agama serta melakukan kewajibannya terhadap Tuhan YME. Sebagai bentuk perilaku bertanggung jawab kepada Tuhan misalnya yaitu mempunyai perasaan
berdosa dan terkutuk. Berdasarkan penjelasan tentang jenis-jenis tanggung jawab tersebut,
maka tanggung jawab belajar siswa termasuk dalam jenis tanggung jawab kepada diri sendiri. Artinya, siswa tersebut harus bisa menanggung kata hatinya untuk
bersedia melakukan kewajibannya sebagai siswa yaitu belajar. Siswa tersebut harus bisa berkomitmen untuk membiasakan diri dalam belajar dengan baik dan
disiplin.
2.3 Konseling Behavioral dengan Teknik Self-Management
2.3.1 Konseling Behavioral Behavioral Therapy
Dalam pandangan behavioral, perilaku dibentuk berdasarkan hasil dari segenap pengalamannya yang berupa interaksi individu dengan lingkungan
sekitarnya yang membentuk sebuah kepribadian seseorang. Sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasikan kondisi-kondisi belajar.
Kepribadian seseorang dengan yang lainnya berbeda-beda karena kenyataannya manusia memiliki pengalaman yang berbeda dalam kehidupannya. Menurut
Gladding 2004 dalam Lesmana 2008: 29 bahwa “dalam proses konseling, konselor berfungsi sebagai konsultan, guru, penasihat, pemberi dukungan dan
fasilitator”. Maksudnya konselor dalam pendekatan ini biasanya berfungsi sebagai guru, pengarah dan ahli yang mendiagnosa tingkah laku yang maladaptif dan
menentukan prosedur untuk mengatasi persoalan tingkah laku individu.
Pandangan behavioral tentang hakikat manusia yaitu: 1 bahwa manusia itu bersifat netral, artinya manusia dapat berperilaku baik atau buruk,
salah atau benar; 2 bahwa perilaku manusia dihasilkan dari antara bawaan genetik dan pengaruh lingkungan sekitar; 3 manusia juga sebagai penghasil
tingkah laku produsen dan pengguna tingkah laku konsumen; 4 tingkah laku manusia dihasilkan dari proses belajar dengan lingkungan; dan 5 manusia
cenderung memilih sesuatu yang disenangi dan menghindari sesuatu yang tidak disenangi.
Menurut Willis 2004: 70 bahwa “para konselor behavioral memandang kelainan perilaku sebagai kebiasaan yang dipelajari. Karena itu dapat
diubah dengan mengganti situasi positif yang direkayasa sehingga kelainan perilaku berubah menjadi positif”. Modifikasi perilaku menyimpang itu melalui
pengubahan situasi lingkungan positif yang direkayasa sehingga dapat menstimulus terjadinya perilaku yang positif.
Menurut Winkel dan Hastuti 2004: 419 bahwa “perubahan dalam perilaku itu harus diusahakan melalui suatu proses belajar learning atau belajar
kembali relearning, yang berlangsung selam a proses konseling”. Dengan kata
lain proses konseling pada dasarnya juga dipandang sebagai proses belajar. Proses belajar disini maksudnya belajar untuk bertingkah laku ke arah yang lebih baik
dengan bantuan konselor kemudian pada akhirnya klien dapat terbiasa dengan berperilaku yang adaptif meskipun tanpa dibimbing konselor terus-menerus.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa konseling behavioral adalah suatu teknik terapi dalam konseling yang
berlandaskan teori belajar yang berfokus pada tingkah laku individu untuk membantu konseli mempelajari tingkah laku baru dalam memecahkan masalahnya
melalui teknik-teknik yang berorientasi tindakan. Tujuan konseling behavioral yaitu: 1 menciptakan perilaku baru, 2 menghapus perilaku yang tidak sesuai,
dan 3 memperkuat dan mempertahankan perilaku yang diinginkan. Menurut Komalasari 2011: 157 berpendapat bahwa asumsi tingkah
laku yang bermasalah dalam konseling behavioral adalah:
1 Tingkah laku yang berlebihan excessive, tingkah laku yang
berlebihan misalnya yaitu: merokok, terlalu banyak main games, dan sering memberi komentar di kelas. Tingkah laku
excessive dirawat dengan menggunakan teknik konseling untuk menghilangkan atau mengurangi tingkah laku.
2 Tingkah laku yang kurang deficit, adapun tingkah laku yang
deficit adalah terlambat masuk sekolah, tidak mengerjakan tugas dan bolos sekolah. tingkah laku deficit diterapi dengan
menggunakan teknik meningkatkan tingkah laku.
Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perilaku rendahnya tanggung jawab belajar beserta ciri-cirinya maka dapat dikategorikan
ke dalam tingkah laku yang kurang deficit. Oleh karena itu untuk meningkatkan tanggung jawab belajar siswa terhadap kegiatan belajar di sekolah maupun di
rumah, maka penulis dalam memberikan layanan konseling pendekatan behavioral sangatlah tepat.
Konseling behavioral mempunyai prosedur dan tahapan dalam konseling. Berikut adalah prosedur dan tahapannya:
Tabel 2.1 Prosedur dan Tahapan Konseling Behavioral
a. Konselor memulai pembicaraan dan
merespon secara
sensitif untuk
menangkap masalah utama. b.
Klien menyatakan masalah dalam istilah behavioral atau menyetujui
deskripsi oleh konselor. d. Konselor dan klien menyetujui masalah
mana yang akan diatasi dahulu. c. Klien menyatakan masalah lain yang
berhubungan dengan
masalah utama.
e. Klien setuju dengan tujuan konseling termasuk memperhitungkan perubahan
dan faktor-faktor lain. f. Tindakan alternatif pemecahan
masalah dipertimbangkan klien dan konselor.
h. Konselor dan klien menyetujui sub tujuan sebagai prasyarat mencapai
tujuan akhir. g. Klien menyediakan bukti bahwa dia
menyadari konsekuensi
setiap tindakan yang dipertimbangkan.
i. Konselor dan klien menyetujui tindakan
mana yang akan dicoba pertama kali. j. Konselor dan klien menyetujui
terhadap evaluasi
kemajuan pencapaian tujuan.
l. Menyusun
tujuan yang
baru dikembangkan dan disetujui bersama
k. Klien dan konselor memonitor kemajuan perilaku klien.
m. Tindakan klien yang baru diseleksi bersama dan disetujui.
n. Klien dan konselor memonitor kemajuan perilaku klien.
p. Konselor dan klien menyetujui bahwa tujuan telah dicapai.
o. Klien dan konselor menerapkan perubahan
dan belajar
ke pemeliharaan perubahan.
q. Konselor
membuktikan bahwa
perubahan perilaku telah dipelihara tanpa konselor.
Sumber: Latipun 2008: 55
2.3.2 Teknik Self-Management