studi ini diperoleh dari perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 - 2010. Dari hasil penelitian yang dilakukan terdapat 31 sampel perusahaan perbankan yang mempublikasikan informasi tentang laporan keuangan tahun 2009 – 2010. Berdasarkan analisis statistik deskriptif diperoleh gambaran sampel sebagai berikut.

Tabel 4.1

Statistik Deskriptif dari Return on Assets (ROA), Current Ratio (CR), dan Debt to Equity Ratio (DER)

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean

Std. Deviation ROA Sebelum Penerapan

PSAK 50/55

31 -9.46 3.73 1.0448 2.21707 ROA Setelah Penerapan PSAK

50/55

31 -5.68 4.64 1.3700 1.70051 CR Sebelum Penerapan PSAK

50/55

31 .87 1.24 1.0481 .07867 CR Setelah Penerapan PSAK

50/55

31 .72 1.64 1.0832 .16509 DER Sebelum Penerapan

PSAK 50/55

31 -31.53 15.02 8.2410 7.86542 DER Setelah Penerapan PSAK

50/55

31 3.93 15.45 9.1729 2.98897 Valid N (listwise) 31


(51)

4.1.1. Profitabilitas

Profitabilitas dapat diukur dengan Return On Assets (ROA). ROA merupakan rasio profitabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan total aktiva yang ada dan setelah biaya-biaya modal (biaya yang digunakan mendanai aktiva) dikeluarkan dari analisis.

Berdasarkan Tabel 4.1. diketahui nilai ROA terendah sebelum penerapan PSAK 50/55 adalah -9,46 artinya untuk setiap Rp 1 aset yang digunakan, bank mengalami kerugian sebesar Rp. 0,0946. Bisa juga dikatakan, bank mengalami kerugian 9.46% dari total aset yang digunakan. Nilai tersebut terjadi pada Bank Pundi Indonesia Tbk, sedangkan nilai ROA terbesar sebelum penerapan PSAK 50/55 adalah 3,37 artinya sertiap Rp. 1 aset yang digunakan, bank mampu menghasilkan laba bersih sebesar Rp. 0,037. Nilai tersebut terjadi pada Bank Rakyat Indonesia Tbk. Diketahui nilai ROA terendah setelah penerapan PSAK 50/55 adalah -5,68 artinya setiap Rp. 1 aset yang digunakan, bank mengalami kerugian sebesar Rp. 0,0568. Nilai tersebut terjadi pada Bank Pundi Indonesia, sedangkan nilai ROA terbesar setelah penerapan PSAK 50/55 adalah 4,64 artinya setiap Rp. 1 aset yang digunakan, bank mampu menghasilkan laba bersih sebesar Rp. 0.046. Nilai tersebut terjadi pada Bank Rakyat Indonesia Tbk.

Diketahui nilai rata-rata ROA sebelum penerapan PSAK 50/55 bernilai 1,0448, sedangkan nilai rata-rata ROA setelah penerapan PSAK 50/55 bernilai 1,37. Perhatikan, bahwa terdapat kenaikan nilai ROA setelah penerapan PSAK 50/55. ROA adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Semakin tinggi nilai ROA, maka semakin baik perusahaan tersebut, karena penghasilan laba meningkat. Penerapan PSAK 50/55 secara rata-rata meningkatkan nilai ROA perbankan dibandingkan sebelum penerapan PSAK 50/55. Jika mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang menyatakan bahwa standar terbaik ROA


(52)

adalah 1,5, maka perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia masih berada pada kondisi ideal karena memiliki nilai ROA diatas ketentuan BI.

4.1.2. Likuiditas

Likuiditas dapat diukur dengan Current Ratio (CR). CR merupakan rasio yang mengukur sejauh mana kemampuan aktiva lancar perusahaan untuk memenuhi kewajiban lancarnya. Ratio ini menunjukkan bahwa nilai kekayaan lancar yang segera dapat dijadikan uang ada sekian kalinya hutang jangka pendek.

Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui nilai CR terendah sebelum penerapan PSAK 50/55 adalah 0,87 artinya terdapat Rp. 0,87 aset lancar yang tersedia untuk memenuhi tiap Rp. 1 kewajiban yang jatuh tempo saat ini. Nilai tersebut terjadi pada Bank Internasional Indonesia Tbk, sedangkan nilai CR terbesar sebelum penerapan PSAK 50/55 adalah 1,24 artinya terdapat Rp. 1,24 aset lancar yang tersedia untuk memenuhi tiap Rp.1 kewajiban yang jatuh tempo saat ini. Nilai tersebut terjadi pada Bank Danamon Indonesia Tbk. Diketahui nilai CR terendah setelah penerapan PSAK 50/55 adalah 0,72 artinya terdapat Rp. 0,72 aset lancar yang tersedia untuk memenuhi tiap Rp. 1 kewajiban yang jatuh tempo saat ini. Nilai tersebut terjadi pada Bank Pundi Indonesia, sedangkan nilai CR terbesar setelah penerapan PSAK 50/55 adalah 1,64 artinya terdapat Rp. 1,64 aset lancar yang tersedia untuk memenuhi tiap Rp 1 kewajiban yang jatuh tempo saat ini. Nilai tersebut terjadi pada Bank Central Asia Tbk.

Diketahui nilai rata-rata CR sebelum penerapan PSAK 50/55 bernilai 1,0481, sedangkan nilai rata-rata CR setelah penerapan PSAK 50/55 bernilai 1,0832. Perhatikan bahwa terdapat kenaikkan nilai CR, setelah penerapan PSAK 50/55. Penerapan PSAK 50/55 secara rata-rata meningkatkan nilai CR, dibandingkan sebelum penerapan PSAK 50/55. Akan tetapi, bila dibandingkan dengan standar CR menurut bank indonesia yaitu


(53)

sebesar 2.5, maka current ratio perbankan belum dapat dikatakan memuaskan atau dapat dikatakan bahwa bank masih kurang likuid.

4.1.3. Leverage

Leverage dapat diukur dengan Debt to Equity Ratio (DER). DER merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat leverage (penggunaan hutang) terhadap total

shareholder’s equity yang dimiliki perusahaan.

Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui nilai DER terendah sebelum penerapan PSAK 50/55 bernilai -31,53 ini mengindikasikan bahwa setiap Rp.1 pendanaan ekuitas, terdapat Rp. -31,53 pendanaan dari kreditor. Nilai tersebut terjadi pada Bank Pundi Indonesia Tbk, sedangkan nilai DER terbesar sebelum penerapan PSAK 50/55 bernilai 15,02 nilai ini mengindikasikan bahwa setiap Rp. 1 pendaan ekuitas, terdapat Rp. 15,02 pendanaan dari kreditor. Nilai tersebut terjadi pada Bank Artha Graha Internasional Tbk. Diketahui nilai DER terendah setelah penerapan PSAK 50/55 bernilai 3,93 nilai ini mengindikasikan bahwa setiap Rp. 2 pendanaan ekuitas, terdapat Rp. 3,93 pendanaan dari kreditor. Nilai tersebut terjadi pada Bank of India Indonesia, sedangkan nilai DER terbesar setelah penerapan PSAK 50/55 bernilai 15,45 nilai ini mengindikasikan bahwa setiap Rp. 1 pendanaan ekuitas, terdapat Rp. 15,45 pendanaan dari kreditor. Nilai tersebut terjadi pada Bank Bukopin Tbk.

Diketahui nilai rata-rata DER sebelum penerapan PSAK 50/55 bernilai 8,2410, sedangkan nilai rata-rata DER setelah penerapan PSAK 50/55 bernilai 9,1729. Perhatikan bahwa terdapat kenaikkan nilai DER, setelah penerapan PSAK 50/55. DER mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh modal sendiri yang digunakan sebagai pembayaran hutang. Penerapan PSAK 50/55 secara rata-rata meningkatkan nilai DER, dibandingkan sebelum penerapan PSAK 50/55.


(54)

4.2. Uji Asumsi Normalitas

Dalam uji kesamaan rata-rata dari dua populasi untuk data berpasangan dan saling berhubungan dengan uji , data dari selisih pasangan pengamatan diasumsikan berdistribusi normal, dengan rata-rata . Field (2009:326) menyatakan sebagai berikut:

“The sampling distribution is normally distributed. In the dependent t-test this means that the sampling distribution of the differences between scores should be normal, not the scores themselves (see section 9.4.3)”.

Sejalan dengan Field, Mann dan Christopher (2011:465) menyatakan sebagai berikut:

“If the sample size is small, then the population of paired differences is normally distributed”.

