BAB II PEMBERIAN PEMBIAYAAN DAN OBJEK JAMINAN BANK
YANG DIATUR DALAM KUH PERDATA
A. Pengertian Pembiayaan dan Jaminan
1. Pengertian pembiayaan
Pada dasarnya Bank Syariah memiliki fungsi yang tidak jauh berbeda dengan bank konvensional yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang kemudian
selanjutnya menyalurkanya kembali kepada masyarakat atau yang lebih dikenal dengan fungsi Intermediary. Dalam prektiknya bank syariah menyalurkan dana
yang diperolehnya dari masyarakat dalam bentuk pembiayaan, baik itu pembiayaan modal usaha maupun itu pembiayaan konsumtif.
Pembiayaan itu sendiri menurut M. Syafii Antonio adalah pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan pihak-
pihak defisit unit atau dalam artian pihak-pihak yang sedang membutuhkan modal untuk memenuhi kebutuhan tertentu.
18
Menurut Muhammad bahwa pembiayaan dala artian luas diartikan sebagai pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan
baik dilakukan sendiri maupun dijalankan oleh orang lain.
19
Selanjutnya menurut Kasmir pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
18
M. Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press, Jakarta, 2001, hlm. 160
19
Muhammad, Op.Cit.,, hlm.261
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
20
2. Pengertian jaminan
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah diuraikan oleh beberapa ahli tersebut, maka dapat disimpullan bahwa pembiayaan adalah pemberian fasilitas penyediaan
dana untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, dan didasarkan atas kesepakatan antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang
dibiayai itu untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu Zakerheid, atau Cautie. Zakerheid atau Cautie mencakup secara umum cara-cara kreditor
menjamin dipenuhinya tagihannya, di samping pertanggung jawaban umum debitor terhadap barang-barangnya. Selain dikenal istilah jaminan, dikenal juga
istilah Agunan, dimana isrtilah agunan ini dapat dilihat di dalam Pasal 1 Angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dikatakan
bahwa jaminan tambahan diserahkan nasabah debitor kepada bank dalam rangka mendapatkan fisilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Jika
dilihat ketentuan mengenai aguan dalam Pasal 1 Angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan tersebut, maka agunan itu merupakan
jaminan tambahan accesoir, yang tujuanya adalah untuk mendapatkan fasilitas kredit ataupun pembiayaan dari bank.
21
Menurut Pasal 1 Angka 26 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, memberikan pengertian bahwa agunan adalah jaminan
20
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm.96
21
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 21
tambahan, baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak diserahkan oleh pemilik agunan kepada bank syariah danatau UUS, guna menjamin
pelunasan kewajiban nasabah penerima fasilitas. Menurut M. Bahsan bahwa ia menggunakan istilah jaminan, dimana menurutnya
jaminan adalah segala sesuatu yang diterima oleh kreditor dan diserahkan debitor untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat. Selanjutnya adapun yang
menjadi alasan M. Bahsan menggunakan istilah jaminan adalah sebagai berikut:
22
a. Telah lazim digunakan dalam bidang ilmu hukum dalam hal ini berkaitan
dengan penyebutan-penyebutan, seperti hukum jaminan, lembaga jaminan, jaminan kebendaan, dan sebagainya;
b. Telah digunakan dalam beberapa perturan perundang-undangan tentang
lembaga jaminan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Hak Tanggungan, dan Undang-Undang Jaminan Fidusia.
Menurut hukum Islam sendiri yang berkaitan dengan jaminan utang, dikenal ada dua istilah, yaitu:
23
a. Kafalah
Kafalah adalah mempersatukan tanggung jawab dengan tanggung jawab lainnya dalam hal tuntutan secara mutlak, baik berkaitan dengan jiwa, utang, materi,
maupun pekerjaan. Pengertian lain dari kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung kafil kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak
kedua atau yang ditanggung.
22
M. Bahsan, Penilaian Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Rejeki Agung, Jakarta, 2002, hlm.148
23
Wangsawidjaja, Op.Cit.,hlm.295
Sebagaimana halnya suatu perjanjian, yang baru sah setelah memenuhi syarat- syarat objektif dan subjektif, begitu pula dalam akad penanggung kafalah, juga
terdapat syarat dan rukun yang harus dipenuhi. Rukun kafalah ada empat, yaitu: 1
Adanya pihak penjaminpenanggung kafil; 2
Adanya pihak yang berutang makful ‘anhul’ashil; 3
Adanya pihak yang berpiutang makful lahu; dan 4
Adanya objek yang ditanggung makful bih. Para ulama fikih sendiri mengemukakan beberapa syarat-syarat kafalah sesuai
rukun kafalah itu sendiri, yaitu: 1
Pihak penjaminpenanggung kafil 2
pihak yang berutang makful ‘anhul’ashil 3
Pihak yang berpiutang makful lahu 4
Objek tanggungan makful bih b.
Rahn Menurut Sayyid Sabiq, rahn adalah menjadikan barang yang mempunyai nilai
harta menurut ajaran Islam sebagai jaminan utang, hingga orang yang bersangkutan dapat mengambil piutang atau mengambil sebagian manfaat barang
itu. Rahn yang biasanya diterjemahkan sebagai gadai, mempunyai pengertian yang
lebih luas daripada gadai berdasarkan ketentuan Pasal 1150 KUH Perdata, yang hanya meliputi barang bergerak.Rahn di sini meliputi barang jaminanagunan
berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak, sehingga pengertian rahn sama dengan pengertian gadai dalam hukum adat. Adapun Pasal 1150 KUH
Perdata berbunyi sebagai berikut:
“gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak , yang diserahkan kepadanya oleh debitur, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas
utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang itu dengan mendahului kreditur-kreditur lain,
dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu, yang
dikeluarkan setelah barang itu diserahkan sebagai gadai dan yang harus didahulukan”.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam praktik perbankan syariah pengertian rahn adalah agunan.Namun, ada juga rahn
sebagai produk bank syariah. Menurut jumhur ulama, rukun rahn ada lima: 1
Rahim orang yang menggadaikan 2
Murtahin orang menerima gadai 3
MarhunRahn objekbarang gadai 4
Marhun Bih utang dan 5
Sighat ijab kabul. Para ulama fiqih mengemukakan syarat-syarat ar-rahn sesuai dengan
rukun ar-rahn itu sendiri, yaitu: 1
Para pihak dalam pembiayaan rahn rahin dan murtahin. 2
Adanya kesepakatan sighat atau ijab Kabul 3
Marhun bih utang
B. Jenis-jenis Pembiayaan dan Jaminan dalam KUH Perdata 1. Jenis-jenis pembiayaan