Namun ketika ukuran sampel cukup besar, yakni 30, maka populasi tidak harus berdistribusi normal (Mann dan Christopher, 2011:465). Hal ini karena berdasarkan sifat teorema limit sentral (central limit theorem). Untuk menguji asumsi normalitas dapat digunakan pendekatan uji Kolmogorov-Smirnov untuk menguji asumsi normalitas. Dalam pendekatan uji Kolmogorov-Smirnov, data dari selisih pasangan pengamatan diuji normalitasnya. Hipotesis nol menyatakan data dari selisih pasangan pengamatan berdistribusi normal, sedangkan hipotesis alternatif menyatakan data dari selisih pasangan pengamatan tidak berdistribusi normal. Untuk pengambilan keputusan terhadap hipotesis, dapat dibandingkan antara nilai probabilitas dari uji Kolmogorov-Smirnov dan tingkat signifikansi yang digunakan . Berikut aturan pengambilan keputusan terhadap hipotesis.


(55)

Tabel 4.2. Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ROA Setelah

- ROA Sebelum

CR Setelah - CR Sebelum

DER Setelah - DER Sebelum

N 31 31 31

Normal Parametersa,,b Mean .3252 .0352 .9319

Std. Deviation .80626 .14551 6.78893 Most Extreme

Differences

Absolute .215 .185 .382

Positive .215 .185 .382

Negative -.205 -.150 -.262

Kolmogorov-Smirnov Z 1.195 1.032 2.128

Asymp. Sig. (2-tailed) .115 .237 .000

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Berdasarkan hasil pengujian normalitas pada Tabel 4.2. diketahui nilai Asymp. Sig. (2-tailed) pada kolom ROA Setelah–Sebelum adalah 0,115 dan pada kolom CR Setelah– Sebelum adalah 0,237. Karena nilai tersebut lebih besar dari tingkat signifikansi, yakni 0,05 maka disimpulkan bahwa asumsi normalitas dipenuhi. Namun nilai Asymp. Sig. (2-tailed) pada kolom DER Setelah–Sebelum adalah 0,000 yang mana lebih kecil dari tingkat signifikansi, yakni 0,05. Namun ketika ukuran sampel cukup besar yakni 30, maka populasi tidak harus berdistribusi normal (Mann dan Christopher, 2011:466). Hal ini karena berdasarkan sifat teorema limit sentral (central limit theorem).

Namun alternatif dari uji lain, ketika asumsi normalitas tidak dipenuhi adalah dengan menggunakan uji non-parametrik. Suharyadi dan Purwanto (2009:283) menyatakan sebagai berikut:

“Statistika nonparametrik adalah statistik yang tidak memerlukan pembuatan asumsi

tentang bentuk distribusi atau bebas distribusi, sehingga tidak memerlukan asumsi terhadap populasi yang akan diuji.”


(56)

Statistik nonparametrik selain tidak memerlukan asumsi kenormalan juga memiliki keunggulan lain, yaitu mudah dilakukan dan tidak memerlukan perhitungan yang rumit. Oleh sebab itu, bagi sebagian besar pengguna statistik yang terkait dengan ilmu-ilmu sosial, di mana datanya berskala ordinal atau nominal dan distribusi populasinya tidak normal, statistik ini sangat membantu.

4.3. Pengujian Hipotesis

Dari hasil pengujian hipotesis dengan uji beda dua rata-rata (paired samples t-test) mengenai perbedaan Return on Assets (ROA), Current Ratio (CR), dan Debt to Equity Ratio (DER) sebelum dan setelah penerapan PSAK 50/55, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.3

Hasil Pengujian Statistik Rata-Rata Sebelum dan Setelah Penerapan PSAK 50/55

4.3.1. Pengujian Hipotesis Profitabilitas

Berdasarkan Tabel 4.3, diketahui t hitung adalah 2,245, dengan derajat bebas (df) 30. Berikut akan ditentukan nilai kritis t dengan bantuan Microsoft Excel.

Gambar 4.1.


(57)

Diketahui nilai kritis t adalah 2,04. Berikut aturan pengambilan keputusan terhadap hipotesis berdasarkan uji (Gio, 2015:22).

Perhatikan bahwa karena nilai t hitung, yakni lebih besar dibandingkan nilai kritis t, yakni , maka terdapat perbedaan rata-rata ROA yang signifikan, sebelum dan setelah penerapan PSAK 50/55. Hal ini berarti bahwa setelah diberlakukannya penerapan PSAK 50/55 profitabilitas perusahaan perbankan di Indonesia meningkat dengan mean sebelum penerapan sebesar 1,0448 sedangkan mean setelah penerapan sebesar 1,37. Dapat diintepretasikan bahwa secara umum perbankan memberikan respon positif atas penerapan PSAK 50/55.

4.3.2. Pengujian Hipotesis Likuiditas

Berdasarkan Tabel 4.3, diketahui t hitung adalah 1,345, dengan derajat bebas (df) 30. Diketahui juga nilai kritis t adalah 2,04. Berikut aturan pengambilan keputusan terhadap hipotesis berdasarkan uji (Gio, 2015:22).

Perhatikan bahwa karena nilai t hitung, yakni lebih kecil dibandingkan nilai kritis t, yakni , maka perbedaan rata-rata CR yang terjadi tidak signifikan, sebelum dan setelah penerapan PSAK 50/55. Hal ini berarti tidak memberikan dampak kenaikkan yang signifikan terhadap CR, sebelum dan setelah diberlakukannya PSAK 50/55.


(58)

4.3.3 Pengujian Hipotesis Leverage

Berdasarkan Tabel 4.3, diketahui t hitung adalah 0,764, dengan derajat bebas (df) 30. Diketahui juga nilai kritis t adalah 2,04. Berikut aturan pengambilan keputusan terhadap hipotesis berdasarkan uji (Gio, 2015:22).

Perhatikan bahwa karena nilai t hitung, yakni lebih kecil dibandingkan nilai kritis t, yakni , maka perbedaan rata-rata DER yang terjadi tidak signifikan, sebelum dan setelah penerapan PSAK 50/55. Hal ini berarti tidak memberikan dampak kenaikkan yang signifikan terhadap DER, sebelum dan setelah diberlakukannya PSAK 50/55.

Tabel 4.4

Hasil Pengujian Statistik Rata-Rata

Sebelum dan Setelah Penerapan PSAK 50/55 dengan Uji Nonparametrik Wilcoxon Test Statisticsb

DER Sebelum Penerapan PSAK 50/55 - DER Setelah Penerapan PSAK 50/55

Z -.382a

Asymp. Sig. (2-tailed)

.702

a. Based on negative ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Berdasarkan hasil dari uji Wilcoxon, diketahui nilai probabilitas (Asymp. Sig. (2-tailed)) adalah 0,702. Perhatikan bahwa karena nilai probabilitas tersebut lebih besar dari


(59)

0,05, maka perbedaan rata-rata DER yang terjadi tidak signifikan, sebelum dan setelah penerapan PSAK 50/55. Perhatikan bahwa kesimpulan yang diperoleh antara paired samples t-test dan uji Wilcoxon adalah sama. Uji Wilcoxon digunakan sebagai alternatif ketika asumsi normalitas tidak dipenuhi.

4.4. Analisis dan Pembahasan Hasil Pengujian

Terdapat perbedaan yang signifikan antara ROA sebelum dan sesudah penerapan PSAK 50/55, hal ini mengindikasikan adanya kegiatan-kegiatan yang mendukung bank secara efisien dengan diterapkan penerapan PSAK 50/55 yaitu bank mampu mempertahankan keuntungan, efisien dalam menggunakan aset dan kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan. Sebelum penerapan PSAK 50/55 perlakuan terhadap potensi kerugian keuangan instrumen keuangan kredit adalah menggunakan Penyisihan Piutang Aktiva Produktif (PPAP) yang dihitung dengan presentase tertentu yang ditentukan oleh Bank Indonesia. Selanjutnya setelah penerapan PSAK 50/55 diberlakukan maka untuk setiap potensi kerugian kredit tidak tertagih yang dicadangkan oleh bank disebut Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) yang harus diprediksi bank dengan benar menggunakan data historis bank selama 3 tahun terakhir dan disertai dengan bukti objektif terdapat potensi kerugian. Oleh karena itu, ada kemungkinan bahwa bank bisa membentuk CKPN yang lebih kecil dari PPAP, dan bila ada switching biaya seperti itu, laba bank meningkat yang efeknya ke ROA bank. Secara teori jika ROA semakin meningkat maka kinerja perusahaan juga semakin membaik, karena tingkat kembaliannya semakin besar. Hal ini mengindikasikan besarnya tingkat kembalian yang secara tidak langsung akan meningkatkan harga saham perusahaan dan ini membuat investor berpikiran bahwa kinerja perusahaan tersebut baik dan membuat peferensi investor untuk menanamkan investasinya dengan membeli saham pada perusahaan tersebut. Semakin banyak investor yang menanamkan sahamnya semakin tinggi pula harga sahamnya.


(1)

BSWD BTPN BVIC INPC MAYA MCOR MEGA NISP PNBN SDRA Revenues

Total Interest Income 94,8% 90,8% 79,7% 96,5% 98,2% 94,0% 84,3% 87,1% 87,9% 96,6% Other Operating Revenue 5,1% 9,5% 20,4% 3,5% 1,6% 5,4% 15,3% 12,9% 11,3% 3,7%

Non-Operating Revenue 0,1% -0,3% -0,1% 0,1% 0,2% 0,6% 0,4% 0,1% 0,8% -0,3%

100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% Expenses

Interest Expenses 65,6% 46,3% 68,2% 63,4% 59,1% 65,3% 61,3% 47,8% 65,4% 53,1% Other Operating Expenses 23,8% 48,0% 29,6% 30,2% 38,8% 31,9% 35,8% 47,0% 28,7% 41,9%

Provision for Income Tax 10,6% 5,7% 2,2% 1,4% 2,1% 2,8% 2,9% 5,1% 5,9% 4,9%

100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% B. Common-Size Income Statement, 2009


(2)

AGRO BABP BACA BAEK BBCA BBKP BBNI BBNP BBRI BBTN Revenues

Total Interest Income 100,7% 92,5% 97,8% 89,2% 76,5% 97,9% 72,6% 96,1% 87,4% 93,7% Other Operating Revenue 1,4% 8,6% 2,2% 10,8% 22,5% 1,3% 26,7% 4,0% 10,5% 6,4%

Non-Operating Revenue -2,1% -1,1% 0,0% 0,1% 1,0% 0,8% 0,8% 0,0% 2,1% 0,0%

100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% Expenses

Interest Expenses 61,6% 53,5% 72,6% 49,2% 36,1% 54,3% 37,0% 50,3% 39,8% 54,7% Other Operating Expenses 36,6% 45,9% 25,6% 50,0% 50,9% 41,0% 54,9% 45,9% 49,5% 39,5%

Provision for Income Tax 1,8% 0,7% 1,8% 0,8% 13,1% 4,7% 8,2% 3,9% 10,6% 5,9%

100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% B. Common-Size Income Statement, 2010

BCIC BEKS BJBR BKSW BMRI BNBA BNGA BNII BNLI BSIM

Revenues

Total Interest Income 99,3% 87,2% 94,1% 66,4% 76,0% 96,0% 89,9% 76,9% 85,1% 93,4% Other Operating Revenue 1,3% 20,4% 5,3% 3,7% 23,7% 3,9% 9,9% 22,8% 12,5% 6,6% Non-Operating Revenue -0,6% -7,5% 0,6% 29,9% 0,3% 0,2% 0,3% 0,3% 2,3% -100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,00% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% Expenses

Interest Expenses 98,1% 64,9% 52,3% 53,3% 44,2% 51,4% 49,7% 37,7% 50,9% 61,9% Other Operating Expenses 1,9% 101,3% 40,1% 46,1% 45,2% 44,2% 42,2% 62,0% 44,8% 34,8% Provision for Income Tax 0,1% -66,3% 7,6% 0,7% 10,6% 4,4% 8,0% 0,3% 4,3% 3,3% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

B. Common-Size Income Statement, 2010

ss

B. Common-Size Income Statement, 2010

BSWD BTPN BVIC INPC MAYA MCOR MEGA NISP PNBN SDRA


(3)

Revenues

Total Interest Income 94,9% 98,0% 69,6% 96,3% 98,0% 87,1% 86,3% 91,7% 85,0% 97,7%

Other Operating Revenue 5,2% 2,4% 30,2% 4,5% 2,0% 11,8% 14,3% 13,3% 14,1% 2,8%

Non-Operating Revenue -0,1% -0,3% 0,2% -0,8% 0,1% 1,1% -0,6% -4,9% 0,9% -0,5%

100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

Expenses

Interest Expenses 62,4% 42,3% 64,9% 62,1% 57,0% 56,1% 50,4% 49,0% 57,2% 47,6%

Other Operating Expenses 27,7% 51,8% 32,5% 35,7% 40,1% 41,2% 47,2% 47,6% 35,8% 46,7%

Provision for Income Tax 9,9% 6,0% 2,7% 2,3% 2,9% 2,7% 2,4% 3,5% 7,0% 5,7%


(4)

Lampiran 5 Trend Statement

Trend Statement of Selected Items, 2010

AGRO BABP BACA BAEK BBCA BBKP BBNI BBNP BBRI BBTN

Revenues

Total Interest Income 103,5 110,6 143,3 85,2 119% 103,9 109,84% 111,6 107,96% 116,27%

Other Operating Revenue 18,5 108,6 318,1 192,2 98% 118,5 107,65% 108,8 104,17% 104,95%

Non-Operating Revenue 117,3 -543,8 -44,4 80,4 127% -499,5 -928,45% 5,4 231,45% 25,85%

Expenses

Interest Expenses 86,5 101,2 155,2 73,0 100% 88,3 105,33% 80,9 117,15% 96%

Other Operating Expenses 78,5 117,7 141,9 133,1 114% 119,6 115,46% 168,4 106,03% 137%

Provision for Income Tax 222,8 85,4 86,3 836,0 129% 110,3 119,59% 133,9 106,75% 130%

Profit for the Period 637,9 241,3 103,2 89,3 128% 136,0 141,55% 161,5 131,52% 137%


(5)

Trend Statement of Selected Items, 2010

BVIC INPC MAYA MCOR MEGA NISP PNBN SDRA BCIC BTPN

Revenues

Total Interest Income 117% 93% 114% 133% 109% 99% 111% 132% 128,5 155%

Other Operating Revenue 197% 120% 143% 313% 100% 97% 143% 99% 42,1 36%

Non-Operating Revenue 140% -1452% 24% 282% -148% -5641% 135% 221% -128,4 143%

Expenses

Interest Expenses 121% 82% 107% 122% 88% 93% 96% 109% 120,7 126%

Other Operating Expenses 140% 107% 115% 183% 140% 92% 137% 135% 19,4 148%

Provision for Income Tax 152% 150% 155% 136% 86% 61% 130% 140% -1,4 144%


(6)

Trend Statement of Selected Items, 2010

BEKS BJBR BKSW BMRI BNBA BNGA BNII BNLI BSIM BSWD

Revenues

Total Interest Income 62,2 124,1 106,5 155% 108,9 110,1 105,1 97,5 109% 105,11%

Other Operating Revenue 353,4 106,0 95,0 36% 91,3 90,2 117,4 110,9 100% 107,05%

Non-Operating Revenue -17,3 95,7 -5351,3 143% 170,1 32,2 1013,5 596,2 -148% -106,06%

Expenses

Interest Expenses 75,7 122,4 90,9 96% 112,5 99,2 93,3 87,5 100% 96,78%

Other Operating Expenses 118,2 122,5 115,2 137% 110,4 79,7 101,8 103,0 114% 117,85%

Provision for Income Tax -350,2 33,4 61,2 130% 73,9 140,1 518,4 83,4 79,7 94,78%

Profit for the Period 65,7 70,2 30,4 137% 95,6 162,7 -4986,2 206,6 155% 94,97%


Dokumen yang terkait

Pengaruh Jumlah Kredit yang diberikan dan Tingkat Likuiditas Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

41 208 96

Pengaruh Size, ROA dan Leverage terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

13 101 83

Pengaruh Risiko Kredit dan Tingkat Likuiditas terhadap Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

2 41 76

Pengaruh Profitabilitas, Financial Leverage dan Pertumbuhan Perusahaan terhadap Propensity Income Smoothing pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

2 68 112

Pengaruh Tingkat Solvabilitas, Rentabilitas dan Likuiditas Terhadap Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 37 90

Analisis Perbedaan Likuiditas Saham, Return Saham, dan Bid Ask Spread Sebelum dan Setelah Stock Split pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

6 156 121

Analisis Perbandingan Profitabilitas, Likuiditas dan Leverage Sebelum dan Setelah Penerapan PSAK 50/55 Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

5 42 84

Efek Intellectual Capital dan Leverage Keuangan terhadap Profitabilitas Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 6 7

Pengaruh Size, ROA dan Leverage terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 15

Pengaruh Size, ROA dan Leverage terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 1 11